Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164208 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Rum
"LatarBelakang: Struktur dentokraniofasial pada anak dengan celah bibir dan langit-langit yang ditangani dengan prosedur bedah, akan mempengaruhi pertumbuhan maksila, namun tidak mempengaruhi struktur dan posisi mandibula. Disproporsional atau kelainan dentofasial dapat terjadi apabila pertumbuhan maksila tidak sejalan dengan pertumbuhan mandibula sehingga untuk mencapai keberhasilan perawatan perlu memperhatikan keadaan pertumbuhan dan perkembangan anak terutama pada kasus yang diindikasikan perawatan orthodonti disertai bedah orthognatik, dimana waktu dilakukan bedah pada saat pertumbuhan telah selesai. Dalam mengidentifikasi tahap pertumbuhan dapat digunakan beberapa indikator seperti usia kronologis, tinggi dan berat badan, perkembangan gigi geligi dan karakteristik maturasi seksual yaitu menstruasi pada wanita dan perubahan suara pada pria. Indikator lainnya adalah perkembangan skeletal yang umumnya dilakukan melalui pemeriksaan foto radiografik. Penentuan maturasi skeletal dengan mengevaluasi marurasi tulang karpal, sangat membantu untuk menetapkan diagnosis dan merencanakan perawatan yang tepat.
Tujuan: Untuk menilai tahap maturasi tulang karpal penderita celah bibir dan/atau langitlangit usia 15 - 20 tahun.
Bahan dan Cara : Dilakukan pengambilan rontgen foto karpal tangan kiri pada 25 sampel, hasil radiografi dilakukan analisa dengan maturasi skeletal indeks. Dari data yang didapat dilakukan uji statistik chi-squere.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tahap maturasi tulang karpal pada penderita celah bibir dan langit-langit pada kelompok umur 15-17 tahun, sangat bervariasi. Pada kelompok umur 18-20 tahun, baik lakilaki dan perempuan tahap maturasi skeletal telah selesai. Hasil uji statistik memperlihatkan perbedaan maturasi skeletal yang bermakna antara laki-laki dan perempuan.
Kesimpulan :.Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara maturasi skeletal kelompok laki-laki dibandingkan kelompok perempuan pada penderita celah bibir dan/atau langit-langit.

Background : Dentocraniofacial structure in children with cleft lip and palate treated with surgical procedures, will affect the growth of the maxilla, but does not affect the structure and position of the mandible. Disproportionate or dentofacial abnormalities can occur when the growth of the maxilla is not in line with the growth of the mandible so as to achieve treatment success should pay attention to the state of growth and development of children, especially in the case of the indicated treatment with surgical orthodontic orthognatic, where surgery is the time when growth has been completed. In the growth stage can be used to identify some indicators such as chronological age, height and weight, the development of teeth and characteristics of sexual maturation that menstruation in women and in men the sound changes. Another indicator is the skeletal development which is generally done through radiographic examination. Determination of skeletal maturation by evaluating marurasi carpal bones, is helpful to establish the diagnosis and appropriate treatment plan.
Objectives : To assess patients with carpal bone maturation stage cleft lip and/or palate aged 15-20 years.
Material and Method : Hand wrist x-ray image of the left hand on 25 sample, result of radiograph performed analysis with Skeletal Maturation Index (SMI). The data was performed statistical analysis chi-squere test.
Results : The results showed carpal bone maturation stage in patients with cleft lip and palate in the age group 15-17 years, are very varied. In the age group 18-20 years, both male and female skeletal maturation stage has been completed. The test result showed statistically differences in skeletal maturation between male and female with cleft lip and palate on Skeletal Maturation Index (SMI).
