Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12385 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
JURFIN 4:13 (2000)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Putriana
"Obat merupakan produk farmasi dengan kestabilannya harus dipertahankan sebagai upaya untuk menjaga khasiat, mutu dan efikasi dari masing-masing obat. Ketidakpatuhan terhadap kondisi penyimpanan merupakan salah satu pelanggaran yang paling sering ditemukan pada fasilitas gudang penyimpanan obat baik di saranan industri farmasi maupun sarana distribusi obat jadi. PBF adalah salah satu dari fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi yang memiliki sarana dan prasarana untuk mendukung proses operasional distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Cara Distribusi Obat yang Baik adalah cara distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Pemetaan suhu dapat mengidentifikasi kemungkinan titik dingin (atau titik panas) dan membantu menentukan apakah tindakan perbaikan diperlukan atau tidak. Melalui pemetaan suhu, dapat dilakukan validasi terhadap area tersebut untuk memastikan produk yang sensitif terhadap suhu seperti makanan yang mudah rusak dan barang farmasi disimpan dengan baik dalam suhu idealnya. Temprature Mapping of Storage Area bertujuan untuk mendokumentasikan dan mengkontrol perbedaan suhu pada area penyimpanan obat. Dalam pemetaan suhu terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil perekaman seperti kondisi beban penyimpanan yang berbeda, frekuensi akses, kondisi pemadaman listrik, kalibrasi instrument terkait, suhu atau kelembaban ekstrem, pemeliharaan alat.

Medicines are pharmaceutical products whose stability must be maintained as an effort to maintain the efficacy, quality and efficacy of each drug. Non-compliance with storage conditions is one of the violations most frequently found in drug storage facilities, both in pharmaceutical industry facilities and finished drug distribution facilities. PBF is one of the distribution or distribution facilities for pharmaceutical preparations that has the facilities and infrastructure to support the operational process of distribution or distribution of pharmaceutical preparations. Good Medicine Distribution Method is a method of distributing/distributing medicines and/or medicinal substances which aims to ensure quality along the distribution/distribution route according to the requirements and intended use. Temperature mapping can identify possible cold spots (or hot spots) and help determine whether or not remedial action is necessary. Through temperature mapping, validation of these areas can be carried out to ensure temperature-sensitive products such as perishable food and pharmaceutical goods are stored properly at their ideal temperature. Temperature Mapping of Storage Area aims to document and control temperature differences in drug storage areas. In temperature mapping there are many factors that can influence recording results such as different storage load conditions, access frequency, power outage conditions, related instrument calibration, extreme temperature or humidity, equipment maintenance.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Saksono
Jakarta: Grafikatama Jaya, 1993
133.901 LUK p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sagala, Stevanus
"Sebuah eksperimen sistem kabut air dengan skala laboratorium dilakukan untuk mempelajari pengaruhnya terhadap perubahan distribusi temperatur ruangan. Pendekatan yang dilakukan yaitu untuk melihat pengaruh tirai kabut air terhadap api ruangan (comparment fire). Penggunaan bahan bakar bensin sebanyak 8 ml sebagai bahan bakar untuk pool fire yang nantinya digunakan menjadi sumber panas, karena dari beberapa kali percobaan, menghasilkan durasi pembakaran rata-rata 4 menit. Selain itu pemilihan volume bahan bakar ini didasarkan dari pola perubahan temperatur ruangan yang dihasilkan, dimana tingkatan pola berkembang penuh (fully develop stage) berada pada durasi waktu _ 1 menit dari awal penyalaan. Karakteristik dari kabut air berupa besar bukaan flap, tekanan discharge, mempunyai pengaruh yang besar pada percobaan ini. Beberapa variabel di atas selain berpengaruh terhadap perubahan temperatur, juga terhadap aliran asap yang berasal dari pool fire. Dengan adanya penambahan kabut air ke dalam model ruangan, pembacaan temperatur oleh termokopel mengalami perubahan. Penambahan tirai kabut air ini juga menghasilkan pengaruh enclosure effect, yang mana akan menghambat suplai oksigen ke dalam pool fire. Perubahan pembacaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh kabut air yang melapisi permukaan termokopel, selain juga dikarenakan oleh menguapnya sejumlah massa dari kabut air yang ikut menyerap panas dari pool fire.

