Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171279 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erwin Maulana
"ABSTRAK
Tulisan Karya akhir ini akan mencoba membahas keberadaan kelompok subkultur komunitas Ngadu Bagong yang melakukan tindakan kekerasan melalui pertunjukan hewan aduan dan kegiatan perjudian. Beberapa rumusan legalistik normatif yang ada telah mengkriminalisasi aspek kegiatan perjudian dan tindak kekerasan tersebut. Dengan menggunakan dan memanfaatkan pendekatan paradigma kriminologi budaya, tulisan ini akan mengkaji bagaimana tindakan kekerasan dan kegiatan perjudian tersebut bukan merupakan tindak kejahatan, namun sebagai unsur-unsur subkultur unik yang menjadi identitas kolektif dari komunitas Ngadu Bagong. Istilah-istilah seperti crime as culture, edgeworking, ruang budaya dan sensibilitas etnografik akan digunakan untuk melihat bagaimana dinamika kelompok subkultur tersebut menjadikan pertunjukan adu hewan sebagai identitas kolektif mereka. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemahaman penuh dan upaya rekontekstualisasi terhadap status dan keberadaan komunitas tersebut menjadi suatu kelompok subkultur tertentu yang ada di Indonesia.

ABSTRACT
This paper will discusses about Ngadu Bagong as subuculture community that had some activities labelled as criminal by legalistic-normative constructions in Indonesia. Such construction shape and define Ngadu Bagong as subuculture community as criminal by the name of cruelty, gambling, animal abuse and brutality when they held dog fighting events. The Author will use cultural criminology perpspective and analyze that such gambling and animal abuse labelled by legalistic-normative ground aren?t criminal activities, but rather as unique subculture way of life that represent their collective identity in Indonesia. Severe conceptual from cultural criminology school of thought like crime as culture, edgeworking, cultural spatial and ethnographic sensibility will use to comprehensively examine how dynamic experiences of Ngadu Bagong community as subcultural group held dog fighting events as their particular collective identity. Hopefully, the result from analysis can led to recontextualisation effort to see how Ngadu Bagong community define as a unique subcultural group that exist with out of the box way of life in Indonesia.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Septiana
"Penelitian ini berawal dari film-film bertema subkultur yang merepresentasikan kekerasan. Terdapat berbagai film yang merepresentasikan kekerasan termasuk yang diginukan pada penelitian ini, Film “Harakiri: Death of a Samurai” dan “Badik Titipan Ayah” mengangkat tema budaya suatu kelompok masyarakat yaitu Jepang dan Bugis-Makassar. Penelitian ini menggunakan metodologi Movie Analysisis dan Critical Discourse Analysis untuk menganalisis keterkaitan unsur kekerasan yang mengangkat tema budaya dalam film. Analsisnya menggunakan konsep dan teori seperti Subkultur, Budaya Malu, Kekerasan, Harakiri, Siri’, Maskulinitas, Mise en scene dan Sinematik, serta Cultural Criminology untuk menjelaskan adanya representasi budaya terkait kekerasan dan budaya malu pada masing-masing film. Dengan menggunakan kedua film bertema budaya ini, dapat diketahui bahwa masing-masing memiliki tujuan berkaitan dengan situasi sosial politik. Kekerasan pada kedua film ini dimaknai sebagai cara dalam menjaga kehormatan. Film “Harakiri: Death of a Samurai” dan “Badik Titipan Ayah” ini memberikan pesan damai untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.

