Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 202311 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Geraldi Ramadhan
"Gereja Immanuel adalah salah satu bangunan peninggalan kolonial Belanda yang terletak di kawasan Weltevreden (pada saat ini Gambir, Jakarta Pusat). Gereja ini dibangun pada tahun 1834 oleh arsitek J.H Horst yang berkebangsaan Hindia-Belanda. Gereja Immanuel merupakan salah satu bangunan yang unik di Jakarta, karena gaya bangunan gereja ini mengadaptasi dari dua gaya bangunan, yakni gaya Klasik dan gaya Palladian. Gaya Klasik adalah gaya bangunan yang mencerminkan peradaban Yunani dan Romawi kuno, sedangkan gaya Palladian adalah gaya bangunan yang memadukan unsur gaya Klasik dengan dekorasi dari gaya bangunan lainnya. Tulisan ini menggunakan metode Kualitatif-Deskriptif yang dalam pengumpulan datanya diperoleh melalui kajian studi pustaka, studi lapangan berupa kunjungan langsung, dan melakukan observasi terhadap ornamen-ornamen gereja di bagian eksterior dan interior. Gaya bangunan Klasik dan Palladian pada bangunan ini terlihat jelas melalui adanya penggunaan pilar-pilar, ruangan melingkar seperti teater, dan penggunaan jendela berbingkai.

Immanuel Church is one of Dutch colonial inheritance buildings which is located in Weltevreden region (now it is Gambir, Central Jakarta). This church was built in 1834 by an architect who is Dutch East Indies named J.H Horst. Immanuel Church is one of unique buildings at Jakarta because the architecture of the church is adapted from two styles of building, which are Classic style and Palladian style. Classic Style is an architecture which reflects Ancient Greek civilization style, while Palladian Style is an architecture which combines the elements of Classic style with the decoration of other architecture. This paper uses Descriptive-Qualitative method that, for collecting the data, is acquired through literature review, field studies in the form of direct visits, and observations toward ornaments of the church in exterior and interior part. Classic and Palladian style of this building can be clearly seen through the use of pillars, circle room like theatre, and the use of framed windows."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Narendra Pandya Satwika
"Willemskerk atau gereja Immanuel Jakarta adalah salah satu dari gereja-gereja peninggalan masa kolonial. Bangunan gereja ini memiliki bentuk yang unik. Willemskerk dibangun menurut rancangan Johan Hendrik Horst dan pembangunannya dimulai tahun 1835. Willemskerk dapat dibangun dengan usaha dan prakarsa Raja Willem I yang menginginkan persatuan dari jemaat Protestan di Hindia Belanda. Unsur bangunan yang sangat mencolok dari bangunan ini adalah penggunaan pilar-pilar yang megah serta atap yang berbentuk kubah. Kedua unsur ini adalah bentuk adaptasi dari gaya bangunan Parthenon, Pantheon serta teater Yunani klasik. Pada bangunan ini kita akan menemukan gaya neo-klasik. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan unsur neo-klasik pada bangunan Willemskerk.

Willemskerk or Immanuel Church Jakarta is one of churches from colonial time. The Building has an unique form. Willemskerk were built according to Johan Hendrik Horst’s design and started to be build in 1835. Willemskerk were able to be established by the struggle and initiative of King Willem I for the unification of Protestant congregation in Dutch Indies. The outstanding parts of the building is the usage of majestic pillars and dome. Both are an adaptation of Parthenon, Pantheon and also Greek Classic Theater. We will find neo-classic style on this building. The aim of the research is to explain neo-classic elements of the building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Poetiray, Krystle Anastasia
"Gereja sebagai tempat beribadah bagi umat Kristiani membutuhkan kualitas ruang akustik yang baik bagi kegiatan speech dan musik. Sebagai salah satu gereja tua di Indonesia, GPIB Immanuel Jakarta sudah menjadi cagar budaya dan memiliki persyaratan dalam merawat dan pemugaran bangunan. Bentuk gereja yang melingkar dan berkubah memungkinkan gereja memiliki permasalahan secara akustik. Menurut tinjauan teori akustik dan desain gereja, kriteria akustik gereja yang ideal dapat dihitung dengan parameter waktu dengung dan pengukuran kekerasan dalam ruang menggunakan sound level meter.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa GPIB Immanuel Jakarta memiliki kekerasan yang merata dengan baik dalam ruang namun memiliki waktu dengung dan kekerasan bising yang melebihi ideal ruang ibadah. Sehingga akustik ruang secara alami tidak dapat memproyeksikan suara dengan kejelasan yang baik. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menambah elemen penyerap dalam ruang untuk mengurangi waktu dengung tanpa mengubah bentuk ruang dan merusak struktur dan material asli bangunan dan juga menggunakan distribusi sound system yang baik.

