Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 83176 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Husain Haikal
"One of the important -features. of the 'Arab-Indonesians in Indonesian history is that the Arab-Indonesians have been assimilated themselves into indigineous people. Except in very limited cases, it is very difficult for anybody to distinguish Arab-Indonesians from other Indonesians. Most people consider this assimilation is due to Islam, the religion of all Arab-Indonesians and the religion of the majority of Indonesians. Few people consider it due to the high rate of intermarriage between the Arab-Indonesians and Indonesians. Arab-Indonesians call Indonesians as akhwal, "brothers of their mothers". In addition to the two matters above, this writing tries to present another important matter, that is the role of the Arab-Indonesians in the struggle of Indonesian independence movement. Almost all Arab-Indonesians were on the Indonesians' side against the Dutch, and to some extent Arab-Indonesians had received similar treatment as their brothers, the Indonesians, during the: Dutch colonial period. The first modern movement of Arab-Indonesians, Jamiat Khair, has paid intensive attention to Indonesians. The Jamiat Khair not only receives Indonesians as its members,- such as KHA Dahlan, the founder of Muhammadiyah, but also accepts Indonesian children to its schools. Many Indonesian children have been and are still educated there. These all can also be seen in the other Arab-Indonesian organizations, such as al Irsyad and al Chairaat. Some Arab--Indonesian leaders have great influence on the Indonesians and their leaders. Syekh Ahmad Surkati, the spiritual leader of al Irsyad, for example, was at once KHA Dahlan's closest friend and teacher. He was also the teacher of many Indonesian leaders such as Moh. Roem, M. Rasjidi, Junus Anies, Kasman, Natsir, A. Hassan, and Hail Zamzam, one of the founders of Fersis, Persatuan Islam. Unfortunately, there has been constant dispute among the Arab-Indonesians themselves until the foundation of PAI, Partai Arab Indonesia, by Baswedan and other muwalads, the mixed and local born Arab-Indonesians. Despite their claim that Indonesia is their only mother country, and they struggled, on the side of'Indonesians against the Dutch, all non-Islamic organizations, except Gerindo, refused to accept Arab---Indonesians as their members. After the declaration of Indonesian Independence, however, all Arab-Indonesians became Indonesian citizens. They hand in hand with the Indonesians defended the Republic of Indonesia against the Dutch and their colaborators. Many Arab--Indonesians not only became members but also leaders of both Islamic and non-Islamic organizations, such as PSI, Partai Socialis Indonesia, and PNI, Partai Nasional Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
D51
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Friement F. S.
"Freedom of movement right adalah salah satu hak asasi manusia. Jadi pada dasarnya setiap orang mempunyai hak untuk melakukan perjalanan dalam batas wilayah negaranya sendiri maupun keluar wilayah negaranya. Namun hak kebebasan bergerak tersebut tidak dapat mengurangi hak setiap negara yang berdaulat untuk mengijinkan atau menolak masuk orang asing yang hendak berkunjung kenegaranya. Oleh karena itulah setiap negara mempunyai politik keimigrasian sendiri yang diterapkan untuk menyaring arus lalu lintas orang yang hendak masuk atau keluar wilayah negara diperbatasan. Urusan pemerintahan yang ada diwilayah perbatasan negara adalah urusan nasional tetapi memiliki dimensi internasional. Pada wilayah perbatasan terdapat tugas dan fungsi berbagai departemen tehnis/fungsional pemerintah pusat, dilain pihak urusan perbatasan tidak dapat dilepaskan dari daerah provinsi, kabupaten/kota dimana wilayah perbatasan itu berada. Karena itu penanganan perbatasan harus secara Iintas sektoral dan lintas departemental dengan melibatkan semua instansi yang teriibat secara fungsional maupun struktural dari tingkat pusat, daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Apakah urusan pemerintahan yang ada diwilayah perbatasan, bagaimana urusan tersebut dikelola, apa yang menjadi kewenangan masing-masing instansi dan bagaimana kewenangan tersebut dikoordinasikan, menjadi satu bahan yang panting untuk dikaji."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Sularto
Jakarta: Kompas, 2010
959.803 SUL k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ulta Levenia
"ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pelembagaan partai politik dalam kerangka otonomi khusus sebagai sarana resolusi konflik separatisme. Otonomi khusus merupakan pembagian kekuasaan yang diserahkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah negara induk kepada wilayah konflik separatisme. Dalam otonomi khusus terdapat kebijakan khusus atau hanya diperuntukkan bagi wilayah yang bersengketa. Salah satunya yaitu kebijakan partai politik lokal. Aceh dan Mindanao memiliki persamaan dan perbedaan dalam konteks konflik separatisme dan resolusi konflik. Persamaan utama yaitu terdapat kelompok pemberontak yang menginginkan kemerdekaan di kedua wilayah, perbedaan utama yaitu resolusi konflik yang gagal di Mindanao sedangkan berhasil di Aceh dengan indikator berhentinya konflik separatisme. Argumen utama penulis dalam penelitian ini adalah partai politik lokal sebagai sarana resolusi konflik yang menjadi faktor berakhirnya konflik separatisme di Aceh antara GAM dan GoI namun tidak berhenti di Mindanao antara MNLF/MILF dan GRP. Kegagalan di Mindanao ini berdasarkan indikator masih berlanjutnya konflik setelah perjanjian perdamaian Tripoli pada tahun 1976 antara MNLF dan GRP. Berlanjutnya konflik tersebut menyebabkan munculnya kelompok pemberontak lain seperti MILF, BIFF, dan Abu Sayyaf Group. Permasalahan ini kemudian membawa penulis kepada argumen kedua yaitu dengan terdapat sentralisasi kelompok pemberontak, maka memudahkan proses perdamaian konflik separatisme. Selanjutnya penulis juga menemukan bahwa konflik separatisme tidak mencapai resolusi, jika kesepakatan otonomi khusus tidak mengatur partai politik lokal, karena kekuasaan yang diserahkan terpusat pada pemimpin kelompok pemberontak. Penulis melakukan analisis menggunakan teori yang dikembangkan oleh De Zeeuw (2009), yang menjelaskan empat aktor atau lembaga yang berperan dalam pelembagaan partai politik lokal, yaitu; aktor internasional, kelompok separatis atau pemberontak elit politik dan elit domestik. Penelitian ini bersifat kualitatif eksplanatif dengan komparasi menggunakan metode process tracing untuk membangun kesimpulan penelitian.

