Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
[Djokosoetono Research Center, Universitas Indonesia], 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Muhammad Hillmy Yachya Abidin
"Tesis ini membahas mengenai ketentuan sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pengadaan barang dan/ atau, dimana dalam ketentuan tersebut, BUMN diberikan keistimewaan penunjukan langsung terhadap anak perusahaan dan/ atau pihak terafiliasi sebagai penyedia barang dan/ atau jasa dilingkungan PT PLN (Persero). Ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha, PT PLN (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tunduk kepada beberapa peraturan yang menjadi pedoman dalam pengadaan barang dan jasa seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5 Tahun 1999), Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Aturan-aturan yang berlaku atas PT PLN (Persero) tersebut menimbulkan multi interpretasi terhadap PT PLN (Persero) selaku pelaku usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Prinsip dasar sistem pengadaan barang dan/ atau jasa dari perspektif hukum persaingan usaha antara lain adalah non diskriminasi. Untuk itu dibentuk beberapa regulasi berupa peraturan perundang-undangan seperti UU 5 Tahun 1999 dan Peraturan Presiden yang melarang praktek persekongkolan tender dan diskriminasi terhadap pelaku usaha. Namun demikian, terdapat peraturan yang bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yaitu Peraturan Menteri tentang Sinergi BUMN yang memberi peluang dilakukannya penunjukan langsung terhadap anak perusahannya dan/ atau pihak yang terafiliasi dengannya untuk melaksanakan pekerjaan tertentu yang dilakukan melalui pengadaan barang dan/ atau jasa. Hal ini merupakan pengingkaran terhadap prinsip-prinsip yang terkandung dalam persaingan usaha yang sehat, khususnya Pasal 22 dan Pasal 19 huruf d UU 5 Tahun 1999 yang berakibat pada tertutupnya kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk ikut mengambil bagian dalam persaingan yang terdapat dalam pengadaan barang dan/ atau jasa tersebut.

This thesis generally discuss about regulation regarding the synergy of State-Owned Enterprises in procurement, which is in that regulation, a State-Owned Enterprises is given extraordinary to do direct appointment of the subsidiary company and/ or affiliation party of PT PLN (Persero) as provider goods and/ or services of PT PLN (Persero). According to perspective of competition law, PT PLN (Persero) as Indonesian State Owned Enterprise comply to several regulations as its guideline to run in goods and services procurement such as Act Number 5 of 1999 concerning the Prohibition Against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Act 5 of 1999), Act Number 19 of 2003 concerning State-Owned Entities Enterprises and Act Number 40 of 2007 concerning Limited Liability Company. Regulations that bind toward PT PLN (Persero) has create multi interpretation of PT PLN (Persero) as an actor in national economy. The research method that used in this thesis is Legal Normative that refers to the legal norms found in laws and regulations. The basic principles of procurement from the competition law perspective among others is nondiscrimination. For that purpose, some regulations were established such as Act 5 of 1999 and Presidential Regulation regarding bid rigging and non-discrimination prohibition of actor in national economy. However, there is ministerial regulation regarding the synergy of State-Owned Enterprises that contravene with fair competition principles that enable to appoint its subsidiary of a State-Owned Enterprises and/ or affiliation party directly without bidding to execute specific work through procurement. Such practice is violation article 22 and article 19 d of Act 5 of 1999 which create barriers to other company to compete in the procurement goods and services.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44566
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bastianon
"Di bidang pengadaan barang dan jasa untuk publik diperkirakan kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hampir mencapai Rp 100 triliun. Pembocoran itu dilakukan melalui menggeiembungkan harga barang dan dengan cara menambahkan volume barang yang akan dibelanjakan. Mekanisme pengadaan barang dan jasa hampir sebagian besar dilakukan dengan cara penunjukan langsung dan tidak terbuka kepada publik. Semua hal itu bisa terjadi karena mekanisme aturan dan sanksi hokum terhadap penyalahgunaan anggaran, terutama dalam pengadaan barang dan jasa, masih lemah. Kajian Indonesia Procurement Watch bersama Bank Dunia mengemukakan, kebocoran APBN dari sektor pengadaan barang dan jasa untuk publik sebesar 30 - 50 persen. Padahal, hampir setengah biaya APBN digunakan untuk pengadaan barang dan jasa.
Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien. Selain itu, banyak proyek pemerintah yang masa pakainya hanya mencapai 30 - 40 persen dari seharusnya. Selama ini, pengadaan barang dan jasa hanya diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000, yang diperbarui dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Di dalam Keputusan Presiden itu antara lain dinyatakan bahwa pelaksanaan dan pengadaan barang dan jasa untuk publik oleh pemerintah yang nilainya di atas Rp 100 juta harus ditenderkan. Selain itu, pengadaan barang dan jasanya harus dari Indonesia.
Dalam konteks permasaiahan ini, Komaruddin Hidayat, Ketua Umum Indonesia Procurement Watch mengemukakan bahwa kenyataannya, hampir sebagian besar mekanisme pengadaan barang dan jasa dilakukan dengan penunjukan langsung yang sangat berbau kolusi, korupsi, dan nepotisme. Anggarannya pun di mark-up dan volume barangnya sering ditambah-tambahkan. Parahnya lagi, sanksi yang dijatuhkan kepada pejabat yang melakukan penyimpangan itu hanya berupa sanksi administratif, tanpa ada sanksi hukum pidananya. Hal ini merupakan kelemahan fundamental karena pengadaan barang dan jasa pemerintah yang menelan lebih dari 40 persen APBN setiap tahunnya hanya diatur oleh aturan setingkat Keppres."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sita Yuliani
"Penelitian ini bersifat Preskriptif, menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan sebagai sumber datanya. Sampai saat ini, laporan mengenai persekongkolan tender masih mendominasi laporan yang masuk ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Tahun 2007, sebanyak 75% laporan merupakan dugaan persekongkolan dalam tender sehingga berimbas juga terhadap perkara yang ditangani oleh KPPU. Persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut hanya mengatur mengenai persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender. Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana kalau persekongkolan tersebut dilakukan dalam suatu pelelangan barang/jasa. KPPU sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan UU No. 5 Tahun 1999 kemudian menyusun pedoman dan atau publikasi sebagaimana disebutkan dalam tugas Komisi di Pasal 35 huruf f UU No. 5 Tahun 1999. Dalam pedoman Pasal 22 tersebut dijelaskan bahwa cakupan tender meliputi tawaran harga untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan atau jasa, membeli suatu barang dan atau jasa, dan menjual suatu barang dan atau jasa. Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender terbatas, pelelangan umum, dan pelelangan terbatas. Dengan demikian, persekongkolan dalam pelelangan barang/jasa termasuk dalam yurisdiksi Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menggunakan pendekatan rule of reason sehingga membutuhkan analisa mengenai dampak persaingannya. Pasal tersebut terdiri dari 5 unsur yaitu unsur pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender, dan unsur mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dalam membuktikan terjadi atau tidak terjadinya persekongkolan maka KPPU harus melakukan pemenuhan semua unsur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tersebut.