A series of water mist laboratory-scale experiments were conducted to study its effect on room temperature distribution. The approach taken is to see the effect of water mist curtain of fire occur in a room (compartment fire). The use of gasoline as much as 8 ml as fuel for the fire pool that will be used as heat sources, because of several attempts, the duration of combustion produces an average of 4 minutes. In addition, the volume of fuel selection is based from the pattern produced by room temperature changes, where the fully developed (fully develop the stage) occur at _ 1 minute duration from the initial ignition. Characteristics of water mist in the form of the opening flap, discharge pressure, has a huge effect on this experiment. Some of the variables above in addition to influence the changes in temperature, also on the flow of smoke coming from the pool fire. With the addition of water mist into the model room, the reading by the thermocouple is also changing. The addition of this water mist curtains create the enclosure effects, which will inhibit the supply of oxygen to the pool fire. Changes in reading is likely influenced by water mist that coats the surface of the thermocouple, and also due to the vaporization of a mass of water mist that absorb heat from the pool fire."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50935
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
An Nashir
"Nilai konduktifitas panas yang selama ini diperkirakan hanya terbatas pada jenis material, adanya paduan, temperatur kerja, sedangkan untuk proses pembuatan perlakuan yang dikerjakan terhadapnya belum diperhatikan.
Dalam rugas akhir ini penulis melakukan penelitian pengaruh perbedaan struktur mikro paduan alumuniun (Al- 2,6 Zn) yang berkomposisi sama terapi dengan perlakuan panas yang berbeda terhadap nilai konduktifitas panas. Pada penelitian perlakuan panas yang dipakai adalah pemanasan sampai suhu 400 ℃ yang kemudian didinginkan pada media yang berbeda yaitu minyak, udara dan air. Dengan kondisi yang berbeda itu kemudian dilakukan pengujian konduktifitas panas.
Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan struktur mikro yang berbeda akan didapat konduktifitas panas yang berbeda pula, ini ditujukan dengan sampel
nomor O2 dengan nilai konduktifitas panas yang tertinggi sedangkan untuk sampel
nomar O1 mempunyai nilai konduktifiras panas terendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya fasa Alfa yang lebih merata dan rapat, dimana paduan yang mengendap cenderung Iebih kecil dibanding pada sampel nomor O1. Sedangkan untuk sampel yang didinginkan dengan air dan udara mempunyai nilai konduktifitas panas diantara kedua sampel diatas yaitu nomor O2 dan nomor O1. HaI ini juga dapat dibuktikan dengan distribusi fasa alfa yang berada diantara nomor O2 dan nomor O1. Pengaruh temperatur terhadap konduktifitas panas Al, dengan meningkatnya temperatur sampai 80 °C cenderung akan meningkat sedangkan dari 80 °C sampai 200 °C cenderung menurun. Perhitungan nilai konduktifitas panas berdasarkan rumus Kemptf. Taylor dan Smith mengalami perbedaan dengan hasil percobaan yang dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S41195
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Mahdiyah Nabilah
"Latar belakang: Hidroksiapatit merupakan salah satu bahan alloplast yang banyak digunakan di bidang kedokteran gigi. Komposisi hidroksiapatit sama dengan komposisi anorganik tulang dan gigi manusia sehingga bersifat biokompatibel dan bioaktif. Selain itu, hidroksiapatit juga bersifat osteokonduktif. Salah satu metode pembuatan hidroksiapatit yaitu metode disolusi-presipitasi dalam kondisi hidrotermal. Pembuatan blok hidroksiapatit dengan metode disolusi-presipitasi pada suhu 100°C selama 48 jam masih menghasilkan fasa lain selain hidroksiapatit, yaitu dicalcium phosphate anhydrous (DCPA). Fasa DCPA dan/atau fasa DCPD (dicalcium phosphate dehydrate) dapat terbentuk dalam pH asam. Sedangkan, hidroksiapatit dapat terbentuk pada pH basa. Oleh karena itu, pH dapat dijadikan indikator secara tidak langsung mengenai hasil fasa yang terbentuk. Gipsum dipilih sebagai prekursor karena mengandung ion kalsium (Ca2+). Sedangkan, larutan Na3PO4 digunakan karena mengandung ion fosfat (PO43-), bersifat tidak toksik, dan memiliki pH basa.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan suhu terhadap perubahan pH larutan Na3PO4 dalam pembuatan blok hidroksiapatit dari blok gipsum.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan blok gipsum dan larutan Na3PO4 sebagai prekursor untuk membuat blok hidroksiapatit. Spesimen yang digunakan berupa 30 mL larutan 1 mol/L Na3PO4 sebanyak dua beaker glass larutan. Sebelum dilakukan perendaman, pH larutan diukur terlebih dahulu untuk mengetahui pH awal larutan 1 mol/L Na3PO4. Lima belas blok gipsum direndam dalam 30 mL larutan 1 mol/L Na3PO4 dengan suhu yang berbeda yaitu 100°C, 140°C, dan 180°C pada kondisi hidrotermal selama 48 jam. Setelah perendaman, blok dan larutan 1 mol/L Na3PO4 dipisahkan. Kemudian, pH larutan 1 mol/L Na3PO4 diukur kembali menggunakan pH meter Eutech Instruments pH 700 untuk mendapatkan pH larutan 1 mol/L Na3PO4 setelah digunakan untuk perendaman selama 48 jam.
