Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 228845 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istiqomah Nur Ocnisari
"Penasun merupakan populasi kunci yang memiliki risiko ganda untuk penularan HIV, yaitu melalui perilaku menyuntik dan perilaku seksualnya. Upaya yang dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan infeksi lainnya yang terjadi melalui penggunaan napza dengan jarum suntik dan perlengkapannya adalah dengan melalui program pengurangan dampak buruk. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan program pengurangan dampak buruk HIV-AIDS dengan perilaku menyuntik. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan data STBP Tahun 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun yang pernah bertemu dengan petugas penjangkau sebanyak 430 responden di kota Yogyakarta, Tangerang, Pontianak dan Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi penasun yang menyuntik berisiko dalam seminggu terakhir adalah sebesar 43% dan 45,4% penasun yang tidak mengakses program pengurangan dampak buruk. penasun yang tidak mengakses program pengurangan dampak buruk berisiko 1,2 kali lebih tinggi untuk menyuntik berisiko dibandingkan dengan penasun yang mengakses program pengurangan dampak buruk setelah dikontrol oleh faktor usia, tempat menyuntik, penggunaan kondom, lama menjadi penasun, dan jumlah teman menyuntik. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan program pengurangan dampak buruk secara komprehensif untuk mengurangi perilaku menyuntik berisiko, sehingga penularan HIV-AIDS pada penasun dapat dicegah.

Injection Drug Users (IDUs) are key population that have double risk of HIV transmission, through injecting behaviors and sexual behaviors. The effort to reduce HIV transmission and other infection among IDUs is by implementing harm reduction program. This study was conducted to identify the association between harm reduction program of HIV-AIDS among IDUs with injecting behaviors. This study used cross sectional design and used data of IBBS 2013. The respondents are IDUs who ever met with the outreach workers as many as 430 respondents in Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, and Makassar. The result showed that the prevalence of IDUs who inject risky in the past week is 44,3% and 54,1% of IDUs do not access harm reduction program. IDUs who do not accsess harm reduction program has 1,3 time higher chance to inject risky than IDU who accsess harm reduction program after controlled by age, place of injection, condom use, duration of injecting drugs and total number of injecting partner. Therefore, optimalization of comprehensive harm reduction program is needed to decrease injection risk behavior in order to prevent HIV-AIDS transmission among IDUs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S64708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penyebab utama epidemi ganda Napza dan HIV-AIDS di Indonesia adalah perubahan pola penggunaan Napza dari hisap ke jarum suntik, dan semakin meluas injecting drug user (IDU-Penasun) di kalangan pengguna Napza yang pada umumnya memiliki kelemahan human capital atau kelemahan logika, sehingga mudah dikuasai Napza tanpa menyadari paparan infeksi HIV yang mengintai. Mereka tidak sadar, bahwa "jembatan emas" penularan dan penyebaran HIV, virus penyebab AIDS adalah penggunaan peralatan suntik tidak steril secara bergantian. Salah satu upaya mencegah penularan virus HIV-AIDS di kalangan IDU adalah harm reduction (HR) atau dalam terminologi Indonesia disebut pengurangan dampak buruk Narkoba. Tujuan utama pada program ini adalah upaya pemutusan mata rantai penularan HIV dan AIDS mulai dari tujuan umum hingga khusus dalam komunitas Penasun. Dalam implementasinya, program HR di Indonesia menghadapi sejumlah kendala di antaranya belum ada payung hukum (undnag-undang) yang mengatur secara khusus pelaksanaan HR; kendala sosiologis dan agama yang berkait dengan nilai agama dan norma bangsa Indonesia; kendala anggaran dan geografis berupa luasnya wilayah Indonesia sehingga sosialisasi program membutuhkan anggaran sangat besar dan tidak semua daerah mudah dijangkau. Mengantisipasi kendala tersebut, penerapan program HR di Indonesia perlu mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar melindungi dan menyelamatkan masyarakat dari epidemi ganda Napza dan HIV-AIDS dengan tetap berpegang teguh faktor sosio-budaya, agama, dan kepribadian bangsa Indonesia."
