Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122506 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sita Rose Nandiasa
"ABSTRAK
Latar Belakang: Dalam bidang forensik, pengukuran radiografis gigi belum banyak diteliti. Perlu dikembangkan metode pengukuran yang sederhana yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan identifikasi personal.
Tujuan: Menganalisis keakurasian pengukuran gigi untuk identifikasi personal.
Metode: Perbandingan pengukuran tujuh titik anatomis pada premolar kedua dan molar pertama rahang bawah dengan perangkat lunak radiografis digital dan manual.
Hasil dan Kesimpulan: Didapatkan tujuh titik anatomis acuan yang reliabel dan metode pengukuran gigi yang akurat untuk kepentingan identifikasi personal.

ABSTRACT
Background: In forensic field, research about tooth measurement is still limited. Simple measurement method needs to be developed for personal identification puspose.
Aim: To analyze the accuracy of tooth measurement for personal identification.
Methods: Measurement comparation of seven reference points on ,mandibular second premolar and first molar using digital radiography software and manual.
Result and Summary: Reliable seven reference points and accurate tooth measurement method have been developed for personal identification purpose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shelvy Nur Utami
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui nilai batas toleransi pengaturan brightness dan
contrast pada radiograf digitized dengan diagnosis periodontitis apikalis dan abses
dini. Metode: Pengaturan brightness dan contrast pada 60 radiograf periapikal
dengan periodontitis apikalis dan abses dinioleh 2 pengamat. Uji reliabilitas
dengan Kappa Coefficient dan kemaknaan dengan uji wilcoxon. Hasil: Nilai batas
toleransi periodontitis apikalis adalah -5 dan +5, abses dini adalah -10 dan +10,
dan gabungan keduanya adalah -5 dan +5. Kesimpulan: Pengaturan nilai
brightness dan contrast yang terlalu tinggi dapat mengubah evaluasi lesi
pulpoperiapikal dan diagnosis banding lesi pulpoperiapikal.

ABSTRACT
Objective: To measure the tolerance limit value of brightness and contrast
adjustment on digitized radiograph with apical periodontitis and early abscess.
Method: Brightness and contrast adjustment on 60 periapical radiograph with
apical periodontitis and early abscess made by 2 observers. Reliabilities tested by
Kappa Coeficient and significancy tested by wilcoxon test. Results: Tolerance
limit value for apical periodontitis is -5 and +5, early abscess is -10 and +10, and
both is -5 and +5. Conclusion: Brightness and contrast adjustment which not
appropriate can alter the evaluation and differential diagnosis of periapical lesion."
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Suryajaya
"Perkembangan teknologi memungkinkan untuk pembuatan model studi secara digital menggunakan intraoral scanner. Data dari model studi ini kemudian bisa dicetak menggunakan mesin cetak 3 Dimensi. Tesis ini membahas akurasi ukuran linier gigi khususnya lebar mesio-distal, interkaninus, intermolar serta Analisis Bolton model studi digital hasil pindaian intraoral scanner Trios, dan model studi resin hasil cetakan printer 3D Formlabs 2 dengan model studi plaster hasil pengecoran bahan cetak alginat dengan dental stone tipe II sebagai pembanding. Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Data pengukuran antar model studi dianalisa secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar komponen pengukuran linier dan analisa Bolton model studi digital dan model studi resin tidak berbeda secara signifikan secara statistik. Jika terdapat perbedaan secara statistik, perbedaan ini tidak signifikan secara klinis karena perbedaannya tidak lebih dari 1,1 mm. Model studi digital hasil pindaian intraoral scanner Trios dan resin hasil cetakan printer 3D Formlabs 2 cukup akurat untuk keperluan diagnosa dan penentuan rencana perawatan jika dibandingkan dengan model studi plaster hasil pengecoran bahan cetak alginat dengan dental stone tipe 2.

