Ditemukan 129645 dokumen yang sesuai dengan query
"Tulisan ini berfokus pada rasionalisasi yang dikembangkan oleh pelaku kekerasan seksual pada perempuan, dan merupakan pengolahan kembali data tersangka di sebuah Polres di wilayah Jabodetabek. Yang disajikan adalah data dari 9 orang yang dilaporkan oleh pacar atau keluarga pacar telah melakukan kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak dapat dilepaskan dari posisi tawar perempuan yang lebih rendah, serta pandangan mengenai seksualitas yang menyudutkan perempuan. Mengawinkan korban dengan pelaku menjadi praktik yang masih cukup populer untuk menyelesaikan masalah. Ini makin merentankan korban sekaligus meluaskan sosialisasi dan praktik perilaku tidak bertanggung jawab pada pelaku dan pihak-pihak yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan. Standar ganda seksualitas merentankan perempuan jadi korban, menyulitkan upaya untuk memperjuangkan keadilan bagi perempuan. Mengingat standar ganda seksualitas juga mendominasi cara pikir masyarakat bahkan pejabat publik, Undang-undang perlu melihat persoalan seksualitas dan kekerasan seksual secara komprehensif, dengan perspektif yang adil gender dan melindungi anak."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Aditya Budi Cahyono
"Kekerasan seksual di Indonesia merupakan salah satu permasalahan hukum yang dianggap serius, Dalam menanggapi hal tersebut Indonesia mengatur hukuman pidana tambahan yakni kebiri kimia dan tercantum pada Undang-undang No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang. Ditengah polemic pro dan kontra Presiden Joko Widodo secara Resmi Menanda tangani Peraturan Pemerintah No.70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan Seksual Terhadap Anak. Dengan timbul banyaknya polemik terkait keberadaan hukuman ini, maka penulis akan melakukan penelitian terkait penerapan hukuman kebiri kimia dengan menggunakan metode penelitian bersifat yuridis normatif dengan metode analisis kualitatif. Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pendekatan analisis perbandingan hukum, pendekatan analisis peraturan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini penulis mendapatkan bahwa hukuman kebiri kimia di beberapa negara sangat memerlukan peran dari ahli medis untuk dapat melakukan penjatuhan hukuman kebiri kimia, dan hukuman kebiri kimia merupakan suatu bentuk hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak karena dianggap memiliki gangguan kelainan mental yakni pedofilia. Pada saat ini para dokter masih menolak akan keberadaan hukuman kebiri kimia dikarenakan bertentangan akan kode etik profesinya, akan tetapi penulis menemukan bahwa seharusnya dokter dapat mengambil peran penuh dalam penerapan hukuman ini sebagai bentuk menjaga kondisi Kesehatan baik secara mental maupun fisik sehingga hukuman ini dapat menjadi bentuk rehabilitasi atau pengobatan atas perbuatan menyimpang dari pelaku.
In Indonesia sexual violence is one of the legal issues that considered as serious crime. For the response of this issue, Indonesia regulates additional criminal penalties called chemical castration and Written in UU No. 17/2016 about the Second Amendment to UU No. 23/2002 Child Protection Becomes Law. In between of the pro and cons of this sentence, President of Indonesia Joko Widodo Officially Signed Government Regulation No. 70 of 2020 concerning Procedures for Carrying Out Chemical Castration, Installation of Electronic Detection Devices, Rehabilitation, and Announcement of the Identity of Perpetrators of Sexual Violence Against Children. With the emergence of many polemics related to the existence of this punishment, the authors will conduct research related to the application of chemical castration using normative juridical research methods with qualitative analysis methods. This research is using comparative legal analysis approach, an analysis approach to statutory regulations. The results of this study the authors found that chemical castration in several countries fully depends on the role of medical experts to give chemical castration sentences, and chemical castration punishment is for perpetrators of sexual crimes against that are considered to have a mental disorder, namely pedophilia. At this time doctors still reject the existence of chemical castration punishment because it conflicts with the professional code of ethics, but the authors found that doctors should be able to take a full role in implementing this punishment as a form of maintaining health conditions both mentally and physically so that this punishment can be a form of punishment. rehabilitation or treatment of the perpetrator's deviant acts."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Kekerasan seksual dapat meliputi upaya dan/atau pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual dan pelecehan, kontak seksual dengan paksaan atau ancaman menggunakan kekuatan, serta ancaman pemerkosaan. Sudah saatnya isu-isu terkait kekerasan dan kekerasan seksual ini dibicarakan dalam pelajaran di sekolah dan dianggap sebagai suatu hal yang serius, dengan keberpihakan terhadap korban dan bukan hanya dianggap sebagai isu milik perempuan yang hanya dibahas di antara perempuan. Jika kita ingin melihat perubahan, maka laki-laki harus dilibatkan secara lebih intensif sejak kecil dan diajak untuk melihat hal ini sebagai masalah bersama. Dengan memberikan pemahaman bagaimana seharusnya laki-laki bersikap kepada perempuan, dan ikut mendengarkan kesaksian perempuan penyintas kekerasan seksual tentang trauma dan dampaknya terhadap kehidupan perempuan, diharapkan semakin banyak laki-laki yang memiliki kepekaan dalam menyikapi hubungan antara laki-laki dan perempuan."