Conclusion: From this study it can be conclude that there significant differences male skeletal maturation compared to female of children with cleft lip and palate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Wilona
"Latar Belakang : DPSC dan SHED merupakan sumber sel stromal yang dapat digunakan untuk rekayasa jaringan sebagai alternatif perawatan pasien dengan CLP. Penelitian terdahulu menunjukkan ekspresi gen Homeobox pada DPSC pasien dengan CLP dibandingkan subjek normal. Gen Homeobox merupakan sekelompok gen yang mengkodekan serangkaian domain protein yang berperan dalam proses awal perkembangan dan diferensiasi sel saat embriogenesis. Dalam kelompok homeobox ini, terdapat gen SHOX yang berperan dalam pembentukan kerangka tulang pada tahap embriogenesis. Penelitian ini dilakukan untuk memvalidasi perbedaan ekspresi gen pada kelompok sampel DPSC dan SHED subjek normal dan pasien CLP. Tujuan : Melakukan evaluasi karakteristik sel pada sampel DPSC subjek normal dengan pasien CLP; DPSC dengan SHED pasien CLP. Metode : Menggunakan template RNA dari 3 kelompok sampel yaitu DPSC subjek normal, DPSC pasien CLP, dan SHED pasien CLP. Lalu, sintesis cDNA dan dilakukan metode RT-qPCR untuk melihat ekspresi gen SHOX dari setiap kelompok sampel. Hasil : Tidak terdapat perbedaan ekspresi gen SHOX pada perbandingan kelompok sampel DPSC normal dengan pasien CLP, dan kelompok DPSC CLP dengan SHED CLP. Kesimpulan : DPSC dan SHED subjek normal dan pasien CLP memiliki karakteristik gen SHOX yang sama.

Background : DPSC and SHED are the sources for tissue engineering as an alternative treatment for patients with CLP. Previous studies showing expression of homeobox genes in DPSC of normal compared to CLP patients. Homeobox genes encode a series of protein domains that is involved in the process of development and cell differentiation. There is a SHOX gene involved in the bone skeleton formation during embryogenesis. This study was conducted to validate the differences in gene expression between the sample groups of DPSC and SHED of normal and CLP subjects. Objective : To evaluate the cell characteristics in sample groups of DPSC in normal and CLP subjects; DPSC and SHED in CLP subjects. Methods : Using RNA template of 3 sample groups, namely DPSC of normal subjects, DPSC of CLP subjects. cDNA was synthesized and the RT-qPCR method was used to see the SHOX gene expression of each group. Result : There was no differences in SHOX gene expression in the comparison of DPSC normal with CLP patients, and the DPSC and SHED in subjects with CLP. Conclusion : DPSC and SHED in normal subjects and CLP patients have the same characteristics of SHOX gene."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supit, Laureen
"Bibir sumbing dengan atau tanpa sumbing langit-langit adalah cacat bawaan kraniofasial yang paling banyak ditemukan. Penyebabnya kompleks dan melibatkan banyak faktor genetik dan lingkungan. Cacat bawaan ini dapat menyebabkan banyak morbiditas, serta beban ekonomi yang berat; karena pasien sumbing membutuhkan intervensi medis setidaknya selama 18 tahun pertama yang mencakup beberapa aspek kehidupan pasien. Derajat dan kompleksitas sumbing sangat bervariasi, yang nantinya akan menentukan tatalaksana dan hasil akhir rekonstruksi untuk tiap individu. Identifikasi dan klasifikasi sangat berperan dalam penilaian awal kasus sumbing yang masing-masing unik, selanjutnya menjadi panduan untuk pemilihan metode yang tepat untuk mengoreksi defek. Beberapa klasifikasi yang ada dapat mengukur derajat keberhasilan rekonstruksi setelah operasi. Upaya yang telah dilakukan dan tantangan untuk dapat memformulasikan suatu klasifikasi yang ideal dan mencakup semua jenis sumbing ditelaah dalam tulisan ini.