In the advent of digital technology, it is possible to create digital dental model using intraoral scanner. The stereolithographic data collected from the scanner, subsequently, can be printed into 3-Dimensional dental model in resin material. This study aims to evaluate the accuracy of digital model scanned by Trios intraoral scanner and 3-Dimensional dental model printed from Formlabs 2 printer in linear measurements and Bolton analysis compared to plaster dental model obtained by pouring alginate impression with type II dental stone. This is a cross-sectional observational analytical study. The data were collected by measuring each type of the dental models. The result of this study shows that most of the linear measurements and Bolton analysis components analyzed in this study were not significantly different. Significant difference on some components are rendered clinically insignificant. Hence, the results of this study suggests that digital dental model and 3-Dimensional printed dental model may be used interchangeably in comparison to plaster dental model for diagnostic and treatment planning purpose."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luciana
"Pendahuluan: Kemajuan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan akan efisiensi saat ini tidak terelakkan, termasuk di bidang ortodontik. Selain foto rontgen, model studi merupakan alat diagnostik yang diubah menjadi bentuk digital. Digitasi model studi dilakukan supaya pengukuran benda tiga dimensi dapat diukur dalam bentuk tiga dimensi. Walaupun demikian, ketidakakuratan bisa saja terjadi pada pengukuran dengan model studi digital tiga dimensi. Ketiadaan perangkat digitasi di Indonesia menyebabkan proses digitasi menjadi mahal dan sukar. Oleh karena itu, alat pemindai laser yang diciptakan oleh Institut Teknologi Bandung bekerjasama dengan Bagian Ortodonti Universitas Indonesia pada tahun 2011 diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menguji akurasi analisis ortodontik dengan menggunakan alat pemindai laser yang baru dibuat ini.
Bahan dan Cara: Duabelas pasang model studi sebelum perawatan ortodontik disertai anterior crowding dengan skor indeks Little 1-6 digunakan dalam penelitian ini. Masing-masing model studi dipindai, dan dilakukan digitasi dan analisis Bolton dan indeks ketidakteraturan Little (LII) diukur pada model studi konvensional dan digital dengan kaliper yang memiliki ketelitian 0.01 mm. Pengukuran intraobserver dilakukan pada 20% total sampel yang dipilih secara acak (3 sampel) dan diuji secara statistik dengan uji-t berpasangan dan Wilcoxon untuk uji nonparametrik. Plot Bland-Altman digunakan untuk menguji level of agreement kedua metode pengukuran. Uji-t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney digunakan untuk uji statistik pada penelitian inti dengan 12 pasang model studi.
Hasil: Uji intraobserver untuk analisis Bolton tidak memperlihatkan perbedaan bermakna (p = 0.859) sementara untuk pengukuran indeks ketidakteraturan Little, terlihat perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0.008). Plot Bland-Altman untuk indeks Little memperlihatkan tercapainya level of agreement kedua metode pengukuran. Pada pengukuran 12 pasang model studi, uji statistik untuk analisis Bolton dan indeks Little tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna (p > 0.05), dengan nilai p berturut-turut adalah p = 0.509 and p = 0.101.
Kesimpulan: Nilai pengukuran pada model studi digital disertai anterior crowding tidak berbeda bermakna secara statistik dengan nilai pengukuran yang dilakukan pada model studi konvensional dengan anterior crowding.

Introduction: The vastly growth of advanced technology to meet efficiency is currently inevitable, including in orthodontics. Radiographs and study models are diagnostic tools that often digitized and measured three-dimensionally. However, inacurracy might still be found in the three-dimension measurements. The customized laser scanner was then built in 2011 by Bandung Institute of Technology in conjunction with Department of Orthodontic University of Indonesia. The primary aims were to overcome the study models storing problems and the scanning cost, if the study models have to be digitized overseas. In this research, the study models digitizing were performed using the newly built laser scanner and the accuracy of the measurements were analyzed.
Material and Methods: Twelve pairs of pre-orthodontic treatment study models were used in this research with mild to moderate anterior crowding (Little Irregularity Index score 1-6). Each models were scanned and the mesiodistal width was measured before Bolton analysis was determined. For Little Irregularity Index, each measurements were done in the anterior of lower study models. The measurement of conventional study models were then compared with the digital study models measurement. Each measurement were made with digital calliper to the nearest of 0.01 mm. Intraobserver test was done by taking 20% from the total amount of the samples (3 samples) randomly and were tested by paired t-test and Wilcoxon for nonparametric test. The level of agreement were done with Bland- Altman plot. After getting valid intraobserver test value and good level of agreement, the main test was done by paired t-test and Mann-Whitney test.
