Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 62014 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"This study discussed a divorce based on religious court decision concerning with legal consideration, judicial conclusion, and legal consequence results of study described that the plaintiff petition was justified because of court competence and in comformity with the law. Judicial conclusion with absence of respondent (verstek) broke their marriage by fasakh, and case fee burdened to the plaintiff. Legal consequences of the divorce for the exwife that was a free widow without child and common property with a waiting time (iddah)."
343 JPIH 17 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Detty Istikara
"Perkawinan merupakan suatu lembaga untuk dapat mewujudkan suatu rumah tangga. Allah SWT mensyariatkan perkawinan kepada umat-Nya, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Namun, harapan tersebut belum tentu tercapai dalam suatu perkawinan, dalam beberapa masalah sering terjadi kemelut yang menyebabkan perceraian antara pasangan tersebut. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin meneliti faktor-faktor apa yang menyebabkan putusnya perkawinan dan bagaimana akibat dari cerai gugat terhadap masalah anak (hadhanah), serta bagaimana putusan pengadilan Nomor 1091/Pdt.G/2004/PAJS sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,untuk menjawab permasalahan ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat hukum normatif serta menggunakan data sekunder dalam memperoleh data penulisan yang meliputi bahan hukum primer seperti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bahan hukum sekunder seperti buku-buku hukum yang berkaitan dengan perkawinan serta bahan hukum tersier seperti kamus. Dari permasalahan tersebut dapat disimpulkan bahwa putusnya perkawinan antara lain karena para pihak tanpa mempertimbangkan memutuskan menikah. Akibat dari perceraian yang paling merasakan adalah anak yaitu kehilangan kasih sayang orang tua secara utuh dalam putusan Pengadilan Agama Nomor 1091/Pdt.G/2004/PAJS hadhanah dipegang oleh ayahnya walaupun menurut Kompilasi Hukum Islam, hadhanah ada di tangan ibu namun dalam keadaan tertentu dan ibunya tidak menyatakan keberatan maka hadhanah dipegang oleh ayahnya. Putusan perceraian sudah sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Apabila terjadi perceraian maka kedua orang tua harus bertanggung jawab terhadap anak tersebut sampai dapat mandiri. Dengan demikian apabila hendak bercerai harus terlebih dahulu mempertimbangkan baik dan buruknya dalam perkembangan anaknya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
S22045
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Redjeki Susilowati
"Sesudah melalui perdebatan "sengit" dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan tanggapan yang "panas" dari masyarakat Islam terhadap Rancangan Undang-undang Perkawinan yang bersifat sekuler itu, akhirnya tercapai consensus antara fraksi Abri dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang kemudian diperluas melalui konsensus antara PPP dan Pimpinan Abri yang pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum Agama Islam dalam perkawinan tidak akan dirubah atau dikurangi.
2. Undang-undang No.2 Tahun 1946 tentang NTR dan Undang﷓undang No. 14 Tabun 19701 di j amin ke langsungannya.
3. Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin dapat disesuaikan dengan RUU ini supaya di drop (dihapuskan).
4. Pasal 2 ayat (1) RUU itu disetujui dengan rumusan sebagai berikut :
(a) Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.
(b) Tiap-tiap perkawinan dicatat demi ketertiban administrasi negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T10768
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Noordiwati
"Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah. Untuk melaksanakannya harus memenuhi rukun dan syarat, menurut Hukum Perkawinan Islam. Selain rukun dan syarat ada juga larangan-larangan dalam perkawinan. Untuk melaksanakan perkawinan tidak boleh melanggar larangan tersebut. Salah satu larangan itu adalah tidak boleh adanya hubungan keluarga dalam perkawinan, ini sesuai dengan Pasal 8 huruf (a) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 39 Kompilasi Hukunm Islami Dalam kasus Putusan Pengadilan Agama Wates Nomor 200/Pdt.G/2004/PA.Wt dilakukan pembatalan perkawinan. Pembatalan ini karena adanya hubungan keluarga antara suami isteri. Dengan adanya pembatalan perkawinan ini tentu akan timbul permasalahan.
Dalam tesis ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum permohonan pembatalan perkawinan dari pihak suami terhadap kedudukan anak dan status hukum hubungan suami isteri yang telah dinyatakan batal. Untuk dapat mencari jawaban permasalahan ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang hersifat yuridis-normatif, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau, data sekunder. Untuk memperoleh bahan hukum primer menggunakan Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan Pengadilan Agama Wates tentang Pembatalan Perkawinan. Untuk memperoleh bahan hukum sekunder menggunakan literatur-literatur, serta untuk memperoleh bahan hukum tertier menggunakan kamus.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di temukan bahwa Kedudukan anak tetap mempunyai hubungan hukum dengan kedua orang tuanya dan tetap dianggap sebagai anak sah, keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut, ini sesuai dengan ketentuan Pasal 28 ayat 2 huruf (a) Undang-Undang Perkawinan dan Pasal 75 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam.
