Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89685 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sari Setyaningsih
"Spermatogenesis merupakan proses perkembangan sel-sel germinal yang sangat ketat diregulasi. Perubahan pada morfologi sel selama diferensiasi atau migrasi dalam tubulus seminiferus menunjukkan keterlibatan banyak gen. Spermatogenesis terdiri dari tahap mitosis, meiosis dan spermiogenesis. Salah satu gen yang berperan pada meiosis adalah Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A merupakan anggota dari M-phase inducer (MPI), protein famili fosfatase yang tidak hanya meregulasi progresi meiosis melalui aktivasi CDK tetapi juga penting untuk transisi fase G1 ke fase S pada interfase. CDC25A juga memiliki hubungan dalam kegagalan spermatogenesis yaitu dengan menurunkan level transkrip dari CDC25A dan gagalnya sperm retrieval pada laki-laki infertil. Pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibat kegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahui kandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis. Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross section) dengan menggunakan 45 sampel biopsi testis dengan kategori penilaian Johnsen dari penilaian 3 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA CDC25A menggunakan kuntitas relatif dengan qRT-PCR dan analisis ekspresi protein dengan perhitungan jumlah sel positif dengan menggunakan metode imunohistokimia. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman Rho. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat penurunan ekspresi relatif mRNA dan ekspresi protein pada penilaian Johnsen 5. Korelasi antara nilai ekspresi mRNA dan ekspresi protein CDC25A terdapat korelasi positif yang sedang antara ekspresi mRNA dan persentase jumlah sel positif protein CDC25A dengan nilai r= 0,546 dan nilai p = 0,010 (p<0,05). Hal ini memiliki indikasi bahwa CDC25A berperan terhadap terjadinya meiotic arrest sebagai salah satu penyebab kegagalan spermatogenesis.

Spermatogenesis is tightly regulated developmental process of male germ cells. The drastic change in cell morphology during germ cells differentiation and migration in seminiferous tubule suggests the presence of highly organize network of genes. The stages in spermatogenesis are mitotic for self renewal or differentiation into later-stage spermatogonium, meiotic division and spermiogenesis. One of genes that has role in meiotic is Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A is M-phase inducer (MPI), phosphatase family member that has fuction not only regulate meiotic progression through CDK activation but also important for transision G1/S phase in interphase. CDC25A has relationship with spermatogenesis failure, the decreased CDC25A is associated with spermatogenic failure and failed sperm retrieval. Recently, Infertility examination for azoospermia limited on histology aspect, therefore molecular research to find gene as a marker for infertility will improve testis biopsies examination. This research was a cross sectional study from 45 testis biopsies sample with Johnsen scoring categories from scoring 3 until 8. mRNA Expression analysis used qPCR and protein expression analysis used immunohistochemistry method. Statistical analyses were Kruskal Wallis and Spearman correlation, if p value less than 0.05 was considered significant correlation. The result showed mRNA transcript level and protein expression of CDC25A decreased in scoring 5 of Johnsen scoring categories. Correlation between mRNA relative expression and protein expression of CDC25A showed moderate positive correlation with p= 0,010 (p<0,05) and Spearman correlation coefficient was 0,546 (r=0,546). This research indicated that CDC25A has associated with meiotic arrest as an etiology of spermatogenic failure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Hermawati
"DAZ-like DAZL pada kromosom 3 dan BOULE pada kromosom 2merupakan gen-gen yang termasuk dalam DAZ family gen. Gen-gen tersebut merupakan regulator siklus sel spesifik pada sel germinal. Mutasi pada DAZ family gen mengakibatkan terjadinya meiotic arrest dan infertilitas. DAZL dan BOULE diketahui berinteraksi dengan CDC25 dalam meregulasi meiosis pada siklus sel. Selama ini pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibatkegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahuikandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 40 sampel biopsi testis berdasarkan kategori penilaian Johnsen dengan nilai 2 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA DAZL dan BOULEmenggunakan qRT-PCR. Analisis statistik yang dilakukan dengan uji Spearmanrho. Ekspresi antara gen DAZL dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkankorelasi positif r=0,42 dengan nilai kemaknaan p=0.004. Ekspresi mRNA BOULE dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkan tidak adanya korelasimenunjukkan korelasi r=0,21 dengan nilai kemaknaan p=0.092. Ekspresi mRNA DAZL dan BOULE dengan Spearman Rho menunjukkan korelasi positif r = 0,415 dengan nilai kemaknaan p=0.008. Hal ini mengindikasikan bahwa DAZLdan BOULE berperan terhadap terjadinya kegagalan spermatogenesis.

