Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146333 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Heru S.P. Saputra
"Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan respons orang Using terhadap sakralitas dan fungsi sosial ritual Seblang dalam konteks struktur sosial masyarakat Using, Banyuwangi, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka, observasi partisipasi, dan wawancara mendalam, dengan metode analisis fungsional-struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pranata ritual Seblang merupakan institusi sosial yang difungsikan oleh orang Using sebagai bagian integral dari struktur sosial mereka. Sakralitas Seblang juga menjadi ajang bertemunya alam alus dan alam kasar; manusia dan dhanyang; mikrokosmos dan makrokosmos. Eksistensi pranata ritual Seblang yang mampu melintas-batas tetap diuri-uri oleh orang Using hingga kini lantaran didukung oleh kondisi budaya dan kondisi sosial. Kondisi budaya terkait dengan sistem religi dan sistem pengetahuan, sedangkan kondisi sosial terkait dengan struktur sosial dan lingkungan geografis pedesaan. Kondisi budaya dan kondisi sosial tersebut menjadi keyakinan orang Using atas fungsi sosial-kultural Seblang bagi kesuburan pertanian dan kesejahteraan hidup mereka. Ritual Seblang tidak dapat diintervensi oleh kekuatan luar, baik kekuasaan maupun politik. Memori implisit dan metakognisi yang telah terkonstruksi dalam benak masyarakat berkontribusi atas kepercayaan mereka terhadap sakralitas ritual Seblang. Pengingkaran atas wasiat leluhur tersebut diyakini akan menimbulkan disharmoni, baik secara sosial maupun psikologis, yang sekaligus akan menimbulkan disharmoni pada struktur sosial masyarakat Using.