Abstract
Cleft lip with or without cleft palate is the most occurring craniofacial anomaly in human, resulting from a complex etiology involving multiple genetic and environmental factors. The defect carries lifelong morbidity and economic burden. Children with clefts will require continuous medical interventions for at least the first 18 years of life, affecting many aspects of their lives. The extent and complexity of clefts vary infinitely, later determining individual management and outcome. Identification and classification play significant roles in initial assessment of these unique cleft cases, which affect options for following correctional attempts. Some classifications even allow measurement of progress after anatomical repositioning, and success rate after surgical repairs. The challenge of developing one such widely inclusive classification is discussed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safira Anindya
"Celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit merupakan salah satu kelainan kongenital yang memengaruhi regio orofasial. Kelainan ini merupakan cacat lahir orofasial yang paling sering terjadi dengan prevalensi 1:700. Pada beberapa pasien dengan celah bibir dan langit-langit komplit, dapat ditemukan suatu jembatan jaringan lunak yang dapat menghubungkan tepi medial dan lateral dari celah bibir atau nostril, bibir dengan prosesus alveolaris, ataupun menghubungkan prosesus alveolaris yang terpisah, yang biasa disebut dengan soft tissue band. Mekanisme terbentuknya band ini belum diketahui secara pasti. Terdapat tiga tipe soft tissue band, tipe 1 yaitu band yang menghubungkan bibir dengan bibir (band Simonart); tipe 2 band yang menghubungkan bibir dengan alveolar (band oblique); dan tipe 3 band yang menghubungkan antar prosesus alveolar (band alveolar). Penelitian mengenai soft tissue band pada kasus celah bibir dan langit-langit di Indonesia masih sangat sedikit, sehingga penelitian deskriptif retrospektif ini bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi soft tissue band pada pasien celah bibir dan langit-langit berdasarkan tipe celah di RSAB Harapan Kita periode Januari 2010 Desember 2012. Analisis dilakukan pada 296 rekam medik. Dari 296 pasien celah bibir dan langit langit di RSAB Harapan Kita tahun 2010-2012, ditemukan 30 kasus soft tissue band (10,1%). Pada tahun 2010 terdapat 6 kasus, tahun 2011 terdapat 10 kasus, dan tahun 2012 terdapat 14 kasus. Soft tissue band lebih sering ditemukan pada pasien dengan celah unilateral (10,3%) dibanding pasien dengan celah bilateral (9,5%). Sebanyak 9 kasus soft tissue band ditemukan pada celah bibir dan langit langit unilateral sisi kiri. Berdasarkan tipenya, soft tissue band paling banyak ditemukan pada tipe Simonart (bibir ke-bibir) yaitu 18 kasus (60%), tipe oblique(bibir ke-alveolus ditemukan 10 kasus 33,3%, dan tipe band alveolar alveolus ke-alveolus) ditemukan 2 kasus 6,7%. Berdasarkan variasinya, sebanyak 21 kasus soft tissue band tertutup oleh kulit 70% dan 9 kasus hanya berupa jaringan mukosa atau yang disebut varian subklinis 30%."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Univeritas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Debora Theresa
"Latar Belakang: Epigenetik lingkungan merupakan faktor yang masih dapat dikontrol dalam kejadian celah bibir dan lelangit. Masyarakat diharapkan dapat mengetahui apa saja epigenetik lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian celah bibir dan lelangit sehingga masyarakat sadar akan pentingnya tata laksana yang baik pada penderita celah bibir dan lelangit. Tujuan: Mengetahui gambaran epigenetik lingkungan pada penderita celah bibir dan lelangit. Metode: Penelitian deskriptif dengan desain potong lintang dengan sampel 184 rekam medis pasien celah bibir dan lelangit di RSAB Harapan Kita. Data menunjukkan gambaran epigenetik lingkungan pada anak dengan celah bibir dan lelangit yang sudah selesai menjalani perawatan bedah primer di RSAB Harapan Kita. Hasil: Nilai rerata usia ibu saat hamil adalah 30,5 tahun. Terdapat riwayat konsumsi obat pada 77,7 persen subjek. Tidak diketahui adanya kebiasaan merokok pada ibu. Tingkat pendidikan ibu sedang (SMP, SMA, Diploma 1–3) dan tingkat pendidikan ayah tinggi (Sarjana 1–2) memiliki persentase terbesar. Mayoritas ibu pasien berdomisili di Jabodetabek. Nilai rerata berat badan lahir, lingkar kepala lahir, dan panjang badan lahir sebagai parameter dari nutrisi ibu termasuk dalam kategori normal. Sebanyak 79,9% subjek menjalani recall pasca perawatan primer. Kesimpulan: Epigenetik lingkungan menunjukkan gambaran yang normal pada pasien celah bibir dan lelangit di RSAB Harapan Kita.