Hasil: Nilai pH larutan 1 mol/L Na3PO4 sebelum digunakan untuk perendaman yaitu 13,04. Sedangkan, nilai pH larutan 1 mol/L Na3PO4 setelah digunakan untuk perendaman pada suhu 100°C, 140°C, dan 180°C berturut-turut yaitu 12,72; 12,67; dan 12,30.
Kesimpulan: Peningkatan suhu yang digunakan menyebabkan penurunan pH larutan 1 mol/L Na3PO4. Namun, pH akhir larutan masih cukup basa untuk hidroksiapatit terbentuk. Namun, penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan mengenai pengukuran pH larutan Na3PO4 dengan sampel yang lebih banyak.

Background: Hydroxyapatite is one of the alloplastic materials that is widely used in dentistry. The composition of hydroxyapatite is similar with the inorganic composition of human bone so that it is biocompatible and bioactive. Besides, hydroxyapatite is also osteoconductive. One of the fabrication methods of hydroxyapatite is the dissolution-precipitation method under hydrothermal conditions. The fabrication of hydroxyapatite block with the dissolution-precipitation method at 100°C for 48 hours still produced other phase except hydroxyapatite, specifically dicalcium phosphate anhydrous (DCPA). DCPA and/or dicalcium phosphate dehydrate (DCPD) phase can be obtained if the pH is acidic. Meanwhile, hydroxyapatite can be fabricated on the alkaline pH condition. Therefore, the pH value can be the indirect indicator to predict the phase product. Gypsum was chosen as a precursor because it has calcium ions (Ca2+). Na3PO4 solution was used because it contained phosphate ions (PO43+), non-toxic, and has an alkaline pH value.
Objective: This study aimed to determine the effect of temperature differences on changes of the pH value of Na3PO4 solution in the fabrication of hydroxyapatite block from gypsum block.
Methods: This study used gypsum block and Na3PO4 solution as precursors to fabricate hydroxyapatite block. The specimens of this study were two beaker glasses of 30 mL of 1 mol/L Na3PO4 solution. Before the immersion, the pH value of the solution was measured first to determine the initial pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution. Fifteen specimens of gypsum blocks were immersed in 30 mL of 1 mol/L Na3PO4 solution with different temperatures specifically 100°C, 140°C, and 180°C under the hydrothermal condition for 48 hours. After the immersion, the blocks and the 1 mol/L Na3PO4 solution were separated. Then, the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution was measured using Eutech Instruments pH 700 pH meter to obtain the pH of 1 mol/L Na3PO4 solution after being used for immersion for 48 hours.
Results: The pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution before being used for the immersion was 13,04. Meanwhile, the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution after being used for the immersion at 100°C, 140°C, and 180°C respectively were 12.72, 12.67, and 12.30.
Conclusions: The increase in the temperature caused the derivation of the pH value of 1 mol/L Na3PO4 solution. Nevertheless, the final pH value was still alkaline enough for hydroxyapatite to be formed. However, further research still needs to be done to measure the pH value of the Na3PO4 solution with more samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhammad Ichsan
"Tipe kandang terbuka saat ini masih banyak digunakan karena biaya pembuatan, pengoperasian, dan pemeliharaan lebih murah dibandingkan kandang tertutup. Namun kandang tipe ini tentunya memiliki kekurangan, yaitu kondisi kandang sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar, seperti panas, kelembaban dan angin, apalagi Indonesia beriklim tropis, dan terkadang cuaca berubah sangat ekstrim sehingga menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisa distribusi temperatur pada kandang closed-house dan memvalidasi temperatur yang ideal sehingga dapat mengurangi angka kematian dan meningkatkan kualitas produksi ayam broiler. Kandang closed-house yang diteliti memiliki luas 2.5 m x 1.5 m x 1.5 m. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termokopel tipe k yang dipasang pada enam titik didalam kandang. Penelitian ini juga dilukukan simulasi untuk mengetahui performa dari sistem kontrol pada kandang closed-house.

The open house type is currently still widely used because the manufacturing, operating, and maintenance costs are cheaper than the closed house. However, this type of cage certainly has shortcomings, such as the condition of the cage is strongly influenced by the environment, such as heat, humidity, and wind, especially Indonesia has a tropical climate, and sometimes the weather changes very extremely, causing a high mortality rate. This study aims to measure and analyze the temperature distribution in closed-house cages and validate the ideal temperature to reduce mortality and improve broiler production quality. The closed-house cage under study has an area of 2.5 m x 1.5 m x 1.5 m. Temperature measurements were carried out using a type k thermocouple mounted at six points in the cage. This study also conducts simulations to determine the performance of the control system in closed-house cages."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>