Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12237 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fajriani
"Pengurangan koloni Streptococcus mutans saliva pada anak setelah kumur larutan teh hijau 2,5%. Karies merupakan masalah dalam kedokteran gigi anak, dengan Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan penyebab karies. Larutan teh hijau dan klorheksidin efektif mengurangi jumlah koloni dari Streptococcus .mutans. Namun belum diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan efektivitas kedua bahan tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas berkumur dengan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dalam menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental semu dengan desain cross over. Jumlah sampel sebanyak 30 orang anak-anak berusia 6-12 tahun dengan indeks OHI-S kurang. Sampel saliva diambil masing-masing sebelum berkumur selama 3 detik dengan larutan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dan 15 menit dilanjutkan 30 menit setelah berkumur. Sampel saliva dibawa ke laboratorium kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 18.0 dengan uji ANOVA t-berpasangan, dan uji beda lanjut (LSD). Hasil: Uji ANOVA menunjukkan bahwa penurunan yang dihasilkan oleh masing-masing obat kumur merupakan penurunan yang signifikan. Hasil uji t-berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans yang signifikan antara klorheksidin dan larutan teh hijau pada interval waktu 15 menit dan 30 menit setelah berkumur. Simpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara klorheksidin dan larutan teh hijau terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans.

Dental caries is a problematic area in pediatric dentistry, with Streptococcus mutans as the dominant bacterial cause. Green tea solution and chlorhexidine were effective in reducing the number of Streptococcus mutans. But study about the differences of these two materials has not been done. Objective: The aim of this study was to determine differences in the effectiveness of rinsing with 0.2% chlorhexidine and 2.5% green tea solution in reducing the number of Streptococcus mutans. Methods: This study is quase experimental study with cross-over design. Thirty children aged 6-12 years with poor OHI-S index were participated. Samples of saliva were taken respectively before rinsing for 3 seconds with 0.2% chlorhexidine solution and a solution of 2.5% green tea and 15 minutes followed 30 minutes after rinsing intervention. Saliva samples were taken to the laboratory then the number of Streptococcus mutans count were evaluated. The statistical analysis were performed by SPSS version 18.0 with ANOVA, t-paired and LSD test. Results: ANOVA test result showed that the decrease generated by each mouthwash is a significant reduction. T-paired test result showed that there is no difference in the number of Streptococcus mutans colonies significantly between chlorhexidine and green tea solution at 15 minutes dan 30 minutes after rinsing. Conclusion: There is no significant difference between chlorhexidine and green tea solution in reducing the number of Streptococcus mutans.;Pengurangan koloni Streptococcus mutans saliva pada anak setelah kumur larutan teh hijau 2,5%. Karies merupakan masalah dalam kedokteran gigi anak, dengan Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan penyebab karies. Larutan teh hijau dan klorheksidin efektif mengurangi jumlah koloni dari Streptococcus .mutans. Namun belum diteliti lebih lanjut mengenai perbedaan efektivitas kedua bahan tersebut. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas berkumur dengan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dalam menurunkan jumlah koloni Streptococcus mutans. Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental semu dengan desain cross over. Jumlah sampel sebanyak 30 orang anak-anak berusia 6-12 tahun dengan indeks OHI-S kurang. Sampel saliva diambil masing-masing sebelum berkumur selama 3 detik dengan larutan klorheksidin 0,2% dan larutan teh hijau 2,5% dan 15 menit dilanjutkan 30 menit setelah berkumur. Sampel saliva dibawa ke laboratorium kemudian dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans. Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 18.0 dengan uji ANOVA t-berpasangan, dan uji beda lanjut (LSD). Hasil: Uji ANOVA menunjukkan bahwa penurunan yang dihasilkan oleh masing-masing obat kumur merupakan penurunan yang signifikan. Hasil uji t-berpasangan menunjukkan tidak terdapat perbedaan jumlah koloni Streptococcus mutans yang signifikan antara klorheksidin dan larutan teh hijau pada interval waktu 15 menit dan 30 menit setelah berkumur. Simpulan: Tidak ada perbedaan yang bermakna antara klorheksidin dan larutan teh hijau terhadap jumlah koloni Streptococcus mutans."
