Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147433 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pemerintah Indonesia membatasi pembentukan lembaga pendidikan tinggi untuk menjaga kualitas dan untuk memfasilitasi pengeembangan itu. Untuk memutuskan aturan ini, pondasi yang mengelola institusi pendidikan tinggi lakukan untuk memerintah dari itu dari manajemen lama ke yang baru. Hal ini tidak secara khusus diatur oleh pemerintah. Dalam penilitan ini, peneliti menggunakan pendekatan empiris-yuridis, dengan memeriksa penerapan tata kelola atas Universitas Islam Ogan Komering Ilir. Masalah hukum adalah penerapan tata kelola lebih dari institusi pendidikan tinggi, legitimasi manajemen transisi dari perizinan melalui kontrol pemerintahan, posisi dalam hal izin dari masalah hukum dan alasan untuk pengelolaan transisi izin lembaga pendidikan tinggi. Temuan dalam penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan transisi dari manajemen hak akses, lembaga pendidikan tinggi di hukum yang dibuat oleh Yayasan didasarkan pada perjanjian antara institusi pengelola pendidikan tinggi dari yang lama ke yang baru dengan dukungan negara. Dalam aspek pelaksanaan pemerintahan menurut hukum adalah biaya yang sah untuk mempertimbangkan manfaat untuk masyarakat, sedangkan posisi pengelolaan hak akses dalam hal hukum termasuk dalam properti inangible dan terdaftar. Alasan untuk transisi pengelolaan hak akses, institusi pendidikan tinggi karena memenuhi kebutuhan masyarakat lokal di tempat kedudukan Yayasan Manajemen menerima manajemen transisi hak akses, lembaga pendidikan dan memfasilitasi pengembangan lembaga pendidikan tinggi oleh pemerintah. Kesimpulan dari penelitian ini menemukan bahwa lebih dari pemerintahan adalah tindakan hukum yang sah, secara khusus, belum diatur oleh pemerintah belum, dan sifat tindakan (tata kelola alih pengelolaan hak akses, institusi pendidikan tinggi) didasarkan pada tindakan hukum sipil di bentuk kontrak. Disarankan bahwa Pemerintah Indonesia harus membuat aturan khusus tentang legitimasi dari manajemen transisi dari perizinan melalui kontrol pemerintahan."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
348 JHUSR 9 (1) 2011
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Winarti Sukaesih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Shinta
"Dokter adalah profesi mulia karena melakukan layanan kedokteran berdasarkan nilai -nilai luhur, sebagaimana tertuang dalam sumpah dokter. Tetapi, profesi dokter tidak terhindar dari penyimpangan terhadap kaedah etika atau hukum (sering disebut malapraktik). Masalahnya menjadi kompleks sebab dalam masyarakat berkembang beragam pola penyelesaian kasus mal praktik, karena tidak adanya definisi malapraktik dan belum adanya standar profesi yang berlaku secara normatif. Kalau ketidakpastian ini dibiakan, maka akan mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terhadap profesi dokter dan berlebihannya kekhawatiran salahnya dokter dalam tindakan medis. Sekurang-kurangnya ada lima pola penyelesaian kasus malapraktik di Indonesia, yakni MKEK (segi etika), MKDKI (segi disiplin profesi), BPSK (segi kepentingan konsumen), APS (segi non-litigasi : negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan lain-lain), dan Pengadilan (segilitigasi: perdata dan pidana). Untuk mengetahui kepastian hukum dan keseimbangan hak pasien dan dokter di dalam kelima pola penyelesaian, perlu dikaji dasar hukum, keaudukan lembaga, dan penanganan kasusnya masing-masing. Secara khusus, diperbandingkan pola penyelesaian secara gugatan per data ke pengadilan oleh LBHKesehatan dan secara mediasi antara pihak yang berselisih oleh YPKKI. Pada sisi prosesnya, mediasi berlangsung lebih cepat dan relatif tidak membebankan tenaga dan uang yang besar; meskipun litigasi perdata lebih transparan untuk dipantau pasien. Pada sisi hasilnya, litigasi perdata lebih menjamin rasa keadilan, menyediakan ganti-rugi yang lebih memadai, dan memberikan efek jera. Dengan gambaran ini, barangkali pengertian, ruang-lingkup, dan penegakan kasus malapraktik dapat dirumuskan, yang diharapkan tertuang dalam produk hukum berupa Undang-Undang. Metode dalam tulisan ini adalah penelitian hukum kepustakaan, yang bersifat deskriptif dan mempunyai tujuan fact finding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Lembaga Kajian Hukum Perdata FH UI dengan Good Governance in Population Administration (GTZ GG PAS), 2007
350.6 UNI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Padmo Wahyono
Jakarta: Widjaya Tritura 66, 1990
344.07 PAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Desmayani Setianingsih
"Teknologi dalam bidang kedokteran telah mampu membantu pasangan suami isteri yang infertil (kurang subur) untuk mendapatkan anak melalui fertilisasi invitro, atau yang lebih dikenal dengan istilah "Bayi Tabung". Bayi-bayi tabung ini sudah menjadi pengemban hak dan kewajiban sejak ia dilahirkan hidup. Salah satu haknya sebagai subyek hukum adalah hak mewaris. Hak waris seorang anak yang dilahirkan melalui program bayi tabung ini sangat berkaitan erat dengan status hukumnya. Dengan mengetahui status hukum anak yang dilahirkan melalui program bayi tabung, maka kita dapat mengetahui pula hak warisnya. Status hukum bayi tabung yang berbeda-beda baik itu menurut hukum perdata barat maupun hukum Islam, sesuai dengan programnya; program bayi tabung yang menggunakan sperma suami dan ovum isteri, sperma donor atau rahim ibu pengganti (surrogate mother), menyebabkan hak waris anak tersebut menjadi berbeda-beda pula."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S21263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusar Sagara
