Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Perkawinan anak merupakan masalah yang dapat dijumpai pada hampir semua wilayah di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang termasuk tinggi dalam jumlah perkawinan anak, menempati urutan tertinggi ke-2 di ASEAN setalah Kamboja. Kompleksitas dan tingginya permasalahan perkawinan anak disebabkan kuatnya tradisi budaya dalam ablutan tafsir agama. Fakta sosial perihal perkawinan anak tersebut semakin diperparah dengan berbagai kebijakan yag seolah semakin melegalkan perkawinan anak. Maraknya perkawinan anak memberikan gambaran nyata tentang status perempuan dan anak perempuan yang lemah dalam keluarga dan masyarakat dalam dominasi ideologi patriarki. Selama terjadi dominasi ideologi patriarki, maka ketidaksetaraan dan keadilan gender terus berlangsung dan membuat perempuan dan anak perempuan tidak memiliki akses dan posisi tawar dalam pengambilan keputusan. Selama kondisi tersebut terjadi, maka hak anak perempuan sulit terpenuhi sebagaimana dapat diamati dari tingginya angka perkawinan anak di Indonesia. Data dari Kabupaten Sumenep menunjukkan tingginya dan kompleksitasnya pemasalahan perkawinana anak. Di Kabupaten Sumenep data perkawinan dibawah umur cukup tinggi sekitar 42.5%. Kompleksitas dan besarnya permasalahan terkait perkawinan anak membutuhkan upaya yang bersifat komprehensif dan serentak dari tingkat nasional hingga tingkat desa, dari kebijakan hingga pelibatan komunitas. Artikel ini bertujuan menguraikan pentingnya pengintegrasian perspektif kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ke dalam pembangunan ketahanan keluarga sebagai upaya terobosan mendorong kebijakan pencegahan perkawinan anak. Secara khusus dalam artikel ini saya menekankan pada upaya pengembangan peluang serta langkah-langkah strategis mengatasi perkawinan anak melalui pengintegrasian berbagai kebijakan yang ada seperti UU No. 6/2014 tentang Desa, sebagai pintu masuk untuk pembangunan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, yang diharapkan akan berujung pada penurunan perkawinan anak."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini mengelaborasi strategi penghentian perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat melalui pedekatan nilai budaya lokal yang diinternalisasikan melalui pendidikan formal. Realitas perkawinan anak yang masih banyak terjadi secara nyata telah menghancurkan masa deopan anak sebagai generasi bangsa. Praktik ini tidak hanya abai terhadap hak hak dasar anak, namum juga secara tidak adil berlindung di bawah nama agama dan adat. Demikian halnya dengan praktik perkawinan anak di NTB yang terjadi melalui mekanisme merariq, tidak hanya sarat hubungannya dengan pelanggaran HAM anak, namun juga menjadikan posisi perempuan yang diapresiasi dalam nilai-nilai adat Sasak menjadi tidak bermakna. Lunturnya pemahaman masyarakat atas nilai-nilai adat Sasak dalam praktik merariq ini menjadikan merariq dituding memiliki kontribusi dalam melanggengkan praktik perkawinan anak. Pdahal jika ditelisik secara lebih dalam, hukum adat Sasak memberikan otonomi bagi perempuan dalam pengambilan keputusan perkawinan. Hanya saja dalam konteks perkawinan anak, otonomi ini tidak difungsikan dan diapresiasi, namun justru dimanfaatkan dan disalahgunakan melalui kerentanan anak. Melalui pendidikan hukum adat merariq yang diintegrasikan dalam muatan lokal sekolah, nilai-nilai positif adat merariq diajarkan sebagai upaya penguatan kemampuan anak dalam pengambilan keputusan demi terpenuhinya hak dirinya sebagai anak, sekaligus secara khusus untuk membentengi anak dari jerat perkawinan yang merugikan "