DAZ like DAZL on chromosome 3 and Boule on chromosome 2 are genes which includes in DAZ gene family. These genes have a role as regulator in cell cycle on germ cells. Mutations on DAZ gene family caused meiotic arrest andinfertility. DAZL and BOULE are known have interaction with CDC25 it regulate meiosis in the cell cycle. Examination of infertility on azoospermia cases, whichcause of spermatogenesis arrest is limited by histological examination frombiopsy testes. Therefore molecular research is needed to determine the candidate genes that could be used as a marker in improving the quality of testicular biopsy examination.
This research is a cross sectional study using 40 biopsy testessamples based on category Johnsen assessment with value 2 to 8. Analysis mRNA expression of DAZL and BOULE using qRT PCR. Correlation between theexpression of mRNA DAZL with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 42 with a significance value p 0.004. Correlationbetween the expression of mRNA BOULE with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 21 with a significance value p 0.092.Correlation between mRNA expression DAZL and BOULE with Spearman Rhoshowed a positive correlation r 0. 415 with a significance value p 0.008 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novitasari
"CREMτ dan protamin adalah protein yang berperan penting dalam proses spermatogenesis, CREMτ spesifik testis bekerja sebagai faktor transkripsi untuk gen protamin. Protamin merupakan protein yang berperan dalam remodelling chomatin pada spermatozoa. Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa gen protamin (P1 dan P2) memiliki tingkat regulasi yang berbeda terkait dengan perbedaan waktu antara proses transkripsi dan translasi. Hal ini terjadi karena pada saat protamin telah diekspresikan maka gen-gen pada proses spermatogenesis akan mengalami peredaman (silencing gene). Pada penelitian ini dianalisis perubahan ekspresi gen CREMτ, P1 dan P2 yang diduga mengalami disregulasi sehingga menyebabkan terjadinya spermatogenic arrest pada laki-laki azoospermia. Sampel penelitian berasal dari jaringan testis tersimpan pada Departemen Biologi Kedokteran,FKUI berjumlah 42 sampel yang terdiri dari 5 sampel dengan penilaian Johnsen dua, 7 sampel dengan penilaian Johnsen tiga dan empat, 15 sampel dengan penilaian Johnsen lima dan enam, 10 sampel dengan penilaian Johnsen tujuh, serta 5 sampel dengan penilaian delapan. Analisis perubahan ekspresi dilakukan dengan teknik qRT-PCR. Dari penelitian ditemukan perbedaan bermakna (p < 0,05) antara perubahan ekspresi CREMτ pada kelompok penilaian Johnsen dua dengan kelompok penilaian Johnsen tujuh walaupun tidak menyebabkan spermatogenic arrest secara langsung. Hasil penelitian juga mengindikasikan terjadinya spermatogenic arrest berkaitan dengan nilai ekspresi protamin dari hasil uji statistik yang tidak berbeda bermakna pada setiap penilaian Johnsen. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa gen CREMτ, P1 dan P2 memiliki tingkat korelasi pada setiap penilaian Johnsen.

Protamine and CREMτ and is a protein that have a crucial function on spermatogenesis. CREMτ is known a specific testes as transcription factor of protamine gene. During spermiogenesis, protamine have a role to the remodeling chromatin causes the compaction of the spermatid chromatin. Preelementary studies indicate that protamine (P1 and P2) have a different regulate for mechanism of expression gene, related with translational-repressed phase. It occurs because protamine silenced gene. Expression of P1, P2 and CREMτ was analyzed as cause of spermatogenic arrest from infertile men with azoospermia. The sample from the testicular testes are stored in Departement of Medical Biology, FM UI. The study included 42 testicular testes and stage of spermatogenic arrest have addressed with scoring Johnsen method, of which 5 sample classified with scoring two, 7 sample with scoring three and four, 15 sample with scoring five and six, 10 sample with scoring seven and 5 sample with scoring eight. Analysis of expression was performed by qRT-PCR. There were a significant differences (p < 0,05) of CREMτ mRNA expression inter-group differences. But, there were no significant inter-group differences in P1 and P2 mRNA expression that classified with scoring Johnsen. Statistical analysis for correlation between P1, P2 and CREMτ have a significant correlation dependent of a different stage on spermatogenesis. This study indicate that P1 and P2 lead silenced gene in spermatogenesis because mRNA P1 and P2 was detect in every stage of spermatogenesis, and consistent with the suggestion that CREMτ are involved in the spermatogenesis as a transcription factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Agusta Deviana Tanifan