ABSTRACT
This study aims to analyze the impact of institutionalizing political parties within the framework of special autonomy as a medium of conflict separatism resolution. Special autonomy is the division of power that is surrendered by the central government or the parent state government to the territory of separatist conflict. In special autonomy there is a special policy or policy that only intended for the disputing region. One of them is the policy of local political parties. Aceh and Mindanao have similarities and differences in the context of separatist conflict and conflict resolution. The main equation is that there are rebel groups fighting for independence in the two regions, the main difference is the resolution conflict in Mindanao unsuccessful while succeed in Aceh with the cessation of the separatist conflict indicator. The main argument in this study is, local political parties as a medium of conflict resolution is a factor in the successful on ended the separatist conflict in Aceh between GAM and GoI but does not cease the conflict in Mindanao between MNLF / MILF and GRP. This failure in Mindanao is based on the indicator that the conflict continues after the Tripoli peace agreement in 1976 between MNLF and GRP. The continuation of the conflict led to the emergence of other rebel groups such as the MILF, BIFF, and the Abu Sayyaf Group. This problem then brings the writer to the second argument, namely by centralizing the rebel group, thus ease the peace process of separatist conflict. Furthermore, the authors also found that separatist conflicts did not reach a resolution, if the special autonomy agreement did not regulate local political parties, because the power handed over was centered on the leaders of the rebel group. The author conducts an analysis using a theory developed by De Zeeuw (2009), which describes four actors or institutions that play a role in institutionalizing local political parties, namely; international actors, separatist groups or rebels of political elites and domestic elites. This research is qualitative explanatory by comparison using process tracing method to construct research conclusions."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Husein
"Aceh menjadi salah satu daerah yang memiliki status otonomi khusus di Indonesia. Salah satu kekhususan yang dimiliki Aceh adalah diberlakukannya Qanun sebagai implementasi otonomi khusus berdasarkan Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah. Namun, yang menjadi persoalan dalam pemberlakuan Qanun adalah mengenai batasan materi muatan dan juga kedudukan dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai bahan untuk memahami dan menganalisa persoalan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan Qanun merupakan perundang-undangan dengan derajat setingkat peraturan daerah yang berlaku di Provinsi/Kabupaten lain di Indonesia.

