Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178821 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eppy
"Hubungan antara peningkatan kadar interleukin-6 dan protein C reaktif dengan kebocoran plasma pada penderita infeksi dengue dewasa masih belum jelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-6 dan protein C reaktif antara kelompok infeksi dengue dengan dan tanpa kebocoran plasma. Penelitian dilakukan secara potong lintang terhadap data sekunder dari penderita infeksi dengue dewasa yang dirawat di RSCM dan RSUP Persahabatan antara 1 Maret 2014 - 1 April 2015. Jumlah total sampel adalah 44 orang, terdiri dari 24 orang dengan kebocoran plasma dan 20 orang tanpa kebocoran plasma. Kadar IL-6 pada kelompok dengan dan tanpa kebocoran plasma masing-masing pada hari ke-3 dan ke-5 demam adalah 8,56 vs 3,80 (p = 0,069) pg/mL dan 4,30 vs 2,76 pg/mL (p = 0,025), sedangkan untuk protein C reaktif adalah 10,1 vs 6,8 mg/L (p = 0,014) dan 5,0 vs 2,9 mg/L (p = 0,048).
Kadar IL-6 hari ke-3 dan ke-5 demam pada kelompok dengan kebocoran plasma adalah 8,56 vs 4,30 pg/mL (p = 0,037) dan pada kelompok tanpa kebocoran plasma adalah 3,80 vs 2,76 pg/mL (p = 0,005). Kadar protein C reaktif hari ke-3 dan ke-5 demam pada kelompok dengan kebocoran plasma adalah 10,1 vs 5,0 mg/L (p = 0,0001) dan pada kelompok tanpa kebocoran plasma adalah 6,8 vs 2,9 mg/L (p = 0,0001). Tidak ada perbedaan kadar IL-6 pada hari ke-3 demam di antara kedua kelom-pok, sedangkan pada hari ke-5 demam kadarnya lebih tinggi pada kelompok dengan kebocoran plasma. Kadar protein C reaktif hari ke-3 dan ke-5 demam lebih tinggi pada kelompok dengan kebocoran plasma. Kadar IL-6 dan protein C reaktif hari ke-3 lebih tinggi dibandingkan hari ke-5 demam pada kedua kelompok.

There is stiil unclear association between the elevation of interleukin-6 and C-reactive protein levels with plasma leakage in adult dengue infection patients. The study aims to determine differences in the levels of interleukin-6 and C-reactive protein among groups of dengue infection with and without plasma leakage. This is a cross-sectional study of secondary data from adult patients with dengue infection were treated at Cipto Mangunkusumo and Persahabatan Hospital between March 1, 2014 until April 1, 2015. The total number of samples were 44 people, consisting of 24 people with plasma leakage and 20 people without plasma leakage. Median levels of interleukin-6 for groups with and without plasma leakage each for the 3rd and the 5th day of fever were 8.56 vs 3.80 pg/mL(p = 0.069) and 4.30 vs 2.76 pg/mL (p = 0.025), whereas for C-reactive protein were 10.1 vs 6.8 mg/L ( p = 0.014) and 5.0 vs 2.9 mg/L (p = 0.048).
Median levels of interleukin-6 on the 3rd and the 5th day of fever in the group with plasma leakage were 8.56 vs 4.30 pg/mL (p = 0.037) and in the group without plasma leakage were 3.80 vs 2.76 pg/mL (p = 0.005). Median level of C-reactive protein on the 3rd and 5th day of fever in the group with plasma leakage were 10.1 vs 5.0 mg/L (p = 0.0001) and in the group without plasma leakage were 6.8 vs 2.9 mg/L (p = 0.0001). There was no differences in levels of interleukin-6 on the 3rd day of fever between the two groups, while on the 5th day of fever interleukin-6 levels was higher in the group with plasma leakage. The levels of C-reactive protein on the 3rd and the 5th day of fever were higher in the group with plasma leakage. The level of Interleukin-6 and C-reactive protein on the 3rd day of fever were higher than the 5th day of fever in both groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Leopold Jim
"Latar Belakang : Kebocoran plasma merupakan proses utama yang terjadi pada demam berdarah dengue (DBD) dimana mulai terjadi pada hari ke-3 demam dan mencapai puncaknya pada hari ke-5 demam. Kebocoran plasma menyebabkan hipoksia jaringan yang berakibat asidosis. Variabel yang terkait dengan mikrosirkulasi perfusi jaringan yaitu parameter asam-basa. Menurut Stewart, abnormalitas asam-basa metabolik ditentukan dengan menghitung Strong Ion Difference (SID). Hingga saat ini belum diketahui nilai SID pada infeksi dengue dewasa dengan kebocoran plasma.
Tujuan Penelitian : Mengetahui peran nilai SID untuk memprediksi dan mendiagnosis kebocoran plasma pada infeksi dengue pasien dewasa.