This research began with films with the theme of subculture that represent violence. There are various films that represented violence, including those used in this research, “Harakiri: Death of a Samurai” and “Badik Titipan Ayah” highlight the culture of a community group, such as Japan and Bugis-Makassar. This research used Movie Analysisis and Critical Discourse Analysis methodology to analyse relation of element of violence that highlight cultural theme in film. The Analyse used concepts and theory such as Subculture, Shame Culture, Violence, Harakiri, Siri’, Masculinity, Mise en scene and cinematic, also Cultural Criminology to explained the existence of representation of culture that related to violence and shame culture in the films. By using these two cultural themed films, it can be seen that each has a goal related to the socio-political situation. The violence in these films is intended as a way to maintain honor. Films “Harakiri: Death of a Samurai” and “Badik Titipan Ayah” gave message of peace so as not to take actions that can harm oneself and others."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Sue Suranta Billeam
"Konstruksi pemberitaan pada media televisi komersial dapat ditinjau antara lain dari kriminologi budaya yang salah satu teorinya resiprositas. Media sebagai agen kontrol masih ditemukan adanya pemberitaan yang melanggar aturan penyiaran dengan unsur kekerasan, sadisme dll. Sementara itu, latar belakang lembaga penyiaran program kriminalitas yang dikemas oleh jurnalis memiliki peran vital dalam penyajian berita berita kriminalitas. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Objek penelitian adalah berita kriminal khas pada empat stasiun televisi meliputi berita umum dan khusus kriminalitas. Teknik analisis data menggunakan framing dari Gamson & Modigliani (1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiprositas dalam pemberitaan kriminalitas dalam program isi siaran terjadi sesuai dengan target dan visi misi pemilik stasiun televisi yang harus dijalankan oleh jurnalis pemberitaannya. Meskipun tidak ada arahan tertentu namun jurnalis pemberitaan kriminal tetap melihat potensi pasar, dimana berita yang dapat menjaring pemirsanya secara luas dan banyak untuk keberlangsungan program pemberitaan kriminalitas di stasiun televisi.

News construction on commercial television media can be reviewed among others from cultural criminology and one of which is reciprocity theory. The media as control agents are still found to have news that’s violates broadcasting rules with elemen of violence, sadism, etc. Meanwhile the background of broadcasting institutions of crime programs packaged by journalists has a vital role in presenting crime news. This research approach is descriptive qualitative. The object of research is the typical crime news on four television stations covering general and specific crime news. The data analysis technique usd from Gamson and Modiglani (1989). The results of study indicate the reciprocity in reporting on crime in broadcast conten programs occours in acccordance with the target and vision and mission of the television station owner that must be carried out by reporting journalist. Although there is no specific direction criminal reporting journalist still see the market potential, where news can attract a wide and large audience for the sustainability of crime reporting programs on television stations."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abigail Dalame
"Penelitian ini mengkaji praktik perjudian dalam Ma’Pasilaga Tedong di Toraja Utara menggunakan kerangka Kriminologi Budaya dengan metode kualitatif. Metode penelitian melibatkan wawancara mendalam dengan informan kunci, termasuk pemangku adat, masyarakat lokal, dan partisipan perjudian. Selain itu, observasi langsung dilakukan selama rangkaian upacara Rambu Solo’ untuk memahami konteks dan dinamika sosial dalam pelaksanaan Ma’Pasilaga Tedong. Temuan menunjukkan bahwa perjudian kini menjadi bagian dari ritual, meskipun awalnya tidak ada dalam tradisi asli. Perjudian berfungsi sebagai hiburan dan memperkuat ikatan sosial, tetapi menghadapi tantangan penegakan hukum karena partisipasi polisi dan perlindungan sosial dari komunitas. Pergeseran ini dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti modernisasi dan kebiasaan sabung ayam yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, perubahan dalam struktur sosial dan ekonomi masyarakat Toraja, termasuk peran pemangku adat dan pengaruh migran, turut berkontribusi pada integrasi perjudian dalam ritual. Penelitian ini juga menyoroti pentingnya memahami dinamika perubahan budaya dalam konteks lokal, di mana norma-norma baru berkembang sebagai respons terhadap interaksi antara tradisi lokal dan pengaruh eksternal. Perubahan ini mencerminkan pergeseran norma kebudayaan dalam masyarakat Toraja, di mana elemen-elemen baru diintegrasikan ke dalam praktik tradisional mereka.