Sedangkan status hukum hubungan suami isteri yang dinyatakan batal, perkawinannya tersebut dianggap tidak pernah terjadi, ini berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Jadi keputusan Pengadilan Agama Wates sesuai dengan peraturan yang berlaku dan Hukum Islam."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Jaya Pradipta
"ABSTRAK
Hakim agama dalam menangani perkara perceraian di pengadilan agama memiliki kewajiban untuk mendamaikan para pihak sehingga tidak terjadi suatu perceraian. Usaha hakim untuk mendamaikan para pihak ini merupakan suatu amanah dari Undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 82 ayat (1). Peran hakim sangat krusial sebagai penentu dan pemutus dari suatu perkara yang diajukan kepadanya yang dalam hal ini merupakan keputusan atas suatu kelanjutan suatu perkawinan seseorang. Agar mencapai suatu keputusan yang baik dalam mengadili suatu perkara perceraian hakim semaksimal mungkin harus menciptakan suatu perdamaian sehingga tidak tercipta perceraian, akan tetapi apabila memang perceraian merupakan suatu jalan terakhir yang terbaik maka hakim berkewajiban untuk memutus dengan pertimbangan-pertimbangan yang baik. Pelaksanaan Asas Wajib Mendamaikan bukan merupakan pelanggaran atas kewajiban hakim untuk memeriksa dan memutus perkara yang diajukan ke hadapannya dalam hal penanganan kasus perceraian. Hakim dituntut mengupayakan agar para pihak sebaik-baiknya terjauh dari penjatuhan putusan cerai yang berdampak pada putusnya perkawinan seseorang. Pemberian kelenturan waktu atau penundaan waktu hingga perkara tersebut diperiksa secara materiil menjadi salah satu keleluasaan yang memberi kesempatan para pihak mengadakan perdamaian.

ABSTRACT
Religious judges in divorce cases handled in religious courts have a duty to reconcile the parties so that it is not the case of a divorce. Judge's efforts to reconcile the parties, it is a mandate of Act No. 7 of 1989 about Religious Judiciary jo. Act No. 3 of 2006 about changes Of Law No. 7 of 1989 about Religious Judiciary jo. Act No. 50 of 2009 about second amendment law No. 7 of 1989 on Judiciary Religion Article 82 paragraph (1). The role of judges is very crucial as decisive and breaker of a case submitted to him, which in this case is a follow-up to a decision over the marriage of a person. In order to reach a good decision in the case of divorce judges adjudicate a greatest extent may have to create a peace so as not to create a divorce, but if indeed divorce is a last best way then the judge is obliged to break with good considerations. The implementation of the principle of Compulsory Reconcile does not constitute a violation of the obligation of judges to examine and put forward to break the case before him in terms of handling divorce cases. The judge is required to intervene in order for the parties as best as possible the most distant of the overthrow of the ruling of the divorce which resulted in a breakdown in the marriage of a person. Giving the suppleness of the time or the delay time until the review case materially became one of the spaciousness that gives the opportunity the parties held peace."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S315
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
1985
346.016 6 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Naufal
"Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan, tetapi mempertahankan keluarga yang tidak mudah. Penulis tertarik untuk menuliskan karya ilmiah ini supaya para pembaca, masyarakat, terutama pasangan suami-istri dapat meminimalisasi terjadinya perceraian. Rumusan masalah dalam perjanjian ini adalah bagaimana pengaturan Hukum Perkawinan dan Perceraian menurut ketentuan hukum Islam dan hukum positif di Indonesia? Bagaimana dampak talak satu yang dijatuhkan suami kepada istrinya menurut hukum Islam? Bagaimana penerapan hukum Islam dan pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur nomor: 2469/Pdt.G/2019/PA.JT?. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut dilakukan kajian hukum dan metode penelitian yang digunakan adalah analisis normatif. Pengaturan perkawinan dan talak yang telah dilakukan oleh pemohon sudah sah secara agama dan hukum, pemohon hanya membayar mut’ah senilai dan nafkah selama masa ‘iddah sesuai dengan keteapan Majelis Hakim. Pertimbangan Majelis Hakim terkait dengan adanya pemberian mut’ah dari Pemohon kepada Termohon untuk memberikan kepastian hukum bahwa Pemohon dengan sengaja ingin mengajukan permohonan talak dan mengucapkan talak kepada Termohon di sidang Pengadilan Agama Jakarta Timur.