"Spermatogenic arrest adalah kondisi terhentinya proses maturasi sel germinal yang selama ini diagnosisnya ditegakkan melalui skoring Johnsen hasil biopsi testis. Protein yang berperan penting dalam proses transkripsi selama spermatogenesis adalah CREM yang berikatan dengan aktivatornya yaitu ACT yang diduga diregulasi oleh SPAG8 dan RANBP9. Sampai saat ini peranan kedua gen tersebut dalam proses spermatogenic arrest belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 pada spermatogenic arrest serta menganalisis korelasi ekspresi kedua gen. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menggunakan sampel berupa hasil biopsi testis dengan skoring Johnsen 2 sampai 8. Analisis ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 menggunakan teknik qRT-PCR dengan perhitungan Livak. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA one way untuk Spag8 dan uji Kruskal Wallis untuk RanBP9 dengan nilai kemaknaan p

Spermatogenic arrest is a cessation of germ cell maturation process that has been diagnosed by scoring Johnsen testicular biopsy results. Proteins that play an important role in the transcription process during spermatogenesis are CREMs that bind to their ACT activators that are suspected to be regulated by SPAG8 and RANBP9. Until now the role of both genes in the spermatogenic arrest process is not known. This study aims to determine the relative expression of Spag8 and RanBP9 on spermatogenic arrest and to analyze the correlation of expression of both genes. This study is a cross sectional study using a sample of testicular biopsy with Johnsen 2 to 8 score. Relative expression analysis of Spag8 and RanBP9 using qRT PCR technique with Livak calculation. The data obtained were analyzed statistically using ANOVA one way test for Spag8 and Kruskal Wallis test for RanBP9 with significance value p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfianto Widiono
"Latar belakang: Infertilitas dapat berasal dari pihak perempuan maupun laki-laki, termasuk di antaranya akibat jumlah spermatozoa yang kurang (oligozoospermia) ataupun gabungan dari gangguan pada jumlah, motilitas, dan morfologi spermatozoa (oligoastenoteratozoospermia/ OAT). Infertilitas sendiri biasanya dapat dideteksi menggunakan analisis semen konvensional, namun ternyata didapatkan bahwa 15% laki-laki yang infertil memiliki hasil analisis semen yang normal, sehingga perlu pula dilakukan analisis fragmentasi DNA dan maturasi kromatin spermatozoa untuk mengetahui kualitas spermatozoa lebih lanjut. Metode: Penelitian bersifat cross sectional, dilakukan terhadap 34 sampel (15 sampel oligozoospermia, 10 sampel OAT, dan 9 sampel fertil normozoospermia) yang diperoleh dari pasien dan petugas Klinik Infertilitas Yasmin Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Sampel kemudian dianalisis menggunakan SpermFunc® DNA-f kit untuk mengetahui indeks fragmentasi DNA (IFD)-nya serta SpermFunc® Histone kit untuk tingkat maturasi kromatinnya.Hasil: Untuk IFD spermatozoa, hasil uji ANOVA didapatkan bermakna (p: 0,003), dengan uji Post Hoc menunjukkan kelompok yang berbeda secara bermakna yaitu IFD OAT dan fertil (p: 0,003) serta IFD oligozoospermia dan OAT (p: 0,021). Sementara itu, uji Kruskal-Wallis menunjukkan perbandingan antara tingkat maturasi spermatozoa pada kelompok infertil dan fertil yang tidak bermakna (p: 0,289). Korelasi antara IFD maupun tingkat maturasi kromatin spermatozoa pada ketiga kelompok sangat lemah juga tidak bermakna, sehingga dapat diabaikan (r: -0,014; p: 0,936). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara IFD OAT dibandingkan dengan kelompok fertil normozoospermia, namun sebaliknya pada hubungan IFD oligozoospermia dengan kelompok fertil. Adapun perbandingan tingkat maturasi kromatin spermatozoa kelompok infertil oligozoospermia dan OAT dengan kelompok fertil serta korelasi antara IFD dan tingkat maturasi kromatin spermatozoa pada kelompok yang diujicobakan bersifat tidak signifikan.