University of Hasanuddin, Faculty of Dentistry, Department of Pediatric Dentistry, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pocut Aya Sofya
"Masalah: Pemakaian gigi tiruan sebagian lepasan sangat erat hubungannya dengan terjadinya akumulasi plak dan depositnya, yang menjadi tempat menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri. Pada gigi tiruan sebagian, penumpukan plak paling banyak terdapat di daerah servikal yang berhadapan dengan gigi penyangga, sehingga bakteri dapat pula berkoloni pada gigi penyangga dan menyebabkan karies gigi.Oleh karena itu sangat diperlukan pembersihan gigi tiruan yang dapat mengurangi pertumbuhan bakteri khususnya bakteri Streptococcus mutans yang berhubungan dengan etiologi karies. Telah terbukti bahwa pembersihan gigi tiruan secara kimiawi yaitu dengan cara perendaman dalam larutan pembersih seperti alkalin peroksida, sodium bikarbonat dan sodium hipoklorid 0,5% lebih efektif menjangkau seluruh permukaan basis gigi tiruan dibandinngkan pembersihan secara mekanik Tujuan: Untuk mengetahui lama perendaman larutan pembersih gigi tiruan yaitu alkallin peroksida, sodium bikarbonat dam sodium hipoklorid 0,5% yang dapat mengurangi jumlah koloni S.mutans pada basis resin akrilik permukaan halus dan kasar. Metode: Penelitian dilakukan secara eksperimental laboratoris menggunakan 48 spesimen, 24 spesimen dengan permukaan halus dan 24 spesimen dengan permukaan kasar. Setelah dikontaminasi dengan bakteri S.mutans direndam dalam 3 larutan pembersih dan aquades sebagai kontrol selama 5 dan 10 menit. Selanjutnya spesimen dibiakkan pada agar darah, dimasukkan inkubator dan jumlah koloni dihitung dan dianalisa. Hasil: Dari hasil uji statistik disimpulkan bahwa larutan sodium hipoklorid 0,5% dengan lama perendaman selama 5 menit tidak berbeda bermakna dengan perendaman selama 10 menit pada spesimen resin akrilik heat-cured permukaan halus dan permukaan kasar. Sodium hipoklorid 0,5% paling efektif mengurangi bakteri S.mutans dibandingkan dengan larutan alkalin peroksida dan sodium bikarbonat Kesimpulan: Larutan sodium hipoklorid 0.5% dengan lama perendaman 5 dan 10 menit paling banyak mengurangi jumlah koloni S mutans.

Background:The usage of partial removable denture is strongly associated with accumulation of plaque and its deposits, which is an ideal place for bacterial growth. Plaque deposits in partial removable denture commonly found in cervical area adjacent to abutment tooth and caused bacterial colonization on abutment tooth which led to the occurrence of dental caries. That is why application of denture cleaning solution that will reduce bacterial growth, especially Streptococcus mutans which related to caries formation etiology, is crucial. It has been proven that chemical cleansing of denture by soaking the removable denture in chemical cleaning solution such as sodium hypochlorite 0,5% and sodium bicarbonate is more effective the area inaccessible by mechanical cleansing. Objective:To determine the effect of rinsing duration of cleaning solution, such as sodium bicarbonate and sodium hypochlorite 0,5%, to S.mutans bacterial colonies on smooth-surfaced and rough-surfaced acrylic resin plate. Method:This laboratory experiment was conducted using 48 specimens, with 24 smooth-surfaced and 24 rough-surfaced acrylic resin plates. After S.mutans contamination, the specimens were rinsed in 3 different cleaning solution and aquadest which served as control, for the duration of 5 and 10 minutes. Afterwards, the specimens were cultured in blood agar mediums and kept inside incubator for a period of time, and then colonies of S. mutans formed in the medium were counted. Results:Statistical analysis showed that the rinsing of acrylic plate in sodium hypochlorite 0,5% for 5 and 10 minutes significantly reduced S.mutans colonies compared to rinsing in alkaline peroxide and sodium bicarbonate for both the smooth and rough-surfaced specimens. Conclusion:Soaking of acrylic plate in sodium hypochlorite 0,5% for 5 and 10 minutes is the most effective way to reduce S.mutans colonies in both the smooth and rough-surfaced specimens.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T34999