JPKSY 14:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Immi Rizky Budiyani
"Maraknya penyalahgunaan NAPZA suntik, membuat pemerintah mendirikan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) untuk mengurangi dampak buruk akibat pemakaian NAPZA suntik, sehingga diharapkan meningkatnya derajat kesehatan penasun. Namun salah satu permasalahan dalam penerapan PTRM adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan hal itu, dilakukan penelitian cross sectional terhadap 51 sampel agar diketahui faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi metadon di RSKO Cibubur.
Hasil penelitian menunjukkan ketidakpatuhan sebesar 37,3%. Diketahui penasun dengan umur <30 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki-laki (40%), pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) memiliki proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi. Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-Value 0,026; PR 2,261).

The rise of injecting drug use make government build Methadone Maintenance Treatment program (MMT) , in order to harmful reduction so that IDU’s health increased. But one of problems in applying MMT is adherence injection drug users. Based on that, cross sectional study carried out to 51 samples in order to know the factors related to disobedience in IDU who following MMT program in RSKO Cibubur.
The result shows disobedience is 37,3%. IDU with age less than thirty (66,7%), male (40%), high education (37,5%), didn’t have a job (44,4%), less knowledge (54,5%), less attitude (60%), far from health care (38,7%), less of family support (46,7%), less of health worker’s support (50%), less of friend support (37,5%) and have good exposure information (41,7%). Chi Square test results stated that there is a significant relationship between knowledge of the noncompliance following the MMT (p-Value 0.026; PR 2,261).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vella Ovelia
"Kejadian HIV pada populasi menyuntik narkoba cukup tinggi yaitu lebih dari 40% dari kasus baru yang ada. Di Indonesia, kejadian HIV berkisar antara 50%-90% pada penasun. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara faktor sosiodemografi dan perilaku menyuntik dengan status HIV pada Pengguna NAPZA suntik di 4 kota di Indoneisa (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar tahun 2013. Desain penelitian adalah cross sectional menggunakan data Survei Terpadu Biologis Perilaku 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah penasun pria atau wanita berumur 15 tahun atau lebih yang tinggal di Kota lokasi survey dan menyuntik NAPZA selama satu bulan terakhir.
Hasil penelitian diperoleh penasun dengan status HIV (+) sebesar 61,35%. Adapun variabel yang bermakna secara statistik yaitu usia (PR: 0,662; 95%CI: 0,519?0,844), lama menggunakan NAPZA suntik (PR: 1,844; 95%CI: 1,485?2,289) hubungan seksual (PR: 1,882; 95%CI: 1,271?2,788), akses pelayanan kesehatan (PR: 1,285; 95%CI: 1,048?1,576) dan akses LASS (PR: 0,811; 95%CI: 0,674?0,977). Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan perilaku berisiko pada usia reproduktif dan memperluas akses pelayanan kesehatan dan layanan alat suntik steril.

HIV incidence in the population inject drugs is quite high at more than 40% of new cases are there. In Indonesia, HIV incidence ranges from 50% -90% in IDUs. The purpose of this study was to determine the relationship between the sociodemographic and behavioral factors injected with HIV status on injecting drug users in four cities in Indonesia (Yogyakarta, Tangerang, Pontianak, Makassar in 2013. The study design was cross sectional using data from Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2013. Samples IDUs in this study were male or female aged 15 years or older who live in the city survey locations and injecting drugs during the last month.