Metode : Studi potong lintang dan kohort retrospektif, pada infeksi virus dengue pasien dewasa yang dirawat di ruang penyakit dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP Persahabatan Jakarta. Dilakukan pemeriksaan nilai SID untuk melihat perbedaan rerata nilai SID antara demam dengue (DD) dan DBD dengan uji t tidak berpasangan, dan nilai titik potong SID pada keadaan dengan atau tanpa kebocoran plasma dilakukan dengan menentukan sensitivitas dan spesifisitas terbaik dari kurva ROC.
Hasil : Jumlah subjek sebanyak 57 orang. Jenis kelamin laki-laki sebanyak 31 pasien (54,38%) dan perempuan 26 pasien (45,61%). Kasus DD 31 pasien (54,38%) dan kasus DBD 26 pasien. Nilai SID hari ke-3 pada DBD secara bermakna lebih rendah dibandingkan DD [36,577 (±2,08) dan 39,032 (±1,44); p<0,01]. Demikian pula pada hari ke-5, nilai SID pada DBD lebih rendah dibandingkan DD [34,423 (±2,36) dan 37,548 (±2,55); p<0,01]. Hasil analisis statistik didapatkan perbedaan bermakna. Berdasarkan kurva ROC pada hari ke-3 didapatkan nilai SID ≤37,5 sebagai titik potong yang memberikan sensitivitas 65% dan spesifisitas 84% dengan Area Under Curve (AUC) 0,824 (IK 95% 0,71 ? 0,93; p<0,001). Pada hari ke-5, titik potong nilai SID ≤36,5 memberikan sensitivitas 81% dan spesifisitas 68% dengan AUC 0,813 (IK 95% 0,7 ? 0,92; p<0,001).
Kesimpulan : Nilai SID hari ke-3 dan hari ke-5 pada DBD lebih rendah dibandingkan DD. Nilai SID ≤37,5 pada hari ke-3 dan ≤36,5 pada hari ke-5 dapat dipakai sebagai petanda kebocoran plasma.

Background : Plasma leakage is the main process in dengue haemorrhagic fever (DHF) which starts at day 3 of fever and peaked at day 5 of fever. Plasma leakage is causing tissue hypoxia that resulting in acidosis. Tissue perfusion microcirculation-associated variable is acid-base parameters. According to Stewart, abnormality of metabolic acid-base is determined by calculating Strong Ion Difference (SID). Now, SID in adult dengue-infected patients with plasma leakage is not known yet.
Objectives : To detemine the role of SID in prediction and diagnosis of plasma leakage in adult dengue-infected patients.
Methods : These were cross-sectional and retrospective cohort study which conducted in adult dengue-infected patients that hospitalized in internal medicine ward of Cipto Mangunkusumo General Hospital and Persahabatan General Hospital in Jakarta. SID was examined to determine the mean difference between dengue fever (DF) and DHF by t-test independent, and cut-off point of SID in plasma leakage was identified by sensitivity and specificity based on ROC curve.
Results : There were 57 adult dengue-infected patients recruited; consist of 31 male patients (54,38%) and 26 female patient (45,61%); 31 DF patients (54,38%) and 26 DHF patients (45,6%). SID on day 3 of fever in DHF was significantly lower than DF [36,577 (±2,08) vs 39,032 (±1,44); p<0,01]. Similarly on day 5, SID of DHF 36,577 (±2,08) vs DF 39,032 (±1,44); p<0,01. Based on ROC curve of day 3, the cut-off point of SID was ≤37,5 with sensitivity 65%, specificity 84%, Area Under Curve (AUC) 0,824 (95% CI 0,71 ? 0,93; p<0,001). On day 5, the cut-off points of SID was <36,5 with sensitivity 81%, specificity 68%, AUC 0,813 (95% CI 0,7 ? 0,92; p<0,001).
Conclusion : SID on day 3 and day 5 of fever in DHF was significantly lower than DF. SID ≤37,5 on day 3 and ≤36,5 on day 5 can be used as a marker of plasma leakage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Bur
"Latar Belakang : Perbedaan antara demam dengue ( DD ) dan demam berdarah dengue ( DBD ) adalah terjadinya kebocoran plasma pada DBD. Kebocoran plasma pada ruang interstitial ditandai dengan adanya efusi cairan di pleura dan peritoneal, hemokonsentrasi, serta hipovolemia intravaskular. Keadaan ini menyebabkan gangguan perfusi ke jaringan, sehingga menyebabkan metabolism anaerob. yang menimbulkan peningkatan kadar laktat dalam darah.
Tujuan Penelitian: Mengetahui peran laktat sebagai prediktor prognosis dan diagnosis kebocoran plasma pada infeksi dengue pasien dewasa.
Metode: Studi potong lintang, pada infeksi virus dengue pasien dewasa yang dirawat di bangsal penyakit dalam RS Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan Jakarta. Jumlah subjek sebanyak 57 orang. Dilakukan pemeriksaan kadar laktat untuk melihat perbedaan rerata kadar laktat antara DD dan DBD dengan uji t-tes tidak berpasangan, dan nilai titik potong kadar laktat pada keadaan tanpa atau dengan kebocoran plasma dilakukan dengan menentukan sensitifitas dan spesifisitas terbaik dari kurva ROC yang sudah dibuat.
