Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8207 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Evaluation of individual maturity status takes an important role in selecting of the orthodontic treatment plans, especially for the growing age patient. This is mostly related to use of functional appliances and surgical approaches in some cases of skeletal discrepancy. Previous researches have demonstrated the significant correlation between the mandible length and the cervical vertebrae maturation in Deutero-Malay group. The significant correlation between the cervical vertebrae and the middle phalanx maturity, and the dental calcification within group of Deutero-malay has been proven. Objective: To confirm the correlation between the mandible length and the dental calcification. Methods: This way an observational research with a cross sectional design, done on 160 Deutero-malay subjects, aged 8-16 years. The length of mandible was measured from Condylion to Gnathion, and the dental calcification was evaluated by Demirjian method. Result: of Spearman nonparametric correlation (r=0.713), the second premolar (r=0.753), and the second molar (r=0.772). The result of Multiple Classification Analysis showed that the highest correlation to the mandible length was the second molar calcification (B=0.495)."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, Journal of Dentistry Indonesia], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Revaldi
"ABSTRAK
Pertumbuhan tulang maksila dan mandibula merupakan suatu hal penting untuk diketahui dokter gigi karena dapat dijadikan sebagai panduan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan yang tepat. Tujuan: Mengetahui gambaran dan perbedaan panjang maksila dan mandibula pasien pria dan wanita pada maloklusi skeletal kelas I, kelas II, dan kelas III. Metode: Penelitian ini menggunakan 42 rekam medik dan sefalogram pasien berusia ge; 18 tahun. Pengukuran dilakukan dengan analisis McNamara. Hasil: Rerata panjang maksila dan mandibula untuk semua kelas maloklusi skeletal menunjukan pria lebih besar daripada wanita. Hasil uji T tidak berpasangan.

ABSTRAK
Background The growth of maxillary and mandibular bone is an important thing to know the dentist because it can serve as a guide in establishing the diagnosis and determine the proper treatment plan. Objective to know description and differences between maxillary and mandibular length of male and female patients at skeletal malocclusion class I, class II and class III Methods This study used medical records and sefalogram 42 patients aged ge 18. Measurement performed with McNamara rsquo s Analysis. Results The mean length of the maxillary and mandibular for all classes of skeletal malocclusion showed greater men than women. Results unpaired t test."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banks, Peter
Oxford: Wright, 1991
617.156 BAN k (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dias Tarita Nurfitria
"Latar belakang : Dilatarbelakangi risiko pemalsuan usia rentang 16 - 21 tahun seperti pada kasus perdagangan manusia, maka metode identifikasi usia menjadi penting.
Tujuan : Menguji keakuratan rumus metode TCI-Benindra dibandingkan dengan metode lainnya.
Metode penelitian: Prakiraan usia dilakukan menggunakan rumus Tooth Coronal Index (TCI)-Benindra pada gigi P1 rahang bawah, dibandingkan dengan metode Al-Qahtani dan Blenkin-Taylor.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara prakiraan usia menggunakan metode TCI-Benindra dengan metode Al-Qahtani dan metode Blenkin-Taylor.
Kesimpulan : Rumus metode TCI-Benindra, metode Al-Qahtani dan metode Blenkin-Taylor ketiganya mendekati usia sebenarnya pada rentang 16-21 tahun.

Background : Due to the risk for age manipulation in 16-21 years old such as in cases of human trafficking, age estimation method becomes imperative.
Aims : to test the accuracy of TCI-Benindra formula method compared with other methods.
Methodology : Age estimation is performed using TCI-Benindra formula method in mandibular first premolar, was compared with Al-Qahtani and Blenkin-Taylor methods.
Result : There was no significant difference (p>0.05) between age estimation using TCI-Benindra formula method and Al-Qahtani or Blenkin-Taylor methods.
Conclusion : TCI-Benindra formula, Al-Qahtani and Blenkin-Taylor methods are close to real age in range of 16-21 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45010
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Farahyati
"Latar belakang : Prakiraan usia penting untuk identifikasi individu dalam kasus seperti human trafficking atau perebutanwali anak pada rentang 16-21 tahun.
Tujuan : Menguji rumus metode TCI-Benindra dibandingkan dengan metode lainnya.
Metode penelitian : Prakiraan usia 16-21 tahun dilakukan dengan rumus Tooth Coronal Index (TCI)-Benindra kemudian dibandingkan dengan metode Kvaal dan Schour dan Massler.
Hasil : Prakiraan usia dengan rumus metode TCI-Benindra berbeda bermakna dengan metode Kvaal (p<0,05)dan tidak berbeda bermakna dengan metode Schour dan Massler (p>0,05).
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan prakiraan usia dengan rumus metode TCI-Benindra dan Schour dan Massler, tetapi terdapat perbedaan pada metode Kvaal.