This article discusses the response of Using people to sacred values and social function of Seblang ritual in the context of Using society?s social structure in Banyuwangi, East Java. Library study, participatory observation, and in-depth interview are methods used in this research, while the analysis uses functional-structural method. The result of this study shows that the Seblang ritual is a social institution functioned by Using people as an integral part of their social structure. The sacredness of Seblang also become a meeting point between ?alam alus? and ?alam kasar?; between the spirits of village?s ancestors (dhanyang) and human beings; between macro cosmos and micro cosmos. The existence of the Seblang ritual?s institution crosses over the temporal boundaries, so until now Using people still maintain the practice as their social and cultural condition support its preservation. The cultural condition relates to religious and knowledge system, while the social condition relates to social structure and geographical environment of village. Such cultural and social conditions become the belief of Using people toward socio-cultural function of Seblang, particularly for fertility in agriculture and their welfare. ?The outer power?, both state?s authority and political parties, cannot intervene the Seblang ritual. Implicit memory and meta-cognition constructed in the minds of the public have contributed to their belief in the value of sacred Seblang ritual. They believe the negation of ancestor?s legacy will cause disharmony, both socially and psychologically, which will also lead to disharmony in the social structure of Using society."
Universitas Jember. Fakultas Sastra, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru S.P. Saputra
"Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan respons orang Using terhadap sakralitas dan fungsi sosial ritual Seblang
dalam konteks struktur sosial masyarakat Using, Banyuwangi, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah
kajian pustaka, observasi partisipasi, dan wawancara mendalam, dengan metode analisis fungsional-struktural. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pranata ritual Seblang merupakan institusi sosial yang difungsikan oleh orang Using
sebagai bagian integral dari struktur sosial mereka. Sakralitas Seblang juga menjadi ajang bertemunya alam alus dan
alam kasar; manusia dan dhanyang; mikrokosmos dan makrokosmos. Eksistensi pranata ritual Seblang yang mampu
melintas-batas tetap diuri-uri oleh orang Using hingga kini lantaran didukung oleh kondisi budaya dan kondisi sosial.
Kondisi budaya terkait dengan sistem religi dan sistem pengetahuan, sedangkan kondisi sosial terkait dengan struktur
sosial dan lingkungan geografis pedesaan. Kondisi budaya dan kondisi sosial tersebut menjadi keyakinan orang Using
atas fungsi sosial-kultural Seblang bagi kesuburan pertanian dan kesejahteraan hidup mereka. Ritual Seblang tidak
dapat diintervensi oleh kekuatan luar, baik kekuasaan maupun politik. Memori implisit dan metakognisi yang telah
terkonstruksi dalam benak masyarakat berkontribusi atas kepercayaan mereka terhadap sakralitas ritual Seblang.
Pengingkaran atas wasiat leluhur tersebut diyakini akan menimbulkan disharmoni, baik secara sosial maupun
psikologis, yang sekaligus akan menimbulkan disharmoni pada struktur sosial masyarakat Using.
This article discusses the response of Using people to sacred values and social function of Seblang ritual in the context
of Using society’s social structure in Banyuwangi, East Java. Library study, participatory observation, and in-depth
interview are methods used in this research, while the analysis uses functional-structural method. The result of this
study shows that the Seblang ritual is a social institution functioned by Using people as an integral part of their social
structure. The sacredness of Seblang also become a meeting point between “alam alus” and “alam kasar”; between the
spirits of village’s ancestors (dhanyang) and human beings; between macro cosmos and micro cosmos. The existence of
the Seblang ritual’s institution crosses over the temporal boundaries, so until now Using people still maintain the
practice as their social and cultural condition support its preservation. The cultural condition relates to religious and
knowledge system, while the social condition relates to social structure and geographical environment of village. Such
cultural and social conditions become the belief of Using people toward socio-cultural function of Seblang, particularly
for fertility in agriculture and their welfare. “The outer power”, both state’s authority and political parties, cannot
intervene the Seblang ritual. Implicit memory and meta-cognition constructed in the minds of the public have
contributed to their belief in the value of sacred Seblang ritual. They believe the negation of ancestor’s legacy will cause
disharmony, both socially and psychologically, which will also lead to disharmony in the social structure of Using society."
Universitas Jember. Fakultas Sastra, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru S.P. Saputra
"Artikel ini bertujuan untuk mendiskusikan respons orang Using terhadap sakralitas dan fungsi sosial ritual Seblang dalam konteks struktur sosial masyarakat Using, Banyuwangi, Jawa Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka, observasi partisipasi, dan wawancara mendalam, dengan metode analisis fungsional-struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pranata ritual Seblang merupakan institusi sosial yang difungsikan oleh orang Using sebagai bagian integral dari struktur sosial mereka. Sakralitas Seblang juga menjadi ajang bertemunya alam alus dan alam kasar; manusia dan dhanyang; mikrokosmos dan makrokosmos. Eksistensi pranata ritual Seblang yang mampu melintas-batas tetap diuri-uri oleh orang Using hingga kini lantaran didukung oleh kondisi budaya dan kondisi sosial. Kondisi budaya terkait dengan sistem religi dan sistem pengetahuan, sedangkan kondisi sosial terkait dengan struktur sosial dan lingkungan geografis pedesaan. Kondisi budaya dan kondisi sosial tersebut menjadi keyakinan orang Using atas fungsi sosial-kultural Seblang bagi kesuburan pertanian dan kesejahteraan hidup mereka. Ritual Seblang tidak dapat diintervensi oleh kekuatan luar, baik kekuasaan maupun politik. Memori implisit dan metakognisi yang telah terkonstruksi dalam benak masyarakat berkontribusi atas kepercayaan mereka terhadap sakralitas ritual Seblang. Pengingkaran atas wasiat leluhur tersebut diyakini akan menimbulkan disharmoni, baik secara sosial maupun psikologis, yang sekaligus akan menimbulkan disharmoni pada struktur sosial masyarakat Using.

This article discusses the response of Using people to sacred values and social function of Seblang ritual in the context of Using society?s social structure in Banyuwangi, East Java. Library study, participatory observation, and in-depth interview are methods used in this research, while the analysis uses functional-structural method. The result of this study shows that the Seblang ritual is a social institution functioned by Using people as an integral part of their social structure. The sacredness of Seblang also become a meeting point between ?alam alus? and ?alam kasar?; between the spirits of village?s ancestors (dhanyang) and human beings; between macro cosmos and micro cosmos. The existence of the Seblang ritual?s institution crosses over the temporal boundaries, so until now Using people still maintain the practice as their social and cultural condition support its preservation. The cultural condition relates to religious and knowledge system, while the social condition relates to social structure and geographical environment of village. Such cultural and social conditions become the belief of Using people toward socio-cultural function of Seblang, particularly for fertility in agriculture and their welfare. ?The outer power?, both state?s authority and political parties, cannot intervene the Seblang ritual. Implicit memory and meta-cognition constructed in the minds of the public have contributed to their belief in the value of sacred Seblang ritual. They believe the negation of ancestor?s legacy will cause disharmony, both socially and psychologically, which will also lead to disharmony in the social structure of Using society."
Universitas Jember. Fakultas Sastra, 2014
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Purwanti
"Studi ini berangkat dari dipertanyakannya kinerja Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai pemelihara kerukunan umat beragama di Indonesia. Adaptive Structuration Theory (AST) yang digagas oleh DeSanctis & Poole digunakan peneliti untuk melihat interaksi sosial para agen dengan struktur yang ada untuk memperlihatkan struktur yang diproduksi dan direproduksi. Melalui wawancara dengan para informan, diketahui bahwa apropriasi struktur ditentukan oleh interaksi sosial para agen. Jika apropriasi struktur dilakukan secara faithful sesuai dengan spirit struktur maka decission outcomenya menjadi lebih predictable. Resources akan berubah dan berkembang sesuai dengan kapasitas agen. Resources yang melekat pada diri agen dapat menjadi jaring pengaman bagi organisasi. Impikasinya, dalam pengambilan keputusan, mengingat dinamika dan kompleksnya permasalahan kerukunan kehidupan beragama, setiap anggota kelompok kerja dalam proses pengambilan keputusan haruslah memahami proses strukturasi dimana rules dan resources diterapkan sehingga nantinya anggota dapat berperan aktif, lebih demokratik, dan berdaya.