Introduction: Infertility can be attributed to both female and male factors, included in male infertility causes are decreased sperm number (oligoozoospermia) as well as combination of defect in sperm quantity, motility, and morphology (oligoasthenoteratozoospermia/OAT). Male infertility usually can be detected through conventional semen analysis, however it is known that 15% of infertile males have normal semen analysis result, therefore it has become essential to do sperm DNA fragmentation and chromatin maturation analysis to know more about sperm quality. Method: This is a cross sectional study done to 34 samples (15 oligozoospermic samples, 10 OAT samples, and 9 fertile normozoospermic samples) that were collected from patients and staff of Yasmin Infertility Clinic at Rumah Sakit Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana Jakarta. Those samples were then analyzed using SpermFunc® DNA-f kit to measure its DNA fragmentation index (DFI) and also using SpermFunc® Histone kit to measure its chromatin maturation percentage.Result: For sperm DFI, ANOVA test showed significance (p: 0,003), in which Post Hoc test confirmed that the groups with significancy in difference were the DFI of OAT and fertile group (p: 0,003) as well as oligozoospermic and OAT group (p: 0,021). On the other hand, Kruskal-Wallis test showed no signficance in the difference of sperm chromatin maturation percentage between infertile and fertile group (p: 0,289). The correlation between DFI and sperm chromatin maturation percentage of those groups was very weak and insignificant, thus negligible (Pearson correlation coeficient: -0,014; p value: 0,936). Conclusion: There is a significant relationship between the DFI difference of OAT and fertile normozoospermic group, but not between the DFI difference of oligozoopsermic and fertile group. On the other hand, sperm chromatin maturation difference between infertile oligozoospermic and OAT group and fertile group as well as the correlation of DFI and sperm chromatin maturation percentage on the groups that are being observed are not significant."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Tanuwidjaja
"LATAR BELAKANG Torsio testis unilateral dapat menurunkan fertilitas Penelitian terbaru menemukan kerusakan sel sertoli mendasari perubahan pada spermatogenesis pada torsio testis unilateral Timbulnya Antibodi Antisperma AbAs diduga mendasari terjadinya kerusakan tersebut Prednison sebagai imunospressan mungkin dapat menghambat kerja AbAs sehingga memperbaiki fertilitas
TUJUAN Mengevaluasi pengaruh pemberian Prednison dan lama iskemik pada torsio testis unilateral terhadap kualitas sel sertoli testis kontralateral
METODE Tiga puluh tikus Wistar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok A prosedur Sham Kelompok B torsio unilateral orkiopeksi orkiektomi setelah 6 jam dan kelompok C torsio unilateral orkiopeksi orkiektomi setelah 24 jam Grup B dan C dikelompokkan lagi menjadi kelompok dengan dan tanpa Prednison Prednison diberikan per oral sekali sehari satu jam setelah torsio sampai 30 hari selanjutnya Orkiektomi kontralateral dilakukan 30 hari kemudian Testis tersebut diperiksa oleh satu orang patolog berpengalaman
HASIL Pada kelompok A tidak ditemukan kelainan kualitas sel sertoli Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam hal kualitas sel sertoli p 0 01 Lama iskemik berhubungan dengan kualitas sel sertoli 3 tikus dengan kerusakan berat pada kelompok C vs tidak ada di kelompok B Pada kelompok B dan C Pemberian Prednison terlihat menghambat kerusakan sel sertoli Pemberian Prednison pada kelompok 6 jam memberikan hasil yang lebih baik daripada kelompok 24 jam 3 tikus vs 1 tikus dengan kualitas sel sertoli yang baik
SIMPULAN Kualitas sel sertoli kontralateral terpengaruh secara signifikan oleh torsio testis unilateral Lama iskemik mempengaruhi kualitas sel sertoli kontralateral Kata kunci torsio testis unilateral Prednison kualitas sel sertoli "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza
"Dalam masyarakat, sebagian pria beranggapan kontrasepsi urusan kaum wanita. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat, karena pembuahan adalah pertemuan antara sel telur yang berasal dari wanita dan sel sperma berasal dari pria. Jadi kalau kita berikhtiar hanya menghambat pematangan sel telur, ini berarti kita mengabaikan peranan sel sperma yang juga mempunyai andil setara dalam hal terjadinya pembuahan.
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli di bidang Andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar aman, efektif dan bersifat reversibel. Usaha tersebut didorong oleh kesadaran penuh akan pertambahan jumlah populasi manusia di dunia (Tadjudin, 1986).
Secara garis besar pelaksanaan Keluarga Berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat Keluarga Berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam Keluarga Berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir (Afandi, 1987).
