Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7005 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Panakawan is indeed a unique type of characters in Javanese shadow play (wayang). They are figures of the wayang theatre, the appearance of whom are usually accompanied by the laughter of the audience due to their physical uglines, their characters and their behaviours. this essay will put forth, firstly, how the panakawan have been ridiculing the nature of human being, including their own selves. Secondly, that of even the brahmanas and ksatrias, due to their being "the sons of God"."
300 RJES 19:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Darmoko
"Skripsi ini bertujuan meneliti dan membicarakan mengenai wahyu dalam Lakon Wayang Kulit Purwa melalui telaah tentang 6 unsur wahyu, yaitu: 1. pemberi wahyu; 2. penerima wahyu; 3. proses pemberian wahyu; 4. proses penerimaan wahyu; 5. wujud wahyu dan, 6. misi wahyu. Sedangkan untuk mempertajam pengertian Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa diadakan perbandingan secara sederhana dengan pengertian Wahyu Dalam Agama dan Kepercayaen Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Metode penulisan yang penulis terapkan untuk menerangkan Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa ialah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang berusaha untuk menguraikan (melukiskan) secara jelas suatu karya sastra. Sedangkan pendekatan yang penulis pergunakan i_alah pendekatan intrinsik, yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan teks karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Setelah penulis mengadakan analisis teks karya sastra, yaitu 6 lakon Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa dengan metode deskriptif dan pendekatan intrinsik, maka dalam rangka mempertajam pengertian wahyu penulis membandingkan secara sederhana antara wahyu dalam lakon wayang kulit purwa dengan wah_yu dalam agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diperbandingkan juga keenam unsur wahyu tersebut di atas. Hasil analisis (telaah) Wahyu Dalam Lakon Wayang Kulit Purwa membuktikan, bahwa wahyu mengandung konsep-_konsep Ketuhanan, konsep-konsep budaya spiritual yang selanjutnya dapat kiranya dipergunakan sebagai bahan renungan untuk menjalankan hidup di dunia nyata. Wahyu dalam lakon wayang kulit purwa yaitu anuge_rah Sang Hyang Wisese yang diberikan oleh dewa kepada ksatria utama melalui proses ujian berat, yang diterimanya dengan sarana _laku_ di tempat yang sunyi dan suci berupa sukma, ajaran maupun cahaya untuk keperluan penyempurnaan hidup/dharma, dengan mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia. Jika diperbandingkan dengan pandangan-pandangan wahyu dalam agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, wahyu dalam lakon wayang kulit purwa pada dasarny memperlihatkan suatu kesamaan, yaitu dalam keenam unsur wahyu: pemberi wahyu, penerima wahyu, proses pemberian wahyu, proses penerimaan wahyu, wujud wahyu dan mi_si wahyu. Hanya saja dalam hal pemberi wahyu dilukiskannya dengan istilah yang berlainan, namun pada hakekatnya adalah sama yaitu bahwa wahyu diberikan oleh Tuhan Yang Maha kuasa. Dalam lakon wayang kulit purwa dipakai isti_lah Sang Hyang Wisesa (dewa), dalam agama Islam dan Nasrani dipakai istilah Tuhan (Allah), dalam Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dipakai istilah Tuhan atau Allah. Kemudian dalam hal penerima wahyu pada hakekatnya adalah sama, yaitu manusia yang benar-benar dikehendaki dalam arti terpilih oleh Tuhan Yang Maha Kuasa untuk me_nyempurnakan hidup/dharma/amal. Sedangkan dalam hal pro_ses pemberian wahyu, masing-masing pandangan itu memberikan gambaran, bahwa wahyu diberikan secara langsung den tidak langsung yang disertai pula dengan ujian yang ber_asal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Selanjutnya dalam hal proses penerimaan wahyu pada hakekatnya adalah sama, ya_itu bahwa wahyu diterima aleh manusia yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan melaksanakan laku (bersamadi, bertapa, tarak brata) dan wahyu diterimanya di tempat yang sunyi dan suci (pada ruang dan waktu tertentu). Dalam hal wujud wahyu pandangan-pandangan itu melukiskannya dengan 3 macam wujud yaitu sukma, ajaran dan cahaya, yang masing-masing wujud tersebut apabila di cari hakekatnya akan sama, ialah sesuatu yang mempunyai daya lebih terhadap penerimanya dan memberikan _kekuatan_ kepadanya. Kemudian dalam hal misi wahyu masing-masing pandangan pada hakekatnya adalah sama, yaitu meningkatkan dan menyempurnakan hidup/dharma/amal, dengan mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan dunia."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Rumah Budaya Hardi, 2013
R 791.53 WAY
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
