Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 79156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"In preventing the possibility of deviation from arrest execution, a suspect or anyone under suspecion who can be arrested for a certain time, has a rights to ask for postponement of arrest according to a specified clause. In spite of the supecion, he has a rights to protects as citizen of a constitutional state."
342 JPIH 18:VI (1998)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Juliana Astuty Tryandari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S23052
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Haafizh Al Khatiiri
"Surety bond merupakan salah satu produk penjaminan yang umum ditawarkan oleh Perusahaan Asuransi Umum dalam pelaksanaan proyek untuk menjamin bahwa kontraktor atau principal dapat melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian pokok. Apabila kontraktor wanprestasi maka pihak asuransi akan memberikan ganti kerugian kepada pemberi kerja atau obligee. Meskipun demikian, terdapat permasalahan yang mungkin timbul mengenai pertanggungjawaban perusahaan asuransi apabila kegagalan principal terjadi karena kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan oleh principal. Skripsi ini menggunakan metode Yuridis Normatif dan bersifat deskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa studi kepustakaan dan menganalisis putusan-putusan yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik mengenai surety bond yang seringkali terjadi adalah mengenai pencairan ganti kerugian. Pada umumnya, ketika kontraktor gagal melaksanakan prestasinya maka pihak pemberi kerja (obligee) akan meminta perusahaan asuransi untuk membayar klaim. Meskipun demikian, dalam hal principal mengklaim bahwa pihaknya tidak melakukan wanprestasi, maka perlu dilakukan peninjauan apakah surety bond tersebut bersifat conditional atau unconditional. Hal ini karena implikasi dari sifat surety bond yang tercantum sebagai klausul perjanjian suretyship akan berbeda dalam proses pencairan klaimnya. Oleh karena itu, dalam skripsi ini akan dilakukan analisis terhadap kasus yang mengacu pada Putusan Nomor 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan bagi para pihak untuk memahami hubungan hukum para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jenis dan sifat surety bond, hal apa yang dimaksud dengan wanprestasi, dan proses pencairan klaim surety bond.

Surety bond is one of the common guarantee products offered by General Insurance Companies in project implementation to ensure that the contractor or principal can carry out its obligations in accordance with the main agreement. If the contractor defaults, the insurance company will provide compensation to the employer or obligee. However, there are problems that may arise regarding the liability of the insurance company if the principal's failure occurs due to negligence or default committed by the principal. This thesis uses the Normative Juridical method and is descriptive in nature by using secondary data in the form of literature studies and analyzing related decisions. The results show that the conflict regarding surety bonds that often occurs is regarding the disbursement of compensation. In general, when the contractor fails to perform its performance, the obligee will ask the insurance company to pay the claim. However, in the event that the principal claims that it has not defaulted, it is necessary to review whether the surety bond is conditional or unconditional. This is because the implications of the nature of the surety bond listed as a clause of the suretyship agreement will be different in the process of disbursing the claim. Therefore, this thesis will analyze the case referring to Decision Number 900/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel. Based on the results of this research, it is recommended for the parties to understand the legal relationship of the parties, the rights and obligations of the parties, the type and nature of surety bond, what is meant by default, and the process of disbursing surety bond claims."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Rizkiasih
"Surety Bond adalah suatu bentuk jaminan perusahaan yang diterbitkan oleh Perusahaan Asuransi (company guarantee), akan tetapi pelaksanaan Surety Bond berbeda dengan pelaksanaan asuransi. Didalam asuransi, yang dijamin adalah kerugian fisik dari suatu resiko, sedangkan Surety Bond menjamin resiko moral dan ketidakmampuan. Jadi, fungsi utama dari Surety Bond bukan untuk membayar ganti rugi, akan tetapi untuk menjamin bonadifitas dari principal dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Didalam Surety Bond terdapat 3 pihak yang terlibat, yaitu 3 Perusahaan Asuransi sebagai penjamin (Surety), Kontraktor/pelaksana proyek (Principal), Pemilik Proyek (Obligee). Surety Bond mempakan alternatif jaminan selain dari Bank Garansi. Perbedaan yang mendasar dari kedua lembaga jaminan ini adaiah didalam Surety Bond tidak diperlukannya suatu jaminan/anggunan yang harus diberikan/ditahan , seperti
halnya didalam Bank Garansi.