This research examines the practice of gambling in Ma’Pasilaga Tedong in North Toraja using a Cultural Criminology framework and qualitative methods. The research methods included in-depth interviews with key informants, such as traditional leaders, local community members, and gambling participants. Additionally, direct observations were conducted during the Rambu Solo' ceremonies to understand the context and social dynamics of Ma’Pasilaga Tedong. Findings indicate that gambling has now become part of the ritual, although it was originally not present in the traditional practices. Gambling serves as entertainment and strengthens social bonds but faces challenges in law enforcement due to police participation and social protection from the community. This shift is influenced by external factors such as modernization and the pre-existing practice of cockfighting. Furthermore, changes in the social and economic structure of Toraja society, including the role of traditional leaders and the influence of migrants, have contributed to the integration of gambling into the ritual. This study also highlights the importance of understanding the dynamics of cultural change in a local context, where new norms develop in response to the interaction between local traditions and external influences. These changes reflect a shift in cultural norms within Toraja society, where new elements are integrated into their traditional practices."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khanifuddin Latif
"Tulisan ini mencoba membahas pandangan kriminologi budaya dalam menjelaskan fenomena kriminalisasi dalam budaya tradisional. Perbedaan konteks seks bebas dalam ritual budaya dan seks bebas sebagai rekreasional masih dimaknai dalam satu konteks yang sama sehingga menimbulkan kriminalisasi karena bertentangan dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat dominan. Pernyataan Thamrin Amal Tomagola yang melecehkan masyarakat suku Dayak tentang seks bebas menjadi dasar pembahasan tulisan ini. Komponen analisis dalam kriminologi budaya yaitu culture as crime akan menjelaskan posisi tulisan ini dalam memahami bahwa sebuah perilaku tidak dapat digeneralisir tanpa melihat makna dibalik pelaksanaannya. Sumber data sekunder digunakan untuk menjadi bahan analisis tulisan ini. Kesimpulan dari tulisan ini melihat bahwa penjelasan kriminologi budaya dapat digunakan untuk melihat adanya kriminalisasi kultural terhadap budaya seks bebas dalam masyarakat Dayak.

This paper aims to give insight the cultural criminology point of view in elaborating criminalization of local culture phenomenon. The contextual clash between free sex in cultural ritual and free sex in terms of recreational purposes is still stirred in the same contextual frame. Thus, it oftentimes leads to criminalization because it is against the dominat value and norm. The opinion of Thamrin Amal Tomagola which was once considered as an insult to Dayak community in regard to free sex has become the basic inquiry of this paper. The analysis component on cultural criminology which is the term of culture as crime is going to explain this paper’s stance in understanding that a behavior should not be abruptly generalized without considering and exploring further about the implied meanings beneath. Secondary data source is used in this paper. The conclusion of this paper conveys that the explanation of cultural criminology is useful to see cultural criminalization towards the culture of free sex in Dayak community."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Donyta Putra
"Karya akhir ini berfokus kepada budaya minum yang merupakan suatu bentuk culture dan subculture di dalam masyarakat. Budaya minum ini kemudian berimplikasi kepada berbagai permasalahan terkait dengan penggunaan minuman berlakohol. Permasalahan penggunaan alkohol ini termasuk kepada kecanduan akan alkohol, kerusakan fungsi kognitif, perilaku agresif yang kemudian memicu berbagai bentuk tindak kejahatan. Karya akhir ini kemudian juga menjelaskan bagaimana peran budaya dalam mengatur bagaimana konsumsi minuman beralkohol dan bagaimana perilaku anggotanya ketika mabuk. Penggunaan minuman berlakohol pada beberapa masyarakat, merupakan suatu praktek budaya. Penggunaan minuman beralkohol atau minuman keras, pada beberapa masyarakat, merupakan suatu bentuk praktek budaya. Minuman beralkohol dianggap sebagai suatu sarana dan dijadikan simbol, sebuah bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan berbagai aspek dalam kehidupan sosial (Holder, 1998). Tulisan ini kemudian dikemas dengan menggunakan konsep Cultural Criminology.