Background: Environmental epigenetics are controllable elements in the occurrence of cleft lip and palate. The community is expected to understand the environmental epigenetics that influence the incidence of cleft lip and palate, raising awareness of the importance of proper management in cleft lip and palate. Objective: This study aims to understand the overview of environmental in epigenetics individuals with cleft lip and palate. Methods: Descriptive research with a cross-sectional design involving a sample of 184 medical records of cleft lip and palate patients at RSAB Harapan Kita. The data illustrates the overview of environmental epigenetics in children with cleft lip and palate who have completed primary surgical treatment at RSAB Harapan Kita. Results: The average maternal age during pregnancy is 30,5 years. About 77,7% of subjects have a history of drug consumption, and smoking habits are unknown. Mothers typically have a moderate education level, while fathers have a higher education level. Most mothers reside in Jabodetabek. Birth weight, head circumference, and birth length fall within normal ranges. A recall after primary care was conducted for 79,9% of the subjects. Conclusion: The environmental epigenetics indicate a normal overview in patients with cleft lip and palate at RSAB Harapan Kita."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fory Fortuna
"Latar Belakang: Proses epitelisasi yang cepat dapat menurunkan kontraksi luka pada proses penyembuhan luka yang kemudian dapat menurunkan formasi skar. Untuk jangka panjang, diprediksi akan menjadi faktor penting untuk membantu pertumbuhan maksila. Madu yang diberikan sebagai terapi oral mempercepat proses epitelisasi 2.1 kali lebih cepat pada defek lateral palatum pasca two flap palatoplasty. Namun hasil jangka panjang dari terapi ini belum dievaluasi.
Tujuan Penelitian: Untuk mengevaluasi pertumbuhan maksila sebagai efek jangka panjang proses epitelisasi yang cepat pada palatum yang diberikan terapi oral madu pasca two flap palatoplasty.
Metode : Merupakan studi kasus kontrol yang terdiri atas 2 grup membandingkan pertumbuhan maksila pasien dengan celah bibir dan langit-langit komplit yang diberikan terapi madu dan yang tidak diberikan madu setelah two flap palatoplasty pada tahun 2011-2012. Hasil pengukuran cephalometri dicatat dan dibuat cetakan gigi untuk tiap pasien kemudian dikategorisasi menggunakan metode GOSLON yardstick. Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS versi 20.
Hasil :Follow up dilakukan pada 20 orang pasien. Sepuluh orang diantaranya merupakan group kontrol yang tidak mendapat terapi oral madu setelah palatoplasty. Median masing-masing umur populasi adalah 8.5 pada subjek kisaran 6 tahun - 10 tahun dan 11 tahun pada kontrol kisaran 9 tahun - 14 tahun . Body Mass Index BMI r 0.49, 95 , p 0.03 . dan faktor keluarga dengan hipoplasi maksila p 0.02 berpengaruh secara statistik dengan panjang palatum. Hasil GOSLON yardstick tipe 4 merupakan hasil terbanyak pada kedua grup 40 dengan reliabilitas antara examiner 1-2 dan 2-3 adalah sedang kappa; 0.583 dan 0.512 dan 1-3 adalah kuat kappa 0.716 . Terdapat 40 SNA normal pada grup madu, sedangkan hanya 20 SNA normal pada grup kontrol.
Kesimpulan: Pemberian madu sebagai terapi oral setelah two flap palatoplasty memberikan hasil sudut SNA yang baik pada hampir separuh total subjek terapi madu. Sebagaimana pertumbuhan maksila berakhir pada umur 20 tahun, maka hasil penelitian ini tidak dapat menyimpulkan hasil final pertumbuhan maksila. Usaha lain untuk memperbaiki pertumbuhan maksila pada pasien sumbing langit-langit perlu dipertimbangkan kembali. Penelitan dalam bentuk inovasi baru dalam teknik operasi dapat berkontribusi sebagai usaha mambantu pertumbuhan maksila.

Background: It is expected that faster epithelialization decrease wound contraction and then reducing scar formation. For long term, it will be an important factor that will result in good maxillary growth.Honey given as oral drops significantly precipitates the epithelialization process of the lateral palatal defects post two flap palatoplasty 2.1 times faster. Long term result has not been evaluated.
Aim of Study: To evaluate maxillary growth as long term effect of fast epithelialization of the palates treated honey as oral drops after two flap palatoplasty.
Methods: This is a case control study consists of 2 groups. Comparing maxillary growth of the unilateral complete cleft lip and palate UCCLP patients who were given honey as oral drops and without oral drops after their two flap palatoplasty in 2011 2012. The cephalometric measurements were recorded and the dental cast for each patient are evaluated using GOSLON yardstick method. The collected data are analysed using SPSS version 20.