The characteristic of this study is Prescriptive; using the normative juridicai and law comparison research method with secondary data that obtained from the library research as the main source. Until now, the report conceming tender conspiracy still dominates the reports that enter the Supervisory Commission for Business Competition (KPPU). In year 2007, 75% reports are tender conspiracy assumptions that then have an impact on the case handled by KPPU. Tender conspiracy ruled in Article 22 Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. That Article only ruled concerning the conspiracy to arrange or determine the tender winner. The later emerge matter are how if the conspiracy occurred on a goods/services tender. KPPU as an institution formed to execute the Law Number 5 Year 1999 then arrange guidance and or publication as mentioned in the Commission duty in Article 35 letter f Law Number 5 Year 1999. In the Article 22 guidance explained that tender scope includes price bids to do the entire jobs or execute a job, provide goods and or Services, buy goods and or Services, and sell a goods and or Services. According to the definition, the basic implementation scope of the Article 22 Law Number 5 Year 1999 is tender or bids to propose price that can be done through open tender, limited tender, public bids, and limited bids. Thus, conspiracy tender in goods/services tender include in the juridicai of article 22 Law Number 5 Year 1999. Article 22 Law Number 5 Year 1999 used the rule of reason approach, which needs analysis on the competition impact. That article consists of 5 (five) elements which are business subject element, conspiracy element, other parties’ element, arrange and or determine the tender winner element, and the result in unfair business competition element. To authenticates whether a conspiracy does occur or not, then KPPU must fulfill all the elements in the Article 22 Law Number 5 Year 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizal Rustam
"Tesis ini membahas mengenai pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah dengan metode penunjukan langsung, untuk mengetahui landasan teori dan tujuan pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah serta proses pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah melalui metode penunjukan langsung serta dampak penunjukan langsung terhadap persaingan usaha. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang berbasis atau mengacu pada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat preskriptif yang artinya penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah didasarkan pada teori tujuan negara sejahtera (welfare state). Suatu pandangan dimana kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945 Alinea ke IV. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah dalam menjalankan aktivitas negara memerlukan infrastruktur penunjang dalam bentuk barang dan/atau jasa oleh karena itu Pemerintah melakukan pengadaan barang dan/atau jasa. Metode penunjukan langsung pengadaan barang/jasa dilakukan dengan mengundang satu penyedia barang/jasa untuk memasukkan proposal penawaran, tanpa pengumuman informasi pengadaan dan juga tanpa adanya seleksi penyedia barang/jasa. Tidak ada persaingan dan tidak ada penentuan atau penunjukan pemenang. Pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah dengan metode penunjukan langsung berpotensi melanggar Prinsipprinsip persaingan usaha yang sehat dan melanggar Pasal 19 huruf a dan huruf d (perilaku menghambat dan praktek diskriminasi), dan Pasal 22 (larangan persekongkolan tender) UU No. 5/1999.
Pengadaan barang/jasa pemerintah dengan metode penunjukan langsung diperlukan pengawasan dari pihak internal dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam bentuk pelaporan setiap kegiatan pengadaan barang/jasa melalui penunjukan langsung. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya potensi kerugian negara yang bisa saja terjadi dengan adanya persekongkolan penunjukan langsung, bukan hanya dengan persekongkolan tender. Dengan kata lain pemerintah pun harus tunduk pada prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat untuk menciptakan kondisi pasar yang kondusif dan sehat.

This thesis discusses the procurement of goods and/or services to the government's direct appointment method, to determine the theoretical basis and purpose of procurement of goods and/or services and government procurement of goods and/or services of the government through direct appointment method and the effects of direct appointment of competition. The research method used in this study is a normative legal research is research-based law or refer to the rules or norms of law contained in the legislation are prescriptive, which means study aimed to get suggestions on what which must be done to overcome these problems.
Procurement of goods and/or services based on the theory of government welfare state goals (welfare state). An overview of where the welfare of society becomes purpose of the establishment of the Republic of Indonesia based on the 1945 opening paragraph IV. To achieve this goal, the government in carrying out the activity states require supporting infrastructure in the form of goods and/or services therefore the Government procurement of goods and/or services. Direct appointment method of procurement of goods/services performed by inviting the providers of goods/services to include the bid proposal, without the announcement of procurement information and also without the selection of providers of goods/services. There is no competition and no determination or designation of a winner. Procurement of goods and/or services to the government's direct appointment method could potentially violate the principles of fair competition and violates Article 19 letters a and d (inhibit behavior and practice of discrimination) and Article 22 (prohibition of bid rigging) Law 5/1999.