The work of this final focus on drinking culture is a form of culture and subculture in the society. Drinking culture then implicates to various problems related to the use of drink with alcohol. The use of alcohol these problems including to be alcohol addiction, damage cognitive function, aggresive behaviour triggering various forms criminal acts. The work of this final then also explain how the role of culture in regulate how the consumption of alcoholic beverages and how the behaviour of its members when drunk. The use of alcoholic beverages or liquor, in some societies, is a cultural practices. Alcohol beverages regarded as facilities and used as symbol, a language used in the express various aspect in the life of social (Holder, 1998). This paper and packed with using the concept of cultural criminology."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Febrianti
"Penelitian ini bertujuan menggali konstruksi identitas pelaku street fashion di kalangan anak muda perkotaan, dan mengidentifikasi apakah mereka merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur ditandai dengan simbol-simbol identitas tertentu. Studi-studi sebelumnya mengategorikan pelaku street fashion sebagai subkultur anak muda, sementara di Indonesia tergolong sebagai fenomena budaya baru yang muncul pada pertengahan tahun 2022. Sebab itu, kehadiran pelaku street fashion remaja pinggiran kota menarik untuk diteliti dan dikaji secara sosiologis. Studi oleh Wardhana (2022) atas pelaku Citayam Fashion Week (CFW) hanya melihat potensi ekonomi bagi industri UMKM. Melalui kajian kualitatif ini, menempatkan pelaku CFW sebagai kasus dan diwawancara secara mendalam, serta diobservasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku CFW membentuk kelompok yang bersifat cair. Adanya pihak-pihak luar “menginterupsi” upaya mereka berproses menjadi kelompok dan membangun subkultur, dalam hal ini salah satunya termasuk media sosial. Mereka tidak memiliki aturan/norma dan tujuan yang disepakati bersama. Selain itu, tidak ada kegiatan yang terstruktur dan terpola sehingga identitas yang ditampilkan para pelaku bukanlah hasil konstruksi secara kolektif, melainkan lebih individual. Kalaupun ada atribut yang terkesan sebagai ciri khas kelompok, pada dasarnya lebih karena adanya sikap saling meniru. Media sosial menjadi menjadi ruang bagi para pelaku untuk menunjukkan identitas dan seolah merupakan kelompok sosial yang membangun subkultur.

This study aims to explore the identity construction of street fashion doers among urban youth, and identify whether they are a social group that builds a subculture characterized by certain identity symbols. Previous studies have categorized street fashion doers as a youth subculture, while in Indonesia they are classified as a new cultural phenomenon that emerged in mid-2022. Therefore, the presence of suburban youth street fashion doers is interesting to study and study sociologically. Wardhana's (2022) study of Citayam Fashion Week (CFW) doers only looks at the economic potential for the MSME industry. Through this qualitative study, CFW doers were placed as cases and were interviewed in depth, as well as observed. The results of the study show that CFW doers form groups that are fluid. The existence of outsiders "interrupts" their efforts to process into groups and build subcultures, in this case one of which includes social media. They do not have rules/norms and mutually agreed goals. In addition, there are no structured and patterned activities so that the identities displayed by the actors are not the result of collective construction, but are more individual. Even if there are attributes that seem to be the characteristics of a group, basically it is more due to mutual imitating. Social media has become a space for actors to show their identity and as if they are social groups that build subcultures."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonifasius Tito Gildas
"Karya akhir ini disusun untuk membahas dan menganalisis lagu protes sebagai bentuk resistensi terhadap kekerasan dalam perspektif Kriminologi Budaya. Kekerasan seringkali terjadi pada kelompok agama minoritas tertentu dengan salah satu bukti konkretnya adalah tragedi Bom Gereja Surabaya pada tahun 2018. Begitu banyak reaksi yang terjadi, begitu pula dari segi seni massa yakni musik. Band .Feast turut mengambil bagian dengan mengeluarkan lagu “Peradaban” yang kemudian dikategorikan sebagai lagu protes. Kriminologi Budaya menjadi kacamata dalam melihat rangkain peristiwa ini dengan mencari dua konsep utamanya yaitu, culture as crime dan crime as culture digunakan untuk melihat kekerasan yang terjadi pada tragedi Bom Gereja Surabaya 2018. Kemudian resistensi dilihat dari pemaknaan pada lirik lagu.