Hasil: Rerata kadar laktat pada DBD secara bermakna lebih tinggi daripada DD. Nilai titik potong untuk prediktor prognostik pada hari ke-3 yang ditentukan dengan kurva ROC mendapatkan nilai kadar laktat ≥ 2,65 mmol/ L dengan AUC 0,626 ; IK 95% 0,480-0,772. Dan nilai titik potong untuk diagnostik pada hari ke-5 mendapatkan nilai kadar laktat ≥ 2,55 mmol/L memberikan sensitivitas 66,6%% dan spesifisitas 54,2%.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna kadar laktat antara DD dan DBD. Nilai kadar laktat ≥ 2,65 mmol/L belum dapat digunakan sebagai prediktor prognostik adanya kebocoran plasma pada fase kritis. Nilai kadar laktat ≥ 2,55 mmol/L pada saat fase kritis dipakai sebagai petanda adanya kebocoran plasma dengan akurasi yang rendah.

Background: The difference between dengue fever (DF) and dengue hemorrhagic fever (DHF) is plasma leakage which occurs in DHF. The leakage of plasma into interstitial space is shown by pleura and peritoneal effusion, hemoconcentration, and intravascular hypovolemia. Anaerob metabolism will occur due to perfusion dysfunction which will cause increased serum lactate.
Objectives: To determine the role of lactate as a prognostic predictor and diagnostic in plasma leakage which occurs in adult dengue-infected patients.
Methods: This is cross-sectional study which is conducted in adult dengueinfected patients hospitalized in internal medicine ward of Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan Hospital in Jakarta. There are 57 adult dengue-infected patients recruited. Serum lactate is examined to determine the mean difference between DF and DHF. The data is analyzed by t-test independent and cut-off point is identified in presence as well as absence of plasma leakage which is to determine the sensitivity and specificity based on ROC curve.
Results: The mean of serum lactate in DHF is significantly higher compared to DF. The cut-off point of prognostic predictor in day three of fever which is determined based on ROC curve shows lactate serum ≥ 2.65 mmol/L with AUC 0.626; 95% CI 0.480-0.772. Moreover, the cut-off point of diagnostic factor in day five of fever is shown by serum lactate ≥ 2.55 mmol/L with sensitivity 66.6% and specificity 54.2%.
Conclusion: There is difference of serum lactate in DF and DHF. Serum lactate ≥ 2.65 mmol/L could not be used as a prognostic predictor of plasma leakage in critical phase. Serum lactate ≥ 2.55 mmol/L during critical phase could be used as a marker of plasma leakage but low of accuracy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Zakaria
"Latar Belakang: Insiden dan case fatality rate pasien terinfeksi dengue di Indonesia masih tinggi. Penyebab kematian utama pada infeksi dengue adalah renjatan yang disebabkan oleh kebocoran plasma. Kejadian hiponatremia dan hipokalemia sering ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi dengue, namun keduanya tidak termasuk penanda kebocoran plasma dalam kriteria DBD oleh WHO. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rerata penurunan kadar natrium dan kalium serum pada pasien terinfeksi dengue dengan atau tanpa kebocoran plasma, dan mengonfirmasi penelitian sebelumnya apakah kadar natrium dan kalium bisa dipakai sebagai penanda kebocoran plasma.
Metode: Studi kohort prospektif dilaksanakan pada pasien terinfeksi dengue ≥ 16 tahun dengan demam mendadak ≤ 3 hari yang dirawat di ruang rawat inap Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan Jakarta pada pada Agustus 2013-Juni 2014. Dilakukan pemeriksaan natrium serum, kalium serum, albumin, dan ultrasonografi untuk melihat adanya penebalan kandung empedu, asites dan efusi pleura pada pasien terinfeksi dengue pada hari pertama masuk perawatan dan hari kelima demam. Untuk mendapatkan rerata penurunan natrium dan kalium serum antara pasien terinfeksi dengue yang mengalami kebocoran plasma dan yang tidak, digunakan uji komparatif t-test tidak berpasangan.
Hasil: Terdapat 35 orang subjek penelitian pasien terinfeksi dengue yang diambil secara konsekutif. Rerata kadar natrium serum pada pasien Demam Dengue (DD) pada saat masuk 134,66 ± 4,00 mEq/L dan pada hari kelima demam 130,95 ± 4,80 mEq/L. Sementara pada pasien Demam Berdarah Dengue (DBD) didapatkan kadar natrium pada saat masuk 132,469 ± 3,45 mEq/L dan pada saat hari kelima 129,35 ± 2,67 mEq/L. Perbedaan rerata penurunan kadar natrium antara pasien DBD dengan DD sebesar 0,43 mEq/L, IK 95% [-2,56; 3,42], p = 0,386. Rerata kadar kalium serum pada pasien DD pada saat masuk 3,48 ± 0,44 mEq/L dan pada hari kelima demam 3,39 ± 0,38 mEq/L. Sementara pada pasien DBD didapatkan rerata kadar kalium pada saat masuk 3,32 ± 0,25 mEq/L dan pada hari kelima demam 3,11 ± 0,30 mEq/L. Perbedaan rerata penurunan kadar kalium pasien DBD dengan DD sebesar 0,12 mEq/L, IK 95% [-0,34; 0,10], p = 0,145.