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Praktik perkawinan anak selain bersumber dari kebijakan dan peraturan perundang-undangan yaitu dibenarkan oleh Undang-Undagn nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, juga bersumber dari norma lain seperti agama, budaya, dan dimensi lain yang belum teradvokasi secara signifikan. Dengan adanya keputusan MK menolak revisinya harapan perbuahan perilaku sosial melalui perubahan UU perkawinan sepertinya makin jauh dari harapan. Anak-anak perempuan dalam pernikahan anak rentan hal berikut; rentan menjadi korban perceraian sepihak ; rentan menjadi korban kekerasan seksual dan pedophilia ; rentan menjadi korban KDRT ; rentan pendidikan formal terputus dan membatasi akses ke dunia kerja. Diperlukan advokasi sistemik untuk mengatasi kerentanan anak-anak dalam pernikahan anak."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Apa yang membuat pernikahan anak menjadi pilihan bagi perempuan dan keluarganya saat ini? Bagaimana dan mengapa hal itu terjadi di sebuah desa di Sukabumi? Kabupaten Sukabumi adalah salah satu Kabupaten di Jawa Barat dengan tingkat pernikahan anak yang tinggi, terutama di daerah pinggiran atau perbatasan wilayah. Meskipun demikian, desa yang dijadikan lokasi penelitian bukanlah desa dengan pernikahan anak yang marak berdasarkan data provinsi. Pada desa ini, terdapat 32% pernikahan di bawah 18 tahaun yang dilakukan oleh perempuan berusia 20-24 tahun. Sedikit lebih tinggi dari data provinsi yang berjumlah 30,7%. Jika dibandingkan dengan rata-rata pernikahan di bawah 18 tahun di indonesia yang berjumlah 17% pun masih lebih tinggi. Keputusan untuk melakukan penelitian di satu desa membuat kami dapat melihat lebih jauh tentang berbagai aspek pada pernikahan anak dan keterkaitannya dengan aspek lain di dalam konteks yang sama. Penelitian ini didasarkan 28 studi kasus perkawinan anak, sensus rumah tangga yang punya anggota pria dan wanita berusia 20-24 tahun, serta wawancara dan observasi pendukung. Kegiatan lapangan (fieldwork) akan segera berakhir, sementara hal-hal lain dalam penelitian masih berjalan. Gambaran enam kasus lima perempuan dan satu laki-laki ini menunjukkan keragamaan dan kompleksitas dari perkawinan anak. Artikel ini membahas tentang potensi agensi remaja terhadap orangtuanya dalam hal perkawinan yag datang dari keinginan sendiri sampai perkawinan paksa. Temuan penelitian menengaskan peran dari sebab-sebab umum, seperti kurangnya kontrol sekseualitas perempuan dan ketakutan akan zina, lemahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan khususnya pada saat kehamilan, tetapi mempertanyakan peran kemiskinan sebagai alasan langsung terjadinya perkawinan anak. Setiap kasusu telrihat kombinasi khusus sebab-sebab dari norma dan agama, komposisi rumah tangga, pengasuhan orangtua dan pendidikannya, akses perempuan dalam mendapatkan pendidikan formal dan agama termasuk pendidikan seks, serta akses terhadap keselamatan kerja. Gender dan usia adalah hierarkhi yang senantiasa berkaitan dengan perempuan sebagai pihak paling lemah dalam kesetaraan."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Anak-anak perempuan kita hari ini dihadapkan pada kondisi yang amat rentan terhadap resiko pernikahan usia anak. Harapan agar pernikahan anak segera dihentikan terbentur oleh tembok tebal budaya partiarkhi yang berkelindan dengan struktur sosial, ekonomi dan politik. Kondisi kemiskinan, letak geografis yang sulit, akses pendidikan minim, serta tidak adanya kemauan para pemangku kebijakan semakin memperburuk potret pernikahan usia anak. Namun ditengah segala kompleksitas keadaan pernikahan usia anak, ada praktek baik penghapusan pernikahan anak seperti yang di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. Pernikahan usia anak yang cukup tinggi di beberapa daerah, seperti di kecamatan Gedangsari Gunung Kidul telah membuat pemangku kebijakan bersama dengan warga bergerak membuat jejaring integritas berbasis MoU di tignkat kecamatan untuk penghapusan penikahan usia anak. Kesepakatan ini berisi kerjasama berbagai institusi, baik dari level sekolah, desa, puskesmas, aparat penegak hukum, hingga lembaga layanan perempuan di level kecamatan untuk mengakhiri penikahan usia anak. Upaya bergerak bersama ini dilakukan karena semua pihak menyepakati bahwa akar penyebab pernikahan anak tidaklah tunggal, maka menangganinya harus memberi ruang pada semua pihak untuk bergerak bersama."