Result: Long term follow ups are done in 20 patients. Ten of them are control group who are not given honey oral drop after palatoplasty. The median age of each population are 8.5 years for subjects range 6 years 10 years and 11 years for control group range 9 years 14 years. Body Mass Index BMI r 0.49, 95 , p 0.03. and family history of maxillary hypoplasia p 0.02 are two significant factors. GOSLON yardstick type IV are the most frequent GOSLON on both group 40 with interratter reliability between examiner 1 2 and 2 3 were moderate kappa 0.583 and 0.512 and 1 3 is substantial kappa 0.716 . There is 40 normal SNA angle on honey group, while only 20 normal SNA angle is found on control group.
Conclusion: Honey oral drops after two flap palatoplasty result good SNA angle of children in almost half of the honey group at the phase of initiation skeletal growth. As the growth of maxilla end up to 20 years old, this result cannot be concluded as final result of maxillary growth. Other effort to make maxillary growth better for cleft palate patient should be reconsidered. New innovation for operative technique can be a major contributing factor in maxillary growth for further study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Cleft Lip and Cleft Palate Management of a Four Yearl Old Child.
Cleft lip and cleft palate caused problems in esthetic, swallowing, and spelling. This present case was a case of a four year old girl referred to Department of Pediatric Dentistry Universitas Indonesia after having a labioplasty. She was received an obturator and a denture. The obturator was aimed to close the cleft in the palate while the denture was aimed to correct the alveolar and lip contour. It was revealed that a team was required to manage this case especially during the period of dental and facial growth and the parent played an important role in maintaining
oral hygiene and diet control."
[Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Journal of Dentistry Indonesia], 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
New York, NY: Springer, 2013
617.522 5 CLE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Muslita Rizky Wahyuni
"Studi mengenai pengukuran dental cast telah beberapa kali dilakukan namun sedikit sekali yang terkait dengan Celah Bibir dan Langit-langit Bilateral karena jumlah kasus yang sangat jarang. Tujuan dari studi ini untuk mengevaluasi pertumbuhan maksila pasien Celah Bibir dan Langit-langit Bilateral menggunakan beberapa perlengkapan alat dan software menggunakan landmark yang sama dengan studi pengukuran lengkung maksila dan sudut palatal shelves. Penelitian Retrospektif ini diselenggarakan di RS Harapan Kita Cleft Center Jakarta, Indonesia. 35 dental cast sebelum labioplasti dan 35 dental cast setelah labioplasti dari pasienyang sama didigitisasi menggunakan scanner desktop 3D E4 dari 3shape. Lebar lengkung maksila dengan pengukuran linear dan palatal shelve dilakukan pada penelitian ini. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali oleh orang yang sama (intra observer) dan measurement error dihitung menggunakan dahlberg test. Laju pertumbuhan linear pada pasien ini baik, 45,1% pasien mengalami laju pertumbuhan positif setelah pembedahan, 34,3% laju pertumbuhan positif antar kaninus, dan 14,3% pasien mengalami laju pertumbuhan negatif pada interkaninus maksila dan intertuberositas. Laju pertumbuhan angular 22,9% mengalami hasil negatif dan 5,7% mengalami laju pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan relatif normal pada penelitian ini. Palatal shelve mengalami pendangkalan pada penelitian ini namun pada tuber maksila kiri ada peninggian.