Background : Age estimation is important foridentification in human trafficking or struggle for the rights of heirsjusticecases in 16 - 21 years.
Aims : TCI-Benindra`s formula method compared with Kvaal and Schour and Massler methods.
Methodology : Age estimation is performed by TCI(Tooth Coronal Index)-Benindra`s formula then compared with Kvaal and Schour and Massler methods.
Result : TCI-Benindra`s formula has a significant difference with Kvaal method(p<0,05) and no significant difference with Schour and Massler method (p>0.05).
Conclusion: TCI-Benindra`s formula and Schour and Massler methods are close to real age, but significant difference shows in Kvaal method."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonang Basuki Suroyudho
"Tujuan: Mengetahui perbedaan hasil interpretasi superimposisi maksila dan mandibula antara tiga metode superimposisi pada kelompok usia non-growing ≥ 20 tahun. Metode superimposisi maksila yang diteliti adalah pada area best fit, Björk dan Skieller, serta Springate. Sementara metode superimposisi mandibula yang diteliti adalah pada tepi bawah mandibula, Björk dan Skieller, serta Springate. Metode: Tracing dilakukan pada foto sebelum perawatan (T0) dengan membuat garis panduan sella-nasion (SN) dan garis N yang tegak lurus terhadap SN serta struktur anatomis pada regio maksila atau mandibula. Sedangkan pada foto setelah perawatan (T1), tracing dilakukan hanya pada struktur anatomis pada regio maksila dan mandibula saja. Kemudian hasil tracing setelah perawatan (T1) disuperimposisikan di atas hasiltracing sebelum perawatan (T0) berdasarkan berbagai metode superimposisi maksila atau mandibula. Setelah itu garis SN dan N pada tracing sebelum perawatan dipindahkan ke atas hasil tracing setelah perawatan. Terakhir, posisi titik referensi pada maksila (titik ANS, A, dan U1) atau mandibula (titik Pog, B, dan L1) diukur jarak koordinatnya secara vertikal dan horizontal ke garis SN dan N yang berperan sebagai sumbu x dan y. Hasil: Tidak terdapat perbedaan, baik dalam dimensi vertikal maupun horizontal, mengenai hasil interpretasi superimposisi maksila dan mandibula dengan tiga metode superimposisi yang diujikan pada kelompok usia non-growing ≥ 20 tahun. Kesimpulan: Evaluasi perawatan ortodontik pada pasien usia non-growing ≥ 20 tahun menggunakan berbagai metode superimposisi maksila dan mandibula menghasilkan hasil interpretasi yang sama, baik diukur dalam dimensi vertikal maupun horizontal. Sehingga pemilihan metode superimposisi maksila dan mandibula apapun pada pasiennon-growing tidak akan mempengaruhi hasil interpretasi evaluasi perawatan, selama metode superimposisi yang digunakan tetap memperhatikan struktur anatomis yang ada.

Objectives: To compare the interpretation of maxillary and mandibular superimposition between three methods on ≥ 20-year-old non-growing patients. Three maxillary superimposition methods used during the study were best fit, Björk-Skieller, and Springate. Meanwhile for mandibular superimposition, the methods used during the study were inferior border of mandible, Björk-Skieller, and Springate. Method: Tracing was executed on pre-treatment cephalogram (T0) to construct sella-nasion (SN) line and N line which was perpendicular to SN, and also to construct anatomical structures on maxilla or mandible. Tracing at post-treatment cephalogram (T1) was executed on maxillary or mandibular anatomical structures only. Then cephalogram tracing at T1 was superimposed on T0 based on three different superimposition methods on maxilla or mandible. SN line and N line at T0 were then transferred into T1 tracing as a reference line of x and y axis. Hence, the position of maxillary reference points (ANS, A, and U1) or mandibular reference points (Pog, B, and L1) could be accounted vertically and horizontally to the x and y axis. Results: No statistical difference in vertical or horizontal dimention, regarding the interpretation of maxillary and mandibular superimposition between three methods on ≥20-year-old non-growing patients. Conclusion: Post orthodontic treatment evaluation on ≥ 20-year-old non-growing patients using varied maxillary and mandibular superimposition methods may result the same interpretation in vertical or horizontal dimention. Any maxillary or mandibular superimposition methods could be used on non-growing patients and may not affect interpretation on post treatment evaluation, as long as the used methods account any existing anatomical structures."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ambia Parama Kanya
"ABSTRAK
Jenis kelamin merupakan data penting dalam identifikasi individu. Salah satu metode penentuannya adalah analisis radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rerata pengukuran mandibula pada radiograf panoramik dalam menentukan jenis kelamin individu pada usia 14-35 tahun. Metode: Parameter yang diukur yaitu tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, dan indeks mentalis. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada tinggi ramus, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, dan jarak minimum ramus. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sudut gonial dan indeks mentalis. Kesimpulan: Enam parameter dapat menentukan jenis kelamin.