This final work is structured to discuss and analyse protest songs as a form of resistance to violence in the perspective of cultural criminology. Violence often occurs in certain minority religious groups with one concrete proof of which is the Surabaya Church Bomb tragedy in 2018. So many reactions have occurred, as well as in terms of mass art, namely music. The band .Feast also took part by releasing the song “Peradaban” which was later categorized as a protest song. Cultural criminology becomes the glasses in seeing this series of events by looking for two main concepts, culture as crime and crime as culture which are used to see the violence that occurred in the 2018 Surabaya Church Bomb tragedy. Then resistance is seen from the meaning of the song lyrics."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Chisa Belinda
"Fenomena geng klitih merupakan suatu sebutan masyarakat Yogyakarta terhadap kasus kejahatan jalanan (street crime) yang dilakukan oleh sekumpulan geng remaja/pelajar. Motif kejahatannya beragam dan di luar orientasi materi, seperti balas dendam antarkelompok, menunjukkan solidaritas kelompok, pemberontakan terhadap sistem, hingga ajang unjuk eksistensi diri. Sementara itu, latar belakang lingkungan keluarga, pergaulan di sekolah, dan lemahnya social bond memiliki peran vital dalam pembentukan faktor kriminogen individu yang terlibat. Tesis ini membahas fenomena geng klitih dengan pendekatan kriminologi budaya yang berhubungan dengan subkebudayaan delinkuen, pengaruh dinamika kota dan penduduk, serta peranan agen kontrol sosial baik lembaga pemerintahan hingga masyarakat. Hasil penelitian ini berupa suatu gagasan pengendalian sosial kejahatan di luar peradilan pidana yang berbasis pada pelibatan agen masyarakat sesuai dengan konteks pandangan kriminologi budaya.

A phenomenon of Klitih gang is a term mentioned by the people of Yogyakarta toward street crime conducted by a group of youth/student geng. The motive of the crimes are vary and beyond money orientation, such as revenge among groups, to expressed groups solidarity, rebellion against the system, and to show self exsistence. Meanwhile, family background, school‘s association, and weak social bond have a vital role in forming a criminogenic factor of the person involved. This thesis discusses the phenomenon of the Klitih gang with a cultural criminology approach that is related to delinquent subcultures, the impact of city and population dynamics, and the role of social control agents in both the government agency and society. The result of this thesis is in a form of a notion of social crime control throughout criminal justice based on the involvement of the community in accordance to the context of the cultural criminology views."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Permadi
"ABSTRAK
Karya Akhir ini membahas mengenai upaya sineas perempuan melalui film perempuan untuk melakukan upaya counter-culture terhadap budaya patriarkis. Karya akhir ini berusaha melihat sejarah bagaimana pemerintah Orde Baru membentuk hegemoni budaya dominan yang patriarkis melalui kebijakan, ideologi, dan media massa pada saat itu. Termasuk juga konteks perfilman nasional saat itu, yang dikekang oleh penyensoran oleh BSF (Badan Sensor Film) dan kuatnya dominasi laki-laki di dalam industri film. Setelah era Orde Baru berakhir, nilai dan norma masyarakat yang bersifat patriarkis mulai ditentang oleh kelompok feminis, termasuk oleh para sineas perempuan. Melalui film-film perempuan, upaya counter-culture terhadap budaya patriarki dilakukan. Analisa mengenai counter-culture dalam karya akhir ini dilakukan bedasarkan definisi counter-culture dari Keith A. Roberts. Melalui pemikiran Roberts, penulis menemukan bahwa counter-culture yang dilakukan oleh sineas perempuan dilakukan dengan cara menawarkan budaya alternatif, yaitu feminisme.

ABSTRACT
This thesis discusses about an attempt of woman filmmakers through woman's films in order to make a counter-culture towards patriarchy. This thesis attempts to see the history of how our government in the New Order, known as 'Orde Baru', developed a dominant (which is patriarchal) culture hegemony through policies, ideology, and mass media including national films which was limited by the censors known as Badan Sensor Film? and man's domination which was strong in film industry. Feminists, including woman filmmakers, started to against the patriarchal value. The attempt of the counter-culture towards patriarchy was done through their films. The analysis is done using definition of counter-culture by Keith A. Roberts. Through Roberts? thoughts, we find that the counter-culture done by woman filmmakers is done by offering the alternative culture, which is feminism.
"
2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>