360 JP 21:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Setio Pamuji
"[ABSTRAK
Kondisi human security bagi perempuan dan anak, maupun ketahanan keluarga rentan tidak terpenuhi dalam perkawinan siri. Penelitian kualitatif ini mencoba untuk mengetahui bagaimana persepsi dan bagaimana bentuk perlindungan yang diberikan negara dalam mengatasi dampak yang timbul dari perkawinan siri. Melalui wawancara mendalam yang dilakukan dengan institusi negara di bidang kependudukan, perkawinan, perlindungan perempuan dan anak, diketahui bahwa negara melarang perkawinan siri karena tidak memiliki kekuatan hukum yang membuat negara sulit untuk dapat melakukan perlindungan. Isbat nikah menjadi solusi untuk memperoleh status perkawinan yang sah, sehingga perempuan dan anak dapat memperoleh haknya sebagai anggota keluarga, sebagai warga negara, mencapai kondisi human security, dan ketahanan keluarga.

ABSTRACT
Human security for women and children, also family resilience are vulnerable not fulfilled in siri marriage. This qualitative research is trying to determine how perceptions and how a form of protection given by the state in overcoming the effects of siri marriage. Through in-depth interviews were conducted with state institutions in the field of demography, marriages, protection of women and children, it is known that the state prohibits siri marriage because it has no legal power that makes it difficult for state to be able to do the protection. Isbat nikah could to be the solution to obtain a legal marriage status, so that women and children can obtain their rights as family members, as citizens, achieving human security conditions, and achiecing the family resilience., Human security for women and children, also family resilience are vulnerable not fulfilled in siri marriage. This qualitative research is trying to determine how perceptions and how a form of protection given by the state in overcoming the effects of siri marriage. Through in-depth interviews were conducted with state institutions in the field of demography, marriages, protection of women and children, it is known that the state prohibits siri marriage because it has no legal power that makes it difficult for state to be able to do the protection. Isbat nikah could to be the solution to obtain a legal marriage status, so that women and children can obtain their rights as family members, as citizens, achieving human security conditions, and achiecing the family resilience.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggi Anitia
"Penelitian ini membahas tentang determinan yang berhubungan dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kejadian perkawinan anak di Indonesia dan hubungan antara faktor-faktor tersebut (individu, rumah tangga, dan lingkungan sosial) dengan kejadian perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia. Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) dengan analisis multivariabel regresi logistik menggunakan sumber data dari data sekunder SDKI 2017. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur berusia 15 – 24 tahun di Indonesia yang menjadi responden SDKI 2017, sedangkan sampel penelitiannya adalah seluruh wanita usia subur yang berusia 15 – 24 tahun yang sudah menikah di Indonesia dan tercakup dalam SDKI 2017 yang berjumlah 3.939 responden. Dalam penelitian ini, ditemukan hasil prevalensi perkawinan anak pada wanita muda berusia 15 – 24 tahun di Indonesia sebesar 54,9%. Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara usia (AOR= 29,72; 95% CI= 18,32 – 48,21), lokasi tempat tinggal (AOR= 1,46; 95% CI= 1,19 – 1,79), tingkat pendidikan (AOR= 3,23; 95% CI= 2,47 – 4,23), status ekonomi (AOR= 2,10; 95% CI= 1,73 – 2,56), keterpaparan informasi (AOR= 0,67; 95% CI= 0,50 – 0,89), jumlah anggota keluarga (AOR= 0,70; 95% CI= 0,58 – 0,85), dan peran perempuan dalam pengambilan keputusan menikah (AOR= 1,50; 95% CI= 1,22 – 1,84) terhadap kejadian perkawinan anak. Dapat disimpulkan, bahwa prevalensi perkawian anak masih tinggi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, dengan meningkatkan akses pendidikan (penyuluhan dan edukasi), sosialisasi dampak perkawinan anak, dan melakukan pemberdayaan masyarakat dapat menjadi solusi untuk menurunkan prevalensi perkawinan anak pada wanita muda di Indonesia.