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata penurunan kadar natrium dan kalium serum pada pasien terinfeksi dengue dengan kebocoran plasma dibandingkan dengan tanpa kebocoran plasma.

Background: Incidence and case fatality rate of dengue-infected patients in Indonesia is still high. The main causes of death in dengue infection is shock caused by plasma leakage. The incidence of hyponatremia and hypokalemia often found in patients with dengue infection, but they do not include markers of plasma leakage in DHF criteria by WHO. This study aims to determine the average decrease of serum sodium and potassium levels in patients infected with dengue with or without plasma leakage, and confirm previous studies whether the levels of sodium and potassium can be used as a marker of plasma leakage.
Method: A prospective cohort study conducted in patients infected with dengue ≥ 16 years old with sudden fever ≤ 3 days treated in Cipto Mangunkusumo Hospital and Persahabatan Hospital in Jakarta between August 2013 to June 2014. Checking serum sodium, potassium, albumin, and ultrasound to see the thickening of the gall bladder, ascites and pleural effusion in patients infected with dengue on the first day of treatment and the fifth day of fever. We used comparative unpaired t-test to obtain an average decrease in serum levels of sodium and potassium between dengue infected patients who undergo plasma leakage and are not.
Results: There were 35 research subjects infected with dengue taken consecutively. The average of serum sodium levels in patients with Dengue Fever (DF) at the time of entry was 134,66 ± 4,00 mEq/L and on the fifth day of fever was 130,95 ± 4,80 mEq/L. While in patients with Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) obtained sodium levels at the time of entry was 132,469 ± 3,45 mEq/L and on the fifth day of fever was 129,35 ± 2,67 mEq/L. The difference of the average of decreased level of sodium between DHF and DF patients was 0,43 mEq/L, CI 95% [-2,56; 3,42], p = 0,386. The average of serum potassium levels in patients with DF at the time of entry was 3,48 ± 0,44 mEq/L and on the fifth day of fever was 3,39 ± 0,38 mEq/L. While in patients with DHF, obtained potassium levels at the time of entry was 3,32 ± 0,25 mEq/L and on the fifth day of fever was 3,11 ± 0,30 mEq/L. The difference of the average of decreased level of potassium between DHF and DF patients was 0,12 mEq/L, CI 95% [-0,34; 0,10], p = 0,145.
Conclusion: There were no differences in average of decreased level of serum sodium and potassium in dengue-infected patients with plasma leakage compared to without plasma leakage.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adeputri Tanesha Idhayu
"Latar Belakang: Infeksi dengue dan demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Namun pada awal awitan demam terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya. Oleh karena itu dibutuhkan modalitas pemeriksaan penunjang yang sederhana untuk membantu diagnosis infeksi dengue dan demam tifoid. C-Reactive Protein (CRP) merupakan alat bantu diagnostik yang terjangkau, cepat dan murah untuk diagnosis penyebab demam akut. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kadar CRP pada demam akut karena infeksi dengue dengan demam tifoid.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien demam akut dengan diagnosis demam dengue/demam berdarah dengue atau demam tifoid yang dirawat di IGD atau ruang rawat RSCM, RS Pluit dan RS Metropolitan Medical Center Jakarta dalam kurun waktu Januari 2010 sampai dengan Desember 2013. Kadar CRP yg diteliti adalah CRP yang diperiksa 2-5 hari setelah awitan demam. Data penyerta yang dikumpulkan adalah data demografis, data klinis, pemberian antibiotik selama perawatan, leukosit, trombosit, netrofil, LED dan lama perawatan.
Hasil: Sebanyak 188 subjek diikutsertakan pada penelitian ini, terdiri dari 102 pasien dengue dan 86 pasien demam tifoid. Didapatkan median (RIK) CRP pada infeksi dengue adalah 11,65 (16) mg/L dan pada demam tifoid adalah 53 (75) mg/L. Terdapat perbedaan median CRP yang bermakna antara infeksi dengue dan demam tifoid (p <0,001). Pada titik potong persentil 99%, didapatkan hasil kadar CRP infeksi dengue sebesar 45,91 mg/L dan kadar CRP demam tifoid pada level persentil 1% sebesar 8 mg/L.
Simpulan: Terdapat perbedaan kadar CRP pada demam akut karena infeksi dengue dengan demam tifoid. Pada titik potong persentil 99%, kadar CRP >45,91 mg/L merupakan diagnostik CRP untuk demam tifoid, kadar CRP <8 mg/L merupakan diagnostik CRP untuk infeksi dengue. kadar CRP 8-45,91 mg/L merupakan area abu-abu dalam membedakan diagnosis keduanya.

