Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Hafsoh Shoparina
"ABSTRAK
Seni Tari sebagai bentuk Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) Indonesia sangat beragam dan dengan jumlah sangat banyak belum dapat terakomodir dengan baik. Seringkali masyarakat tradisional beranggapan tarian tradisional adalah milik bersama (komunal) sehingga terhadap kurangnya perhatian terkait hak cipta menyebablkan klaim terhadap EBT Indonesia oleh pihak asing seperti halnya Tari Pendet Bali. Bertujuan mengkaji konsep perlindungan Hak Cipta dalam rangka melindungi seni tari tradisional, tesis ini meengangkat pokok permasalahan tentang pengaturan EBT dalam perundang-undangan di Indonesia, perlindungan, upaya serta kendala dalam melindungi EBT dari klaim pihak asing.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normative, yang dilakukan dengan cara wawancara, dan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa UU Hak Cipta belum dapat memberikan perlindungan terhadap EBT khususnya Tari Pendet Bali meskipun pasal EBT tertuang jelas. Hal ini dikarenakan belum ada perangkat peraturan pelaksana dari UU Hak Cipta menyulitkan penegak hukum melaksanakan UU, masyarakat tradisional berparadigma komunal serta kurang memiliki kesadaran dan pemahaman bahwa EBT Indonesia dilindungi oleh Hak Cipta, sehingga banyak terjadi klaim oleh pihak asing terhadap EBT Indonesia. Namun demikian, upaya positif dilakukan antara lain, dari pihak pemerintah dan peran serta masyarakat. Langkah awal pemerintah perlu melakukan inventarisasi dan dokumentasi secara konsisten dan berkesinambungan, sosilisasi pentingnya perlindungan hukum terhadap EBT, dan mengkaji EBT dibuat UU Sui Generis.

ABSTRACT
The dance as a form of the traditional cultural expressions (EBT) of Indonesia very diverse and so many can not be accommodated properly. Often traditional society assume traditional dance is generally owned (communal) so that the lack of attention led to a claim of copyright related to EBT Indonesia by foreigners as well as Pendet Bali. With a vieq to analyzing the concept of copyright protection the framework of to protect traditional dance, this thesis brings forward the issues on regulating EBT in legislation in Indonesia, protection, efforts and constraints in protecting EB T of claims from foreigners.
The method of this study is juridicial normative which is done by interviews, statutory approach and case approach. The study shows that the copyright law could not provide protection against EBT especially Pendet Bali even though Article EBT clearly stated. This is because there is no device implementing regulations of the copyright law make it difficult for law enforcement to implement legislation, the traditional society has paradigm of communal and have less awareness and understanding that EBT Indonesia protected by copyright, so prevalent claims by foreigners against EBT Indonesia. However, positive attempts made, among others, from the government and the role of community. The first step the government needs to conduct an inventory and documentation consistenly and continuously, socialize the importance of legal protection over EBT, and study EBT made law sui generis.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Dyan Ratna
"ABSTRACT
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk dapat mengetahui dan memahami Tek Tok Dance sebagai seni pertunjukan pariwisata baru di Bali. Penelitian yang berlokasi di Puri Kantor, Ubud, Bali ini dilakukan karena adanya ketimpangan antara asumsi dan kenyataan di lapangan. Pada umumnya di Bali berkembang seni pertunjukan pariwisata antara lain : Cak Dance, Legong Dance, dan Barong Dance. Tetapi kenyataannya ini berbeda. Pertanyaannya: (1). Bagaimana bentuk pertunjukan Tek Tok Dance di Puri Kantor, Ubud?, (2). Mengapa Puri Kantor Ubud menciptakan Tek Tok Dance?, dan (3). Apa kontribusinya bagi Puri Kantor, masyarakat, dan industri pariwisata di Bali?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah pertunjukan Tek Tok Dance itu sendiri, para informan, buku-buku, dan jural terkait. Seluruh data yang telah dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi kepustakaan dianalisis secara kritis dalam perspektif kajian budaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1). Sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata baru, Tek Tok Dance disajikan dalam bentuk dramatari. Hal itu dapat dilihat dari cara penyajian, koreografi, struktur pertunjukan, lakon, tata rias busana, dan iringan musik pertunjukannya, (2) Puri Kantor di Ubud menciptakan Tek Tok Dance pads tahun 2013 karena adanya peluang pasar dan potensi berkesenian masyarakat setempat yang memadai, (3) Muncul dan berkembangnya Tek Tok Dance sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata baru di Bali berkontribusi positif bagi kehidupan ekonomi, sosial, budaya masyarakat setempat,para pihak terkait, dan pengayaan bagi industri
pariwisata Bali."
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 KJSP 3:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hannie Riestyaninda
"Penelitian ini mencoba memberikan gambaran mengenai pembentukan identitas Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif berupa wawancara, observasi, dan pengamatan terlibat sebagai metode pengumpulan data. Identitas Kota Tangerang diwujudkan dengan kemunculan Tari Lenggang Cisadane. Tari Lenggang Cisadane tidak lahir dari masyarakat, melainkan dikonstruksi oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang untuk menjadi tari khas Kota Tangerang, dan dijadikan sebagai ikon budaya Kota Tangerang. Tari Lenggang Cisadane diperkenalkan kepada masyarakat Kota Tangerang sebagai bentuk rekonstruksi melalui pelatihan Tari Lenggang Cisadane yang diikuti oleh guru dan pemilik sanggar; pemberlakukan kegiatan ekstrakurikuler Tari Lenggang Cisadane di sekolah; pembuatan CD Tari Lenggang Cisadane; perlombaan dan pertunjukan Tari Lenggang Cisadane; pengajuan legalisasi Tari Lenggang Cisadane sebagai aset kekayaan budaya tradisi Kota Tangerang; dan pembuatan patung penari Lenggang Cisadane yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kota Tangerang melalui Dinas Kebudayaan serta dinas terkait lainnya, seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Pariwisata. Melalui pembentukan identitas Kota Tangerang dapat terlihat kekuasaan Pemerintah Daerah Kota Tangerang, serta agency dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan identitas ini. Indentitas Kota Tangerang tidak lahir dari masyarakat Kota Tangerang, Pemerintah Daerah Kota Tangerang sengaja menciptakan identitas tersebut untuk menunjukan bahwa Kota Tangerang memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan kota atau daerah lain.