ABSTRAK
Background Sex is one important information for identification. One of the method is radiographic analysis. Objective To obtain mean value of mandible on panoramic radiograph to determine sex aged 14 35 years. Methods Mandible measurements available are ramus height, gonial angle, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus breadth, minimum ramus breadth, and mental index. Result There are difference between both sex on ramus height, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus height, minimum ramus height measurement and no difference from gonial angle and mental index. Conclusion Six parameters can be used to identify sex.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Faiza Maheswari
"Latar belakang : Kasus kehilangan gigi seringkali menjadi masalah bagi kebanyakan orang. Salah satu perawatan yang dapat dilakukan pada kasus kehilangan gigi adalah dengan penggunaan implan gigi. Tingkat keberhasilan implan salah satunya yaitu dilihat dari osseointegrasi. Berbagai macam modifikasi permukaan implan yang ada merupakan strategi yang telah dilakukan dan dikembangkan untuk mempercepat osseointegrasi. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan permukaan implan terhadap proses osseointegrasi. Tujuan: Mengetahui permukaan implan yang paling umum ditemukan pada pasien 40 – 65 tahun, serta hubungan permukaan implan terhadap osseointegrasi. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif analitik untuk menganalisis korelasi dengan metode pendekatan retrospektif dimana sampel berasal dari data IPKGII sebanyak 3629 pasien pemasangan implan. Sesuai tujuan penelitian, permukaan yang diambil adalah permukaan yang paling umum ditemukan yaitu SLA (merk: Alpha Bio, Dentium, Dentium Superline, TRI, TRI TV), SA (merk: Osstem, Osstem GS, Osstem TS, dll), SLActive (merk: Straumann RN, Straumann WN, dll). Berdasarkan data yang tersedia, osseointegrasi diukur dari rentang waktu tanggal pemasangan implan hingga pemasangan protesa pada pasien. Hasil: Dalam penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna signifikan antara kelompok permukaan implan yang paling banyak ditemukan pada pasien usia 40 – 65 tahun, yaitu permukaan SLA, SA, dan SLA Active (p < 0,05). Kesimpulan: Hasil penelitian sejalan dengan teori bahwa permukaan implan, dalam penelitian ini seperti jenis permukaan SLA, SA, dan SLActive memiliki hubungan dengan proses osseointegrasi melalui stabilitas implan.

Background : Tooth loss often becomes an issue for most people. One of the treatments that can be done in case of tooth loss is the use of dental implants Implant success rate is measured by osseointegration. Various designs and modifications of existing implant surfaces are evidence of strategies that have been undertaken and developed to accelerate osseointegration. Thus, researcher is interested in discovering the effect of implant surface modification on the osseointegration process. Objective: Discovering the most common implant surfaces found in patients 40 – 65 years old, as well as the correlation between implant surface and osseointegration process. Metode: This study used a descriptive analytical research design to analyze correlation using a retrospective approach method in which sample was from IPKGII data of 3629 implants in patients According to the research objectives, the surfaces taken are the most commonly found surfaces, namely SLA (brands: Alpha Bio, Dentium, Dentium Superline, TRI, TRI TV), SA (brands: Osstem, Osstem GS, Osstem TS, etc.), SLActive (brands: Straumann RN, Straumann WN, etc.). Based on available data, osseointegration was measured from the date of implant placement to the patient's prosthesis installation. Result: In this study, there was a significant correlation between the most common group of implant surfaces used in patients aged 40 – 65 years the length of time until osseointegration occurs (p < 0.05). Conclusion: The research results are parallel with the theory that the implant surface, such as SLA, SA, and SLAactive in this research, has a correlation with the osseointegration process through implant stability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilies Dwi Sulistyani
"Tujuan: Penelitian ini menganalisis hubungan faktor determinan terhadap densitas mandibula dan pengaruhnya terhadap penyembuhan luka ekstraksi.
Metode: Penelitian pertama potong-lintang dengan wawancara, pemeriksaan klinis, radiologis dan laboratoris. Penelitian kedua kohort prospektif dengan pemeriksaan klinis dan radiologis.
Hasil: Faktor determinan pada densitas mandibula adalah: lama menopause, kadar estradiol, kadar osteoprotegerin, dan polimorfisme gen OPG G1181C. Terdapat perbedaan bermakna penurunan tinggi soket antar densitas mandibula saat awal sampai delapan minggu pasca ekstraksi.
Kesimpulan: Model dapat menjelaskan densitas mandibula sebesar 46,90%. Densitas mandibula berpengaruh terhadap penurunan tinggi soket pada penyembuhan luka ekstraksi saat awal sampai delapan minggu pasca ekstraksi.

Objective: To analyze the correlation of mandible density determinant factors and its effect in extraction wound healing. Methods: First study was cross-sectional study by interview, clinical, radiology, and laboratory assessment. Second study was prospective cohort by clinical and radiology assessment.
Results: Deteminant factors in mandible density are menopause length, estradiol, osteoprotegerin, and OPG (G1181C) gene polymorphism. There is significant difference between socket height levels in mandible density from the beginning until eight weeks after extraction.
Conclusion: Model described mandible density 46.90%. Mandible density has effect on socket height levels in extraction wound healing from the beginning until eight weeks after extraction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>