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Tri Wardhani
"Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang ketika diberikan dalam jumlah yang tepat dapat memberikan manfaat bagi kesehatan host. Lactobacillus Casei merupakan salah satu contoh bakteri asam laktat yang digunakan dalam probiotik. Bakteri ini dapat mencegah adhesi dan invasi bakteri patogen, memodifikasi lingkungan usus dan memodulasi respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni S.mutans pada plak gigi anak sebelum dan setelah minum minuman probiotik di Jakarta. Subyek penelitian berusia 9-12 tahun, sebanyak 13 orang anak. Sampel penelitian berupa koloni S.mutans yang terdapat dalam plak gigi anak. Jumlah koloni diukur dengan colony forming unit. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan rerata jumlah koloni S.mutans pada hari ketiga dan ketujuh, sebelum dan setelah minum probiotik. Pada perhitungan statistik ditemukan perbedaan bermakna antara jumlah koloni S.mutans pada plak gigi anak sebelum dan setelah minum minuman probiotik.

Probiotics are live microorganisms which when administered in adequate amounts confer a health benefit on the host. Lactobacillus Casei is one example of lactic acid bacteria used in probiotics. These bacteria may prevent bacterial adhesion and invasion of pathogens, modify the intestinal environment and modulate the immune response. This research was conducted to determine the differences of total S.mutans colony on children dental plaque before and after probiotics consumption in Jakarta. Subjects aged 9-12 years, 13 children. Research sample are S.mutans on children dental plaque. Total S.mutans colony were measured using colony forming unit. The results showed a mean difference between total S.mutans colony on children dental plaque, on the third day and the seventh day, before and after probiotics consumption. From the results of statistical analysis showed significant differences between total S.mutans colony on children dental plaque before and after probiotics consumption."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31730
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gina Vanessa Achmad
"S.mutans dikatakan sebagai salah satu penyebab utama karies. Bakteri ini dinyatakan sebagai bakteri pertama yang dapat melekat dan berkoloni pada permukaan gigi dan menyebabkan plak terbentuk secara terus menerus, dan terjadinya penurunan pH plak. Probiotik adalah suatu mikroorganisme hidup yang apabila dipergunakan dalam jumlah yang cukup, memberikan manfaat kesehatan bagi host. Berdasarkan berbagai penelitian, berbagai produk probiotik dapat mempengaruhi bakteri-bakteri penyebab karies gigi, terutama S.mutans. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan jumlah koloni S.mutans dalam plak anak sebelum dan sesudah kumur minuman probiotik. Pengambilan sampel plak dilakukan terhadap 13 subyek dan dilakukan pertama kali yaitu sebelum memulai kumur minuman probiotik. Setelah itu subyek diinstruksikan untuk kumur minuman probiotik selama 7 hari dan pada saat hari ke 3 dan ke 7 kumur minuman probiotik sampel plak diambil kembali. Hasil penelitian memperlihatkan penurunan jumlah koloni S.mutans dari sebelum kumur minuman probiotik, kemudian pada hari ke 3 kumur, hingga setelah kumur minuman probiotik selama 7 hari. Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa kumur minuman probiotik selama 3 dan 7 hari dapat menurunkan jumlah koloni S.mutans dalam plak gigi anak secara bermakna dibanding dengan sebelum kumur (p = 0,001).