This study departs from the performance of the Forum for Religious Harmony (FKUB) in carrying out its functions maintaining religious harmony. Adaptive Structuration Theory (AST), initiated by DeSanctis & Poole used to see the social interaction of the agents with the existing structure to show the structure produced and reproduced. Through interviews, it is showed that the appropriation of the structure is determined by the interaction of social agents. If the appropriation structure done faithfully accordance with the spirit, the decission outcome will be more predictable. Resources will change and evolve in accordance with the capacity of the agent. Resources inherent in the agent can be a safety net for the organization. For pratical impication, in decision-making, given the dynamics and the complex problems harmony of religious life, each member of the working group in the decision-making process must understand the process of structuration where rules and resources will be applied so that the members can play an active role, more democratic, and empowering."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46274
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jan Felarius Tata
"ABSTRAK
Studi ini terfokus pada stuktur sosial dalam kelompok etnik (suku) pelaku dan komoditi di kawasan PIK Pulogadung Jakarta Timur dimana didalamnya tertambat kapital sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif berupa studi kasus,
dengan teknik wawancara, observasi visual, serta studi dokumen.
Penelitian ini menggunakan konsep dan teori dari pemahaman Dimensi Kapital Sosial pada kesamaan kelompok etnik(suku) dan komoditi dengan melihat struktur sosial baik dalam cakupan mikro, mezzo, dan makro. Dengan melihat fungsi fasilitas kapital sosial dalam kasus ini ditemukan bahwa kapital sosial yang menonjol dalam pengembangan industri kecil adalah dimensi bonding, bridging, dan linking.
Ditemukan bahwa jenis kapital berhubungan dengan periode perkembangan PIK. Pada jaman Orde Baru, kapital yang lebih menonjol adalah dimensi kapital sosial adalah dimensi bonding, bridging, dan linking. Selanjutnya, pada jaman Reformasi dimensi yang lebih menonjol adalah bonding.

ABSTRAK
This study focuses on the social structure in which social capital embedded inside the ethnic groups (tribes) and commodities produced in PIK Pulogadung, East Jakarta. This study is a qualitative study using a case study approach with interview, visual observation, and study documents.
This research uses the concepts and theories of Social Capital Dimensions on shared ethnic groups (tribes) and commodities to see both the social structure within the scope of the micro, mezzo, and macro. By looking at the function of social capital facility, it is found that prominent social capital in the development of small industries is the dimension of bonding, bridging, and linking.
It is also found that the type of capital was related to the political era. In the New Order era, the more prominent social capital dimensions was bonding, bridging, and linking. Furthermore, at the time of the Reformation of the more prominent dimension is bonding."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1494
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dea Adlina Krisna Putri
"Skripsi ini secara umum membahas mengenai fenomena wanita karir yang melajang di Jakarta dan ingin melihat apakah yang menyebabkannya tidak menikah, keputusan individu, struktur sosial atau bahkan keduanya. Setelah melakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan satu orang sebagai subyeknya, skripsi ini menemukan bahwa penundaan usia perkawinan merupakan akibat dari beberapa hal yaitu : jalur pengenalan yang tidak lengkap, terbatasnya jumlah unit sosial, aktivitas sosialnya rendah, serta tidak adanya tekanan kolektif yang memaksanya untuk menikah. Disamping itu skripsi ini juga menemukan bahwa struktur dan keputusan individu sama-sama memiliki peran dalam menyebabkan wanita masih hidup melajang.