Background: Dengue infection and typhoid fever are endemic disease in Indonesia. But in the early days of onset sometimes it is difficult to distinguish them. A simple modality test is needed to support the diagnosis. C-Reactive Protein (CRP) is an affordable, fast and relatively less expensive diagnostic tool to diagnose the causes of acute fever. This study was aimed to determine the differences of CRP level in the acute febrile caused by dengue infection or typhoid fever.
Methods: A cross sectional study has been conducted among acute febrile patients with diagnosis of dengue fever/dengue hemorrhagic fever or typhoid fever who admitted to the emergency room or hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital, Pluit Hospital, and Metropolitan Medical Center Hospital Jakarta between January 2010 and December 2013. Data obtained from medical records. CRP used in this study was examined at 2-5 days after onset of fever. The other collected data were demographic data, clinical data, use of antibiotics, leukocytes, platelets, neutrophils, ESR, and length of stay in hospital.
Results: 188 subjects met the inclusion criteria; 102 patients with dengue and 86 patients with typhoid fever. Median CRP levels in dengue infection was 11.65 (16) mg/L and in typhoid fever was 53 (75) mg/L. There were significant differences in median CRP levels between dengue infection and typhoid fever (p < 0.001). At the 99% percentile cut-off point, CRP levels for dengue infection was 45.91 mg/L and CRP levels for typhoid fever at 1% percentile was 8 mg / L.
Conclusion: There was significantly different levels of CRP in acute fever due to dengue infection and typhoid fever. At the 99% percentile cut-off point, CRP level >45.91 mg/L was diagnostic for typhoid fever, CRP level <8 mg/L was diagnostic for dengue infection. CRP level between 8 to 45.91 mg/L was a gray area for determinating diagnosis of dengue infection and typhoid fever.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Evy Suryani Arodes
"Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (DENV) dan ditransmisikan oleh nyamuk yang hidup di daerah tropis dan subtropis. Insiden terjadinya demam dengue (DD) dan DBD meningkat secara dramatis di dunia selama beberapa dekade terakhir. Hingga saat ini belum ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue. Pengobatan hanya bersifat simptomatik. Walaupun demikian, pada kasus DBD dan SSD, perawatan dini dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Untuk itu diperlukan uji laboratorium yang akurat untuk membantu menegakkan diagnosis dini infeksi dengue. Deteksi Antigen non struktural-1 (NS-1) telah tebukti mampu mendeteksi dini infeksi DENV. Pemeriksaan ini dapat memberikan hasil lebih dini, akurat dan dengan harga yang lebih murah. Dalam usaha mengembangan uji diagnosis berdasarkan NS-1 diperlukan antibodi anti-NS1. Kami telah berhasil memproduksi IgG anti-NS1 DENV. Untuk mendapatkan antibodi anti-NS1 DENV, protein NS-1 (90 μg/ml) koleksi Mikrobiologi disuntikkan pada kelinci dan selanjutnya antibodi dilabel dengan HRP yang dapat digunakan untuk mendeteksi protein NS1 pada serum pasien terinfeksi dengue. Antibodi IgG HRP yang diperiksa menggunakan metode direct ELISA menunjukkan nilai absorbansi tertinggi pada pengenceran 1:100 dan terendah pada pengenceran 1:12800. Uji NS-1 pada serum pasien menunjukkan hasil positif pada semua serum pasien terinfeksi DENV, baik DENV 1, 2, 3 dan 4. Sedangkan hasil negatif ditunjukkan pada serum pasien yang terinfeksi CMV dan EBV, serta pada serum orang sehat. Hasil ini menunjukan bahwa antibodi yang dilabel HRP dapat digunakan untuk pengembangan uji diagnostik untuk mendeteksi keberadaan antigen NS1 virus dengue dalam serum pasien.

