Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196747 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simanjuntak, Lusiana
"ABSTRAK
Panas merupakan faktor fisik yang sering ditemui di dunia industri. Panas kerap membuat pekerja kehilangan cairan karena berkeringat. Pajanan pestisida dapat membuat seorang pekerja mengeluarkan cairan tubuh berlebih karena keringat. Kedua hal ini yaitu pajanan panas dan pestisida dapat mempengaruhi status hidrasi pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pajanan panas dan pestisida terhadap status hidrasi pekerja di PT.X.
Desain penelitian adalah cross sectional dengan jumlah sampel 75 orang. Pengumpulan data dilakukan sebanyak dua kali lewat pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan urin. Status hidrasi dinilai berdasarkan pengukuran berat jenis urin sebelum dan sesudah bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara faktor demografi dan faktor pekerjaan dengan status hidrasi, kecuali faktor umur menunjukkan hubungan yang bermakna dengan status hidrasi (p=0,007) setelah bekerja. Tidak terdapat hubungan antara pajanan panas dan pestisida dengan status hidrasi (p>0,05).
Responden yang dehidrasi sebelum bekerja ditemukan 69,3%. Tidak didapatkan hubungan antara faktor demografi dan faktor pekerjaan dengan status hidrasi pekerja, kecuali umur berhubungan secara bermakna dengan status hidrasi setelah bekerja. Tidak didapatkan hubungan pajanan panas dan pestisida dengan status hidrasi. Hal ini dikarenakan karakteristik dari karbamat yang non lipophilic dan cepat dimetabolisme dari tubuh sehingga tidak didapat akumulasi kronik. Sebelum bekerja responden telah mengalami dehidrasi sebesar 69,3%. Hal ini dikarenakan tidak cukupnya asupan air minum selama bekerja akibat terpajan panas (kriteria NIOSH). Pekerja disarankan untuk minum air sebanyak 200 ml setiap 20 menit untuk mencegah terjadinya dehidrasi, dan menggunakan APD selama bekerja.

ABSTRACT
Heat stress is a physical hazard that is often to find in industry. It cause a worker loss their body fluid through sweating. Pesticide exposure make a worker produce more sweat. Both heat stress and pesticide exposure influence hydration status. This study is intended to know the association between heat stress and pesticide exposure with hydration status among workers in PT.X.
Design of this study is cross sectional with a number of respondent are 75 worker. Data collection was done two times by completing questionnaire, physical examination and urine specific gravity test. Hydration status was determined by measuring urine specific gravity before and after working.
The results showed that there is no association between heat stress and pesticide exposure with hydration status before and after working (p>0,05). There is no association between demography and working factor with hydration status, except age (p=0,007). Dehydration before working was found 69,3%.
This study gets no association between demography and working factor with hydration status, except age. Heat stress and pesticide exposure did not show association with hydration status. Characteristic of carbamate which is fast metabolized and non lipophilic cause the body has no chronic accumulation. Respondent have had dehydrated before working as many 69,3%. Lack of water consumption is the main reason (NIOSH criteria). It is recommended to take 200 ml water in every 20 minutes to prevent dehydration, and to use PPE while working.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Scorlice Okfadi Mangori
"ABSTRAK
Latar Belakang : Bagi para pekerja yang beraktivitas diluar ruangan dan siang hari tentu akan rentan terhadap keadaan yang disebut Heat Stress akibat pajanan panas. Jika kemampuan tubuh berkurang dalam rangka menurunkan suhu inti tubuh, maka akan membuat beberapa gangguan kesehatan bagi para pekerja. Asupan cairan yang cukup akan membuat pekerja lebih tahan terhadap dampak Heat Stress. Salah satu cara melihat kecukupan cairan tubuh adalah dengan melihat Status Hidrasi. Status Hidrasi dapat dilihat dengan mengukur Berat Jenis Urin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat Status Hidrasi pada pekerja Land Seismic serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi Status Hidrasi serta ketaatan pekerja terhadap kebijakan perusahaan mengenai konsumsi air selama bekerja.
Metode : Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 68 orang yang dipilih berdasarkan total sampel (1unit pekerja). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kuesioner, pemeriksaan fisik (Tinggi dan Berat Badan), pengukuran suhu lingkungan, dan pengukuran Berat Jenis Urin di akhir shift kerja. Pengukuran Berat Jenis Urin dilakukan dengan menggunakan Hand Refractometer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Chi Square.