This thesis discusses the phenomenon of single career woman who lives in Jakarta and intentionally wants to observe what makes her stay single, the individual's decision, the social structure or even both. After conducting research using qualitative method with one person as the subject, this thesis found that delaying the age of marriage is because of the result of several things : which are line of introduction was incomplete, amount of social unit were too little, low social activity, and the absence of collective pressure to force her to get married. Hence, the thesis shows that both structure and individual’s decision have the important role in causing woman stay single."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Soleman B. Taneko
Jakarta: Rajawali, 1990
305.5 SOL s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Riyan Hidayat
"Tesis ini membahas mengenai fenomena perubahan sosial politik yang terjadi di Arab Saudi pada 1932-1975. Pembahasan ini menjadi menarik karena Arab Saudi sebagai negara yang memiliki masyarakat yang homogen mengalami perubahan yang drastis dari negara non nation-state menjadi negara nation-state. Negara ini kemudian mengalami perubahan secara sosial dalam hal stratifikasi sosial, perubahan sosial-politik dan perubahan sosial budaya secara drastis selama kurun waktu 1932-1975. Selain itu, belum ada penelitian yang secara khusus membahas mengenai perubahan sosial di Arab Saudi dalam aspek-aspek khusus perubahan secara sosiologis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan secara kualitatif fenomena yang diamati. Metode analisis data yang digunakan adalah induktif-deskriptif. Analisa induktif digunakan untuk melihat kualitas data dalam bentuk nilai yang empiris dan bertujuan untuk memperhitungkan nilai-nilai yang terkandung secara eksplisit dari struktur analisis. Analisis Deskriptif digunakan untuk menginterpretasi data empiris menjadi kata-kata dan gambar sebagai gambaran laporan penelitian. Untuk mendapatkan data yang akan dianalisis, penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan struktur sosial menjadi keluarga raja, kaum kaya dan kaum menengah baru, perubahan dalam aspek sosial-politik dengan legitimasi klan Al Saud yang meluas, serta dalam aspek sosial-budaya dengan perubahan industrialiasi, mobilisasi sosial dan gender.

This thesis aims to examine the phenomenon of social change that have occurred in Saudi Arabia from 1932 to 1975. This study becomes interesting because Saudi Arabia as a country that has a homogeneous society experienced a drastic change from a non nation state became a nation state. The country later amended socially in terms of social stratification, changes in socio political and socio cultural drastically during the period between 1932 and 1975. In addition, there is no studies yet that specifically examines about social changes in specific aspects such as sociological changes in Saudi Arabia. The analysis of this thesis uses qualitative methods to explain the observed phenomena qualitatively. The data analysis method is inductive descriptive. Inductive analysis is used to see the data quality in the form of empirical values and aims to consider the contained values explicitly from the analysis structure. Descriptive analysis is used to interpret the empirical data into words and pictures as an overview of the research report. To get the data that will be analyzed, the author use the method of data collection in the form of literature reviews. Result of this research is shows that changes in the social structure into the royal family, the rich and the new middle class, a change in the sociopolitical aspects of the legitimacy of the Al Saud clan area, as well as socio cultural aspects of change in industrialization, social mobilization and gender.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zamzami
"ABSTRAK
Dukuh Jeruk dan Mundu adalah dua desa dalam wilayah kecamatan Karangampel yang kondisi penduduknya dari segi profesi lebih kurang menunjukkan adanya ketimpangan. Jumlah buruh tani di desa Dukuh Jeruk adalah empat kali lipat lebih banyak dibanding petani pemilik lahan sawah. Sedangkan di desa Mundu, perbandingannya hampir mencapai 2: 1.

Struktur sosial ekonomi yang cenderung timpang itu beserta akibat-akibat sosial yang mengikutinya pada masa lalu juga telah memberi kontribusi terbentuknya budaya kekerasan (culture ofviolence) di wilayah ini. Akan tetapi, pada masa lalu budaya kekerasan itu -berkat kearifan lokal, terwadahi dalam kesenian rakyat seperti: (a) pertujukan adu jawara (centeng) pasca panen; (b) satron atau tradisi perang antar kelompok tani pasca panen menjelang musim tanam dan (b) sampyong, tradisi adu kekuatan kaki dengan sa ling mencambukkan rotan dalam bentuk duel satu lawan satu sebagai sarana mencari pemuda tangguh, jujur dan gagah berani. Kearifan lokal ini merupakan sistem budaya yang ada di masyarakat untuk mengembalikan konflik pada isu yang sesungguhnya yang bersifat realistik yaitu sumber-sumber ekonomi, seperti terpenuhinya aliran air ke lahan sawah dan kesempatan untuk menggarap sawah milik petani bagi para buruh tani.