Permasalahan dari tesis ini dibagi menjadi dua pokok permasalahan. Pertama adalah mengenai pelaksanaan Surety Bond di PT. Bumida 1967. Pelaksanaan Surety Bond di PT, Asuransi Bumida 1967, menerapkan ketentuan bahwa yang harus dilakukan oleh seorang Principal harus melalui tahapan prosedur yaitu: mengajukan surat
permohonan menjadi nasabah, mengajukan data perusahaan, dan menandatangani Surat Perjanjian Ganti Rugi. Dalam rangka penerbitan Surety Bond perlu diadakan pra-kualifikasi Iebih dahulu dengan melakukan penilaian terhadap Principal itu sendiri. Proses penilaian ini dilakukan oleh Underwriter PT. Asuransi Bumida 1967. Proses
penilaian tersebut meliputi Tahap penilaian Character, Tahap penilaian Capacity, Tahap penilaian Capital serta Condition, Collateral, dan penelitian administratif. Untuk mengajukan klaim kepada PT. Asuransi Bumida 1967 sebagai Penjamin, pihak Obligee harus mengajukan surat resmi pengajuan klaim, melampirkan dokumen-dokumen yang
berkaitan, sesuai dengan jenis jaminan dan dalam batas waktu pengajuan klaim. PT. Asuransi Bumida 1967 berhak meminta recovery klaim kepada Principal baik dengan melakukan pendekatan dengan pihak principal terlebih dahulu, secara langsung, maupun melalui jalur hukum. Kedua adalah mengenai tanggung jawab PT. Bumida 1967 dalam hal terjadi wanprestasi terhadap perjanjiannya. Tanggung jawab PT. Bumida 1967 adalah membayar klaim yang diajukan oleh Obligee sesuai dengan yang tertera di dalam polis. Dalam hal berakhirnya tanggung jawab PT. Asuransi Bumida 1967 adalah pada saat Principal memenuhi kewajibannya kepada Obligee dan Principal telah membayar
recovery klaim kepada PT. Asuransi Bumida 1967, karena PT. Asuransi Bumida 1967 telah membayar klaim kepada Obligee.
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka saran yang paling terpenting adalah bahwa pemerintah dan perusahaan asuransi dalam mensosialisasikan terhadap masalah Surety Bond ini kepada masyarakat saling bekerja sama dengan baik untuk memberikan informasi yang jelas dan tepat, sehingga didalam prakteknya tidak terjadi
kesalahpamahaman dalam penerapannya, selairi itu juga harus dibuat peraturan perundang-undangan yang jelas mengenai pengaturan Surety Bond ini."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T16265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyung Adithia
"Dalam pelaksanaan proyek pengadaan barang/jasa yang dilakukan oleh pemerintah diperlukan adanya suatu jaminan yang diberikan oleh principal selaku pelaksana kerja kepada obligee selaku pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan kepada obligee bahwa principal dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan kondisi dan jangka waktu yang telah disepakati didalam kontrak. Pada prakteknya terdapat dua jaminan yang lazim digunakan sebagai jaminan proyek yakni jaminan bank garansi yang dikeluarkan oleh Bank dan jaminan surety bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi.
Tesis ini membahas mengenai surety bond sebagai alternatif jaminan dalam pembangunan infrastruktur. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara jaminan surety bond dengan bank garansi, principal lebih menyukai jaminan surety bond dibandingkan dengan bank garansi, surety bond berperan meminimalisir kerugian yang mungkin diderita oleh obligee akibat dari kegagalan principal melaksanakan proyek, dan terdapat beberapa permasalahan hukum dalam pelaksanaan surety bond.

In the implementation of project procurement undertaken by the goverment needed a guarantee from the principal to the obligee. This is intended to give conviction to the obligee that principal can carry out their work in accordance with the condition upon in the contract. In practice there are two commonly used as project guarantee namely bank guarantee issued by the Bank and surety bond issued by an insurance company.
