Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Konstelasi kekuasaan pemikiran tentang seksualitas dalam konteks advokasi legalisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dilakukan oleh jaringan gerakan perempuan merepresentasikan bagaimana perempuan dan tubuh diinterpretasikan. Hal itu tercermin dalam produk hukum yang dihasilkan dan atau sedang diadvokasikan, yakni dari pengakuan siapa yang dianggap menjadi korban yang harus dilindungi dan siapa yang menjadi pelaku yang harus dikenai sanksi. Untuk itu perbandingan antara UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sebagai inisiatif DPR-RI dengan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dapat menggambarkan konstelasi kekuasaan pemikiran tentang seksualitas perempuan dan tubuh perempuan. Karena sebuah produk hukum menunjukkan ideologi dari produsen hukum itu sendiri, yakni secara khusus para law maker (pemerintah dan parlemen) serta secara lebih luas adalah masyarakat."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Kebutuhan hadirnya payung hukum khusus terkait kekerasan seksual telah bergulir seiring dengan adanya berbagai kritik terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Berbagai kelemahan dari substansi peraturan perundang-undangan yang ada dalam memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual turut menguatkan wacana ini. Selain itu, beragam fakta yang menunjukkan masih terdapat hambatan bagi perempuan korban kekerasan seksual untuk meraih keadilan dalam proses peradilan pidana menjadi landasan pijak untuk memunculkan payung hukum yang lebih berorientasi pada korban. Tulisan ini akan menguraikan urgensi hadirnya Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual berdasarkan ketersediaan peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan bagi korban. Tulisan ini juga menguraikan berbagai hambatan yang dihadapi perempuan korban kekerasan seksual ketika mencari keadilan melalui sistem peradilan pidana. Tulisan ini juga akan mencermati sejauh mana peluang menghadirkan RUU ini berdasarkan perkembangan dalam Program Legislasi Nasional."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asep N. Mulyana
Depok: Rajawali Pers, 2023
616.858 3 ASE e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Mengapa pemerintah, sebagai representasi negara, tampak tidak terlalu bertindak serius dalam persoalan kekerasan seksual? Mengapa negara lebih sering memilih diam atau memilih mengambil sikap “instan” dengan memberi tanggapan seadanya atau, jikapun ada upaya yang agak sistematis, semacam penghukuman kebiri bagi pelaku, upaya tersebut tidak menyentuh struktur dan ideologi patriarkisme sebagai akar persoalan kekerasan seksual? Tulisan ini mendiskusikan bagaimana politik seksualitas yang dipropagandakan negara semasa rezim Orde Baru memberi pengaruh pada sikap yang kurang respons oleh negara dan masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrana Mutiarahmanika
"Tesis ini membahas tentang representasi kekerasan seksual terhadap anak perempuan dalam film Korea Selatan berjudul Hope, dan berfokus pada dampak dari kekerasan seksual, proses pemulihan korban, dan proses pemidanaan pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis teks semiotika. Penelitian ini menjadi relevan dalam menggali apakah film ini benar-benar menciptakan naratif alternatif yang memperkuat pengalaman perempuan atau hanya mengikuti pola konvensional yang masih terikat oleh male gaze. Selain itu, melihat upaya sinema dalam mengatasi dan merombak norma-norma dominan, penelitian ini dapat memberikan pandangan baru terhadap peran film dalam mengubah perspektif dan memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa representasi dampak dari terjadinya kekerasan seksual dalam film Hope meliputi cedera fisik, trauma psikologis dan hilangnya rasa percaya diri. Representasidampak pada orang tua korban yaitu menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang menimpa anak mereka, dan perasaan sedih yang mendalam. Pada proses pemulihan, representasi yang ditampilkan adalah korban mendapatkan bantuan dari seorang psikolog anak, dan penggunaan tokoh kartun favorit korban sebagai sumber kekuatan dan kenyamanan bagi korban. Representasi proses pemidanaan pelaku yang ditunjukkan meliputi proses identifikasi pelaku, persidangan, dan hasil putusan hukum.

