Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60109 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Kelentangan is a kind of music used in a sequence of Belian Sentiu ceremony, one of healing rites of Dayak Benuaq Society led by the pemeliatn. The ceremony can be held when Kelentangan does also come. Kelentangan itself has two meanings, as an instrument or as an ensemble. The performance of Kelentangan in Belian Sentiu ceremony is a representation of the myth about belief toward ghosts and the Dayak Benuaq ancestor?s spirits. The performance of Kelentangan has a very important role in the healing procession or also known as ngawat. All of Kelentangan performances in the Belian Sentiu ceremony are meaningful and contain symbolical meanings in it. They functioned normatively as social adjustment in Dayak Benuaq of Tanjung Isuy, in individual and environmental, and spiritual relationships. The later concerned with ghosts and the ancestors? spirits."
JKSUGM 1:1 (2014) (2)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Murni
"Pengobatan beiiatnt sentiyu merupakan pengobatan alternatif dari sejumlah pengobatan yang dikenal oleh orang Dayak Benuaq. Pengobatan ini dilandasi oleh pengetahuan orang dayak Benuaq mengenai konsep sakit - sehat, penyebab dan klasifikasi penyakit. konsep betiatnt sentiyu, proses dan pelaku yang terlibat dalam pengobatan serta faktor predisposisi sehingga pengobatan ini masih dipraktekkan.
Penelitian yang mengambil lokasi di Desa Tanjung Isuy, Kecamatan Jempang, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur dilakukan pada 25 Oktober - 4 November 1999. Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengamatan, pengamatan terlibat, dan wawancara mendaiam. Penyakit yang diderita oleh seseorang bagi orang Dayak Benuaq adalah akibat perilaku individu tersebut dalam menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Penciptanya, manusia dengan alam lingkungan sekitar tempat tinggalnya, atau hubungan antara manusia dengan sesamanya. Ketidakharmonisan hubungan akan menyebabkan penyakit di derita oleh seseorang atau sekelompok orang. Oleh sebab itu, pelt' dilakukan pengobatan beliatnt sentiyu sebagai upaya penyembuhan penyakit tersebut Penyakit (illness) oleh orang Dayak Benuaq dibagi dalam dua klasifikasi yakni penyakit berat (rotate tahapt) dan penyakit ringan. (rotatn ele).
Konsep pengobatan beliatnt sentiyu berawal dari kerasukan (sentiyu = kerasukan) mengenal sejumlah pelaku yakni : pemeliatnt (penyembuh tradisional), rotatn ("pasien"), penu'ung (pemusik), dan pengugu/pengegugu garu (orang yang membantu pemeliatnt menyiapkan segala perlengkapan upacara). Pengobatan beliatnt sentiyu erat terkait dengan sistem religi asli orang Dayak Benuaq.
Tahapan dalam proses pengobatan beliatnt sentiyu diawali dengan pemeriksaan terhadap rotant oleh pemeliatnt dengan cara : (i) kakaap (meraba tubuh rotatn yang dirasakan sakit); (ii) nyegook (mengisap bagian kepala rotatn); (iii) nyentaau ("mendiagnosa" dengan menggunakan Jilin di dalam mangkuk untuk mengetahui penyakit rotatn); (iv) tafsir mimpi (menanyakan mimpi yang pernah dialami oleh rotatn atau keluarganya); (v) ngentaas (memanggil roh kelelungan para pengentaas ); (vi) melihat hati dan limpa babi. Ramuan-ramuan tumbuhan dan hewan digunakan bersamaan atau terpisah dari pengobatan beliatnt sentiyu.
Pelaksanaan pengobatan beliatnt sentiyu dapat dilakukan pada pagi, slang, sore, maupun malam hari, balk di lou (rumah panjang) maupun di rumah rotatn. Lamanya waktu pengobatan tergantung pads tingkat keparahan suatu penyakit. Demikian pula, jumlah pemeliatnt yang terlibat dalam sebuah pengobatan beliatnt sentiyu. Biaya yang dikeluarkan untuk suatu penyelenggaraan pengobatan beliatnt sentiyu tergantung pada ringan atau beratnya penyakit den lamanya proses pengobatan.