Dengue fever is a disease caused by dengue virus and is transmitted by mosquito in tropical and subtropical regions. Dengue fever (DF) and dengue hemorraghic fever (DHF) have been dramatically increased in recent decades. Specific therapy to dengue infection is not available. The therapy is only symptomatic. In DHF and dengue shock syndrome (DSS) cases, early therapy can reduce morbidity and mortality rate. Therefore, laboratory assay are needed to accurately diagnose dengue infection at early stage. Detection of nonstructural-1 (NS1) antigen has been proven to provide early detection of DENV infection. The assay can provide early and accurate result with less expensive cost. In a attempt to develop an NS1 - based diagnostic test, we successfully produced anti- NS1 DENV antibody. To obtain anti NS1 DENV antibody, NS1 protein (90 μg/ml) collection of Microbiology was injected to rabbit. The antibodiy was further labeled with HRP and be used to detect NS1 protein in dengue patient sera. The antibody labeled with HRP by direct ELISA method showed the highest absorbance value in 1:100 dilution and the lowest absorbance in dilution 1:12800. NS1 test of patients serum using this labelled antibody showed positive result in all the sera of patients infected with DENV, either DENV 1, 2, 3, and 4. Whereas negative results are shown in the serum of patients infected with CMV and EBV, as well as the serum of healthy people. Therefore, the antibody labeled with HRP could be used for developing diagnostic assay to determine the presence of dengue virus NS1 antigen in patient sera.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariata Arisanti
"ABSTRAK
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia paling dominan
disebabkan oleh virus dengue (DENV) serotipe 3. Upaya pencegahan DBD dapat
dilakukan melalui vaksinasi. Lembaga BPPT saat ini sedang mengembangkan
vaksin DBD berbahan baku protein rekombinan NS2B-NS3. Protein ini
merupakan salah satu protein non struktural penyusun genom DENV dan
memiliki berat molekul sebesar 83 kDa. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
isolasi dan purifikasi protein NS2B-NS3 DENV serotipe 3 dari sel transforman
Saccharomyces cerevisae. Purifikasi protein NS2B-NS3 dilakukan dengan metode
HisPur Ni-NTA Magnetic Beads. Optimasi purifikasi dilakukan dengan
meningkatkan konsentrasi imidazole sebagai pengikat protein dalam elution buffer
dari 250 mM -- 500 mM. Validitas isolat protein dan protein hasil purifikasi diuji
secara kualitatif dengan metode Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacriamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE), serta dikuantifikasi proteinnya dengan metode
Bichinconinic Acid (BCA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein NS2BNS3
telah berhasil dipurifikasi secara optimal pada konsentrasi imidazole 300
mM dengan metode HisPur Ni-NTA Magnetic Beads. Analisis hasil SDS-PAGE
menunjukkan bahwa terdapat pita spesifik berukuran 83 kDa pada lajur hasil elusi
dengan konsentrasi imidazole 300 mM dan berdasarkan hasil kuantifikasi protein
diperoleh persentase efektivitas purifikasi tertinggi, yaitu 16,38%.

ABSTRACT
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia paling dominan
disebabkan oleh virus dengue (DENV) serotipe 3. Upaya pencegahan DBD dapat
dilakukan melalui vaksinasi. Lembaga BPPT saat ini sedang mengembangkan
vaksin DBD berbahan baku protein rekombinan NS2B-NS3. Protein ini
merupakan salah satu protein non struktural penyusun genom DENV dan
memiliki berat molekul sebesar 83 kDa. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
isolasi dan purifikasi protein NS2B-NS3 DENV serotipe 3 dari sel transforman
Saccharomyces cerevisae. Purifikasi protein NS2B-NS3 dilakukan dengan metode
HisPur Ni-NTA Magnetic Beads. Optimasi purifikasi dilakukan dengan
meningkatkan konsentrasi imidazole sebagai pengikat protein dalam elution buffer
dari 250 mM -- 500 mM. Validitas isolat protein dan protein hasil purifikasi diuji
secara kualitatif dengan metode Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacriamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE), serta dikuantifikasi proteinnya dengan metode
Bichinconinic Acid (BCA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein NS2BNS3
telah berhasil dipurifikasi secara optimal pada konsentrasi imidazole 300
mM dengan metode HisPur Ni-NTA Magnetic Beads. Analisis hasil SDS-PAGE
menunjukkan bahwa terdapat pita spesifik berukuran 83 kDa pada lajur hasil elusi
dengan konsentrasi imidazole 300 mM dan berdasarkan hasil kuantifikasi protein
diperoleh persentase efektivitas purifikasi tertinggi, yaitu 16,38%."
2016
S66306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Susilo
"ABSTRAK
Latar Belakang : Demam berdarah dengue (DBD) dicirikan dengan terdapatnya kebocoran plasma yang signifikan. Sejauh ini metode yang tersedia untuk menilai kondisi tersebut dengan pemeriksaan serial hematokrit, USG, dan kadar albumin darah, yang pada kenyataannya masih sulit untuk menilai kebocoran plasma secara dini. Kebocoran plasma yang terjadi sejak fase awal dapat menimbulkan gangguan mikrosirkulasi, hipoperfusi jaringan, dan berakibat asidosis yang ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3-) dan base excess (BE) darah.
Tujuan : Mengevaluasi peran bikarbonat dan base excess vena sebagai prediktor dan deteksi terjadinya kebocoran plasma pada pasien DBD saat akhir fase akut dan fase kritis.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif untuk menilai perbedaan rerata kadar bikarbonat dan BE vena pada pasien DBD dan DD (demam dengue) pada akhir fase akut dan fase kritis. Data yang diolah berdasarkan data rekam medis dan data penelitian sebelumnya pada pasien yang dirawat dengan diagnosis demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) di bangsal Penyakit Dalam RSUP Persahabatan dan RSUPN Cipto Mangunkusumo dari Maret 2014 sampai April 2015.
Hasil : Dari 66 sampel, proporsi pasien pria lebih banyak yang dengan diagnosis DBD (59,4%), dengan kelompok usia 21-30 tahun merupakan yang terbanyak (p > 0,05). Rerata kadar BE lebih rendah pada pasien DBD dibandingkan DD pada hari ke-3 (p 0,014) dan hari ke-5 (p 0,005). Rerata bikarbonat juga diperoleh lebih rendah pada kelompok DBD dibandingkan DD pada hari ke-3 (p 0,004) dan hari ke-5 (p 0,003).
