Ditemukan 89314 dokumen yang sesuai dengan query
"Konsep ?wani ing tata? adalah konsep luhur yang menempatkan wanita sebagai makhluk yang memiliki posisi terhormat dan bermartabat. Dalam sistem matrifokus disebutkan bahwa wanita Jawa sebenarnya adalah wanita perkasa yang mampu mengatur kaum pria maupun lingkungannya. Kata wanita sendiri sebenarnya merupakan status fungsi dari ketiga fungsi yang dijalankan oleh wanita selain halnya ?wanodya? dan ?putri?. Ketiganya menyimbolkan adanya multifungsi peran wanita baik sebagai pengasuh, pendidik, maupun penyeimbang. Hal itu terdapat dalam contoh munculnya Ratu Shima, Tribhuana Tungga Dewi, maupun juga Suhita dalam kepemimpinan Jawa. Dalam hal ini, pula berlaku pula konsep turunan dari ?wani ing tata? yakni ?prameswari? dan juga ?ardhananeswari? untuk menjelaskan kedudukan utama wanita. Adapun prameswari sendiri dapat diartikan sebagai bentuk hadirnya wanita utama sedangkan ardhananeswari sendiri dapat dipahami sebagai bentuk wanita perkasa. Adalah sistem patriaki yang kemudian mereduksi konsep ?wani ing tata menjadi bagian dari sistem patriaki. Konteks ?wani? tidak lagi dimaknai sebagai bentuk aktualisasi diri status perempuan, akan tetapi lebih kepada pemenuhan kepentingan suami. Namun perlahan konsep itu berubah seiring dengan menguatnya patriarki dalam masyarakat. Hal itulah yang kemudian diwujudkan dalam semboyan kasur, pupur, dan sumur."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Stange, Paul
Yogyakarta: Lembaga Kajian Islam dan Studi (LKiS), 1998
306 STA p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
306 PEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Sujanto
Semarang: Dahara Prize, 1992
306.598 Suj r
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1999
572.792 KIB
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"Tulisan ini hendak menunjukkan perjumpaan dua tradisi dan budaya perkawinan yang saling menyuburkan internalisasi status perempuan. Keduanya ialah tradisi liturgi perkawinan dalam gereja dan tradisi perkawinan adat Batak Toba. Tradisi gereja dan tradisi adat datang dari dua dunia yang berbeda. Mereka mempunyai perbedaan latar belakang konteks, tetapi sama-sama menstereotipe dan mensubordinasi perempuan. Teks yang sering dipergunakan dalam tradisi liturgi perkawinan menggambarkan perempuan distereotipe dalam ketundukan kepada suami sebagai bentuk ketundukan kepada Tuhan. Teks tradisi liturgi perkawinan yang patriarki itu hadir di tengah-tengah masyarakat Batak yang juga patriarki. Masyarakat ini sangat kental dengan adat. Salah satunya ialah perkawinan adat Batak Toba dengan sinamot yang diartikan sebagai pembayaran perkawinan. Banyak yang menyebut sinamot sebagai tuhor ni boru, arti harafiah ?uang beli perempuan.?"
305 JP 20:1 (2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994
306 PEM
Buku Teks Universitas Indonesia Library
"Tari Sang Hyang Dedari dalam upacara keagamaan tidak hanya bertujuan vertikal terhadap Sang Hyang Widhi, tetapi ada tujuan horizontal, untuk merawat suatu struktur dalam masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan lapisan-lapisan yang tersamar, sehingga dapat dipahami secara kritis apa yang dimaksud dengan perempuan Bali. Bahwa dalam diskursus multikultural, perempuan adat merayakan adat dan tradisi sebagai perawatan terhadap akar. Tetapi perlu ada penyegaran pengertian terhadap akar. Akar bukanlah yang absolut, satu dan tunggal, tetapi rhizoma, yang mencuat, menerobos hegemoni hirarki dan melahirkan kuncup-kuncup entitas baru dalam memenangkan kesetaraan atas subordinasi patriarki."
390 JP 20:1(2015)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Sevilla Putri
"
ABSTRAKSkripsi ini mengkaji pembagian peran antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah domestik maupun ranah publik pada masyarakat Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali. Latar belakang penelitian ini didasari oleh pandangan yang menyebutkan bahwa peran utama seorang perempuan berada di sekitar aktivitas rumah tangga domestik dan peran laki-laki ialah sebagai pencari nafkah utama di luar rumah publik . Hal tersebut menciptakan ketergantungan ekonomi istri terhadap suami. Pada faktanya perempuan di Desa Singosari aktif terlibat dalam mengelola usaha peternakan sapi, keadaan ini diperkirakan berdampak langsung pada kehidupan perempuan, keluarga dan masyarakat. Meskipun pandangan dikotomi masyarakat mengenai ranah domestik dan ranah publik serta peran produktif dan peran reproduktif masih kuat, dari hasil studi ditemukan bahwa keberadaan perempuan dalam mengelola usaha peternakan sapi perah sektor publik diterima secara terbuka oleh masyarakat karena kemampuan kontribusi finansial yang diberikan kepada keluarga. Tingkat pemberdayaan perempuan yang terjadi di sana pun menuju kearah yang lebih positif. Keterlibatan perempuan secara aktif dalam ranah publik menunjukkan hal yang positif di mana keberhasilan perempuan telah menempatkan posisi sosialnya pada posisi yang dihargai dan dihormati baik di dalam keluarga maupun lingkup masyarakat.