Hasil : Prevalensi Status Hidrasi yang TIDAK BAIK pada pekerja di akhir shift sebesar 42%. Faktor-faktor yang mempengaruhi status hidrasi (Umur, Indeks Masa Tubuh, Asupan Cairan, Lama Kerja) yang diteliti tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan Status Hidrasi. Selain itu, tingkat kepatuhan pekerja terhadap kebijakan perusahaan sangat rendah yaitu hanya 1,2% pekerja yang patuh terhadap kebijakan perusahaan.

ABSTRACT
Background : For workers who work outdoors and during the day would be prone to a condition called Heat stress due to heat exposure. If the ability of the body is reduced in order to lower the body's core temperature, it will create some health problems for workers. Adequate fluid intake will make workers more resistant to the effects of Heat Stress. One way to look at the adequacy of body fluids is to look Hydration Status. Hydration status can be seen by measuring Urine Specific Gravity. This study aims to look at Land seismic workers' hydration status and look at factors that affect the hydration status and also want to see workers adherences against company policy regarding the consumption of water during work.
Methode : This research using Cross Sectional design with 68 samples (total samples) . Data collected by interview, quesioners, physical check (body weight and Height), working enviroment temperature measurement, and Urin specific gravity measurement. Measurement of urine specific gravity using Hand- refractometer. Data analysed using Chi Square.
Result : The prevalence of hydration status is that classified as NOT GOOD (≥1.020) at end of shift at 42%. Factors that affect the hydration status (age, body mass index, intake of liquids, work time status) studied did not have a significant relation with the hydration status. In addition, the level of compliance of workers against company policy is very low at only 1.2% of workers who adhere to company policies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ratnaning Pamungkas
"Penelitian pada 4 lokasi di area PT United Tractors Tbk. yang terdiri atas Warehouse Head Office, Yard Marketing, Workshop Jakarta dan UTR menunjukkan indeks WBGT Indoor antara 28.56°C sampai dengan 30.84°C dan indeks WBGT Outdoor antara 29.77°C hingga 29.88°C. Setelah dilakukan analisis indeks WBGT, beban kerja dan pola kerja berdasarkan Permenakertrans No. 13 Tahun 2011, didapatkan hasil bahwa dari 115 responden yang menjadi subyek penelitian, 25 responden (21.7%) termasuk kelompok berisiko mengalami pajanan tekanan panas. Sebanyak 110 responden (95.7%) merasakan temperatur lingkungan tempat mereka bekerja adalah panas serta 79.1% responden merasa tidak nyaman (terganggu) dengan kondisi tersebut. Seluruh responden yang menjadi subyek penelitian pernah mengalami keluhan akibat pajanan tekanan panas tetapi dengan frekuensi yang berbeda-beda. Jenis keluhan yang sangat sering (setiap hari) dirasakan oleh responden adalah banyak mengeluarkan keringat (64.3%) dan merasa cepat haus (43.5%) sedangkan jenis keluhan yang tidak pernah dirasakan oleh pekerja adalah rasa ingin pingsan (90.4%) dan kram/kejang otot perut (82.6%).

The research is conducted in 4 locations: Warehouse Head Office, Yard Marketing, Workshop Jakarta and UTR. The result of environmental monitoring showed that the WBGT indoor index range from 28.56°C until 30.84°C and WBGT outdoor from 29.77°C until 29.88°C. The measurement results of WBGT index, workload and work rate are being analyzed and compared with Permenakertrans No. 13 Tahun 2011. The comparison result showed that 25 respondent (21.7%) are including into risky group due to exposure of heat stress. 110 out of 115 respondents (95.7%) feel that their workplace is hot and 79.1% respondents feel uncomfortable with that hot conditions. Besides that, many subjective complaints due to exposure of heat stress are experienced by the workers with different frequency. The subjective complaints that experienced everyday by the workers are excessive sweating (64.3%) and quickly feel thirsty (43.5%), beside that the complaints that never being experienced by the workers are collapse (90.4%) and muscle abdominal cramps (82.6%)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45881
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Hanisa
"Edukasi tentang hidrasi penting untuk meningkatkan asupan air dan memperbaiki status hidrasi. Kami bertujuan untuk melihat perbedaan pada skor Pengetahuan,Sikap dan Perilaku PSP pengasuh, total asupan air dan status hidrasi anak prasekolah setelah 4 minggu intervensi. Penelitian acak kelompok terkontrol membandingkan kelompok edukasi gizi dasar kontrol,N=47, edukasi hidrasi pada guru dan orang tua P1,N=44 , dan pada guru P2,N=52 . Total asupan air diukur menggunakan repeated 24h-Recall, PSP diidentifikasi dengan kuesioner terstruktur dan status hidrasi ditentukan melalui berat jenis urin. Setelah intervensi, skor pengetahuan dan total PSP pengasuh memiliki perbedaan yang signifikan antar kelompok kontrol dan P1; dan kelompok kontrol dan P2.