The results obtained IDUs with HIV status (+) amounted to 61.35%. The variables are statistically significant age (PR: 0.662; 95% CI: 0.519 to 0.844), duration of injecting drug use (PR: 1.844; 95% CI: 1.485 to 2.289) sexual relations (PR: 1.882; 95% CI: 1.271 to 2.788), access to services health (PR: 1.285; 95% CI: 1.048 to 1.576) and access LASS (PR: 0.811; 95% CI: 0.674 to 0.977). Therefore, there should be the prevention of risk behavior of reproductive age and expand access to health care and services sterile syringe.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65164
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliati
"[ABSTRAK
Prevalensi HIV pada penasun meningkat dari 27%(2009) menjadi 39,2% pada tahun 2013. Akan tetapi pada kelompok penasun konsistensi pemakaian kondom hanya 17%, Perilaku membeli seks mencapai 19% dan perilaku berbagi jarum suntik 22%. Penularan HIV pada pengguna narkoba suntik tidak hanya dari pemakaian jarum suntik bersama, tetapi bisa juga melalui hubungan seksual tanpa menggunakan kondom. Penelitian ini bertujuan untuk melihat model perilaku seks berisiko pada penasun di kota Tangerang, Pontianak, Samarinda dan Makassar tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan jumlah sampel sebesar 261 responden. Hasil analisis dengan GSEM memperlihatkan perilaku menyuntik dan pengetahuan secara langsung mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,24 dan 0,016). Secara tidak langsung pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku seks berisiko (koef path = 0,019). Secara keseluruhan perilaku menyuntik memberikan pengaruh lebih besar dibandingkan dengan pengetahuan. Perilaku berbagi basah, berbagi jarum dan membeli NAPZA secara patungan (koef path = 3,5 ; 2,1 dan 1,8) merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seks berisiko. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama lintas sektor dalam menjangkau kelompok penasun, pelayanan terpadu layanan alat suntik steril dan pemberian kondom bagi penasun merupakan langkah untuk mengurangi risiko penularan HIV /AIDS.

ABSTRACT
HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission., HIV prevalence among injecting drug users increased from 27% (2009) to 39.2% in 2013. However, consistency of condom use is only 17% in the group of IDUs, buy sex reach 19% and needle sharing is 22%. Thus, HIV transmission in injecting drug users not only by needles, but it could be through sexual intercourse without using condom. This study was aims to looking the Sexual Risk Berhavior Model Among Injection Drug in Tangerang, Pontianak, Samarinda and Makassar in 2013. The study design using cross sectional with a sample of 261 respondents. The results of GSEM analysis showed that behavior of injecting and knowledge directly affect sexual risk behavior (koef path = 0.24 and 0.016). Indirectly, knowledge may also affect sexual risk behavior (koef path = 0.019). Overall behavior of injecting a greater influence than knowledge. Behavior of wet sharing, sharing of needles and drug purchase together (koef path = 3.5; 2.1 and 1.8) are important factors that affect sexual risk behavior. Therefore, we need cross-sector cooperation in reaching IDUs, integrated service of sterile needle program and condoms for IDUs as a program to reduce the risk of HIV / AIDS transmission.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shena Masyita Deviernur
"Perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL dapat dipengaruhi oleh pengetahuan pencegahan dan miskonspsi terkait HIV/AIDS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dengan perilaku seksual berisiko HIV/AIDS pada LSL di 3 kota Yogyakarta, Tangerang, Makassar di Indonesia tahun 2013. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan menggunakan data STBP 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah 343 LSL di 3 kota di Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dianalilsis secara univariat, bivariat, dan stratifikasi. Hasil penelitian yang didapatkan adalah 16 LSL memiliki tingkat perilaku seksusal berisiko tinggi, 30.9 LSL memiliki pengetahuan pencegahan dan miskonsepsi kurang, 52.5 LSL berusia >24 tahun, 48 LSL kurang berpartisipasi dalam program pelayanan kesehatan HIV/AIDS, 51 LSL mendapat sumber informasi kurang. Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan hubungan dengan perilaku seksual berisiko HIV AIDS yaitu kurang memiliki pengetahuan HIV/AIDS PR=2.0;95 CI 1.2-3.2 , usia le; 24 tahun PR=1.7 ; 95 CI 1.0-2.7 , kurang berpartisipasi pada program kesehatan PR=2.0 ; 95 CI 1.2-3.4 , kurang mendapatkan sumber media informasi PR=0.6 ; 95 CI 0.4-1.0 . Hasil stratifikasi antar strata pada variabel kovariat yaitu PR lebih tinggi pada LSL berusia >24 tahun PR=2.14 ; 95 CI 0.98-4.66 , LSL yang kurang mengikuti program pelayanan kesehatan PR=2.10; 95 CI 1.17-3.77 , dan LSL yang baik mendapat media sumber informasi PR=2.05 ; 95 CI 1.11-3.77 . Oleh karena itu disarankan untuk meningkatkan kembali program IPP, memberikan edukasi sesuai dengan usia, dan memberikan sumber informasi yang lebih efektif dan massive.Kata kunci: Lelaki Seks Lelaki LSL ; pengetahuan HIV/AIDS; perilaku seksual berisiko.