There were several studies regarding to measure the growth from dental cast, but it is severely limited study which is related to Bilateral Cleft Lip and Palate (BCLP) since the case is quite rare. The aim of this study is to evaluate the maxillary growth of BCLP patients using different tools and software with the same landmark to the previous methods for dental arch width and palatal shelves angle. This retrospective study was held in Children and Maternal Cleft Center Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia. 35 dental casts before labioplasty and 35 dental casts before palatoplasty from the same patients were digitized using 3D desktop scanner E4 from 3shape. Dental arch width of BCLP maxillary growth rate with linear measurement and palatal shelf angle were conducted in this study. The measurements were performing twice by same person (intra observer) and the measurement error was calculated by Dahlberg test. The growth rate linear in this patients results are good, 45.1% of patients experiencing positive growth rate post surgery, 34.3% positive growth surgery intercanine, but negative growth rate on intertuberosity, 14.3% patients have negative maxillary intercanine results and positive intertuberosity growth rate, and finally 14,3% patients experiencing negative growth rate in both maxillary intercanine and intertuberosity . Angular growth rate 22.9% have negative results and 5.7% have positive growth rate results. The dental arch linear growth rate relatively normal in this research. The palatal shelves were elevated in this research but in left tuber maxillary the degree is increasing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sitha Christine
"Background: As the second most common congenital structural anomaly, CL/P may functionally disable children with regard to eating, drinking, speaking, breathing, and hearing. Psychosocial health issue is important in school-age children because by the
age of 7 years, children start to make judgments about physical attractiveness in their peers. This study aims to evaluate psychosocial problems in Indonesian cleft center school-age patients identified using CBCL/6-18 despite any surgical interventions. Methods: We conducted a cross-sectional study on patients’ parents from Bandung,
Indonesia from 2011 to 2016, have undergone CL/P associated surgeries in Bandung Cleft Center using the Bahasa Indonesia version of CBCL/6-18 questionnaire (administered orally by phone). The data was entered to the official ASEBA-Web
online calculator. We depicted the findings using descriptive statistics. Results: There were 104 patents who can be contacted from the Bandung Cleft Center surgery database from 2011 to 2016. The median age was 8 years old, 56.7% of them were male, and 73.0% of them has cleft of lip, gum, and palate. We found that the speech and appearance problem were not perceived on 36 patients (34.6%) after undergoing surgery. We found that 78,8% of the patients had below normal score in Activities scale, while 93.3% of the patient had normal score in the Social scale and 92.3% of the patient had normal score School scale. Seven patients (6.7%) scored Borderline or Clinical Range in the Problem Items section. Sixteen patients (15.4%) were noted for some of the Critical Items put in among the Problem Items checklist as a
red flag indicator. Conclusion: In this study, we found 6.7% of the school-age children population with
CL/P had psychosocial problems. As the Indonesian population is very diverse, a wider sample from all regions of Indonesia are necessary to give more complete understanding. The result of this study hopefully can shed some light in the long-term
psychosocial conditions of the CL/P children post-operatively and be a baseline for further studies and care in Indonesian cleft center

Latar Belakang: Sebagai kelainan kongenital struktural kedua paling umum, CL/P dapat menyebabkan gangguan fungsional dalam hal makan, minum, berbicara, bernapas, dan mendengar. Masalah psikososial menjadi penting pada anak usia sekolah
karena pada usia 7 tahun, anak mulai dapat melakukan penilaian daya tarik fisik pada teman sebayanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi masalah psikososial pada pasien usia sekolah di pusat sumbing Indonesia menggunakan CBCL / 6-18 setelah dilakukan intervensi bedah. Metode: Kami melakukan studi potong lintang pada orang tua pasien dari Bandung,
Indonesia dari tahun 2011 hingga 2016, telah menjalani operasi terkait CL/P di Bandung Cleft Center menggunakan kuesioner CBCL / 6-18 versi Bahasa Indonesia (diberikan secara lisan melalui telepon). Data dimasukkan ke kalkulator online resmi ASEBA-Web. Kami menguraikan temuan menggunakan statistik deskriptif. Hasil: Terdapat 104 pasien yang dapat dihubungi dari database operasi Bandung Cleft
Center dari tahun 2011 sampai 2016. Median umur adalah 8 tahun, 56,7% berjenis
kelamin laki-laki, dan 73,0% diantaranya mengalami celah bibir, gusi, dan lelangit.
Kami menemukan bahwa masalah bicara dan penampilan tidak dikeluhkan pada 36
pasien (34,6%) setelah menjalani operasi. Kami menemukan bahwa 78,8% pasien memiliki skor di bawah normal pada skala Aktivitas, sedangkan 93,3% pasien memiliki skor normal pada skala Sosial dan 92,3% pasien memiliki skor normal Skala Sekolah.
Tujuh pasien (6,7%) mendapat skor borderline atau clinical range di bagian Problem Items. Enam belas pasien (15,4%) dicatat untuk beberapa Critical ITems yang dimasukkan dalam daftar periksa Problem Items sebagai indikator bendera merah. Kesimpulan: Dalam penelitian ini ditemukan 6,7% dari populasi anak usia sekolah dengan CL/P memiliki masalah psikososial. Mengingat jumlah penduduk Indonesia
yang sangat beragam maka diperlukan sampel yang lebih luas dari seluruh wilayah
Indonesia untuk memberikan pemahaman yang lebih lengkap. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjelaskan kondisi psikososial jangka panjang pada anak CL / P
pasca operasi dan menjadi dasar untuk studi dan perawatan lebih lanjut di pusat
sumbing di Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>