This thesis discusses the representation of sexual violence against girls in a South Korean film titled Hope, and focuses on the impact of sexual violence, the victim's recovery process, and the criminalization process of sexual violence perpetrators. This research is a qualitative study with a semiotic text analysis method. This research becomes relevant in exploring whether this film really creates an alternative narrative that strengthens women's experiences or only follows conventional patterns that are still bound by the male gaze. In addition, seeing cinema's efforts to overcome and overhaul dominant norms, this research can provide new insights into the role of film in changing perspectives and fighting for more inclusive and just representations. The results show that the representation of the impact of sexual violence in Hope includes physical injury, psychological trauma and loss of self-confidence. The representation of the impact on the victim's parents is self-blame for what happened to their child, and feelings of deep sadness. In the recovery process, the representation shown is the victim getting help from a child psychologist, and the use of the victim's favorite cartoon character as a source of strength and comfort for the victim. The representation of the criminalization process of the perpetrator shown includes the process of identifying the perpetrator, the trial, and the results of the legal decision."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nike Nadia
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memaparkan kompleksitas pengalaman perempuan yang
mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual tanpa cara kekerasan fisik atau
ancaman kekerasan fisik melalui berbagai cara oleh kekasihnya, seperti bujuk rayu,
janji palsu, dan tipu muslihat dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya pasal
285 KUHP yang membahas tentang perkosaan. Pengaturan terkait marital rape dalam
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
tidak menjadi fokus analisis mengingat studi kasus penelitian adalah pada relasi
pacaran. Dalam menganalisis permasalahan kekerasan seksual dalam relasi pacaran,
penulis menggunakan teori the continuum of sexual violence dari Liz Kelly dan feminist
legal methods dari Bartlett. Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan
kualitatif berperspektif feminis. Melalui penelitian ini, penulis berargumentasi bahwa
pengalaman perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual yang dicapai
tanpa cara kekerasan fisik oleh kekasihnya berpotensi untuk tidak terdokumentasikan
oleh hukum karena sempitnya definisi hukum tentang perkosaan di Indonesia. Padahal,
perempuan yang menjadi korban mendapat dampak yang sangat buruk dari tindak
perkosaan tersebut. Sebagai implikasi, akses perempuan untuk mendapat keadilan dan
pemulihan tidak terjamin dalam kerangka hukum Indonesia. Dengan demikian, rumusan
tindak pidana terkait perkosaan sudah seharusnya mengalami proses redefinisi yang
memiliki keberpihakan bagi perempuan korban.
ABSTRACT
This study aims to describe the complexity of women experience in the rape case by the
act of non- physical violent by her lover, such as seduction and false promise. The study
see this problem through the legal system in Indonesia, especially article 285 of the
Criminal Code (KUHP) which discusses about rape. Article related marital rape in Law
Number 23 of Year 2004 Regarding Elimination of Domestic Violence is not the focus of
analysis considering the case study research is on dating relationships. For analyzing
the problem, the author uses the continuum of sexual violence theory by Liz Kelly and
feminist legal methods from Bartlett. The research method is case study with qualitative
approach with feminist perspective. Through this study, the authors argue that the
experience of women who have forced nonviolent sexual intercourse has the potential to
be undocumented by the law because of the narrowness of the legal definition of rape in
Indonesia. As an implication, the fulfillment of the rights of women victims to get
protection is not guaranteed within the framework of Indonesian law. Thus, the
formulation of criminal offenses related to rape should have undergone a redefinition
process."
2018
T51106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidya Ade Rahmawati
"Kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia turut disebabkan karena lamanya pengesahan RUU TPKS yang utamanya disebabkan oleh pertarungan ideologi dan kuatnya narasi utama kekerasan seksual yang mengopresi penyintas. Perlawanan terhadap narasi utama kekerasan seksual dan upaya untuk menghadirkan ruang bagi penyintas salah satunya dilakukan dengan memanfaatkan media kreatif, seperti yang ditunjukan dalam video dokumenter berjudul Dengar dan Suarakan yang dipublikasikan oleh LBH APIK Jakarta. Tulisan ini menganalisis bagaimana kontra-narasi kekerasan seksual divisualisasikan dalam video dokumenter Dengar dan Suarakan sebagai salah satu upaya untuk melawan narasi penolakan RUU TPKS dan mengadvokasikan pengesahannya. Melalui pembedahan adegan, matrikulasi data, dan analisis dengan pendekatan kriminologi visual, kriminologi naratif, dan kriminologi feminis, tulisan ini menemukan pada media visual video dokumenter Dengar dan Suarakan dapat merepresentasikan suara penyintas dan menghadirkan kontra-narasi kekerasan seksual dalam rangka menegaskan urgensi dan mendukung pengesahan RUU TPKS.