Sexual risk behavior HIV AIDS among MSM can be influenced by prevention and misconception knowledge of HIV AIDS. This study aims to determine the relations about knowledge of HIV AIDS and sexual risk behavior HIV AIDS among MSM in 3 cities Yogyakarta, Tangerang, Makassar in Indonesia on 2013. This study used cross sectional design by using data IBBS 2013. Samples in this study were 343 MSM in 3 cities in Indonesia meet the criteria inclusion and exclusion and analyzed by univariate, bivariate, and stratification. Form the result, the percentage were 16 MSM have high risk of sexual risk behavior, 30.9 MSM have prevention and misconception knowledge less, 52.5 MSM 24 years, 48 MSM less participate in the health services HIV AIDS, 51 MSM less of source information. Based on analysis bivariate relationships with sexual risk behavior HIV AIDS less having knowledge HIV AIDS PR 2.0 95 CI 1.2 3.2 , age le 24 years PR 1.7 95 CI 1.0 2.7 , less participate in the health program PR 2.0 95 CI 1.2 3.4 , less get media source information PR 0.6 95 CI 0.4 1.0 . Stratification results of the strata on the variables of covariate variable have higher PR on MSM aged 24 years PR 2.14 95 CI 0.98 4.66 , MSM less follow the program health service PR 2.10 95 CI 1.17 3.77 , and MSM got a better media source information PR 2.05 95 CI 1.11 3.77 . It is therefore advisable to improve program IPP back, give education in according by age, and provide a source of information that is more effective and massive.Keywords Men Sex with Men MSM , sexual behavior risk HIV AIDS, knowledge of HIV AIDS."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S66466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni
"Penelitian bertujuan mengetahui model perilaku seksual berisiko pada penasun yang memiliki pasangan seks tidak tetap di Indonesia Tahun 2011. Hasil analisis menunjukkan faktor yang berpengaruh langsung menurunkan perilaku seksual berisiko adalah pengetahuan mengenai HIV AIDS (koef -0,59) dan demografi (koef -0,15). Faktor yang secara langsung mendorong penasun melakukan perilaku seksual berisiko adalah keterpaparan NAPZA (koef 1,39) dan perilaku menyuntik (koef 0,22). Faktor yang tidak langsung mendorong penasun berperilaku seksual berisiko adalah frekuensi dipenjara (koef 0,22). Perlunya meningkatkan pengetahuan mengenai HIV AIDS untuk menurunkan perilaku seksual berisiko penasun yang memiliki pasangan tidak tetap.