Beliatnt sentiyu merupakan fakta pengobatan tradisional yang masih dipraktekkan oleh orang Dayak Benuaq dengan segala segi positif mauptm negatifnya. Penelitian laboratorium terhadap sejumlah ramuan tumbuhan dan hewan yang digunakan dalam pengobatan nil perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui manfaat atau bahayanya bagi kesehatan. Kerjasama lintas sektoral antara Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial, Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, dan Departemen Pendidikan Nasional perlu diupayakan agar pengobatan beliatnt sentiyu dapat dikembangkan sebagai aset pariwisata dengan retail melakukan pembinaan guna meningkatkan derajat kesehatan pada Orang Dayak Benuaq.

Beliatnt Sentiyu : Alternative Medicine of the Dayak Benuaq People (A Study of the Dayak Benuaq People at Tanjung Isuy village, Jempang Subdistrict, West Kutai District, East Kalimantan 1999)
One of the healing systems among the Dayak Benuaq is beliatnt sentiyu. Concepts of illness and health, the classification of disease and their causes, the actors involved in the healing process and predisposition factors are elements of this healing system.
The study was carried out at Tanjung Isuy village, Jempang subdistrict, East Kalimantan from 25 OCtober to 4 November 1999. Participant observation and in-depth interviews were used as data collection method.
An illness is perceived as a result of a person's behavior in maintaining a hatsnonious relationship between said person and his/her's creator, the natural environment ar his/her fellow man. An inharmonious relationship will cause one or a group of people to suffer illness. Among the Dayak Benuaq, illness is divided into `severe' illness (rotatn tahapt) and `light' illness (rotatn ele).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T4611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neni Puji Nur Rahmawati
Yogyakarta: Kepel Pess, 2017
394.4 NEN u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
"ABSTRAK
Kebudayaan masyarakat mclahirkan suatu kepercayaan tertentu. Kepercayaan itu melahirkan pula berbagai bentuk upacara ritual yang bercampur dengan adat sebagai manifestasi dari pengakuan mereka terhadap adanya suatu kekuatan di luar diri mereka.
Dalam masyarakat tradisional, seringkali ungkapan pengakuan terhadap apa yang disebut "Tuhan" diejawantahkan dalam bentuk kesenian. Dalam masyarakat tradisi kesenian dan kepercayaan belum punya dinding pembatas.
Masyarakat Dayak Benuaq--sebuah subsuku Dayak di pedalaman Kalimantan Timur--memiliki tradisi kesenian yang memiliki nilai estetika tinggi. Daerah-daerah di sekitar Danau Jempang merupakan wilayah tempat bermukim suku Benuaq.
Salah satu bentuk kesenian mayarakat Benuaq adalah Upcara kwangkay. Upacara ini hanya diamalkan oleh masyarakat Benuaq saja. KW8Dg*UJ' adalah upacara adat bernuansa sakral yang berkaitan dengau kematian: Tvjuan upacara ini adalah untuk menghormati dan membahagiakan para roh dari anggota keluarga dan leluhur yang sudah mati. Upacara kwangkay diselenggarakan selama 37 hari. Kampung tempat upacara berlangsung menjadi ramai: di samping upacara pokok, ada sabung ayam (sauqng), judi tongkok, dan pasar malam. Penduduk dari desa tetangga berdatangan ke desa tcrsebut.