"This discuss is an effort to analyses Javanese leather puppet's philosophy of performance and symbolism as material object by focusing on the style of the Yogyakarta wayang traditions..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ribut Basuki
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
D00917
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahmawanto
"Pagelaran wayang kulit purwa merupakan salah satu produk budaya unggulan orang Jawa. Dialog yang disajikan dalam pagelaran wayang kulit purwa itu merupakan data penggunaan bahasa yang merepresentasikan budaya Jawa, termasuk di dalamnya bagaimana mewujudkan kerukunan. Pemilihan cara bertutur mempertimbangkan reaksi emosional kawan tutur agar tidak terjadi perselisihan dan kerukunan tetap terjaga. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan menemukan strategi kerukunan dalam tuturan orang Jawa pada pertunjukan wayang. Konsep kerukunan diperoleh berdasarkan prinsip rukun dan prinsip hormat yang dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno 1991 . Suasana kerukunan terbangun melalui keharmonisan, pencegahan perselisihan, dan ketenteraman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mengkaji secara mendalam tuturan orang Jawa dalam pertunjukan wayang. Melalui kajian tersebut ditemukan strategi-strategi orang Jawa untuk mewujudkan kerukunan melalui tuturannya. Hasil identifikasi jenis tindak tutur, dengan klasifikasi tindak tutur Searle 1975 menunjukkan bahwa pilihan tindak ilokusioner tuturan berperan dalam pengendalian terjadinya perselisihan dalam komunikasi. Dengan menggunakan teori kesantunan yang dikemukakan oleh Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983 penelitian ini menemukan bahwa kesantunan dalam bertutur digunakan untuk mengekspresikan nilai-nilai kerukunan orang Jawa.

Purwa shadow puppet performances is one of the superior cultural products of the Javanese people. The dialogue presented in the purwa shadow puppet performances is a data of language usage that represents Javanese culture, including how to realize harmony. Selection of the way of speech consider the emotional reaction of hearers to avoid disputes and harmony remained awake. This study aims to find a strategy of kerukunan in Javanese speech on puppet shows. The concept of kerukunan is based on the principles of kerukunan and the principle of respect by Franz Magnis Suseno 1991 . The atmosphere of harmony awakens through harmony, dispute prevention, and serenity. This research is a qualitative research that deeply examines Javanese speech in purwa puppet performances. Through the study, Javanese strategies were found to realize harmony through his speech. The result of identification of speech acts, with the classification of the speech act of Searle 1975 indicates that the choice of illocutionary acts of speech plays a role in controlling the occurrence of disputes in communication. By using the theory of politeness proposed by Brown and Levinson 1978 and Leech 1983 this study found that politeness in speech is used to express the values of kerukunan Jawa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heru S. Sudjarwo
Jakarta: Kakilangit kencana, 2010
791.53 HER r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
PATRA 11 (3-4) 2010 (1)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Retna Astuti
Yogyakarta: BPNB D.I. Yogyakarta, 2018
791.53 SRI w
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Dalam cerita wayang dikenal tokoh Bhima, unumnya sebagai
pahlawan perang dan sebagai tokoh yang mencari air kehidupan.
- Penelitian ini mengambil lakon-lakon dengan ~tokoh 'Bhima
yang berbeda dengan yang disebutkan di atas, yaitu lakon-lakon
dengan tema Bhima sebagai petani, Bhima sebagai 'penyelanat roh',
dan Bnima_kawin dengan berbagai macam amkhluk.
Permasalahan penelitian ini adalah mengapa ada lakon-lakon
yang kelihatannya bertentangan dengan watak dan sifat Bhima dalam
lakon yang`1ebih terkenal.
Tujuan penélitian ini adalah mencoba menggali, mengungkapkan
dan mencari jawab atas ketidaklazinan itu kenudian nemahami
budaya yang terkandung di dalamnya.
Hetode 'pene1itian_ yang digunakan adalah metode content
analysis dan deskriptif komparatif.-Cbntent analysis diterapkan
untuk teks lakon-lakon itu, dan metode deskriptif konparatif
dipakai untuk menbandingkan apa yang tergambar dalam teks dan apa
yang tepgambaf dalam wujud area, relief, dan prasasti. Juga
ditambah dengan in£ormasi_yang didapat nelalui pakar nayang,
dalam hal ini adalah beberapa orang dalang.
Basil sementara dari penelitian itu adalah bahwa lakon-lakon
yang kelihatannya merupakan penyimpangan itu berpangkal dari
pemikiran yang dapat dikatakan mempunyai sunber yang nendasar.
Namun karena-adanya perubahan jaman, naka sunber daaar pemikiran
itu menjadi kabur atau terselubung."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LAPEN 02 Wor t
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>