S.mutans is said as one of the major etiology of caries. This bactery is said to be the first bactery that sticked and colonized on the tooth surface and caused the continuity of plaque formation, also the decrease of plaque?s pH. Probiotic is living microorganisms that, if used in adequate amount, will give health benefits to the host. Based on previous researches, various products of probiotic can influence caries etiology bacterias, especially S.mutans. The aim of this study is to know the differences of S.mutans colonization total amount before and after rinsing with probiotic drink. The plaque samples were first taken from 13 subjects before starting the probiotic oral rinse. After that subjects were instructed to rinse with probiotic drink for 7 days, and then in the 3rd and 7th days of rinsing, the plaque samples were taken again. The study showed that after 7 days rinsing with probiotic drink, the total amount of S.mutans colonization was found decreasing on the 3rd day and continued to the 7th day. Statistic count showed that rinsing with probiotic drinks for 3 and 7 days can make a significant difference on the amount of S.mutans colonization than before rinsing (p = 0,001)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T31182
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Dhaniarti
"ABSTRAK
Latar Belakang: Early Childhood Caries (ECC) disebabkan oleh aktivitas
Streptococcus mutans dengan cara memetabolisme karbohidrat menjadi asam laktat.
Salah satu bakteri yang memfermentasikan asam laktat adalah Veillonella spp.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella
spp. plak lidah anak kategori risiko karies rendah dan tinggi. Metode: Kuantitas
Streptococcus mutans dan Veillonella spp. dari sampel plak lidah dikuantifikasi
menggunakan qPCR. Hasil: Kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella spp. lebih
banyak pada kategori risiko karies tinggi dibandingkan risiko karies rendah.
Kesimpulan: Kuantitas Streptococcus mutans dan Veillonella spp. pada plak lidah
anak kategori risiko karies rendah dan tinggi tidak berbeda bermakna secara statistik.

ABSTRACT
Background: Early Childhood Caries (ECC) is caused by the activity of
Streptococcus mutans by metabolize carbohydrates into lactic acid. One of the bacteria
that fermenting lactic acid is Veillonella spp. Objectives: To determine the
comparison of Streptococcus mutans and Veillonella spp. quantity in tongue plaque of
children with low-risk and high-risk caries. Methods: Quantity of Streptococcus
mutans and Veillonella spp. from tongue plaque samples were quantified using qPCR.
Results: Quantity of Streptococcus mutans and Veillonella spp. in high-risk caries is
higher than low-risk caries. Conclusion: There were no significant differences
between Streptococcus mutans and Veillonella spp. quantity in tongue plaque with
children with low-risk and high-risk caries."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Calvin
"Latar Belakang : Ekstrak kismis telah dikenal sejak dahulu dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen, karena mengandung oleanolic acid yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri rongga mulut.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek antimikroba infusum Kismis terhadap Streptococcus mutans.
Metode: Infusum Kismis dibuat dengan proses pemanasan 100oCselama 15 menit pada 50 gr kismis dalam 500ml air (konsentyrasi 10%), kemudian diopanaskan lagi sehingga larutan tersisa 50ml (konsentrasi 100%). Untuk penelitian ini dibuat infusum 80%, 60%, 40%, 30%, dan 15% sesuai dengan prosedur yang benar. Efek antimikroba masing2 infusum kismis diperiksa dengan metode dilusi sehingga diperoleh nilai KHM dan KBM serta metode difusi sehingga diperoleh nilai Zona Hambatan terhadap 6 koloni streptococcus mutans.
Hasil: Efek infusum Kismis terhadap Streptococcus mutans adalah sebagai berikut : Pada koloni 1 : zona hambatan 1,00 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml ; koloni 2 : zona hambatan 1,50 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml; koloni 3 : zona hambatan 1,00 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml; koloni 4 : zona hambatan 0,50 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml; koloni 5 : zona hambatan 1,00 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml; koloni 6 : zona hambatan 1,00 mm; KHM 30% /ml ,KBM 60% /ml;
Kesimpulan: Secara in vitro, infusum kismis dengan konsentrasi 30% bersifat bakteriostatik, sedangkan pada konsentrasi 60% bersifat bakterisid dengan rata-rata Zona hambatan 1,0625 mm.

Background : Seedless Raisins has been known that it can inhibit the growth of pathogen bactery, because it contains of oleanolic acid that can inhibit the growth of oral pathogen.
Objectives: The aim of the study is to determine the sensitivity of Infusum Raisins on mutans streptococci.