Procurement of goods/services of government by the method of direct appointment necessary oversight of internal parties in this case the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) in the form of reporting any activity procurement of goods/services through direct appointment. This is done to avoid any potential losses that could occur by direct appointment conspiracy, not only with bid rigging. In other words, the government must also be subject to the principles of fair competition to create the conditions conducive and healthy market."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43010
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oshie Bimantara
"Skripsi ini membahas tentang larangan penguasaan pasar dan persekongkolan berdasarkan Undang-Udang Nomor 5 Tahun 1999 dalam kasus importasi bawang putih. Bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yaitu penguasaan pasar secara tidak adil dan persekongkolan diduga terjadi pada kasus Importasi Bawang Putih di Indonesia untuk Periode Bulan November 2012 sampai dengan Februari 2013 yang mengakibatkan terjadinya kelangkaan bawang putih dan harga yang sangat melonjak. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah selesai melakukan pemeriksaan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 11, Pasal 19 huruf c, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terkait Importasi Bawang Putih. Skripsi ini menjelaskan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku usaha dan keterlibatan pemerintah pada kasus importasi bawang putih terkait Putusan KPPU Nomor 05/KPPU-I/2013 tidak dikecualikan dalam ketentuan Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta pertimbangan KPPU mengenai adanya pelanggaran Pasal 19 huruf c tentang Penguasaan Pasar dan Pasal 24 tentang Persekongkolan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sesuai dengan perspektif Hukum Persaingan Usaha tidak bisa menjadikan institusi pemerintah sebagai terlapor.

This undergraduate thesis explains about the prohibition of market control and conspiracy by Law Number 5 Year 1999 on The Prohibition of Monopoly Practices and Unfair Business Competition in the case of garlic importation (Case Study: KPPU Decision on Case No. 05 / KPPU-I / 2013). This research is conducted by way of normative legal research. This thesis tries to elaborate the kind of action that could lead to monopolistic practices and unfair business competition in form of unfair market control and conspiracy which has occurred in the case of importation of garlic in Indonesia for the period of November 2012 to February 2013 which had resulted in a scarcity and the soaring price of garlic. The analysis explains that the issue of the violations conducted by business actors and government involvement in the case of importation of garlic related to the KPPU Decision No. 05 / KPPU-I / 2013 could not be exempted in Article 50 letter a of Law No. 5 Year 1999. Moreover, regarding KPPU considerations on the violations of Article 19 letter c of Market Control and Article 24 of Conspiracy in Act No. 5 Year 1999 should not draw any Government institution as a Reported subject in accordance with the Competition Law perspective."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2004
S22981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vyati Kartika Sari
"Tesis ini membahas mengenai penunjukan langsung pada PT Perkebunan Nusantara X (Persero) selaku salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk pengadaan barang dan jasa, penunjukan langsung memiliki potensi terjadinya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat apabila tidak mematuhi aturan yang berlaku. Bentuk pelanggaran yang dapat terjadi akibat penunjukkan langsung tersebut adalah terjadinya persekongkolan maupun diskriminasi terhadap pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan tertutupnya kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk ikut mengambil bagian dalam persaingan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) selaku BUMN adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal ini mengakibatkan PT Perkebunan Nusantara X (Persero) tunduk kepada beberapa peraturan yang menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan usahanya termasuk dalam pengadaan barang dan jasa. Aturan-aturan yang berlaku atas PT Perkebunan Nusantara X (Persero) tersebut sarat multitafsir terhadap PT Perkebunan Nusantara X (Persero) selaku pelaku usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian sehubungan dengan aturan-aturan yang berlaku atas PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dalam pengadaan barang dan jasanya ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif meliputi Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan-peraturan lainnya seperti peraturan Kementrian BUMN, pedoman-pedoman dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha maupun aturan-aturan internal Pertamina.

Provisions of procurement goods and services in State-Owned Enterprises are not subject to the rules of government procurement, which every State-Owned Enterprises has granted its freedom and authority to make its own procurement procedures of business activities depend on the needs and conditions of each company. The procurement principles of State-Owned Enterprises stipulated in the Regulation of the Minister of State-Owned Enterprises Number PER-05/MBU/2008 Juncto Number PER-15/MBU/2012 on General Procedures Of Procurement Goods And Services At State-Owned Enterprise. The principles are efficient, effective, transparent, fair and reasonable, and accountable. Procedures of the procurement as formed by the Decision of the Board of Director from each State-Owned Enterprises has the risks of criminal and corruption acts, and should not violate any principles of the fair competition regulation based on Law Number 5 Year 1999 on Anti Monopoly Practice And Unfair Business Competition. Process and implementation of the Procedures of Procurement can affect to the business performance of state-owned enterprises, especially a profit oriented state-owned enterprises (Persero), example in PT Perkebunan Nusantara XII (Persero). Procurement rules which are too complicated often cause a lot of problems in implementation and make inefficient and effective procurement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>