This research tries to give a description about the identity making of Tangerang City. The manifestation of the identity of Tangerang City can be seen from the emergence of Lenggang Cisadane dance. A research has been done with qualitative approach, with interview, observation, and participant observation as the method of data collection. Lenggang Cisadane was not born from the people of Tangerang City, rather, it was constructed by the local government to be the special dance from Tangerang City, and it has been made to be the cultural icon of the city. Lenggang Cisadane dance was introduced to the people of Tangerang City as a form of reconstruction through Lenggang Cisadane dance training where teachers and art studio rsquo s owners were involved in The implementation of Lenggang Cisadane dance as an extracurricular at school The production of Lenggang Cisadane dance CD 39 s The contests and performances of Lenggang Cisadane dance The submissions of legalization for Lenggang Cisadane dance as the asset of cultural property of Tangerang City and The making of the Lenggang Cisadane dancer statue which was done by the local government through Culture Department, and other related departments such as The Education and Tourism Department. During the process of the identity making, the power of local government and the agencies of related parties can be easily seen. The identity of the people of Tangerang City was not made by the people itself, but it was intentionally made by the local government to show that Tangerang City has special characteristics that differentiate Tangerang City from other city or area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67609
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dega Syamsu Nur Adhiyat
"ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai rekacipta kesenian Kuntulan di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia, yang dilakukan oleh Kelompok Kesenian Tirto Arum. Pengertian rekacipta yang digunakan merujuk pada Hobsbawn 1987:1 , yakni sebuah upaya untuk memunculkan kembali suatu kesenian dengan wajah dan fungsi yang baru. Gambaran mengenai proses rekacipta yang terjadi pada kesenian Kuntulan di Banyuwangi ini diperoleh dengan menggunakan metode observasi dan wawancara secara mendalam. Proses observasi dilakukan dengan mengamati berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Kelompok Kesenian Kuntulan Tirto Arum dalam kurun waktu enam bulan, sedangkan wawancara secara mendalam dilakukan kepada dua informan kunci dan beberapa informan pendukung. Secara garis besar, proses rekacipta pada kesenian Kuntulan di Banyuwangi dilakukan agar kesenian Kuntulan dapat tetap bertahan dan diterima masyarakat, walaupun proses rekacipta ini ternyata juga mengakibatkan adanya fungsi kesenian Kuntulan yang awalnya digunakan sebagai media dakwah berubah menjadi fungsi hiburan.

ABSTRACT
This study is a qualitative research with ethnography approach that aims to describe about the reinvention of Kuntulan art in Banyuwangi, East Java, Indonesia, spesifically who conducted by Tirto Arum Kuntulan Art Group. The definition used is referred to Hobsbawn 1987 1 , an attempt to bring back an art with a new face and function. The description of Kuntulan art reinvention in Banyuwangi is obtained by using the method of observation and indepth interview. The observation process was done by observing various activities from Tirto Arum Kuntulan Arts Group within six months, while indepth interviews were conducted to two key informants and some supporting informants. In general, this study suggest that the process of Kuntulan art reinvention is done for get the accepted from society, so Kuntulan art can be survive, although the process of this invention of tradition also resulted in a Kuntulan art function that was originally used as a medium of da 39 wah turned into a function of entertainment."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kidung Larasmoyo Dwiwiyati
"Indonesia memiliki banyak kekayaan tradisional mulai dari Sabang sampai Merauke namun sangat disayangkan pengarsipan dari naskah dan tulisan ke bentuk video tidak diatur dengan baik Untuk mencegah dan menghindari hilangnya tradisi terutama dalam catatan tari dan legenda atau kisah dibaliknya harus segera dilakukan upaya pembuatan video dalam upaya untuk melestarikan ide ide budaya berbentuk nonmaterial di Indonesia 'CeriTari' merupakan prototype sebuah program dokumenter video dengan anggaran yang rendah namun memiliki semangat yang tinggi dalam rangka melestarikan kebudayaan tradisional Indonesia khususnya di catatan tarian dan kisah dibalik tarian yang ada di berbagai daerah seperti Betawi Dayak hingga Papua 'CeriTari' adalah sebuah proyek percontohan yang akan diajukan sebagai proposal untuk Kompas TV sebagai pipa distribusi yang peduli akan warisan budaya Indonesia Manfaat dan tujuan dari program 'CeriTari' adalah memberikan informasi serta pengenalan mengenai tarian tradisional dan cerita yang terkandung di dalamnya kepada khalayak Program ini memiliki tema besar yang secara tidak disadari tidak pernah lepas dari kehidupan sehari hari yaitu tari sehingga khalayak tertarik untuk menyaksikan program ini karena tarian merupakan sesuatu yang tidak pernah lepas dari kehidupan sehari hari.