Simpulan : Rerata bikarbonat dan base excess vena lebih rendah pada pasien DBD dibandingkan DD pada akhir fase akut dan fase kritis dan dapat membantu untuk memprediksi dan mendeteksi terjadinya kebocoran plasma pada dengue.

ABSTRACT
Background: Dengue infection tends to cause plasma leakage. Serial hematocrit, USG, and serum albumin are methods used for monitoring dengue infection. Yet, those methods are still lack in detecting early plasma leakage. It is important to determine plasma leakage, thus early management and monitoring could be conducted before severe stage. Plasma leakage occurs at acute phase of infection and causes microcirculation disturbance, tissue hypoperfusion, and acidosis based on reduction of bicarbonate and base excess.
Objective: To evaluate the role of vein bicarbonate and base excess in predicting and detecting plasma leakage in adult patients with dengue infection during end stage of acute phase and critical phase.
Methods: It is a cohort retrospective study to evaluate the mean difference of vein bicarbonate and base excess during the end stage of acute phase and critical phase, between dengue hemorrhagic fever (DHF) and dengue fever (DF) groups. The data being used, derived from medical record and previous study of hospitalized patients diagnosed with DF and DHF in Internal Medicine Ward RSUP Persahabatan and RSUPN Cipto Mangunkusumo from March 2014 until April 2015.
Results: From 66 samples, there was higher number of male patients with DHF (59.4 %) and most of them was in age group 21-30 years (p > 0.05). In DHF group, mean of hematocrit was higher compared to DF group at the end of prodromal phase (p 0.059), then tended to reduce at acute phase (p 0.308). Mean of thrombocyte ( p < 0.05) in DHF group were lower at the end of prodromal phase and critical phase than in DF group. Most of the serotype found was DENV2 (30.3 %). Mean of BE on the 3rd day (p 0.014) and 5th day (p 0.005) of fever was lower in DHF group than DF group. Mean of bicarbonate on the 3rd day (p 0.004) and 5th day (p 0.003) of fever was also lower in DHF vs DF groups.
Conclusion: Mean of vein bicarbonate and base excess was lower in DHF group compared to DF group at the end of prodromal phase and critical phase. Moreover, bicarbonate and base excess can be used for predicting and detecting plasma leakage in dengue infection."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadjriansyah
"Latar Belakang: Kebocoran plasma merupakan penanda derajat keparahan penyakit infeksi virus dengue. Kadar natrium menurun seiring dengan terjadinya kebocoran plasma.
Tujuan: Mengetahui hubungan natrium pada pasien infeksi DENV dengan derajat keparahan penyakit.
Metode: Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 43 pasien. Sebanyak lima pasien di eksklusi sehingga 38 sampel yang dapat digunakan pada penelitian ini. Sampel berasal dari data sekunder pasien infeksi DENV pada komunitas di Jakarta. Kadar natrium diambil pada hari ketiga dan keempat demam pada pasien, karena kebocoran plasma yang signifikan terjadi pada hari tersebut sebagai awal fase kritis pasien. Penegakan derajat infeksi DENV menggunakan klasifikasi WHO tahun 1997 yang terbagi atas Undifferentiated fever, DD, dan DBD. Namun, pada penelitian ini kelompok infeksi DENV yang diteliti terbagi atas DD dan DBD. Kadar natrium dan derajat keparahan penyakit akan dianalisis menggunakan uji nonparametrik yaitu Uji Mann-Whitney.
Hasil: Nilai median kadar natrium hari ketiga demam pada kelompok pasien DBD (132 mEq/L) lebih rendah dibandingkan kelompok pasien DD (135 mEq/L). Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna kadar natrium pada pasien DD dan DBD di hari ketiga demam (p=0,057). Hasil yang sama didapatkan pada hari keempat demam yaitu nilai median kadar natrium kelompok pasien DBD (133 mEq/L) lebih kecil dibandingkan kelompok pasien DD (136 mEq/L). Namun, secara statistik terdapat perbedaan bermakna pada kelompok DD dan DBD (p 0,011).
Kesimpulan: Kadar natrium mengalami penurunan pada kelompok pasien DBD dibandingkan dengan DD yaang signifikan pada hari keempat demam tetapi tidak bermakna pada hari ketiga. Sehingga terdapat hubungan antara kadar natrium dengan derajat keparahan penyakit pasien infeksi virus dengue.

Background: Plasma leakage is used to determine the severity of dengue virus infection. Natrium level decreases along with plasma leakage.
Objective: To understand the association of Natrium level in patients with DENV infection to the degree of disease severity.