Methods: Infusum is the product of the process of steeping Raisins for extraction of its medicinal principle. The effect of infusum Raisins was examined in vitro on the inhibit the bacterial growth by determining the inhibition zone (agar diffusion method), minimum inhibition concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC). The microorganisms tested were composed 6 colony of Streptococcus mutans wild strain that taken from Oral Biology Laboratory of Faculty of Dentistry University of Indonesia, labeled as Streptococcus mutans1, Streptococcus mutans2, Streptococcus mutans3, Streptococcus mutans4,Streptococcus mutans5, Streptococcus mutans6. Data obtained was done in a descriptive method.
Results: showed that Raisins?s Infusum had effect on all of mutans of Streptococcus mutans 1 (inhibition zone 1.00 mm; MIC 30% /ml ,MBC 60% /ml); Streptococcus mutans 2 (inhibition zone 1.50 mm; MIC 30%/ml ,MBC 60%/ml); Streptococcus mutans 3 (inhibition zone 1.00 mm; MIC 30%/ml ,MBC 60%/ml); Streptococcus mutans 4 (inhibition zone 0.50 mm; MIC 30%/ml ,MBC 60%/ml); Streptococcus mutans 5 (inhibition zone 1.00 mm; MIC 30%/ml ,MBC 60%/ml), Streptococcus mutans6 (inhibition zone 1.00 mm; MIC 30/ml ,MBC 60%/ml).
Conclusion: We concluded that Raisins's Infusum has anti microbial activity against 6 colony of Streptococcus mutans in oral cavity, in vitro. Hence it may have potential anti-cariesproperty."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Himmatushohwah
"Latar belakang : S. mutans merupakan patogen utama penyebab karies. NSF diketahui memiliki sifat antibakterial.
Tujuan : Menganalisis pengaruh NSF dalam menghambat virulensi dan pembentukkan biofilm S. mutans.
Metode : Suspensi bakteri S. mutans dalam media BHI yang diperkaya sukrosa 0.2 dipaparkan NSF diinkubasi selama 20 jam. Persen inhibisi biofilm dinilai menggunakan uji crystal violet.
Hasil : Nilai KHM NSF adalah 2.66 dan nilai KBM 4.16 . NSF mampu menghambat pembentukkan biofilm S. mutans.
Kesimpulan : NSF mampu menghambat virulensi dan pembentukkan biofilm S. mutans.

Background: S. mutans are the primary pathogens that cause caries. NSF known to have antimicrobial properties.
Aim: To analyze the effect of NSF in inhibiting virulence and biofilm formation of S. mutans.
Methods: Bacterial suspension of S. mutans in BHI medium enriched 0.2 sucrose exposed with NSF incubated for 20 hours. Percent inhibition of biofilm was assessed using crystal violet test.
Result: NSF MIC value is 2.66 and MBC value is 4.16 . NSF is able to inhibit biofilm formation of S. mutans.
Conclusion: NSF is able to inhibit virulence and biofilm formation of S.mutans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina Sari Utami
"Latar Belakang: Propolis fluoride salah satu sediaan yang dapat menghambat perkembangan bakteri penyebab karies.
Tujuan: Menganalisis pengaruh propolis fluoride terhadap viabilitas biofilm S. mutans dalam berbagai fase.
Metode: Model biofilm S.mutans di inkubasi selama 4 jam fase adesi, 12 jam fase akumulasi aktif, dan 24 jam fase maturasi, kemudian dipaparkan dengan propolis fluoride 3,3 ; 6,6, 10 kelompok perlakuan, dan SDF 38 kelompok kontrol. Analisis Viabilitas biofilm S.mutans dilakukan dengan uji MTT untuk dibaca pada microplate reader.
Hasil: Pada pemaparan Propolis 3,3, persentase viabilitas biofilm S.mutans pada fase adesi 14,89 3,19; fase akumulasi aktif 24,37 7,43; dan fase maturasi 21,35 3,06. Pada pemaparan Propolis 6,6, persentase viabilitas biofilm S.mutans pada fase adesi 10,10 2,43; fase akumulasi aktif 20,88 13,17; dan fase maturasi 18,82 4,51. Pada pemaparan Propolis 10, persentase viabilitas biofilm S.mutans pada fase adesi8,04 1,59; fase akumulasi aktif 11,17 8,90; dan fase maturasi 16,75 1,83.