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
"Mengapa pemerintah, sebagai representasi negara, tampak tidak terlalu bertindak serius dalam persoalan kekerasan seksual? Mengapa negara lebih sering memilih diam atau memilih mengambil sikap “instan” dengan memberi tanggapan seadanya atau, jikapun ada upaya yang agak sistematis, semacam penghukuman kebiri bagi pelaku, upaya tersebut tidak menyentuh struktur dan ideologi patriarkisme sebagai akar persoalan kekerasan seksual? Tulisan ini mendiskusikan bagaimana politik seksualitas yang dipropagandakan negara semasa rezim Orde Baru memberi pengaruh pada sikap yang kurang respons oleh negara dan masyarakat terhadap kasus-kasus kekerasan seksual."
JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Aruma Chandra Dewi
"Penelitian ini bertujuan menemukan model ideal pelayanan victim oriented humanistic policing (VOHP) dan standar operasional prosedur victim impact statement (VIS) untuk korban kejahatan kekerasan seksual di Indonesia. Tujuan tersebut dicapai dengan melakukan studi komparasi implementasi victim oriented policing (VOP) dan VIS pada kepolisian di Indonesia, Jepang, dan Selandia Baru. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan komparasi studi kasus, merujuk pada Neuman (2013). Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, kajian pustaka, dan dokumen dari ketiga negara, berfokus pada pelayanan kepolisian pada korban kekerasan seksual. Perbandingan dilakukan berlandaskan pada berbagai variabel aspek VOP dan VIS. Variabel perbandingan pada VOP meliputi: kultur organisasi, sumber daya organisasi, dan kompetensi khusus petugas. Sedangkan, variabel pada VIS meliputi pendekatan humanis, sikap empati, dan teknik komunikasi persuasi. Victim oriented humanistic policing (VOHP) yang penulis susun terdiri lima pendekatan strategis. Kelima pendekatan itu berupa (1) pendampingan berkelanjutan; (2) keterampilan wawancara praktis; (3) advokasi; (4) penggunaan teknologi; dan (5) kemitraan strategis. Kelima konsep teoretik ini menekankan fokus transformasi bagi penegak hukum untuk mencegah terjadinya viktimisasi primer maupun sekunder ketika menangani korban. Pada kesimpulannya, penelitian ini menawarkan model ideal VOHP dan model aplikatif VIS bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang berlandaskan pada aspek humanis. Menempatkan korban sebagai inti dari pelayanan kepolisian, terutama pada konteks pelayanan bagi korban kejahatan kekerasan di Indonesia.
This research aims to find the ideal model of victim-oriented humanistic policing (VOHP) and the standard operating procedure of the victim impact statement (VIS) for victims of sexual violence crimes in Indonesia. This goal is achieved by conducting a comparative study of the implementation of victim-oriented policing (VOP) and VIS in the police forces of Indonesia, Japan, and New Zealand. The research method uses a descriptive qualitative approach and a comparative case study, referring to Neuman (2013). Data were collected through interviews, observations, literature reviews, and documents from the three countries, focusing on police services for victims of sexual violence. Comparisons were made based on various variables of VOP and VIS aspects. Comparison variables in VOP include: organizational culture, organizational resources, and special officer competencies. Meanwhile, variables in VIS include a humanistic approach, empathetic attitudes, and persuasive communication techniques. The victim-oriented humanistic policing (VOHP) that the author has compiled consists of five strategic approaches. These five approaches are (1) ongoing accompaniment; (2) practical interview skills; (3) advocacy; (4) use of technology; and (5) strategic partnerships. These five theoretical concepts emphasize the focus of transformation for law enforcement to prevent the occurrence of primary and secondary victimization when handling victims. In conclusion, this study offers an ideal model of VOHP and an applicative model of VIS for the Indonesian National Police (Polri) based on humanistic aspects. Placing victims at the core of police services, especially in the context of services for victims of violent crimes in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Asep N. Mulyana
Depok: Rajawali Pers, 2023
616.858 3 ASE e
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Iqraa Runi Aprilia
"Lambatnya pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi bukti bahwa sistem politik di Indonesia tidak sensitif dalam menyikapi isu korban kekerasan seksual. Sementara itu, sistem peradilan yang ada belum mampu memberikan keadilan bagi korban kekerasan seksual. Itulah sebabnya kaum feminis merumuskan keadilan yang dapat memenuhi kebutuhan korban kekerasan seksual, yang disebut keadilan transformatif. Keadilan transformatif yang didukung oleh solidaritas masyarakat dapat membawa pemulihan bagi korban kekerasan seksual untuk memiliki keberanian untuk berbicara dan mendapatkan kembali harga diri mereka yang hancur."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2021
305 JP 26:3 (2021)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Ariani Hasanah Soejoeti
"Kekerasan seksual di kampus merupakan tindak kejahatan dengan tingkat pelaporan yang sangat rendah. Sementara itu, berdasarkan sejumlah penelitian terdahulu, diketahui bahwa kekerasan seksual merupakan sebuah peristiwa traumatis yang sangat berdampak pada kesehatan mental dan fisik korbannya. Oleh karenanya, tesis ini membahas seputar permasalahan kriminologis kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi, khususnya kebijakan pencegahan dan penanggulangan di Perguruan Tinggi X dan Y. Penelitian ini adalah penelitian kriminologi feminis dengan menggunakan pendekatan kritis. Hasil penelitian menyarankan bahwa model kebijakan yang ideal harus mencakup aspek Pelaporan, Penanganan, Pencegahan, Pendanaan, Monitoring dan Evaluasi.