"ABSTRAK
Studi ini meneliti hukum dan peraturan yang membentuk dasar hukum tata kelola universitas negeri dan implikasinya bagi otonomi akademik dan non-akademik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan jawaban terhadap kebijakan dan praktik tata kelola akademik dan non-akademik dan menemukan dukungan alternatif dari konsep dan praktik manajemen universitas dari studi hukum dan peraturan tentang pendidikan tinggi dan undang-undang tentang keuangan negara. Analisis data menggunakan kualitatif dengan mempelajari konsep ideal (sesuai dengan regulasi, observasi dan dokumentasi). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tata kelola perguruan tinggi negeri dalam konteks otonomi akademik, masih terlalu didominasi oleh pemerintah. Dalam otonomi non-akademik juga belum sepenuhnya dilaksanakan seperti struktur organisasi, kepegawaian, keuangan, dan kerjasama internasional.

ABSTRACT
This study examines the laws and regulations that form the legal basis of governance of state universities and their implications for academic and non-academic autonomy. The purpose of this study is to find answers to policies and practices of academic and non-academic governance and find alternative support of university management concepts and practices from the study of laws and regulations on higher education and legislation on state finance. Data analysis is using qualitative by studying the ideal concept (according to regulation, observation and documentation). The results of this study conclude that the governance of state universities in the context of academic autonomy is still too dominated by the government. In non-academic autonomy is also not yet fully implemented such as organizational structure, staffing, finance, and international cooperation.
"
Jakarta: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 2019
657 ATB 12:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Pramono
"Alat bukti dalam proses perkara perdata sangat penting gunanya dalam rangka memenangkan suatu perkara dimuka hakim. Dalam proses persidangan di Pengadilan dengan alat-alat bukti tersebut hakim bebas untuk menilainya. Suatu akta otentik dapat saja menjadi sebab dikalahkannya seseorang dalam perkara pengadilan karena akta tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan atau kelalaian dalam pembuatannya dapat mengakibatkan akta otentik berubah menjadi akta dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan eksekutorial.
Dengan metode penelitian yuridis normatif dan bersifat eksplanatoris penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kekuatan pembuktian akta notaris menurut hukum acara perdata. Bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris sebagai alat bukti, apa akibat hukum dan tanggung jawab notaris terhadap akta notaris yang dianggap tidak sah atau cacat hukum. Alat bukti berupa akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian sempurna selama akta tersebut dibuat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kepatutan dan kesusilaan. Notaris bertanggung jawab atas seluruh akta yang dibuatnya dan dapat diminta pertanggungjawabannya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilda Shaliha Eris
"Tesis ini membahas evaluasi pengelolaan anggaran pendidikan SMA setelah alih kelola urusan pendidikan menengah di Kabupaten Soppeng. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengelolaan anggaran dengan teori pengelolaan anggaran dan mengevaluasi pengelolaan anggaran SMA setelah alih kelola dengan menggunakan kriteria evaluasi dari teori William N. Dunn. Pendekatan penelitian adalah postpositivism, dengan wawancara mendalam sebagai data utama, dokumentasi dan dokument pendukung sebagai data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan anggaran SMA di Kabupaten Soppeng setelah alih kelola harus memperhatikan kebijakan pengelolaan Dana BOS. Pada proses perencanaan masukan pihak terkait penting untuk dipertimbangkan. Pengalokasian anggaran pendidikan menunjukkan kepatuhan sekolah terhadap kebijakan yang berlaku. Keberhasilan program sekolah bergantung pada anggaran yang cukup, pengelolaan yang efisien dan efektif, serta pengawasan berkala. Alih kelola dana BOS dari kabupaten ke provinsi berdampak positif terhadap efektivitas pengelolaan anggaran di SMA, karena target-program pendidikan dapat tercapai, meskipun masih ada kekurangan pada kriteria efesiensi yang dipengaruhi oleh aturan-aturan anggaran. Anggaran Dana BOS yang dikelola oleh sekolah di Soppeng sudah memadai dan adil, berkat partisipasi masyarakat dan dukungan pihak terkait. Untuk menjaga keberlanjutan kebijakan setelah alih kelola, perlu ditingkatkan upaya monitoring dari provinsi

This thesis examines the evaluation of budget management in high schools in Soppeng Regency following the transfer of secondary education affairs. The research aims to analyze budget management using relevant theories and assess the effectiveness of budget management in high schools using evaluation criteria. The research methodology employs a postpositivism approach, with in-depth interviews as the primary data source, supported by documentation and secondary data. The findings demonstrate that budget management in senior high schools must adhere to the policy of managing the BOS Fund. In the planning process, input from relevant parties is crucial. The allocation of the education budget indicates the school's compliance with policies. The success of school programs relies on adequate budgeting, efficient management, and regular supervision. The transfer of BOS Fund management from the local district to the province has positively impacted budget management effectiveness in high schools, enabling the achievement of educational targets. However, there are still shortcomings in efficiency criteria influenced by budget regulations. The management of the BOS Fund in Soppeng's schools is adequate and fair, owing to community participation and support from relevant parties. To ensure the policy's sustainability after the transfer of management, increased monitoring efforts from the province are necessary."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Maharani Kartika
"Pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan merupakan kewajiban yang diselenggarakan oleh negara. Dalam praktiknya, peluang aksesibilitas hak atas pendidikan mengharuskan adanya pengakuan negara melalui identitas hukum. Keduanya bersinggungan tatkala identitas hukum menjadi prasyarat untuk mengakses pendidikan. Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) UUD NRI 1945, eksistensi anak terlantar disebutkan secara jelas dan tegas. Problematika timbul ketika anak terlantar tidak memiliki identitas hukum, sehingga tidak dapat mengakses pendidikan. Maka, penelitian skripsi ini mengangkat permasalahan utama tentang upaya pemerintah dalam memberikan pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar yang ditinjau dari keberlakuan Pasal 4 ayat (1) UU No.20/2003, serta praktiknya di dalam masyarakat. Penelitian ini digunakan metode socio-legal melalui pendekatan kualitatif. Data berupa bahan-bahan hukum dikumpulkan melalui studi kepustakaan didukung dengan hasil observasi di Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, serta wawancara terhadap beberapa pihak, seperti KPAI, LPAI, PUSKAPA, dan Yayasan Gemilang Indonesia. Dari hasil analisis dapat dinyatakan bahwa upaya pemerintah dalam memberikan pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar dapat dilihat melalui implementasi Program Wajib Belajar hingga Pendataan Penduduk Rentan Adminduk. Analisis keberlakuan Pasal 4 ayat (1) UU No.20/2003 yang dikaitkan dengan indikator “tidak diskriminatif” sebagaimana pendapat Katarina Tomasevski, dimaknai bahwa aksesibilitas pendidikan dilakukan melalui penghapusan hambatan terhadap hukum dan administratif. Ketiadaan identitas hukum bagi anak terlantar menjadi aspek krusial yang memberi batasan dan/atau hambatan terhadap pemenuhan dan perlindungan kepentingan anak. Melalui kondisi masyarakat di Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, ditemukan terdapat berbagai faktor internal maupun eksternal yang menjadi celah pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan bagi anak belum terpenuhi secara optimal. Bahwa seyogyanya pemenuhan aksesibilitas hak atas pendidikan melalui identitas hukum bagi anak terlantar tidak serta merta dikatakan diskriminatif, tetapi memiliki potensi diskriminatif.

The fulfilment of the accessibility of the right to education is an obligation held by the State. In practice, opportunities for accessibility of the right to education requires state recognition through legal identity. For two by that intersect are in conflict when legal identity becomes a prerequisite for access to education. According to the Article 34 paragraph (1) UUD NRI 1945, the existence of the abandoned children was mentioned so explicitly also clearly. The problem arises when the child displaced doesn’t have a legal identity, so they can not access to education. Thus, this thesis reseacrh raises the main issues about how the government's providing the fulfilment accessibility of the right to education through legal identity for the abandoned children by the terms of Article 4 paragraph (1) of the Act Number 20/2003, as well as its practice in society. This research use a socio-legal methods and through with qualitative approach. Data on legal material were collected through literature studies supported by observations at Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, South Jakarta, also interviews with several parties, such as KPAI, LPAI, PUSKAPA, and Gemilang Foundation Indonesia. The results of the analysis it can be stated that the efforts of the government in providing the fulfilment of the accessibility of the right to education through the legal identity of the abandoned children can be seen through the implementation of the Compulsory Learning Programme, the City Decent Children Policy, and the Data Collection of Vulnerable Population Administration. Analysis the implementation of the Article 4 paragraph (1) of the Act Number 20/2003, which is associated with the indicator of “non-discrimination” as argued by Katarina Tomasevski, means that accessibility of education is carried out through the removal of obstacles to law and administrative barriers. The absence of legal identity for the abandoned children’s be a crucial aspect that constrains and/or obstacles to the fulfilment and protection of the children's interests. Through the conditions of the community at Belakang Taman Ketapang, Pasar Minggu, South Jakarta, was found that there are various internal and external factors has a constitute gaps in the fulfillment accessibility of the right to education for abandoned children had not been fulfilled for optimally. That the implementation of the accessibility of the right to education through legal identity for abandoned children is not immediately said to be discriminatory, but has a potential for discrimination."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>