Marriage is an outer and inner bond between a man and a woman as husband and wife, aiming to form a happy and eternal family based on divinity, but maintaining a family that is not easy so that divorce arises. The main question in this agreement is whether the contents of Amar's decision regarding the divorce between the Petitioner and the Respondent, PA Jakarta Timur Number: 2469/Pdt.G/2019/PA.JT Dated June 24, 2019 — Plaintiff against the Defendant, are consistent with the editorial rules. Impact of Islamic Law and the Decision of the Religious Courts PA Jakarta Timur Number 2469/Pdt.G/2019/PA.JT Dated June 24, 2019 — Plaintiff versus Defendant Against the Marriage Situation of the Petitioner and the Respondent. To answer the main question, a study of regulatory law was carried out and the nature of the study used was descriptive analysis, the data used were secondary data, qualitative data analysis, and drawing conclusions. The conclusion from the analysis is that the Panel of Judges should allow the Petitioner to impose a divorce one ba'insugra which is the type of divorce that will be handed down later at the trial of pronouncing the divorce vows held at the East Jakarta Religious Court in accordance with the provisions of the Islamic Law Compilation. This, according to the author, is to provide clear certainty to the Petitioner who wishes to return with the Respondent, this can be done by means of a new marriage contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairina Taris
"[ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
;ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce?s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
, ABSTRAK
Hubungan anak terhadap orang tuanya tidak dapat berakhir karena putusan pengadilan. Salah satu akibat dari perceraian adalah hak asuh anak atau hadhanah. Pokok permasalahan dalam penulisan ini ialah bagaimana akibat hukum dari perceraian terhadap hak pengasuhan anak menurut Hukum Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, serta bagaimana jika setelah putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0338/Pdt.G/2013/PAJS tersebut, para pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemeliharaan anaknya. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder. Dalam hal terjadi perselisihan pada pelaksanaan hadhanah, utamakan penyelesaian secara kekeluargaan, jika melibatkan Pengadilan maka baiknya melibatkan pengawasan oleh Komnas Perlindungan Anak serta senantiasa mendahulukan kepentingan anak.

ABSTRACT
The relation of a child against their parents cannot be expired because judicial decisions. One of divorce’s impact is children custody rights or hadhanah.The main issues in this writing is about the legal consequences of divorce law to the child custody rights according to Islamic Law, Marriage Law and Islamic Law Compilation, and how is the consequences if after judicial decisions of South Jakarta Islamic Court no. 0338/Pdt.G/2013/PAJS take effect, the parties did not carry out their obligations in maintenance of their children. Methods used in this writing is normative law research which done by literature research from primary or secondary material. In the event of disputes during the implementation of hadhanah the parties are strongly suggested to resolve it in a familial manner, but if the dispute involving the Court, better be supervised by Child Protection Commission and always put the interests of children in the first place.
]"
2015
S58998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Astuti Handayani
"Perkawinan yang didasari niat baikpun kadang harus kandas dalam suatu perceraian yang tidak diinginkan oleh siapapun, yang akhirnya akan berujung pada perpisahan antara dua insan, dua keluarga dan kemudian pemisahan atas harta yang mungkin telah mereka nikmati bersama sebelumnya. Harta dari suami dan istri yang selama ini dikenal secara otomatis menjadi harta bersama apabila terjadinya suatu perkawinan kemudian menjadi dilema. Menurut Jumhur Ulama tidak dikenal adanya harta bersama kecuali dengan adanya perkongsian atau syarikat, demikian pula dalam Al Qur'an IV:32 dinyatakan bahwa ...bagi laki-laki ada harta kekayaan perolehan dari hasil usahanya sendiri dan bagi wanita ada harta kekayanaan perolehan dari usahanya sendiri. Selama ini apabila terjadi pembagian harta bersama tidak menjadi bermasalah apabila sang suami yang berusaha dan berupaya untuk mencari nafkah karena memang tugas dan tanggungjawabnya sebagai suarni, tetapi kemudian menjadi bermasalah apabila sang istri yang seharusnya hanya bertugas mengurus rumah tangga berperan ganda sebagai pencari nafkah juga, lalu terjadi perceraian.
Berdasarkan analisis deret waktu atas kasus yang diteliti, terlihat bahwa harta yang ada sebenarnya mayoritas milik sang istri, tetapi putusan hukum menentukan bahwa harta seluruhnya harus dibagi dua. Gambaran yang didapat secara garis besar adalah bahwa sistem peradilan yang mengatur pembagian harta Gono gini harus dikaji ulang guna mendapatkan aturan dan putusan hukum yang adil dan pasti.

Sometimes a good will of marriage can be felt down into a divorce which is unwanted by anyone in this world. Divorce means separation between two human being, two family, and then followed by property acquired jointly which is possible had been enjoyed together before. We used to know that husband's and wife's earnings property as a common property but when they get divorce it becomes a dilemma. According to unknown Jumhur Scholar of Islam, he said that there is no common property in marriage and it is also stated clearly in Al Qur'an IV: 32" for men they have their own property from their own earnings and for women they have their own property from their own earnings too. This issue will not be emerge when a couple got divorce because only the husband who become the breadwinner. But most of the cases, it will be emerge because the wife has become the breadwinner too.
Based on the time series of analysis of the case that is being examined, it seems that the property belongs to the wife. But, legal decision say different, it was stated that the property should be share equally between husband and wife. The analysis lead us to a description that a Judicature System which is regulate the property acquired jointly must be re-examine to get equitable regulation for the couple.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18118
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>