Para penyentangih dan penuing adalah orang yang menegang pcranan dalam upacara kwangkay: penyentangih adalah penyair lisan yang mendendangkan teks lisan (memang) selama. upacara berlangsung. Hakekat teks lisan itu adalah semacam komunikasi antara para arwah si mati dengan anggota keluarga yang masih hidup. Jadi, suatu saat seorang penyentangih mengidentifikasikan diri sebagai arwah si mati, pada saat lain ia mengidentifikasikan diri sehagai salah seorang anggota keluarga yang masih hidup. Teks memang didendangkan dengan
bererapa lagu, yaitu lagu Sentangih, lngv Akai, Iagu Hara, dan lagu Aloi.
Penuing adalah penbantu penyentangih yang meningkahi dendangan penyentangih pada akhir setiap kouplet. Para penuing ada yang akhirnya menjadi penyentangih. Tapi tidak selalu seorang penuing berminat menjadi penyentangih.
Para penyentangih adalah jenbutan konunikasi antara orang yang sudah mati dengan yang masih hidup. Peran penting yang dimainkan oleh penyentangih adalah mereka memegang posisi maha penting dalam proses pengawetan ilmu dan nilai-nilai budaya yang herlaku dalam masyarakatnya. Mereka adalah ensiklopedi hidup bagi masyarakatnya. Teks memang dalam upacara Kwangkay (yang hanya bisa didendangkan oleh para penyentangih) adalah sebuah wadah besar yang di dalamnya terkandung kumpulan adat kebiasaan, konvensi, peraturan, undang-undang, nilai-nilai moral dan etika yang terpilih yang berlaku dalam masyarakat Benuaq. Di dalam teks memang termuat seluruh sistem nomoi dan ethea--seluruh sistem pengetahuan--yang berlaku dalam masyarakat Benuaq, yang secara turun tenurun diamankan, diawetkan, dan diteruskan oleh golongan penyentangih ke generasi Benuaq berikutnya.
Penyentangih ibarat sebuah buku tebal dalam masyarakat tradisi tulisanz teks lisan yang ada dalam kepala para penyentangih merupakan informasi tentang perjalanan budaya masyarakat Dayak Benuaq. Hal yang sangat mendesak adalah memindahkan teks lisan yang ada dalam repertoar para penyentangih ke dalam tulisan. Kalau pekerjaan ini terlambat dilakukan, maka "buku tebal" milik masyarakat Benuaq yang penuh informasi itu akan musnah dari permukaan bumi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentius Dyson P.
"Dari hasil penelitian kami mengenai sistim gotong ro_yong tolong menolong di desa Juhan Asa, maka dapat kami ta_rik kesimpulan bahwa dari tujuh jenis tolong menolong yang ditemukan di Jawa oleh Koentjaraningrat (1961 : 29) hanya ada lima jenis saja tolong menolong yang berlaku di desa ,tersebut, yaitu : a. gotong royong tolong menolong dalam peristiwa }cematian dan bencana lain seperti sakit parah atau rumah terbakar, b. gotong royong tolong menolong yang ne1ibat semua penduduk desa untuk mengerjakan proyek yang tegunaanny a dirasakan oleh semua penduduk desa, c. gotong ,royong tolong menolong dalam upacara dan pesta, d. gotong 'royong tolong menolong dalam kegiatan sekitar rumah tang-!a, dan e. gotong royong tolong menolong dalam kegiatan pertanian."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1979
S12087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shutaro Hongo
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kecendurungan alih fungsi sejarah lahan adat dari tahun 1930-2007 dan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan luas, manfaat, resiko atau kendala terhadap masyarakat di Kampung Barong Tongkok Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur.
Metode penelitian dilakukan dengan menyusuri sejarah dari literatur yang tersedia, melakukan wawancara langsung kepada tokoh-tokoh adat, tokoh formal pemerintahan, tokoh masyarakat lainnya dengan memanfaatkan kuesioner sebagai pemandu wawancara jumpa responden.
Tipe reponden bagi ke dalam responden kunci, responden kasus dan responden spontan. Untuk mengetahui luas lahan adat dan posisi geografis dilakukan pendataan melalui alat Global Position System (GPS), kemudian dianalisis dengan program komputer sistem arcview dan sistem surfer.