This thesis discusses about the surety bond as an alternative guarantee in infrastructure development. This study was descriptive using juridical normative methods. The results showed that in practice there is a difference between surety bond and bank guarantee, principal prefers to surety bond than bank guarantee, surety bond?s role to minimize the loss suffered by the obligee, and there are some legal problems in the implementation of surety bond.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30540
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhel Muhammad
"Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia khususnya dalam upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, sering kali bertentangan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia dari tersangka atau terdakwa. Khususnya Penahanan yang membatasi kemerdekaan dan kebebasan sesorang tersangka atau terdakwa. Penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum haruslah sesuai dengan tata cara sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, dan dilakukan atas kewenangan jabatannya yang sah. Dalam hal penahanan harus dilakukan, tetapi untuk meminimalisir kerugian pada tersangka atau terdakwa maka dapat diupayakan penangguhan atas penahanannya. Penangguhan penahanan ini sendiri diatur dalam KUHAP dan beberapa peraturan terkait lainnya dimintakan oleh tersangka atau terdakwa, keluarganya atau penasihat hukumnya dalam setiap tingkatan pemeriksaan kepada penyidik, penuntut umum, ataupun hakim yang melakukan penahanan. Penangguhan penahanan dapat dimohonkan dengan jaminan atau tanpa jaminan uang maupun jaminan orang dengan syarat yang telah ditentukan, hal ini sebagaimana diatuliskan dalam Pasal 31 ayat (1) KUHAP. Apabila penangguhan penahanan dengan jaminan uang, maka uang jaminan tersebut disetorkan diawal kepada panitera pengadilan negeri. Sebaliknya jika penangguhan penahanan dengan jaminan orang maka orang tersebut menjamin bahwa terjamin akan memenuhi prestasi dan menjalan syarat sebagaimana ditetapkan dalam Perjanjian Penangguhan Penahanan. Apabila terjamin melarikan diri dan tidak juga ditemukan setelah waktu tiga bulan, maka penjamin harus membayarkan uang tanggungan sejumlah yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Penangguhan Penahanan. Jika penjamin tidak dapat memenuhi prestasi sebagaimana dalam perjanjian, maka terhadap harta benda yang telah ditentukan oleh Penetapan Pengadilan akan dikenakan sita jaminan sita conservatoir untuk kemudian dijual lelang dan hasilnya akan disetorkan ke kas Negara sebagai pembayaran dari penjamin.

The implementation of the Criminal Justice System in Indonesia, especially in forced attempts by law enforcement officials, is often contrary to respect for the human rights of suspects or defendants. Specifically Detention which limits the freedom and freedom of a suspect or defendant. Detention carried out by law enforcement officials must be in accordance with the procedures as specified in the law, and carried out with the legal authority of his position. In the case of detention, it must be done, but to minimize the loss to the suspect or defendant, a suspension can be sought for his detention. The suspension of detention itself is regulated in the Criminal Procedure Code and several other related regulations are requested by the suspect or defendant, his family or his legal counsel at every level of the examination to the investigator, public prosecutor, or judge conducting the detention. Suspension of detention can be filed with a guarantee or without a guarantee of money or a guarantee of people on the conditions that have been determined, this is as stated in Article 31 paragraph (1) of the Criminal Procedure Code. If the suspension of detention is guaranteed with money, then the security deposit is deposited at the beginning of the district court clerk. Conversely, if the suspension of detention is guaranteed by the person, then that person guarantees that the guarantee will fulfill the performance and fulfill the conditions as stipulated in the Detention Suspension Agreement. If it is guaranteed to escape and is not found after three months, the guarantor must pay a sum of money as stipulated in the Detention Suspension Agreement. If the guarantor cannot fulfill the achievement as stated in the agreement, then the assets that have been determined by the Decision of the Court will be subject to confiscation (sita conservatoir) and then sell the auction and the results will be deposited into the State treasury as payment from the guarantor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
Depok: Universitas Indonesia, 2008
PK III 593/8023
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Evi Riyanti
"Penahanan merupakan salah satu bentuk upaya paksa yang membatasi kebebasan bergerak seseorang. Pemberlakuan KUHAP menetapkan secara limitatif wewenang penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan untuk menghindarkan tersangka atau terdakwa dari pembatasan hak asasi tanpa dasar. Penahanan mempunyai arti penting karena dapat mencegah tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Penahanan bukanlah pemidanaan karena seseorang yang berstatus tahanan belum tentu bersalah. Hal ini didasarkan pada asas praduga tidak bersalah yang terdapat dalam KUHAP. Tersangka atau terdakwa wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. Pengaturan penangguhan penahanan dalam Pasal 31 KUHAP sesuai dengan asas praduga tidak bersalah dan hak asasi manusia untuk hidup bebas. Penuntut umum memiliki wewenang untuk memberikan penangguhan penahanan setelah menerima tanggung jawab atas tersangka. Berdasarkan Pasal 31 KUHAP penuntut umum dapat memberikan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan berdasarkan syarat yang ditentukan. Tidak ada ketentuan yang mengatur secara rinci dan jelas mengenai alasan dan jaminan dalam pemberian penangguhan penahanan. Pada praktiknya penuntut umum memberikan penangguhan penahanan terhadap tersangka berdasarkan pertimbangan yang bersifat subyektif. Hal ini kurang memberikan kepastian hukum dan tidak ada pembatasan yang obyektif untuk menilai tindakan penuntut umum dalam memberikan penangguhan penahanan."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S22135
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken T.S.S. Putri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2001
S23925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Adhi Indra Bawana
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T36643
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>