Akan tetapi, ketimpangan sosial ekonomi yang tetap terjaga serta semakin berkembangnya kebutuhan ekonomi warga Dukuh Jeruk dan Mundu sejalan dengan arus industrialisasi (terutama paska beroperasinya Pertamina di kedua desa tersebut sejak 1972, mengakibatkan terkikisnya kesenian yang berbasiskearifan lokal tersebut. Karena masalah perebutan sumber-sumber ekonomi (resources) semakin kompleks, maka bakat-bakat "kekerasan" sebagian kelompok masyarakat disalurkan pada bentrok fisik setiap kali terjadi pertentangan di antara mereka. Awalnya perseteruan yang terjadi bersifat individual tetapi kemudianberkembang menjadi konflik antar kelompok.

Masalah pertanian yang cukup kompleks yang dialami oleh warga kedua desa (sebagaimana umumnya masyarakat petani Jawa) ditambah dengan keengganan para pemuda untuk bergelut di bidang pertanian tidak didukung oleh kapasitas mereka untuk beralih ke sektor industri, menyebabkan kelompok ini mengalami dislokasi dan disorientasi. Beroperasinya Pertamina sejak 1972 di kedua desa ini tidak menjadi tidak berarti apa-apa bagi mereka dan malah mendorong minat mereka untuk bermigrasi atau bekerja di sektor-sektor lain semakin tinggi, meskipun hanya menjadi buruh.

Hubungan masyarakat Dukuh Jeruk dan Mundu tidak lepas dari berbagai konflik yang sering melibatkan kekerasan fisik, baik dalam konteks antar individu maupun tarwuran antar kelompok (desa). Pemicunya adalah masalah-masalah sederhana seperti perebutan sumber air di sawah, perebutan simpati kaum perempuan di kalangan para pemuda atau sekedar perasaan tersinggung akibat permintaan tak terkabul melalui pemalakan yang dilakukan oleh sebagian pemuda yang membiasakan diri dengan perilaku menyimpang.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa, akumulasi masalah sosial ekonomi dan legitimasi budaya yang berasal dari kesenian adu jawara, sampyong dan satron yang bentuk dan nilai estetiknya sebagai sebuah kesenian telah memudar -sementara masalah-masalah perebutan resources tidak pernah berhenti, merupakan faktor yang melatar belakangi kekerasan. Yang pertama memberi basis realistik pada konflik sedangkan yang kedua memberi basis non realistik. Kolaborasi basis ini melahirkan komunalisasi pada saat pemicu konflik hadir di tengah-tengah masyarakat. Inilah yang kemudian mendorong kekerasan terjadi dalam konflik.

Tawuran yang terjadi selama 1998-2000 antara warga kedua desa tersebut merupakan peristiwa fundamental di mana terjadi pergeseran dalam faktor-faktor tersebut, sehingga berakhirnya peristiwa tersebut menandai perubahan yangberarti di masyarakat. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan kerugian-kerugian konflik serta peluang pengembangan usaha kecil dan menengah, termasuk pertanian yang terbuka pasca krisis 1997 mendasari lahirnya situasi kondusif resolusi konflik. Sehingga, sejak berkhirnya tawuran tiga tahun terse but, konflik-konflik yang terjadi tidak bisa lagi membangkitkan komunalisme buta. Adapun temuan di lapangan menunjukkan, faktor langsung yang berperan dalam meredakan konflik besar itu adalah: (1) strategis dan efektifnya pendekatan keamanan; (2) peran dan aksi simpatik para tokoh masyarakat dan pemerintah setempat; serta (3) rasionalitas dan penguatan sosial ekonomi.

Di atas semua itu, sesungguhnya dinamika konflik antara warga Dukuh Jeruk dan Karangampel merupakan masalah pergeseran masyarakat dari sektor pertanian ke sektor industri modern. Oleh sebab itu, sejauh mana kekuatankekuatan sosial dan kultural masyarakat mampu beradaptasi dengan tuntutan-tuntutan industrialisasi, maka sejauh itu pula kekerasan-kekerasan dalam konflik bisa dieliminasi menjadi kompetisi yang wajar.

"
2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>