Catatan penting hasil penelitian bahwa pada tahun 1930 luas Kampung Barong Tongkok 5243 Ha, yang mempunyai luas lahan adat Maleo 544,5 Ha dan tenam 329,5 Ha dan sisanya merupakan hutan yang dapat dimanfaatkan sebagai perladangan warga suku Dayak Tonyooi. Masa kolonial Belanda (1930-1941), pembangunan fasilitas umum yaitu sekolah dasar dibangun oleh kolonial Belanda, dan mengembangkan sistem perdagangan hasil hutan non-kayu untuk menambah pendapatan uang tunai, sebab pendapatan dari hasil pertanian hanya dapat dimanfaatkan kebutuhan sendiri (subsistens), kebijakan pemerintah Belanda membawa dampak peningkatan penduduk di Barong Tongkok dan para pedagang dari luar Kalimantan bermukim di Melak, karena dibangunnya jalan transportasi dari Melak ke Barong Tongkok. Kebijakan itu berpengaruh terhadap pembukaan lahan hutan untuk ladang 1% pertahun.
Pada masa pra kemerdekaan (1945-1950) terjadi peperangan antara tentara Jepang dan sekutu (Australia) menyerang Barong Tongkok sehingga menghancurkan lamin/rumah panjang. Kehancuran lamin menyebabkan awal berkurangnya komunikasi hukum-hukum adat karena mereka membangun rumah tunggal. Masa pembangunan di Kalimantan Timur (1960-2000) Kehadiran transmigran (1964) sebagai sekarelawan bertujuan untuk membantu keamanan konfrontasi dengan Malaysia dan penyediaan tenaga kerja pengembangan pembangunan pertanian, namun mempunyai dampak kecemburuan tentang pemberian hak pemilikan lahan pertanian bersertifikat, ini memicu orang dayak ingin mempunyai lahan bersertifikat dan pada suatu saat dapat dijual.
Pada tahun 1975 kehadiran Hak Pengusahaan Hutan (HPH) mempunyai dampak positif dan negatif. Terutama penyediaan tenaga kerja, pembukaan isolasi peningkatan, permintaan kebutuhan pangan namun dampak negatif adalah berkurangnya pendapatan dari hasil hutan dan penurunnya kualitas lahan pertanian karena terbatasnya lahan usaha ladang, pada masa itu mengurangi luas hutan primer untuk lahan hutan 7,5% pertahun. Pada tahun 1982 ? 1995 pemerintah membangun proyek perkebunan karet utuk mengatasi ekstensifikasi perladangan namun proyek ini tidak dapat mengatasi peningkatan pendapatan.
Pada masa reformasi dan otonomi daerah (2001-2007) pembangunan fasilitas perkantoran pemerintah, rumah sakit, jalan, kantor kepolisian, kantor pengadilan dan kejaksaan serta peningkatan jumlah penduduk dari akibat terbukanya fasilitas jalan raya provinsi yang menghubungkan Samarinda-Kutai Barat, di masa era reformasi menurunkan luas lahan primer 19% petahun untuk perladangan. Di masa itu pula, komunikasi bisnis makin berkembang peluang penjualan lahan adat secara sadar dan seksama disepakati dapat dijual sehingga dari tahun 2000 - 2007 terjual luas lahan 270 Ha yang dapat memenuhi kebutuhan hidup 3000 jiwa dengan pendapatan uang tunai 4,2 juta rupiah/tahun/jiwa, pemasukan dana segar kepada lembaga adat dan kepala kampung masing-masing sekitar 135 juta rupiah/tahun serta pemerintah kabupaten dan kecamatan 405 juta rupiah/tahun.