Hydration education is important to increase water intake and improve hydration status. We aimed to assess the differences on caregiver rsquo s Knowledge,Attitude and Practice KAP, total water intake and hydration status of preschool children after 4 weeks. A cluster randomized controlled trial was conducted comparing basic nutrition education control,N 47 , hydration education to teacher and parents INT1,N 44 and to teachers INT2,N 52 groups. Total water intake was assessed by repeated 24h Recall, the KAP was identified by structured questionnaire and hydration status was determined by Urine Specific Gravity. After intervention, knowledge and total KAP scores were significantly different between control and INT1 and control and INT2 groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Rizkon Nurhasanah
"Kombinasi dari faktor lingkungan kerja, faktor pekerjaan, faktor pakaian, serta faktor karakteristik individu dapat menyebabkan tekanan panas (heat stress) bagi pekerja water blasting dan AFR di area preheater industri semen PT.X. Tekanan panas memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan kesehatan (heat related disorders) yang diawali respon fisiologis tubuh (heat strain) berupa gejala yang dirasakan secara subjektif oleh responden. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross-sectional.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 24 pekerja (100%) water blasting dan 19 pekerja AFR (52,8%) mengalami tekanan panas. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat 7 keluhan yang dirasakan oleh >50% responden yaitu banyak mengeluarkan keringat (100%), merasa cepat haus (100%), kulit terasa panas (83,3%), merasa cepat lelah (66,7%), lemas (66,7%), tidak nyaman (65%), dan merasa pusing atau berkunang-kunang (51,7%). Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan pengendalian baik secara teknis, administratif, maupun personal untuk meminimalisasi keluhan dan risiko kesehatan akibat tekanan panas.

The combination of environment and work factor, clothing, and individual's characteristic could generate heat stress for water blasting and AFR workers at preheater industry cement PT.X. Heat stress has the potential to cause heat related disorders which started with physiological responses (heat strain) manifested in workers`s subjective complaints. This study used observational method with cross sectional study design.
This study showed that 24 water blasting workers (100%) and 19 AFR workers (52,8%) experienced heat stress. The study also showed that seven complaints felt by >50% are sweating (100%), feeling thirsty gradually (100%), skin feels hot (83,3%), feeling tired (66,7%), limp (66,7%), feel uncomfortable while working (65%) and dizziness (51,7%). Therefore, effort such as engineering control, administrative control, and personal protective equipment are needed to minimize the subjective complaints and adverse health effect of heat stress.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S65258
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Apriyanto
"Pajanan zat kimia yang bersifat endocrine disruptor dapat memberikan dampak terhadap sistem hormon manusia sehingga terjadi gangguan kesehatan akibat dari ketidakstabilan sistem tubuh. Pestisida merupakan salah satu zat yang bersifat endocrine disruptor di dalam tubuh dan biasa digunakan dalam kegiatan pertanian, khususnya dalam pengendalian hama tanaman. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pajanan pestisida dengan gangguan kesehatan, yaitu gejala hipotiroid dan gangguan siklus menstruasi. Penelitian terhadap petani di Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Data diambil secara non rondom sampling dengan metode quota sampling di lima desa (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, dan Kramatsampang) dengan jumlah sampel sebanyak 121 responden. Pengumpulan data diambil dengan metode wawancara dan pemeriksaan fisik kelenjar tiroid secara palpasi. Hasil penelitian didapatkan prevalensi goiter sebanyak 27.3%, gejala hipotiroid sebanyak 17,4%, yang merasakan 10 gejala sebanyak 1,7% dan gangguan siklus menstruasi sebanyak 47.4%. Terdapat hubungan bermakna antara kejadian goiter dengan masa kerja (p= 0,011) dan pengetahuan terkait pestisida (p= 0,031), gejala hipotiroid dengan lama pajanan (p= 0,009), dan gangguan siklus menstruasi dengan indeks massa tubuh (p= 0,001).