Aceh is one of the regions that has special autonomy status inIndonesia. One of Aceh’s specialties is the enactment of Qanun as the implementation of special autonomy based on article 18 paragraph (2) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. In addition, in article 18 paragraph (6) of The Constitution of the Republic of Indonesia 1945 stated that regional governments have the right to stipulate regional regulations and other regulations to carry out regional autonomy. However, what becomes a problem in enforcing the Qanun is regarding the limitations of content and also its position in the hierarchy of  laws and regulations in Indonesia. In this research, a normative juridical research method is used which makes law and regulations as material for understanding and analyzing problems. The results obtained in this study show that Qanun are law with a degree on the same level as regional regulations that apply in other provinces/regincies in Indoneisa."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andro Riyadi Darmawan
"Penelitian ini akan melihat perbandingan strategi Liga Muslim dan Gerakan Rakyat Pattani sebagai faktor penentu keberhasilan upaya perjuangan. Strategi merupakan salah satu faktor yang diungkapkan oleh Sidney Tarrow sebagai penentu keberhasilan suatu gerakan. Penelitian menggunakan studi kasus Perbandingan Strategi Gerakan Liga Muslim di India dan Gerakan Rakyat Pattani di Thailand Dalam Upaya Memperoleh Kemerdekaan Wilayah Kelompok Minoritas Tahun 1902-1954. Pertanyaan penelitian yang dipilih adalah Bagaimana perbedaan strategi perjuangan oleh Liga Muslim di India dan Gerakan Rakyat Pattani di Thailand bagian Selatan dapat mempengaruhi perbedaan hasil upaya kemerdekaan wilayah kelompok minoritas? Argumentasi penelitian ini adalah strategi yang digunakan oleh Liga Muslim dan Gerakan Rakyat Pattani memiliki perbedaan yang mengakibatkan hasil yang berbeda. Liga Muslim menggunakan strategi yang lebih diplomatis dalam perjuangannya, berbeda dengan Gerakan Rakyat Pattani yang lebih menekan pemerintah. Argumentasi tersebut akan coba dibuktikan dengan menganalisis perbandingan kedua konflik yang terjadi dan strategi yang diterapkan oleh kedua upaya gerakan tersebut sehingga tujuan dari penelitian ini dapat tercapai yaitu menjelaskan bahwa strategi merupakan faktor yang penting dalam sebuah gerakan perlawanan dari kelompok minoritas untuk mencapai tujuannya.

This research will look at the comparison of the strategy of the Muslim League and the Pattani People's Movement as a critical success factor for the struggle. Strategy is one of the factors expressed by Sidney Tarrow as a determinant of the success of a movement. The study used case studies Comparison of Muslim League Movement Strategy in India and the Pattani People's Movement in Thailand In an Effort to Obtain Independence of the Minority Territory in 1902-1954. The selected research question is How do the differences in the strategy of the struggle by the Muslim League in India and the Pattani People's Movement in Southern Thailand affect the differences in the results of the independence efforts of minority groups The argument of this research is the strategy used by the Muslim League and the People's Movement of Pattani to have differences that result in different results. The Muslim League uses a more diplomatic strategy in its struggle, in contrast to the Pattani People's Movement that is more pressing for government. The argument will be proved by analyzing the comparison of the two conflicts and the strategies adopted by the two movements so that the purpose of this research can be reached that is to explain that strategy is an important factor in a resistance movement of minority groups to achieve its objectives.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aunurrahman
"

Penelitian ini akan menjelaskan dan merkonstruksi bagaimana pemberitaan media massa olahraga Marca dalam menyuarakan kemerdekaan Catalan sesuai dengan sikap politik pemerintah Spanyol. Dengan menggunakan analisis wacana kritis penelitian ini membongkar pesan dibalik teks-teks yang dimunculkan oleh Marca sebagai media massa olahraga dalam pemberitaan mereka terkait isu kemerdekaan wilayah Catalan, serta referendum yang terjadi pada 1 Oktober 2017. Bagaimana pemberitaan yang muncul di media massa olahraga Marca dipengaruhi juga oleh keadaan serta situasi yang terjadi di Spanyol. Dalam penelitian ini konsep spin doctor dan teori normatif media social responsibility digunakan untuk mengamati faktor-faktor yang kemudian membuat Marca sebagai media massa olahraga justru menyuarakan sikap politik pemerintahan Spanyol terkait isu kemerdekaan wilayah Catalan. Temuan dalam penelitian ini adalah bagaimana Marca sebagai media massa olahraga digunakan oleh pemerintah Spanyol untuk menyuarakan perspektif pemerintah terkait isu kemerdekaan wilayah Catalandan Mengapa Marca mengambil posisi sebagai spin doctor pemerintah Spanyol terkait kemerdekaan Catalan, serta faktor-faktor pendorong, dan bagaimana spin doctor tersebut dilakukan.