Results: Intraobserver test for Bolton analysis showed no significant difference (p = 0.859) while significant difference (p = 0.008) was detected between measurement method for Little Irregularity Index. Bland-Altman plot for Little Irregularity Index intraobserver test showed good level of agreement. The Bolton analysis and Little Irregularity Index statistic test for twelve pairs of study models showed no significant difference (p > 0.05), respectively p = 0.509 and p = 0.101.
Conclusion: The measurements made in digital study models with anterior crowding were as accurate as the measurements made in conventional study models with anterior crowding, and therefore, the study models measurement can be done in the digital form.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzan Elias
"Salah satu terapi yang umum untuk kehilangan gigi 076I678 yang kita kenal sebagai kasus K1 I Kennedy,adalah gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal.Pada pem-
buatan gigi tiruan tersebut umumnya gigi penjangkaran yang digunakan adalah gigi gigi 54I45 yang merupakan gigi penjangkaran yang lemah.
Jaringan pendukung gigi tiruan tersebut terdiri atas jaringan keras yaitu gigi penjangkaran beserta periodonsiumnya dan jaringan lunak yaitu mukosa yang berada dibawah basis gigi tiruan tersebut.Kedua jaringan pendukung mempunyai kekenyalan yang berbeda.Pada pemakaian gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal perbedaan kekenyalan itu sering mengakibatkan goyangnya gigi penjangkaran.Salah
satu penyebab goyangnya gigi penjangkaran tersebut adalah gerak distal gigi penjangkaran tiap kali gigi tiruan mandapat beban kunyah.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana menentukan disain cengkeram serta upaya,memperoleh gigi penjangkaran yang kuat agar kesehatan jaringan pendukung gigi tiruan tersebut dapat dipertahankan sebaik-baiknya dan untuk wak-
tu yang lama.
Sehubungan dengan itu telah diteliti adanya perbedaan gerak distal yang bermakna dari gigi penjangkaran yang displint dan yang tidak displint dengan disain cengkeram 3 jari (sirkumferensial) dan disain cengkeram 3 jari panjang (continous). Penelitian ini dilakukan secara laboratorik dan beban kunyah yang digunakan adalah komponen beban kunyah yang jatuh tegak lurus pada bidang kunyah.
Secara statistik dari penelitian ini dibuktikan bahwa pada gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal, gerak distal yang diterima gigi penjangkaran dengan splint lebih kecil bila dibandingkan dengan gerak distal gigi penjangkaran tanpa splint.Selain itu gigi tiruan dengan disain cengkeram 3 jari panjang,gigi penjangkarannya juga menerima gerak distal lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima oleh gigi tiruan dengan di-
sain cengkeram 3 jari.Sedangkan gerak distal yang terkecil diterima oleh gigi penjangkaran dengan splint dan disain cengkeram 3 jari panjang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Dental record is one of the ways to identify human identity. Identification requires a system, which is able to recognize each human tooth automatically. Teeth and gums becomes an important issue be-cause they have a high similarity in a dental radiograph image. This similarity tends to influence the segmentation error. This paper proposes a new contrast enhancement by using parameter sigmoid transform to improve the segmentation accuracy. The five main steps are: 1) preprocessing to improve the image contrast using our proposed method, 2) teeth segmentation using horizontal and vertical in-tegral projection, 3) feature extraction, 4) teeth classification using Support Vector Machine (SVM) and 5) teeth numbering. Experimental results using our proposed method have an accuracy rate of 88% for classification and 73% for teeth numbering.

Data rekaman gigi adalah salah satu cara untuk mengidentifikasi manusia. Pengidentifikasian membutuhkan sebuah sistem yang mampu mengenali tiap gigi secara otomatis. Intensitas gigi dan gusi yang hampir sama menjadi masalah utama pada citra dental radiographs karena dapat menga-kibatkan kesalahan dalam proses segmentasi. Pada paper ini diusulkan sebuah metode perbaikan kontras yang baru dengan menggunakan parameter sigmoid transform untuk meningkatkan keaku-ratan hasil segmentasi. Lima tahapan utama yaitu: 1) praproses untuk memperbaiki kontras gambar menggunakan metode yang diusulkan, 2) segmentasi gigi menggunakan horizontal dan vertical inte-gral projection, 3) ekstraksi fitur, 4) klasifikasi meggunakan Support Vector Machine (SVM) dan 5) penomoran gigi. Hasil eksperimen menggunakan metode yang diusulkan menunjukkan tingkat keaku-ratan hasil klasifikasi sebesar 88% dan penomoran gigi sebesar 73%."