Chemical exposures as endocrine disruptor may have an impact on the human hormone system. As a result, endocrine disruptor affect to instability of the body systems. Pesticide is one of the endocrine disruptor that commonly used in agriculture as a pest control. Therefore, the study was conducted to see the effect of pesticide exposure to the symptom of hypothyroidism and menstrual disorder. The study was conducted in Subdistrict Kersana, District Brebes, Central Java at May 2014 by cross-sectional design study on farm worker. As many as 121 respondents in five villages (Kersana, Kemukten, Limbangan, Sutamaja, and Kramatsampang) and collected by non rondom sampling and quota sampling method. The data was collected by questionnaire and physical examination (palpation) of the thyroid gland. The result showed that the prevalence of goiter is 27,3%, symptoms of hypothyroidsm is 17,4%, feel 10 symptom of hypothyroid is 1,7%, and menstrual disorder is 47,4%. There was significant relationship between goiter with number of year working in agriculture (p= 0,011) and the respondents? knowledge related of pesticide (p= 0,031), symptoms of hypothyroidsm and time.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Sarah Andriyari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran keluhan subjektif akibat kejadian tekanan panas yang memajan pekerja di area penatu dan dapur Crowne Plaza Hotel Jakarta pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel pada penelitian ini berjumlah 105 orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 12 responden (11,4%) mengalami kejadian tekanan panas. Selain itu, hasil penelitian ini pun menunjukkan bahwa terdapat tujuh keluhan yang dirasakan oleh lebih dari 50% responden yaitu, cepat haus (93,3%), banyak berkeringat (91,4%), merasa cepat lelah (67,6%), jarang buang air kecil/air seni sedikit (65,7%), lemas (59,0%), tidak nyaman dalam bekerja (56,2%), dan pusing atau berkunang-kunang (50,5%). Berdasarkah hal tersebut, perlu dilakukan pengendalian baik dari segi teknis, administratif, maupun personal untuk meminimalisasi keluhan subjektif dan risiko kesehatan akibat tekanan panas.

ABSTRACT
This study aims to explain the overview of subjective complaints caused by heat stress exposure among workers in laundry and kitchen area of Crowne Plaza Hotel Jakarta in 2015. This study uses observational method with cross sectional study design. 105 workers from laundry and kitchen area becomes the respondents of this study. This study shows that 12 respondents (11,4%) experienced heat stress. Moreover, there are seven subjective complaints which are felt by more than 50% workers are feeling thirsty (93,3%), sweating (91,4%), feeling tired (67,6%), jarang infrequent urination (65,7%), feeling limp (59,0%), feeling uncomfortable while working (56,2%), dan headache (50,5%). Therefore, efforts such as technical and administrative control, personal control are needed to minimize the subjective complaints and adverse health effect of heat stress.
"
2015
S60747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Edward
"Latar Belakang. 10% nelayan mengalami dehidrasi, sehingga berefek pada gangguan sekeresi metabolit seperti asam urat. Nelayan merupakan pekerjaan yang rentan terkena pajanan tekanan panas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektifitas suplementasi air kelapa kemasan dalam mengembalikan status hidrasi dan penurunan kadar asam urat pada nelayan. Metode. Desain penelitian ini adalah true experimental, comparison pre intervention-post intervention control group terhadap 2 kelompok perlakuan menggunakan randomisasi. Kelompok suplementasi air kelapa kemasan (n=20) dan kelompok suplementasi air mineral (n=20). Sebelum melaut para subjek dilakukan pemeriksaan berat jenis urin dan kadar asam urat darah. Kemudian setiap subjek diberikan cairan rehidrasi yang terdiri dari cairan intervensi (500 ml) dan cairan dasar (2000 ml). Segera setelah kembali melaut para nelayan kembali diperiksa asam urat, berat jenis urine, aktivitas fisik dan food recall 24 jam. Hasil. Tidak terdapat perbedaan rerata berat jenis urine post intervensi antara kelompok suplementasi air kelapa kemasan (1.009+0.007) dan kelompok air mineral (1.007+0.006) dengan nilai p=0.298. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar asam urat post intervensi antara kelompok suplementasi air kelapa kemasan (3.52+1.15) dan kelompok air mineral (3.53+0.82) dengan nilai p=0.991. Simpulan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antar suplementasi air kelapa kemasan dan air mineral dalam mengembalikan status hidrasi dan menurunkan kadar asam urat.