Church as a place of worship for Christians requires a good acoustical quality for speech and music. As one of the oldest church in Indonesia, GPIB Immanuel Jakarta has become a cultural heritage and have specific requirements in the care and restoration of the building. The circular shape and vaulted church allows the appearance of acoustic problems. According to the review of acoustical and church design theories, the ideal acoustical requirements for a church can be calculated by using reverberation time parameter and the sound pressure level measurements using a sound level meter.
The results show that the church has uniform sound pressure level in every parts of the room but has reverberation time and noise level that exceeds the ideal time. So, the natural acoustics space cannot project sound with a good clarity. Those problems can be overcome by adding absorbing elements inside the room to reduce reverberation time without changing the shape of the room and damaging the building's original structure and materials, and also by using distributed sound system and.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S64626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajeng Dyah Triwulandari
"Makalah ini membahas gaya arsitektur pada bagian eksterior dari Gereja Ijen di Malang yang bercirikan Neo-Gotik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif untuk mengetahui bagaimana gaya Neo-Gotik diterapkan pada bangunan tersebut. Gaya Neo-Gotik yang ada pada bangunan ini akan dilihat dan dianalisis dari bentuk luar gereja serta ornamen-ornamen yang terdapat pada luar gereja Ijen seperti, pada bagian fasade Gereja, bagian menara,atap, pintu, serta jendela. Dilihat sekilas dari bentuk fasade gereja terlihat simetris dan diapit dua menara kembar. Hal itu sangat mendukung ciri dari gaya Neo-Gotik.

This paper discusses an architecture style on the exterior of Ijen chuch in Malang, West Java which features a Neo Gothic style. This research is using a qualitative descriptive method in which purpose is to evaluate how a Neo Gothic style was applied in the architecture of the building. The Neo Gothic style will be seen and analyzed from the exterior and ornaments like the church 39 s facade, tower, roof, doors, and windows. From what can be seen by seeing the church 39 s facade shape, it has a symmetrical form and was wedged in between twin towers. It can be concluded that it shows a Neo Gothic style."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Manuhutu, Nicholas Yesaya
"Istana Buckigham adalah salah satu bangunan kediaman resmi raja dari kerajaan Britania Raya dan Alam Persemakmuran Inggris yang masih eksis hingga saat ini dan terletak di kawasan kota London. Bangunan ini dibangun pada tahun 1703 oleh Edward Blore untuk Duke of Buckingham yang berkebangsaan Inggris. Istana Buckingham merupakan salah satu bangunan yang unik di kota London, karena gaya bangunan gereja ini mengadaptasi dari dua gaya bangunan, yakni gaya Klasik dan gaya Palladian. Gaya Klasik adalah gaya bangunan yang mencerminkan peradaban Yunani dan Romawi kuno, sedangkan gaya Palladian adalah gaya bangunan yang memadukan unsur gaya Klasik dengan dekorasi dari gaya bangunan lainnya. Tulisan ini menggunakan metode Kualitatif-Deskriptif yang dalam pengumpulan datanya diperoleh melalui kajian studi pustaka, studi lapangan berupa kunjungan langsung, dan melakukan observasi terhadap ornamen-ornamen gereja di bagian eksterior dan interior. Gaya bangunan Klasik dan Palladian pada bangunan ini terlihat jelas melalui adanya penggunaan pilar- pilar, dan penggunaan jendela berbingkai.