This study discusses the determinants associated with the incidence of child marriage in young women aged 15 – 24 years to know the description of the incidence of child marriage in Indonesia and the relationship between these factors (individuals, households, and the social environment) with the incidence of child marriage. in young women aged 15-24 years in Indonesia. The study design used in this study was cross-sectional (cross-sectional) with multivariable logistic regression analysis using data sources from secondary data from the 2017 IDHS. The study population was all women of childbearing age aged 15-24 years in Indonesia who were respondents to the 2017 IDHS. while the research sample was all women of childbearing age aged 15-24 who were married in Indonesia and included in the 2017 IDHS, totaling 3,939 respondents. In this study, it was found that the prevalence of child marriage among young women aged 15-24 years in Indonesia was 54.9% (95% CI: 52.7 - 57.1). Statistical test results showed a statistically significant relationship between age (AOR= 29.72; 95% CI= 18.32 – 48.21), location of residence (AOR= 1.46; 95% CI= 1.19 – 1.79), educational level (AOR= 3.23; 95% CI= 2.47 – 4.23), economic status (AOR= 2.10; 95% CI= 1.73 – 2.56), exposure information (AOR= 0.67; 95% CI= 0.50 – 0.89), number of family members (AOR= 0.70; 95% CI= 0.58 – 0.85), and the role of women in decision making married (AOR = 1.50; 95% CI = 1.22 – 1.84) on the incidence of child marriage. It can be concluded that the prevalence of child marriage is still high and is influenced by these factors. Therefore, increasing access to education (counseling and education), socializing the impact of child marriage and applicable regulations regarding the minimum age for marriage, as well as conducting community empowerment can be solutions to reduce the prevalence of child marriage among young women in Indonesia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Caroline
"Skripsi ini membahas mengenai proses adopsi kebijakan dari Kecamatan Gedangsari yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Adopsi kebijakan dilakukan sebagai langkah pencegahan perkawinan pada usia anak di Kabupaten Gunungkidul. Sebelum disahkannya revisi UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada tahun 2019, belum ada solusi yang ditawarkan pemerintah untuk menangani angka perkawinan pada usia anak. Perkawinan anak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, tidak terkecuali di Kabupaten Gunungkidul. Di tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengesahkan sebuah Peraturan Bupati yang mengatur tentang pencegahan perkawinan pada usia anak. Melalui Peraturan Bupati tersebut, angka perkawinan anak di Kabupaten Gunungkidul dapat ditekan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah policy diffusion, mencakup pembahasan tentang mekanisme, aktor, faktor, dan institusionalisasi jender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerbitan Peraturan Bupati Pencegahan Perkawinan pada Usia Anak melalui difusi kebijakan, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah menerapkan gender-aware policy

This thesis discusses the policy adoption process from Gedangsari Subdistrict conducted by the Government of Gunungkidul Regency. Adoption of the policy was carried out as a step in completing marriages among children in Gunungkidul Regency. Before the ratification of the revision of UU No. 1 Tahun 1974 concerning Marriage in 2019, there was no solution offered by the government to reduce child marriage rates. Child marriages occur in various regions in Indonesia, including in Gunungkidul Regency. In 2015, the Government of Gunungkidul Regency passed the Regents Regulations governing disputes at the age of children. Through the Regent's Regulation, the child marriage rate in Gunungkidul Regency can be reduced. This study uses qualitative research methods, through in-depth interviews. Theory used in this research is policy diffusion, discussing about mechanisms, actors, factors, and gender institutionalization. The result of the study shows that by the Regents Regulations on the Prevention of Marriage for Early Childhood through diffusion policy, the Government of Gunungkidul Regency has implemented a gender aware policy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Indah Wahyuni
"Karya akhir ini membahas perkawinan anak perempuan yang terjadi melalui pemberian izin dispensasi perkawinan oleh hakim pengadilan agama. Pisau analisis yang digunakan dalam tulisan ini adalah feminis radikal dan juga feminist legal theory dalam kerangka interseksionalitas. Data sekunder yang digunakan adalah 40 putusan dispensasi kawin anak perempuan yang terbit pada Desember 2020. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian izin dispensasi kawin anak perempuan tersebut menggunakan penalaran patriarki dan didasarkan kepada sumber-sumber hukum maskulin yang meminggirkan pengalaman dan kepentingan anak perempuan. Pemberikan dispensasi perkawinan anak perempuan oleh Hakim Pengadilan Agama melanggengkan perkawinan anak dan ketidakadilan terhadap anak perempuan. Selain itu, dispensasi perkawinan anak perempuan merupakan ekspresi kontrol patriarki terhadap tubuh dan seksualitas anak perempuan, dan karenanya merupakan kekerasan terhadap perempuan.

This final assignment explains about child marriage among girls due to marriage dispensation. Feminist radical perspective and feminist legal theory are used as analytical tools along with intersectional framework. Secondary data for this final assignment are 40 decrees of marriage dispensation for girls issued by December 2020. The result showed that marriage dispensation for girls are granted due to patriarchal ideology to control girl’s body and sexuality. The judge’s permission about marriage dispensation perpetuates child marriage practice and girl’s inequality. Hence marriage dispensation regarded as violence against women.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Gazali Usman
Banjarmasin: Depdikbud , 1996
306.8 GAZ f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>