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Hormon atau anti hormon yang dapat menggangu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan Keluarga Berencana pada pria (Tadjudin,1986). Obat-obat tersebut dapat bekerja di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan Keluarga Berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku kejantanan (Moeloek,1987). Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi "Gonadotropin Releasing Hormone" (GnRH), pada tingkat hipofisis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Jachtaniaedwina
"Infertilitas terjadi pada 10-15 pasangan di dunia. Faktor laki-laki terjadi pada 35 kasus infertilitas dan 10-20 terjadi karena keduanya. Salah satu uji untuk mendeteksi faktor infertilitas pada laki-laki adalah dengan uji fungsional spermatozoa yaitu uji integritas membran dan fragmentasi DNA spermatozoa. Uji integritas membran spermatozoa adalah uji untuk melihat keutuhan dan fungsi dari membran plasma spermatozoa. Uji fragmentasi DNA spermatozoa adalah uji untuk melihat keutuhan dari DNA spermatozoa. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara integritas membran dengan fragmentasi DNA spermatozoa.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan 100 sampel dari hasil laboratorium laki-laki infertil di Klinik Yasmin RSCM Kencana. Uji integritas membrane spermatozoa dilakukan dengan uji Hypo-osmotic Swelling HOS sedangkan fragmentasi DNA spermatozoa diuji dengan uji Sperm Chromatin Dispersion SCD. Uji dan pengelompokan analisis semen ini dilakukan berdasarkan WHO laboratory manual for examination and processing of human semen edisi ke-lima. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif yang signifikan p=0,008 dengan kekuatan korelasi lemah r=-0,265 antara integritas membran dengan fragmentasi DNA spermatozoa.

Infertility occurs in 10 15 of couple in the world. Male factor occurs in 35 of infertility cases and 10 20 occurs as both. One of the test to detect infertility factor in men is the spermatozoa functional test whereas the spermatozoa membrane integrity and DNA fragmentation test. Spermatozoa membrane integrity test is a test to see the integrity and function of the plasma membrane of spermatozoa. Sperm DNA fragmentation test is a test to determine the integrity of the DNA of spermatozoa. This study investigates the relationship between the membrane integrity of spermatozoa with DNA fragmentation.
This study using cross sectional method with 100 samples of laboratory result in Klinik Yasmin Kencana RSCM. Spermatozoa membrane integrity test conducted by Hypo osmotic swelling test and spermatozoa DNA fragmentation tested with Sperm Chromatin Dispersion test. The semen analysis is based on WHO laboratory manual for examination and processing of human semen 5th edition. The result of this study is that there is a significant negative weak correlation p 0,008, r 0,265 between the spermatozoa membrane integrity and DNA fragmentation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Kesuma Jelita
"Infertilitas pada pasangan yang diakibatkan oleh pria mencapai angka 40. Untuk diagnosis klinis pasti penyebab infertilitas dan pengecekan apakah dapat dilakukan ekstraksi spermazoa dilakukan prosedur invasif berupa biopsi testis. Pada penelitian potong lintang ini dianalisis hubungan antara FSH dan gambaran spermatogenik pada 72 pasien azoospermia di Jakarta Pusat yang melakukan biopsi testis pada tahun 2011 - 2015 untuk kemungkinan prediksi ada tidaknya spermatozoa. Kedua data didapatkan dari data sekunder baik rekam medis ataupun hasil laboratorium. Hasil analisis menggunakan Oneway ANOVA dan post-hoc test menunjukkan terdapat perbedaan rerata yang berarti pada minimal 2 kelompok antara kadar FSH dan gambaran spermatogenik.

Infertility in couples caused by men reached the number of 40 . For the clinical diagnosis and to check for the possibility of testicular sperm retrieval an invasive procedure of testicular biopsy was performed. In this cross sectional study the association of FSH and the spermatogenic histology was analysed on 72 azoospermic patient in Central Jakarta. This patients had undergone testicular biopsy between 2011 ndash 2015 to predict the existence of spermatozoa. Both data were acquired from medical record and lab results. The data were analyzed using Oneway ANOVA and post hoc test was performed the result show significant difference in minimal 2 categories between FSH and spermatogenic histology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The kidney in heart failure focuses on the changes that occur in kidney physiology as a function of a failing heart. This comprehensive resource covers epidemiology, pathophysiology, management of kidney disorders and advances in nephropathy management. In addition, the latest therapies, common heart failure dilemmas and kidney disease markers are included. Each chapter is co-authored by a Nephrologist and Cardiologist, offering a unified perspective to these chronic conditions. This indispensible volume provides the reader with the depth-of-knowledge needed for assessing and treating the cardio renal patient."
New York: Springer, 2012
e20425934
eBooks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>