Campus sexual assault is the most underreported crime. Meanwhile, previous studies reveal that sexual violence is a traumatic event that has major impacts on the mental and physical health of its victims. Against that background, this thesis discusses the criminological problem of campus sexual assault, particularly the prevention and response policy aspect at University X and Y. This research is a criminology-feminist study using a critical approach. The result of the study suggests that the ideal policy model must include Reporting, Response, Prevention, Funding, Monitoring and Evaluation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Aldila Puspa Kemala
"Disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang di dalamnya terdapat pengaturan mengenai pelecehan seksual membuka peluang dipidananya pelaku-pelaku pelecehan seksual, sehingga timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pelecehan seksual, apa saja perbedaan pengaturannya bagaimana pengertian pelecehan seksual sebagai suatu tindak pidana, bagaimana pengaturan terhadap tindak pidana pelecehan seksual dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana penerapan hukum kasus pelecehan seksual berdasarkan putusan pengadilan di Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian normatf menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan analisa putusan (decision analysis). Diketahui bahwa pengertian pelecehan seksual menurut instrumen Hukum Internasional dan di Berbagai Negara di Asia Tenggara secara garis besar memiliki persamaan, kemudian Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual belum terdapat peraturan Perundang-Undangan yang spesifik mengatur tentang pelecehan seksual dan setelah Undang-Undang tersebut disahkan merupakan solusi dari permasalahan tersebut untuk mengakomodir kasus-kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia.
The passing of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence in which there are arrangements regarding sexual harassment opens opportunities for perpetrators of sexual harassment to be prosecuted, so the question arises what is meant by sexual harassment, what are the differences in regulations, what is the meaning of sexual harassment as a criminal acts, how to regulate criminal acts of sexual harassment in Indonesian laws and regulations and how to enforce the law on sexual harassment cases based on court decisions in Indonesia that have permanent legal force before and after Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence was passed . In this study using normative research methods using a statute approach and decision analysis. It is known that the definition of sexual harassment according to international legal instruments and in various countries in Southeast Asia is broadly similar, then before the enactment of Law Number 12 of 2022 concerning Crimes of Sexual Violence there were no statutory regulations that specifically regulate sexual harassment and after the Law was passed, it was a solution to this problem to accommodate cases of sexual harassment that occurred in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Fidya Ade Rahmawati
"Kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia turut disebabkan karena lamanya pengesahan RUU TPKS yang utamanya disebabkan oleh pertarungan ideologi dan kuatnya narasi utama kekerasan seksual yang mengopresi penyintas. Perlawanan terhadap narasi utama kekerasan seksual dan upaya untuk menghadirkan ruang bagi penyintas salah satunya dilakukan dengan memanfaatkan media kreatif, seperti yang ditunjukan dalam video dokumenter berjudul Dengar dan Suarakan yang dipublikasikan oleh LBH APIK Jakarta. Tulisan ini menganalisis bagaimana kontra-narasi kekerasan seksual divisualisasikan dalam video dokumenter Dengar dan Suarakan sebagai salah satu upaya untuk melawan narasi penolakan RUU TPKS dan mengadvokasikan pengesahannya. Melalui pembedahan adegan, matrikulasi data, dan analisis dengan pendekatan kriminologi visual, kriminologi naratif, dan kriminologi feminis, tulisan ini menemukan pada media visual video dokumenter Dengar dan Suarakan dapat merepresentasikan suara penyintas dan menghadirkan kontra-narasi kekerasan seksual dalam rangka menegaskan urgensi dan mendukung pengesahan RUU TPKS.
Ideological battles and the solid existing narrative of sexual violence that oppresses survivors, has prolonged the passing of the TPKS law, and concocted emergency conditions regarding sexual violence in Indonesia. LBH APIK is publishing a documentary video entitled "Dengar dan Suarakan" to resist the existing narrative and create space to support survivors in voicing their experiences, which include efforts to obtain justice. This paper analyzes the visualization of the counter-narrative of sexual violence in the documentary Dengar dan Suarakan to counter the narrative of rejecting the Sexual Violence Crime Bill (RUU TPKS) and advocate for its ratification. Through scene analysis, matriculation data, and analysis using visual criminology, narrative criminology, and feminist criminology approach and perspective, this article finds that the visualization of the documentary "Dengar dan Suarakan" can represent the voices of survivors and present a counter-narrative of sexual violence to emphasize the urgency and support the ratification of the RUU TPKS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library