Faktor penyebab penurunan luas lahan adat adalah (1) ekonomi rakyat semakin menurun sehingga memaksa untuk menjual tanah ulayat yang menjadi tanah pribadi. (2) Kebutuhan pembangunan fasilitas publik yang harus dibangun tanah ulayat sehingga menurunkan luas lahan adat. (3) Pesatnya jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan daya dukung lahan produktifitas hasil pertanian, sehingga masyarakat menjual sebagian tanah. (4) rusaknya ekosistem sumber daya hutan akibat dari eksploitasi hutan yang tidak berbadasarkan kaidah ilmiah, yang berakibat timbulnya kebakaran sehingga berdampak kurangnya pendapatan dari hasil hutan. Sulit memperoleh hasil buruan protein hewani, madu, rotan kulitkulit binatang, obat-obatan baik fauna dan flora.
Dampak positif lainnya pembangunan fasilitas publik pendidikan menjadi meningkat, pelayanan kesehatan tersedia baik, transportasi perdagangan lancar, komunikasi masyarakat lebih baik dan lancar, pengetahuan dan informasi nasional serta internasional dapat diketahui oleh seluruh masyarakat.

The purpose research is to know the historical function exchanges of the ethnic land in the year 1930-2007 and the factors caused in wide reducing, usage, risk or problem to the people in Barong Tongkok village, Kutai Barat sub district, East Kalimantan province.
The research method was conducted by the present literature study, direct interviewing to the top of ethnic, government officials, other people using questionnaire as the interviewing direction to the volunteer.
The volunteer types were divided by the central volunteer, cases volunteer and spontaneous volunteer. It used data information Global Position System (GPS) to know the ethnic land wide and the geographic position, and then analyzed by the system computer arc view and surfer system programs.
The research result of important evidence was in the year 1930 the wide of Barong Tongkok village has 5243 ha, where the land Maleo ethnic has 544.5 ha, Tenam has 329.5 ha and the other was the forest which use area as the people plantation Dayak Tonyooi ethnic. In the Netherlands colonialism era (1930-1941), the social facility was developed by Netherlands colonialism, and it developed the non timber forest products trade system to add the income money cash because the income of agriculture products was only use to the demand itself (subsistent). The Netherlands government policy made impact to the people income in Barong Tongkok and the outside Kalimantan seller who live in Melak because the street transportation development from Melak to Barong Tongkok. The policy give impact to the forest land opening for plantation 1% every year.
In the pre freedom era (1945-1950) was happened the war between Japan and United (Australia) attacked to Barong Tongkok which caused the lamin/long house destroying. The lamin destroying caused to early reducing of the custom laws communication because they built single home. In the East Kalimantan development (1960-2000), the transmigrates presence (1964) as volunteer was purposed to help the confrontation safety with Malaysia and to supply the workers of agriculture development, but it has suspicious impact about the giving of the property right agriculture land with certificate which caused the Dayak people want to have the land?s certification which can be sold sometimes.
In the year 1975, the presence of the Right of Forest Effort has positive and negative impacts, such as the workers supplying, the increasing of isolation opening and the demand on need food but the negative impact was reducing income from forest products and decreasing of the agriculture land quality caused the limitation land of plantation effort, then in that time which caused the wide of primary forest for plantation 7.5% every year. In the year 1982-1995, the government built the plantation rubber project to solve the plantation ekstensification, but this project can?t solve the increasing income.
In the reformation and district autonomy (2001-2007) the development government office facility, hospital, street, police office, judgment and prosecutor office, and increasing of people amount which caused from the opening of province railways facility which connect Samarinda-Kutai Barat, was decrease the wide of primary forest 19% every year for plantation. In that time, the business communication grows more than before; the custom land selling opportunity consciously and clearly was agreed and can be sold, so that in the year 2000-2007 was sold the land 270 ha in wide, which can fulfill the life goods 3000 people by cash money income 4.2 billion rupiahs/year/person, the fresh money income to the custom council and each the head village 135 billion rupiahs/year, and the sub district government and district 405 billion rupiahs/year.