Background. 10% among fishermen got dehydration and can also cause shifting in uric acid excretion. This study want to know effectiveness of packaged coconut water supplementation in restoring hydration status and decrease blood uric acid levels compared to mineral water at fishermen. Methods. This study design was true experimental, comparison of postintervention for control and intervention group. 40 Fishermen were dividing into 2 treatment groups by randomization. The packaged coconut water group (n=20) and mineral water group (n=20). Before departing to sea, subjects must collect urine & blood sample for urine specific gravity (USG) and blood uric acid (UA), after that each subject was given rehydration fluid which contain supplemental (500ml) and basic needs fluids (2000ml). Immediately after returning from sea the fishermen were re-examined for UA & USG, also physical activity, and 24-hour food recall. Result. There are no significant mean different of urine specific gravity after intervention between packaged coconut water group (1,009+0.007) and mineral water group (1,007+0.006) with p value=0.298. There was no significant mean different of uric acid levels after intervention between packaged coconut water group (3.52+1.15) and mineral water group (3.53+0.82) with p value =0.991. The p value after intervention in both group showed a value of p>0.05. Conclusion. There were no significant differences between groups of packaged coconut water and mineral water to restore hydration status and reduce uric acid levels."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajaria Nurcandra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salahsatu
penyakit paru yang ditandai dengan obstruksi saluran pernapasan yang
mengganggu pernapasan normal dengan age-adjusted death rate 41,2/100.000
pada tahun 2009. Penyebab kematian tertinggi ketiga di dunia tahun 2008 dan
diperkirakan akan menjadi penyakit tertinggi di dunia pada tahun 2030. Studi ini
ditujukan untuk melihat besarnya hubungan pajanan pestisida terhadap PPOK
pada petani.
Metode: Studi kasus kontrol dilakukan pada bulan April sampai Mei 2016 di
Purworjeo. Sebanyak 66 kasus merupakan petani yang didiagnosis PPOK pada
tahun 2015 berdasarkan data register dan rekam medis, sedangkan 59 kontrol
merupakan tetangga korban yang bekerja sebagai petani dengan hasil ukur
spirometer normal. Kasus dan kontrol diukur fungsi paru menggunakan
spirometer dan COPD assessment test.
Hasil: Analisis regresi logistik kuantitas (OR=0,75; 95% CI 0,318-1,754) dan
durasi keterpajanan pestisida (OR=1,11; 95% CI 0,430-2,891) diadjust dengan
potensial confounder tidak menunjukkan hubungan yang jelas. Pestisida
ditemukan sebagai risiko PPOK berdasarkan lama kerja (OR=5,61; 95% CI
1,124-27,990) setelah di-adjust oleh confounder (umur, IMT, APD, riwayat
penyakit, merokok, pajanan debu dan asap
Kesimpulan: Lama kerja ditemukan sebagai faktor risiko PPOK, tetapi tidak
ditemukan hubungan yang jelas antara kuantitas dan durasi terhadap PPOK. Alat
pelindung diri sebaiknya digunakan terutama masker untuk mengurangi efek
toksik terhadap paru

ABSTRACT
Background: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a term which
refers to a large group of lung diseases characterized by obstruction of air flow
that interferes with normal breathing with age-adjusted death rate of
41.2/100,000 in 2009. It causing 3rd highest of mortality worldwide in 2008 and
estimated as the highest non communicable disease worldwide in 2030. This study
aimed to determine the relationship of pesticide exposure to COPD in farmer
Methods: A case-control study performed between April to May 2016 in
Purworejo. The case group were 66 farmer who suffered from COPD during 2015
by medical record, while the control group were 59 farmer of cases neighbour
who tested by spirometer showed normal lung function. Both case and control
group was tested by spirometer and COPD assessment test
Results: Logistic regression analysis of quantity (OR=0.75; 95% CI 0.318-
1.754)and duration of spraying (OR=1.11; 95% CI 0.430-2.891) adjusted for all
potential confounders showed no clear associations. Pesticide remains a potential
health risk by duration of farming to COPD (OR=5,61; 95% CI 1,124-27,990)
adjusted by confounders (age, BMI, PPE, history of resporatory illness, smoking
habit, dust and fumes exposure).