ABSTRACTThis thesis discusses about the division of labor between men and women in Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali both in terms of domestic and public affairs. The research was conducted due to some views saying that the main role of women is centered in domestic affair only whereas the main role of men is to become the main breadwinner of the household public affair which led to an economical dependence of housewives to their husbands. In fact, women in Desa Singosari has an active role in managing the cattle breeding business in society. This situation thus affects the lives of the women, their family, and the society in general. Although there is a dichotomy in society regarding the roles in domestic and public affairs also regarding the roles in productive and reproductive affairs in this study I found that the fact that women actively participate in the cattle breeding business public affair can be openly accepted by society due to the financial contribution it can bring to their family. The women empowerment in Desa Singosari has also become more positive. The active involvement of women in public affairs has shown a positive development in which they can put themselves in a position where they can be appreciated and respected both in the family and in the society."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nova Scorviana Herminasari
"Penelitian ini mempelajari pengalaman perempuan adat pendatang dalam mengembangkan berbagai respon terhadap sistem budaya padi pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar. Perjuangan perempuan adat pendatang ini dihadapkan dengan serangkaian kerumitan dalam persoalan adaptasi budaya, identitas baru, relasi gender, relasi sosial-budaya dan berbagai relasi lainnya di dalam komunitas pada berbagai skala. Ragam strategi dan penyesuaian diri dilakukan oleh perempuan adat pendatang dalam proses subjektivitas dan membangun subjek dalam berjuang meraih akses dan kontrol atas pengelolaan sistem budaya padi dikaitkan dengan posisi suaminya di dalam komunitas. Subjek dalam penelitian ini adalah perempuan adat pendatang yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Kasepuhan Alam akibat menikah dengan laki-laki asal Kasepuhan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat adat Kasepuhan Anyar (bukan nama sebenarnya) yang menjadi bagian dari Komunitas adat Kasepuhan Banten Kidul. Penelitian yang saya lakukan ini merupakan pendekatan kualitatif dengan perspektif feminis tipe fenomenologi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi, observasi terlibat, dan studi data sekunder, hasil wawancara diolah melalui transkrip verbatim dan proses koding. Analisis hasil koding dilakukan dengan menggunakan teori ekologi politik feminis (feminist political ecology) dari Elmhirst (2015). Hasil penelitian menunjukkan ragam pengalaman perempuan adat pendatang dalam berjuang merespon sistem budaya padi yang tidak dapat dipisahkan dari kompleksitas persoalan relasi di dalamnya. Proses membangun subjektivitas yang dilakukan perempuan adat pendatang berkelindan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, latar belakang pekerjaan sebelumnya), perempuan adat pendatang kelas elit membangun subjektivitas melalui pembuktian dan keberanian diri dengan terus melakukan budaya padi secara berulang dan berupaya meraih posisi sejajar dengan perempuan asli adat. Sementara itu perempuan adat pendatang kelas biasa hanya bisa pasrah menerima atas ketidakmampuannya dalam budaya padi. Konstruksi pengetahuan dan pemaknaan terkait sistem budaya padi dibangun melalui klaim relasi kuasa maskulin lewat filosofi sakuren. Perjuangan dalam meraih akses dan kontrol bersinggungan dengan ragam dimensi (kelas sosial pasca menikah, usia, posisi suami).
This research studied the experience of migrant indigenous women in developing various responses to the rice culture system in the Kasepuhan Anyar indigenous people. The struggle of these migrant indigenous women is faced with a series of complexities in issues of cultural adaptation, new identities, gender relations, socio-cultural relations and various other relations within the community at various scales. Various strategies and self-adjustments were carried out by indigenous migrant women in the process of subjectivity and building subjects in struggling to gain access and control over the management of the rice culture system associated with their husband's position in the community. The subjects of this study were migrant indigenous women who decided to live and stay in Kasepuhan Anyar as a result of marrying a man from Kasepuhan. This research was conducted on the Kasepuhan Anyar indigenous people (not their real names) who are part of the Kasepuhan Banten Kidul indigenous community. This research used qualitative approach with a phenomenological type of feminist perspective. Methods of data collection were carried out through in-depth interviews, observation, participation observation, and secondary data studies, the results of the interviews were processed through verbatim transcripts and coding processes. Analysis of the coding results was carried out using feminist political ecology theory from Elmhirst (2015). The results of the research show that the various experiences of migrant indigenous women in struggling to respond to the rice culture system cannot be separated from the complexity of the relationship issues within it. The process of building subjectivity carried out by indigenous migrant women is intertwined with various dimensions (post-married social class, age, previous work background), elite class indigenous women build subjectivity through self-proof and courage by continuing to practice rice culture repeatedly and trying to achieve an equal position with indigenous women. Meanwhile, the ordinary class of migrant indigenous women can only accept their incompetence in rice culture. The construction of knowledge and meaning related to the rice cultural system is built through claims of masculine power relations through the philosophy of sakuren. The struggle to gain access and control intersects with various dimensions (post-marital social class, age, husband's position)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library