The aim of research was to known sexual risk behavior model among injection drug users who have unfixed sexual risk partner in Indonesia year 2011. Result of analysis show factors that directly influence to decrease sexual risk behavior was knowledge of HIV (koef -0,59) and demographic (koef -0,15). Factors that directly influence to increase sexual risk behavior was injecting behavior (koef 0,22) and exposure to injecting drug (koef 1,39). Factors that indirectly influence sexual risk behavior was frequancy of prison (0,22). Increase of knowledge particularly about HIV prevention at injection drug user needed to decrease sexual risk behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Hafsari
"Jumlah kasus HIV/AIDS setiap tahunnya mengalami peningkatan, dan salah satu faktor yang menyebkan peningkatan kasus HIV adalah dengan adanya peningkatan jumlah penularan di kalangan pengguna NAPZA suntik. Masalah tersebut mendorong dilakukannya penelitian ini untuk melihat faktor-faktor faktor-faktor yang berhubungan dengan status HIV pada pengguna NAPZA suntik di Klinik PTRM Rumah Sakit Ketergantungan Obat Cibubur Tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan sampel 46 pasien NAPZA suntik di Klinik PTRM. Hasil penelitian menunjukkan status HIV (+) sebesar 63%, diketahui 87% penasun adalah laki-laki, 58.7% berusia ≥34 tahun, 71,7% memiliki tingkat pendidikan ≤SMA, 58.7% menikah, 69.6% memiliki tingkat pengetahuan HIV yang baik, 63% penasun telah menyuntik ≥9 tahun, 50% penasun pertama kali menyuntik di usia <19 tahun, 69.6% penasun menyuntik ≥3 kali sehari, 87% penasun berbagi jarum suntik, 43.5% penasun melakukan sterilisasi dengan air bersih, 60.9% penasun melakukan seks berisiko rendah, 80.4% penasun memanfaatkan LJSS, 52.2% telah mengikuti terapi metadon ≥4 tahun, 58.7% penasun mendapatkan NAPZA dari ≥2 sumber yang berbeda. Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara usia pertama kali menyuntik (PR 1.8; P Value = 0.02), berbagi jarum suntik (PR 4.2; P Value = 0.02), dan sterilisasi jarum menggunakan air bersih (PR 5.5; P Value = 0.006) dengan status HIV. Oleh karena itu perlu dikembangkan lagi akses terhadap jarum suntik steril bagi penasun.

Number of HIV/AIDS cases has increased every year, and one of factor that cause this rapid increases is the rise prevalence among injecting drug user. That problem encourage this study to observe the factors associated HIV status among Injecting Drug Users at Methadone Maintenance Treatment Program RSKO Jakarta in 2014. This study using cross sectional study with 46 sample of IDUs in methadone maintenance treatment program. The results shows that proportion of HIV (+) is 63%, most respondents (87%) are male, 58.7% aged ≥34 year, 71.7% have less or secondary high school, 58.7% married, 69.6% have good knowledge about HIV, 63% had injecting for ≥9 years, 50% first injecting drugs in <19 years old, 69.6% injected drugs ≥3 times a day, 87% sharing needles, 43.5% rinsed needles with clean water, 60.9% having low risk sexual activity, 80.4% had utilize Needle and Syringe Program (NSP), 52.2% had join methadone maintenance treatment program for ≥4 year. The results of Chi-square test stated there are significant relationsip between age of first injecting drugs (PR 1.8; P Value = 0.02), sharing needles (PR 4.2; P Value = 0.02) and rinsed needle with clean water (PR 5.5; P Value = 0.006) with HIV status. The results suggest that access of needle exchange programs should be developed."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Marina
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
T38462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juwanty Eka Putri
"HIV dan AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan global saat ini. HIV dan AIDS ini erat kaitannya dengan diskriminasi dari tenaga kesehatan, khususnya yang berasal dari perbuatannya sendiri seperti pengguna narkoba suntik. Penelitian ini bertujuan menggambarkan perilaku perawat terhadap pasien ODHA pengguna jarum suntik. Penelitian ini merupakan penelitian secondary data analysis dari penelitian utama yang berjudul Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Individual Stigma Attitudes, and Workplace HIV-Stigma. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 51,5% perawat memiliki perilaku positif dan 48,5% memiliki perilaku negatif. Perilaku positif yang ditunjukan perawat harus dipertahankan dan dilihat juga dari faktor yang dapat mempengaruhi perilaku.

HIV and AIDS is one of the current global health issues. HIV and AIDS is closely related to discrimination of health workers, particularly from his own actions such as injecting drug users. This research aims to describe the attitude of nurses to patients PLWH IDUs. It uses a secondary data analysis from a major study entitled Indonesian Nurses’ HIV Knowledge, Religiosity, Stigma Individual Attitudes, and Workplace HIV stigma. The results show that 51,5% of nurses had a positive attitude and 48,5% had a negative attitude. Positive behaviour which is implemented by nurses should be maintained. Many factors can affect the behaviour of the nurses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55530
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>