 


This research will reconstruct how the news of Marca`s sports media in voicing Catalan independence in accordance with the political attitude of the Spanish government. By using critical discourse analysis, this study uncovers the message behind the texts that Marca raised as sports mass media in their reporting on issues of independence of the Catalan region, as well as the referendum that occurred on October 1, 2017. How the news that appeared in the Marca sports media was influenced too by the circumstances and situation that occurred in Spain. In this study the concept of spin doctor and normative theory of social media is used to observe the factors that later made Marca as a sports media to voice the political attitude of the Spanish government regarding the issue of independence of the Catalan region. The findings in this study are how Marca as a sports mass media was used by the Spanish government to voice government perspectives regarding the issue of independence in the Catalan region.

 

"
2019
T53511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Yatiman
"Pelaksanaan otonomi seluas-luasnya pasca reformasi berdampak pada meningkatkan keinginan daerah untuk melakukan pemekaran daerah. Pemekaran daerah di Indonesia menjadi fenomena yang tidak dapat dibendung. Pembentukan DOB di Kabupaten Paser merupakan salah satu upaya untuk mensejahterakan rakyat melalui pemerataan pembangunan dan mendekatkan pelayanan publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan untuk menganalisis dinamika pembentukan DOB Kabupaten Paser Tengah dan Kabupaten Paser Selatan di Kabupaten Paser.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses pembentukan DOB di Kabupaten Paser memiliki banyak hambatan karena adanya perebutan daerah yang menjadi wilayah cakupan terhadap dua calon DOB dan adanya konflik penetapan ibukota. Konflik dalam pembentukan DOB di Kabupaten Paser mempengaruhi ketahanan daerah di bidang keamanan.

The implementation of autonomy after the reform impact on proliferation of administrative regions. The formation of new autonomous region in Paser Municipal is one of efforts of people welfare provision through equitable development and public service. This study used qualitative to analyze the dynamic of new autonomous region of Central Paser Municipal and South Paser Municipal in Paser Municipal.
The result of the study showed the process of forming the new autonomous region in Paser Municipal had many obstacles caused by the struggle for territory within the new two autonomous regions and also the conflict in deciding the capital. The conflict of the formation new autonomous region in Paser Municipal affects the security in regional resilience.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dorotea Rini Yunarti
Jakarta: Kompas, 2003
959.803 DOR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kunto Purboyono
"
ABSTRAK
Sukarno dan Tan Malaka merupakan dua anak manusia yang menafsirkan Marxisme secara unik. Semangat humanis yang membara membuat mereka memandang segala bentuk kekejaman dan teror dalam menerapkan sebuah ideologi sebagai hal yang menjijikkan. Situasi terjajah, tertindas, dan terhina menjadikan Marxism sebagai ideologi yang sangat memberi harapan dan inspirasi. Ketika emosi dan gelegak semangat membuat orang-orang menjadi bingung dalam menerima pemikiran yang masuk dan sebagian orang yang terlanjur menjadi Marxis kehilangan kontrol diri mereka dan berubah menjadi setan berwujud manusia, mereka dapat menyaring Marxisme dengan semangat kritis dan ilmiah yang tinggi. Sebuah Indonesianisasi Marxisme begitulah kira-kira usaha mereka terhadap ajaran itu. Istilah yang sarat arti ini memicu perdebatan yang tak habis-habis terlebih bila dikaitkan dengan apa yang disebut Sukarnoisme. Tapi singkatnya, essensi keinginan mereka adalah mengambil semangat humanis dari ajaran itu seperti anti penindasan, kemerdekaan, dan keadilan serta mencoba menaklukkan kaum Marxis yang menerapkan idealoginya secara sempit dan ekstrem dengan menafsirkan Marxisme sebagai perwujudan nilai-nilai besar manusia yang disepakati bersama.
"
1998
S12260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>