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Faculty of Information Technology, Department of Informatics Engineering, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Preiskel, H. W.
Jakarta: Erlangga, 1981
617.6 PRE k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nursasongko
"ABSTRAK
Akhir-akhir ini telah dikembangkan bahan tumpatan
'high-copper" amalgam untuk meningkatkan mutu amalgam
konvensional. High-copper amalgam mempunyai nilai 'creep'
lebih rendah, kekuatan kompresif lebih tinggi, dan lebih
tahan terhadap korosi. Namun pola kebocoran mikro pada tepi
tumpatan 'high-copper' amalgam ini menurut beberapa peneliti
tidak berbeda dengan amalgam konvensional. Kebocoran mikro
pada tepi tumpatan amalgam terjadi akibat adanya perubahan
dimensi bahan tumpatan amalgam didalam kavitas gigi selama
mengeraS. Salah satu usaha untuk mencegah kebocoran mikro
ini adalah dengan pemberian pernis pada dinding kavitas.
Untuk mengetahui peran pernis dalam mencegah kebocoran mikro
pada tepi tumpatan 'high-copper' amalgam, dilakukan
penelitian terhadap 160 gigi tetap manusia yang ditumpat
dengan 'high-copper' amalgam dengan pernis dan tanpa pernis.
Kebocoran dinilai dengan menggunakan zat warna biru metilen
setelah 24 jam dan 7 hari. Dari hasil penelitian terlihat
bahwa kebocoran mikro pada tepi tumpatan 'high-copper'
amalgam tanpa lapisan pernis ternyata lebih besar
dibandingkan dengan tumpatan 'high-copper'. amalgam dengan
pernis, baik pada dinding kavitas maupun pada permukaan
tumpatannya. Karenanya, lapisan pernis pada tumpatan 'high-
copper' amalgam dapat dinilai cukup efektif dalam mencegah
kebocoran mikro pada tepi tumpatan.

"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haryanto A. G.
"Pada geligi tiruan lengkap rahang atas, retensi tergantung antara lain pada keutuhan 'seal' di sekelilingnya, dimana Posterior Palatal Seal merupakan salah satu bagiannya. Masalah biasanya timbul karena bagian ini terletak pada daerah batas jaringan mukosa yang bergerak dan tidak begerak.
Penentuan Posterior Palatal Seal sendiri sampai saat ini sering dilakukan secara visual saja, tanpa bantuan ciri anatomik. Pada hal dalam kepustakaan (antara lain Beresin & Schiesser (1973) dan Boucher (1975) dikemukakan bahwa Fovea Palatini adalah salah satu ciri anatomik yang dapat digunakan sebagai pedoman penentu letak Posterior Pala tal Seal.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran jarak-jarak antara Fovea Palatini ke Garis Getar pada ketiga bentuk lereng palatum lunak untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara jarak-jarak tersebut. Dengan demikian dapat pula diketahui apakah Fovea Palatini dapat digunakan sebagai pedoman. Pada penggolongan bentuk Lereng Palatum Lunak, digunakan Klasifikasi M.M.House.
Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan adanya berbagai ragam letak maupun jumlah Fovea Palatini.Sejumlah 72,32 % subyek mempunyai fovea yang letaknya posterior dari garis getar, sedangkan 17,85 % letaknya bervariasi. Ditinjau dari jumlahnya, dijumpai 13,39 % subyek dengan satu, tiga dan empat buah fovea palatini dengan letak yang bervariasi pula. Penelitian yang dilakukan Lye maupun oleh Chen ternyata menunjukkan hasil berupa ketiga seragam an yang serupa.
Mengingat beragamnya letak maupun jumlah fovea palatini, disimpulkan bahwa ciri antomik ini diragukan untuk dapat digunakan sebagai pedoman penentu letak bagian medial posterior palatal seal geligi tiruan lengkap rahang atas."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>