Kesimpulan: Propolis fluoride 10 dapat menurunkan viabilitas biofilm S.mutans pada fase adesi.

Background: Propolis fluoride in one of dosage could inhibit the growth of bacteria that cause caries.
Objective: To analyze the effect of propolis fluoride on the viability of S. mutans biofilm in various phases.
Method: S. mutans biofilm models were incubated for 4 hours adhesion phase, 12 hours active accumulation phase, and 24 hours maturation phase, then presented with propolis fluoride 3.3 6.6, 10 treatment group, and SDF 38 control group. Analysis of S. mutans biofilm viability is tested by MTT in the microplate reader.
Results: Exposure of Propolis Flouride 3.3, the percentage of S. mutans biofilm viability in the adhesion phase is 14.89 3.19 active accumulation phase is 24.37 7.43 and the maturation phase is 21.35 3.06. On exposure of Propolis Flouride 6.6, the percentage of S. mutans biofilm viability in adhesion phase is 10,10 2,43 active accumulation phase is 20.88 13.17 and the maturation phase is 18.82 4.51. On exposure of Propolis Fluoride 10, the percentage of S. mutans biofilm viability in the phase of adhesion is 8.04 1.59 active accumulation phase is 11.17 8.90 and the phase of maturation is 16.75 1.83.
Conclusion: Propolis fluoride 10 could reduced the viability of S. mutans biofilm in adhesion phase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anthony Handaya
"Latar Belakang : Jambu air Semarang (Syzygium samarangenase) atau jambu cincalo telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen, karena mengandung senyawa Tannin dan Oleanolic acid.
Tujuan: Penelitian ini untuk membuktikan daya antimikroba infusum Jambu air Semarang terhadap Streptococcus mutans.
Metode: Infusum Jambu air Semarang dibuat dengan proses pemanasan 100o C selama 15 menit terhadap 50 gram jambu air semarang dalam 500 ml air, kemudian disaring untuk mendapatkan 500 ml larutan (konsentrasi 10%), dipanaskan lagi sehingga larutan tersisa 50 ml (konsentrasi 100%), untuk penelitian ini dibuat infusum 80%, 60%, 40%, 30%, 20%, dan 15% sesuai prosedur yang benar. Efek antimikroba masing-masing konsentrasi infusum diperiksa dengan metode difusi serial dilusi sehingga diperoleh nilai KHM dan KBM serta metode difusi sehingga diperoleh nilai zona hambatan terhadap 6 koloni S.mutans.
Hasil: Terhadap ke-6 koloni S.mutans diperoleh hasil sebagai berikut: KHM : 80%/ml dan KBM tidak diketahui serta rata-rata zona hambatan 1,533 mm.
Kesimpulan: Secara in vitro, Infusum Jambu air Semarang dengan konsentrasi 80% berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri S.mutans(efek bakteriostatik).

Background : Wax apple (Syzygium samarangenase) has been known to prevent the growth of pathogen bacteria since anciety because it is contain fenol (tannin) and oleanolic acid which had been proved to prevent the growth of bacteria.
Objectives: This research are for determine the antimicroba activity of Wax apple?s infusum on Streptococcus mutans.
Methods: Wax apple?s infusum was made by the process of steeping seedless 50 gram Wax apple in 500 ml water, to see it?s medicinal properties after getting 100% concentration of solution. After that we made 80%, 60%, 40%, 30%, 20%, and 15% infusum. The antimicrobial activity of wax apple?s infusum was examined by dilution method to get the minimum inhibition concentration (MIC) and minimum bactericidal concentration (MBC), and diffusion method to get the inhibition zone to 6 colony of S.mutans. Data obtained from this research in a descriptive method.