Ideological battles and the solid existing narrative of sexual violence that oppresses survivors, has prolonged the passing of the TPKS law, and concocted emergency conditions regarding sexual violence in Indonesia. LBH APIK is publishing a documentary video entitled "Dengar dan Suarakan" to resist the existing narrative and create space to support survivors in voicing their experiences, which include efforts to obtain justice. This paper analyzes the visualization of the counter-narrative of sexual violence in the documentary Dengar dan Suarakan to counter the narrative of rejecting the Sexual Violence Crime Bill (RUU TPKS) and advocate for its ratification. Through scene analysis, matriculation data, and analysis using visual criminology, narrative criminology, and feminist criminology approach and perspective, this article finds that the visualization of the documentary "Dengar dan Suarakan" can represent the voices of survivors and present a counter-narrative of sexual violence to emphasize the urgency and support the ratification of the RUU TPKS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.

In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kekerasan seksual dapat meliputi upaya dan/atau pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan, kontak seksual dengan paksaan atau ancaman menggunakan kekuatan, serta ancaman pemerkosaan. Sudah saatnya isu-isu terkait kekerasan dan kekerasan seksual ini dibicarakan dalam pelajaran di sekolah dan dianggap sebagai suatu hal yang serius, dengan keberpihakan terhadap korban dan bukan hanya dianggap sebagai isu milik perempuan yang hanya dibahas di antara perempuan. Jika kita ingin melihat perubahan, maka laki-laki harus dilibatkan secara lebih intensif sejak kecil dan diajak untuk melihat hal ini sebagai masalah bersama. Dengan memberikan pemahaman bagaimana seharusnya laki-laki bersikap kepada perempuan, dan ikut mendengarkan kesaksian perempuan penyintas kekerasan seksual tentang trauma dan dampaknya terhadap kehidupan perempuan, diharapkan semakin banyak laki-laki yang memiliki kepekaan dalam menyikapi hubungan antara laki-laki dan perempuan."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nabiela Tenriummu Ramly
"“Standar ganda seksual” merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan adanya penilaian negatif oleh masyarakat patriarki kepada perempuan yang tidak tunduk dengan ekspektasi peran gender. Bentuk penerimaan diri para perempuan pendukung gerakan body positivity dilihat secara seksual dan dinilai negatif, khususnya di media sosial TikTok. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus untuk menjelaskan fenomena serangan “standar ganda seksual” terhadap perempuan content creator yang mendukung gerakan body positivity pada media sosial TikTok sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan di ruang siber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa serangan “standar ganda seksual” hadir dan melanggengkan sistem patriarki yang memaksa perempuan untuk bungkam dan patuh dengan standar yang tidak realistis yang dikonstruksikan oleh ekspektasi masyarakat patriarki. Teori feminis radikal juga menjelaskan bagaimana serangan balik kepada perempuan pendukung gerakan body positivity dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang menimbulkan beberapa dampak dan juga berusaha untuk membungkam para perempuan yang melakukan perlawanan atas tuntutan sistem patriarki.

“Sexual double standards” is a concept that explain the negative assessment by patriarchal society of women who do not obey the expectations of the gender roles. Messages voiced by women through the content of the body positivity movement are viewed sexually and viewed negatively, especially on TikTok. This qualitative research will use case study method to explain the phenomenon of "sexual double standards" as a backlash against female content creators who promote the body positivity movement on TikTok as a form of sexual violence against women in cyberspace. The results of this study show that the "sexual double standards" attack exists and perpetuates a patriarchal system that forces women to remain silent and comply with unrealistic standards constructed by the expectations of a patriarchal society. Radical feminist theory also explains how the backlash against women who support the body positivity movement to be a form of sexual violence against women which has several impacts and also tries to silence women who fight against the demands of the patriarchal system."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>