Buckigham Palace is one of the official residences of the monarchs of the United Kingdom of Great Britain and the World The British Commonwealth still exists today and is located in the London city area. this building built in 1703 by Edward Blore for the English Duke of Buckingham. Palace Buckingham is one of the unique buildings in the city of London, because of the style of this church building adapting two building styles, namely the Classical style and the Palladian style. Classical style is a building style which reflects the ancient Greek and Roman civilizations, while the Palladian style is a building style that combines elements of the Classical style with decorations from other building styles. This paper uses the method Qualitative-Descriptive in which data collection is obtained through literature review, field studies in the form of direct visits, and observing the church ornaments on the exterior and interiors. The Classical and Palladian building styles in this building are clearly visible through the use of pillars. pillars, and the use of framed windows."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Achmad Faishal
"Gereja Katolik sebagai bangunan ibadah penganut agama Katolik sudah berdiri lama sejak masa kolonialisme bangsa Portugis dan Belanda di Pulau Jawa, namun pada masa awal pemerintahan Belanda, praktik agama Katolik sempat dihentikan dan kemudian pada abad ke-19 mulai berkembang lagi pasca pergantian tahta Raja Belanda. Setelah pergantian tahta oleh raja yang beragama Katolik, barulah didirikan gereja-gereja Katolik berukuran besar. Gereja Katolik yang dibangun pada abad ke-19 dan ke-20 tersebar di beberapa kota besar di Pulau Jawa, di dalamnya terdapat kaca patri sebagai komponen utama gereja Katolik. Kaca patri dapat berfungsi sebagai ornament atau sebagai alat untuk mempelajari agama. Kaca patri yang ada di dalam gereja Katolik ini menjadi daya tarik utama penelitian yang dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi isi keragaman penggambaran dari kaca-kaca patri yang ada di gereja-gereja Katolik di pulau Jawa yang didirikan pada masa kolonialisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat berbagai ragam penggambaran pada kaca patri yaitu motif tumbuhan, hewan, dan antropomorfik, yang semua itu merupakan penggambaran yang berhubungan dengan isi Alkitab baik kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Selain itu terdapat juga penggambaran yang tidak berdasarkan Alkitab namun berkaitan dengan teologi Katolik dan ada pula penggambaran yang mengandung unsur lokal (Jawa) yang maknanya belum dapat dipastikan hubungannya dengan teologi Katolik.

Catholic church as a place where the Catholics pray or having a sermon has been built since the colonialism era of the Portuguese and the Dutch within Java Island. In the early years of the Dutch governance, the practice of Catholicism was banned from public until the early of 19th century when a Catholic King in the Netherlands had claimed the throne, and so after that, the practice of Catholicism being brought back to the surface within the Dutch colony and the construction of Catholic church is permitted. The Catholic church that built in Java Island in 19th and 20th century are spread across the island. Inside it has stained glasses as one of the main components of Catholic church whether it is for an ornament or one of media for learning the religion. The stained glasses inside the Catholic church are the main topic of the research to understand and to identify all the variety of the contents of the stained glasses. The results shows that there are various of drawings related to Catholic theology which was brought from the Old Testament and the New Testament. There are also drawings that are not derived from the Bible but related with Catholic theology, nevertheless there are also various depiction of local (Javanese) elements that its meaning are not yet being confirmed and determined in the relation to Catholic theology.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyari Indah Lestari
"Artikel ini memaparkan ciri-ciri gaya Neo-Gotik yang diaplikasikan pada Gereja Katedral Jakarta. Gaya arsitektur Neo-Gotik dibawa ke Indonesia pada masa kolonial Belanda. Informasi mengenai gaya gereja diperoleh melalui komponen-komponen arsitektural dan ornamental yang terdapat pada bangunan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan penerapan teori Neo-Gotik dari Nicola Coldstream. Hasil penelitan berupa paparan ciri khas gaya arsitektur Neo-gotik pada Gereja Katedral Jakarta tergambar dari komponen arsitektural dan komponen ornamental bangunan tersebut seperti penggunaan material beton, kayu dan konstruksi baja.

This article describes the characteristics of Neo-Gothic of Cathedral Church in Jakarta. Neo-Gothic style was brought to Indonesia on the Dutch colonial period. The informations about the church's style will be obtained through the architectural components and ornamental components of the building. The method used in this article is a descriptive method by applicating the theory of Neo-Gothic style by Nicola Coldstream. Research results present the typical Neo-Gothic architectural style of the Cathedral that can be seen from the architectural components and ornamental components of the building such as the use of concrete materials, wood, and steel construction."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Tornado Gregorius
"Jakarta memiliki banyak sekali peninggalan arsitektur kolonial, yang tersebar di seluruh wilayah kota. Arsitektur kolonial mempunyai gaya berbeda dengan bangunan lainnya sesuai dengan masa didirikannya bangunan tersebut. Terutama gaya arsitektur kolonial Belanda di Jakarta yang dibangun pada awal abad ke-20. Pada masa tersebut muncul suatu gaya arsitektur yang disebut gaya Indis. Skripsi ini membahas mengenai gaya bangunan yang diadopsi oleh gereja Pniel. Metode penelitian dilakukan dengan cara membandingkan elemen-elemen yang ada pada gereja Pniel dengan bangunan yang ada di Eropa dan Indonesia. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, diketahui terdapat beberapa macam unsur gaya yang dipadukan pada bangunan Gereja Pniel. Perpaduan dua gaya antara Eropa dan tradisional Indonesia ini disebut dengan arsitektur Indis. Maka dari itu, diperoleh kesimpulan bahwa gereja Pniel di Pasar Baru merupakan salah satu bangunan bergaya Indis.