Results: Effect of Wax apple?s infusum on Streptococcus mutans are : Streptococcus mutans type 1 inhibition zone 1,5 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown; Streptococcus mutans type 2 inhibition zone 1,5 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown; Streptococcus mutans type 3 inhibition zone 1,4 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown; Streptococcus mutans type 4 inhibition zone 1,6 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown; Streptococcus mutans type 5 inhibition zone 1,7 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown; Streptococcus mutan type 6 inhibition zone 1,5 mm; MIC 80% /ml ,MBC unknown;
Conclusion: We conclude that Wax apple?s Infusum has anti microbial activity against Mutans Streptococci, in vitro. Hence it may have potential anticariesproperty."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irfan
"ABSTRAK
Saliva merupakan zat eksokrin yang mengandung berbagai komponen, salah satunya adalah protein. Total protein dalam saliva dapat meningkat karena peningkatan aktifitas fisik, salah satu contohnya adalah aktifitas berlari. Di dalam rongga mulut, Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme kariogenik yang memiliki peran penting dalam proses terjadinya karies. Tujuan: menganalisis perbedaan profil protein saliva yang diisolasi dari subjek pelari dan nonpelari sebelum dan setelah protein tersebut diinteraksikan dengan Streptococcus mutans ATCC 25175. Metode: sampel saliva unstimulated diambil dari 3 subjek pelari dan 3 subjek nonpelari. Identifikasi berat molekul protein saliva ditetapkan dengan menggunakan teknik SDS-PAGE dan pewarnaan commasie blue, sedangkan identifikasi interaksi protein saliva dengan Streptococcus mutans ditetapkan dengan menggunakan teknik SDS-PAGE, pewarnaan commasie blue dan Qubit Protein assay. Hasil: pada subjek pelari teridentifikasi protein dengan berat molekul sebesar 140 kDa, 100 kDa, 70 kDa, 50 kDa, 25 kDa, dan 15 kDa sedangkan pada subjek nonpelari teridentifikasi protein dengan berat molekul 70 kDa, 50 kDa, 25 kDa, dan 10 kDa. Interaksi protein saliva pelari dengan metode pewarnaan comassie blue tidak memvisualisasikan pita pada agar poliakrilamid sedangkan protein saliva subjek nonpelari terlihat pita sebesar 70 kDa. Interaksi protein saliva pelari dengan Streptococcus mutans dengan menggunakan Qubit Protein assay menunjukan konsentrasi sebesar 74,2 g/mL dan sebesar 93,2 g/mL pada saliva nonpelari. Kesimpulan: terdapat perbedaan profil dan berat molekul protein saliva pada subjek pelari dan nonpelari dan interaksi protein dengan Streptococcus mutans hanya tervisualisasikan pada protein saliva yang berasal dari subjek nonpelari.

ABSTRAK
Background Saliva is an exocrine substance containing various components, one of which is protein. The amount of total proteins in saliva may increase due to physical activity, namely running. In the oral cavity, Streptococcus mutans is a cariogenic microorganism that is vital in the forming process of caries. Objective Analyze the difference in salivary proteins profiles on subjects who are runners compared to non runners before and after the proteins are interacted with Streptococcus mutans ATCC 25175. Method Samples of unstimulated saliva were taken from 3 subjects who were runners and 3 subjects who were non runners. Identification of total molecular weight in salivary proteins was done using comassie brilliant blue color staining with the SDS PAGE technique. Identification of interaction in salivary proteins with Streptococcus mutans was also done using comassie brilliant blue color staining using SDS PAGE technique and Qubit Protein assay. Results In subjects who were runners, identification of molecular weight in the salivary protein results were 140 kDa, 100 kDa, 70 kDa, 50 kDa, 25 kDa, and 15 kDa while in non runners the identification of molecular weight in the salivary protein results were 70 kDa, 50 kDa, 25 kDa, and 10 kDa. Interaction of salivary proteins in runners using comassie blue coloring did not result in visualization of band on polyacrilamide agar while in non runners a band of 70 kDa was observed on polyacrilamide agar. Interaction of salivary proteins with Streptococcus mutans using Qubit Protein assay showed a concentration of 74.2 g mL in runners and 93.2 g mL in non runners. Conclusion There is a difference of proteins profile and molecular weight in subjects who were runners and non runners and proteins interaction with Streptococcus mutans is only visualized in the salivary proteins derived from non runners subject."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>