The caused factor of the wide custom land decreasing were (1) the people economics will decrease, so it push the society to sell the custom land be private land. (2) The development goods of public facility must be built the custom land so it decreases of the custom land. (3) The imbalance between the growing total amounts of people with the land supporting effort for agriculture productivity, so the people sell their land. (4) The ecosystem damage of forest effort source caused from the forest exploitation which didn't based on the scientific toolkit, that cause to burning then it impact to decrease income from forest product. It's difficult to get the meat from hunting animal, honey, rattan, animal skin, medicine, flora and fauna.
The other positive impact were the development of education public facility being increased, the health service?s good, the trade transportation?s fluent, the people communication?s good and fluent, the knowing national and international information can be know by all of the people."
2009
T26017
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Endah Herawati Suprianto
"Karya sastra merupakan cermin dari masyarakat yang mewakilinya. Oleh karena itu, lewat sebuah karya sastra seseorang bisa mengeta4hui kebudayaan masyarakat lainnya. Hal tersebut dapat ditemui pada Api Awan Asap karya Korrie Layun Rampan yang mewakili kebudayan suku Benuaq di pedalaman Kalimantan dalam mengolah hutan. Perilaku mereka dalam mengolah hutan bisa disebut sebagai kearifan tradisional yang telah menjaga kelestarian hutan Kalimantan selama ribuan tahun.
Kearifan tradisional suku Benuaq dalam Api Awan Asap terlihat pada bagaimana cara mereka berladang di hutan. Dari penelitian ini disimpulkan ada tiga perilaku suku Benuaq yang disebut sebagai kearifan tradisional. Pertama adalah pembagian hutan dalam enam peruntukan. Kedua adalah kombinasi pertanian modern dengan pola pertanian tradisional dan ketiga adalah sistem dan cara mereka membakar hutan untuk berladang.
Dari penelitian skripsi ini dapat dilihat bahwa di batik kesederhanaan sebuah suku di pedalaman hutan Kalimantan terdapat sebuah konsep hidup yang bisa menyelamatkan mereka dari kepunahan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11119
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995
729.240 IND k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tusani Nurul Yanastuti
"Skripsi ini membahas mengenai makna simbolik serta aspek-aspek religi yang terkandung dalam upacara nebus kembar mayang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif interpretatif, dengan menggunakan teori interpretasi (Jan van Luxemburg), pengetahuan sistem kode bahasa, sastra, dan budaya (A. Teeuw), serta mengaplikasikan konsepsi simbolik (Suwaji Bastomi). Hasil dari penelitian ini, ditemukan sembilan unsur yang mengandung nilai moral dan spiritual religiusitas. Aspek-aspek religiusitas yang terdapat dalam upacara nebus kembar mayang kemudian dianalisis secara deskriptif interpretatif, yaitu aspek laku, sasmita, wahyu, rasa, dan sangkan paraning dumadi. Kelima aspek religi dalam upacara nebus kembar mayang merupakan tahapan untuk mencapai kemanunggalan atau kesempurnaan hidup (kasampurnan dumadi).

The Focus of this study is about the meaning of the symbolic and religious aspects contained in nebus kembar mayang ceremony. This research using interpretative descriptive methods, using the theory of interpretation (Jan van Luxemburg), the knowledge system of code language, literature, and culture (Teeuw), and applying the conception of the symbolic (Suwaji Bastomi). Results from this study, found nine elements that contain a moral and spiritual values of religiosity. Aspects of religiosity inherent in nebus kembar mayang ceremony and then analyzed by descriptive interpretative, is the aspect laku, sasmita, wahyu, rasa, and sangkan paraning dumadi. The fifth aspect of religion in the ceremony nebus kembar mayang is a stage to achieve unity or perfection of life (kasampurnan dumadi)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11486
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>