Methods This study used 43 samples. Five patients excluded, there are 38 samples remained in this study. Samples derived from secondary data of patients with DENV infection in the community in Jakarta. Natrium level had taken at the third and fourth days of fever, due to a significant plasma leakage that occurred as the beginning of a critical phase of the patient. Enforcement degree of DENV infection using the 1997 WHO classification, divided into an undifferentiated fever, Dengue Fever (DF), and Dengue Haemmorrhagic Fever (DHF). However, this study examined groups of DENV infection that divided into DF and DHF. Natrium Level and the degree of disease severity will be analyzed using a nonparametric test, the Mann-Whitney test.
Results: The median value of the natrium level on the third day of fever in the DHF patient group is (132 mEq/L) lower than the DF patient group (135 mEq/L). There is no statistically significant difference in natrium levels in DF and DHF patients on the third day of fever (p = 0,057). The same results obtained on the fourth day of fever is the median value of the natrium DHF group (133 mEq/L) is smaller than the group of DF (136 mEq/L). However, there is a significant difference between the DF and DHF group (p 0,011).
Conclusion: Natrium levels decreased in the DHF patient group compared to the DF group which indicate significance on the fourth day of the Fever, but not on the third day. So, there is a association between Natrium Level and the degree of Disease Severity in Patients with Dengue Virus Infection in Jakarta, Indonesia.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Trusty Ayu Hapsari
"Demam Berdarah Dengue (DBD adalah salah satu masalah kesehatan di dunia. Penggunaan Non Structural-1 (NS-1) antigen dari virus dengue untuk deteksi awal telah terbukti sebagai salah satu solusi dari penentu infeksi dengue. Salah satu alat diagnosik yang tersedia di Indonesia adalah Bio-Rad NS1 Ag strip. Penelitian ini berjalan selama18 bulan di mulai dari tanggal November 2010 sampai dengan Mei 2012. Seratus dua pasien dengan demam kurang dari 2 hari terlibat dalam studi ini. Peneliti menggunakan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR), Virus isolation di sel C6/36, atau IgG and IgM titer ELISA sebagai standard emas dalam mendeteksi infeksi dengue. Dalam riset ini, kami menggunakan Bio-Rad NS1 antigen untuk mendeteksi keberadaan antigen NS1 dalam serum darah pasien yang terduga terkena demam berdarah. SPSS 16.0 digunakan untuk menganalisa data. Hasil yang diperoleh adalah dari 102 pasien yang terduga terkena demam berdarah, terdapat 68(68.3%) positf terkena demam berdarah dan 34(31.7%) negatif. Serotype virus juga dipeoleh mellaui RT PCR. Dari 68 pasien yang positif demam berdarah, ada 17 terkena DENV-1, 21 terinfeksi DENV-2, 16 terinfeksiDENV-3, 4 terinfeksi DENV-4, 8 terinfeksi campuran, dan 2 tidak diketahui serotypenya. Nilai sensitivitas dan specifisitas Bio-Rad NS1 Ag Strip dalam mendeteksi infeksi demam berdarah dengan nilai 86.2% dan 96.3%. Dalam mendeteksi infeksi DENV-1, sensitivitas and spesifisitas Bio-Rad NS1 Ag strip adalah 94.12dan 94.44% (95% CI, 80.5% to 97.7%). Sedangkan untuk mendeteksi DENV-3, alat ini mempunyai sensitivitas 75% dan spesifisitas 94.44% (95% CI, 69.3% to 93.5%). Bedasarkan hasil ini, Bio-Rad NS1 Ag Strip dapat dipergunakan sebagai alat untuk menegakan diagnosis dari infeksi demam berdarah DENV-1 dan DENV-3 pada awal demam.

Dengue infection has been one of the health issues in worldwide. The utilization of Non Structural-1 (NS1) antigen in order to detect early dengue infection has been proven to be one of the solutions. Diagnostic kit named Bio-Rad NS1Ag Strip is one of the kit that uses antigen which is available in Indonesia. The purpose of this study is to evaluate the sensitivity, specificity, PPV, and NPV value of the kit. This study was held in 18 months duration from November 2010 until Mei 2012. One hundred and two subjects with fever less than 48 hours were included in the study. RT-PCR or virus isolation C6/36 or ELISA antibody titer were used as the gold standard of this research. Bio-Rad NS1 Ag Strip was used to determine the presence of NS1 antigen in the patient. Data analysis and statistics uses SPSS 16.0.In the result, there were 68 (68.3%) positive and 34 (31.7%) negative. RT PCR also determined the virus’s stereotypes. There were 17 of DENV-1, 21 of DENV-2, 16 of DENV-3, 4 of DENV-4, 8 of mixed infection and 2 unknown serotypes. Bio-Rad NS1 Ag has 86.2% of sensitivity and 96.35 of specificity to detect all stereotypes. In for detecting DENV-1, the kit has 94.12% sensitivity and 94.44% (95% CI, 80.5% to 97.7%). Meanwhile, in detecting DENV-3, the kit has 75%sensitivity and 94.44% specificity (95% CI, 69.3% to 93.5%). According to these findings, Bio-Rad NS1 Ag strip is suitable as a diagnostic kit to make early diagnosis of dengue fever DENV-1 and DENV-3.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>