Jakarta have a lot colonial architecture building all over the city. They have many different style and characters. This colonial architectural style is mostly developed during the first half of the twentieth century. A new phenomenon occurs in the field of architecture, usually called as the Indische style. The focus of this thesis is architectural style were adopted by Pniel Church. Method used in this research is comparison of elements of the Pniel Church with building from similiar period in Europe and Indonesia. Analysis result shows that there some architectural style applied in Pniel Church. There is a mixture of European style with tradisional style. The mixture of those architectural style called as Indische Architecture. This research conclude that Pniel Church is one of the Indische architecture building."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S60
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Chandra Bestari
"Gereja Santo Yoseph Matraman merupakan salah satu gereja yang dibangun pada awal abad ke-20 oleh F.J.L. Ghijsel yang memiliki beberapa keunikan, terutama di bagian fasad dan menaranya. Sebagai salah satu fitur arkeologi, Gereja Santo Yoseph dapat memberikan informasi penting terutama terkait gaya bangunan yang berkembang di Jakarta pada awal abad ke-20. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gaya bangunan Gereja Santo Yoseph Matraman dengan mengkaji bentuk dan gaya bangunan gereja tersebut melalui tahap observasi, pengolahan data, dan interpretasi. Dalam menganalisis gaya bangunan digunakan metode analisis bentuk (formal analysis), analisis gaya (stylistic analysis), dan analisis komparatif (comparative analysis). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa bangunan Gereja Santo Yoseph Matraman menerapkan empat gaya yang berkembang di awal abad ke-20, yaitu Art Nouveau, Art Deco, Indis, dan Arts and Crafts. Perpaduan gaya ini menjadikan Gereja Santo Yoseph memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan bangunan kolonial yang sejaman dengan gereja tersebut, karena pada umumnya bangunan-bangunan lain hanya menerapkan satu gaya bangunan yang sedang populer pada masanya, sementara Gereja Santo Yoseph memadukan empat gaya yang berbeda pada satu bangunan. Hal ini menjadikan Gereja Santo Yoseph memiliki nilai penting secara arkeologis, historis, dan arsitektural dalam perkembangan gaya bangunan awal abad ke-20 di Indonesia.

The Church of Saint Joseph is one of the churches that built in the early 20th century by F.J.L. Ghijsels which has some uniqueness, especially in its fa�§ade and tower. As one of the archaeological features, the Church of Saint Joseph could provide important informations, especially related to the building style that developed in Jakarta during the early 20th century. This study seeks to find out more about the building style of the Saint Joseph Church by examining the shape and style of the building through stages of observation, data processing, and interpretation. In analyzing the building style, the methods of form analysis (formal analysis), stylistic analysis, and comparative analysis are used. The result of the study shows that the Saint Joseph Church building applies four styles that were popular and developed in the early 20th century, namely Art Nouveau, Art Deco, Indische, and Art and Craft. This makes the Church of Saint Joseph Matraman unique and different from other churches in Jakarta and Indonesia that were built in the same era. This marks the building styles that were popular in the early 20th century and the combination of styles at that time. Therefore, the Church of Saint Joseph Matraman has a significant archaeological, historical, and architectural values in the development of early 20th century building styles in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Yohana P. F.
"Ornamen lekat dengan pemahamannya sebagai elemen tambahan yang bersifat dekoratif semata meski ia memiliki potensi untuk berperan lebih jauh dalam ruang. Melalui kajian literatur, ditarik sebuah hipotesa bahwa ornamen arsitektural dapat menggambarkan konteks dalam ruang serta membentuk sense of place. Pembuktian dilakukan melalui studi kasus pada generic space, ruang yang tidak memiliki karakter maupun identitas, yakni ruang transit, dimana ruang transit yang mengutamakan orientasi sehingga identitas dibutuhkan di dalamnya. Pada akhirnya ditemukan bahwa ornamen arsitektural benar dapat berperan lebih dalam ruang, yakni sebagai pemberi identitas dan pembentuk sense of place, jika ia berada dalam ruang yang tidak memiliki karakter atau identitas generic space.

Ornament is understood only for its function as a decorative embellishment, although it has a potential to be used for a better cause in a room. Through literature assessments a hypothesis that architectural ornaments could represent context in a room and build a sense of place was made and proved through study cases on a generic space, a room without character or identity, a transit area, which prioritize on orientation and thus need an identity. At the end it is found thatarchitectural ornament could really contributes more in a room, giving identity and building sense of place, if it was in a room without characters or identity, the generic space."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56432
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>