Conclusion: Duration of farming found as risk factor of COPD, but no clear
association of quantity and duration of spraying to COPD. PPE should be used
especially mask along spraying process to reduce the risk of respiratory illness"
2016
T45692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Amalia
"Pendahuluan: Pestisida, salah satunya organofosfat masih banyak digunakan untuk
meningkatkan hasil produksi pertanian, karena efektif dalam pengendalian hama. Efek pajanan
kronis organofosfat terhadap manusia belum diketahui secara jelas. Indonesia merupakan negara
agrikultural dan termasuk negara pengguna pestisida terbanyak. Terdapat beberapa bukti, bahwa
paparan perstisida dalam jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan neurologis, dengan
peningkatan kadar b-amyloid plasma, yang dapat meningkatkan risiko risiko terjadinya penyakit
Alzheimer.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kadar b-amyloid plasma pada laki-laki
penyemprot pestisida di perkebunan dan mengetahui apakah terdapat hubungan dengan intensitas
pajanan pestisida jangka panjang.
Metode: : Studi cross-sectional pada penyemprot pestisida di perkebunan yang sudah
menggunakan pestisida organofosfat dan/atau karbamat selama enam bulan. Pengumpulan data
dilakukan pada pagi hari sebelum mulai bekerja, dengan cara mewawancara dan mengambil
sampel darah vena dari fossa cubiti, kemudian dianalisis menggunakan metode LC-MS. Jumlah
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan masuk dalam penelitian ini yaitu 57 responden.
Intensitas pajanan pestisida dinilai dengan metode skoring, yang sudah digunakan sebelumnya
dan sudah dimodifikasi Agricultural Health Study di Amerika Serikat dan disesuaikan dengan
situasi di Indonesia.
Hasil: Sebanyak 91,2% pekerja mengalami peningkatan kadar β-Amyloid plasma. Skor intensitas
pajanan pestisida jangka panjang antara 45 sampai 300, dengan nilai median 260. Berdasarkan
analisis bivariat secara korelasi antara kadar b-amyloid plasma dengan total skor kumulatif
intensitas pajanan didapatkan korelasi rendah (r=0.243) dan memiliki korelasi linier berbanding
lurus, di mana peningkatan skor total kumulatif intensitas memberikan peningkatan kadar β-
amyloid plasma sebesar 4,6%, tetapi tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, tidak ada hubungan antara kadar β-amyloid plasma
dengan intensitas pajanan pestisida.

Introduction: The use of pesticides, especially organophosphates are still very often to increase
agricultural production, because it is effective in pest control. Indonesia is an agricultural country,
which is among the highest user of pesticides The effect of chronic organophosphate exposure on
humans health is not fully understood yet. There are some evidence that long term exposure to
pesticides can lead to neurologic diseases, among others by increasing b-amyloid plasma
levels,which can lead to Alzheimer disease..
Objective: This study aims to identify b-amyloid plasma levels among male plantation pesticide
sprayer and determine if there is an association with the intensity of longterm pesticide exposure.
Methods: A Cross-sectional study was conducted among pesticide sprayers on plantations, that
have used organophosphate and / or carbamate pesticides for at least the last six months. Data
was collected in the morning before working, by interviewing and taking venous blood sample.
The blood sample was analyzed using the LCMS Method to measure b-amyloid plasma levels.
Fifty-seven subjects were included in this study. The intensity of long term exposure to pesticides
was assessed using a scoring method, that has been used before. which is modified from the
Agricultural Health Study.and adjusted to the situation in Indonesia.
Results: As many as 91.2% workers had plasma β-amyloid levels above normal. While the
intensity score for long term pesticide exposure was between 45 to 300 with a median 260. Using
correlation analysis, No significant correlation between b-amyloid plasma levels and total
cumulative intensity exposure score was found (r = 0.243, p>0,05),.
Conclusion: Based on this study, 91.2% had high levels of b-amyloid plasma and no relationship
between intensity of pesticide exposure with plasma β-amyloid levels was found
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>