Indonesia provides a wide range of products of rich traditions from Betawi to Papua Unfortunately the archiving from manuscript to videos is not well arranged To avoid fading out traditions especially in traditional dance and the story behind them a video for preserving the ideas intagible products of Indonesia must be initiated 'CeriTari' is a prototype video documentary program with low budget but high enthusiasm to archive Indonesian traditions especially in traditional dance and the story behind them from various areas like Minang Sumatra to Betawi Java to Papua It is a pilot project as a proposal to Kompas TV as a distribution pipe that is concerned about Indonesia's cultural heritage The benefits and goals from developing this program is to give an information and introduction about traditional dance to the audience This program has theme about traditional dance which is still rare on our television programs
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S53726
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Vianney Indah N.
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perlindungan hukum yang wajib dijaminkan oleh Negara Republik Indonesia dalam kaitannya dengan Ekspresi Budaya Tradisional/Folklor yang merupakan kekayaan dan jati diri bangsa. Ekspresi Budaya Tradisional/Folklor merupakan suatu kekayaan intelektual dalam bidang seni yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang merupakan sumber daya bersama, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu atau organisasi sosial tertentu, yang mencangkup verbal tekstual baik lisan maupun tulisan; Musik (vokal, instrumental atau kombinasinya); Gerak (tarian, beladiri, dan permainan); Teater (pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat); Seni rupa (bentuk dua dimensi atau tiga dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit, kayu, bambu, logam, keramik, kertas, tekstil dan lain-lain atau kombinasinya); Dan Upacara adat. Ciptaan dalam pembatasanya pada Undang-undang Negara Republik Indonesia tentang Hak Cipta adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Folklor belum mendapat perlindungan yang efektif dari hukum positif tentang hak cipta di Indonesia, walaupun dikatakan sebagai hak cipta yang dipegang oleh Negara. Komersialisasi dan peniruan, serta pengakuan atau klaim oleh Negara lain, seperti oleh Negara Malaysia terus berlanjut tanpa adanya perlindungan. Kondisi ini merugikan bangsa Indonesia, bukan hanya pada persoalan ekonomi saja tetapi juga pada jati diri bangsa. Hal ini menjadi perhatian besar karena kekayaan Ekspresi Budaya Tradisional/Folklor yang beraneka ragam merupakan keunggulan komparatif Indonesia sendiri dibandingkan negara-negara lain.

ABSTRACT
The Thesis would like to talk about the law protection of Traditional Cultural Expressions/Folklor in Indonesia which ought to be priority in government concern. Traditional Cultural Expressions/Folklor is an intelectual assets in form of arts which hold the traditional heritage in a specific community, such verbal expression in both oral and written; Music (vocal, instrumental, and/or its combination); Expressions by action (dances, plays, games and traditional sports); Theater (puppet performances, stories, epics, legends); Handicrafts (in two or three dimension, formed by any skin, woods, bamboo, ceramic, papers, textile, et cetera, and/or its combination); And Rituals. Creation in copyrights regulation concerning the results of every work of the Creator is an authenticity in the field of science, art, or literature. Folklor has not received effective protection of the positive law in Indonesia, although said to be the copyrights held by the State. Commercialization and imitation, as well as confession or claims by other countries, such as by Malaysia continued without any protection. This condition is detrimental to the nation, both in economic matters and the identity of Indonesia. This is of great concern because of the wealth of Traditional Cultural Expressions/ Folklor diverse Indonesia itself is a comparative advantage over other countries."
2013
T35668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Fairuza Hassan
"ABSTRAK
Seni Tato Mentawai merupakan bagian dari warisan budaya tertua di Indonesia
yang berlu dilindungi Hak Kekayaan Intelektualnya. Tato Mentawai cukup unik
walaupun tatonya memiliki motif yang cukup sederhana, namun dibalik setiap
motif itu memiliki pengertian tersendiri. Oleh karena itu permasalahan yang
dibahas adalah bagaimana perlindungan seni tato tradisional ditinjau dari UU Hak
Cipta No. 28 Tahun 2014, apakah perlindungan warisan budaya sudah memadai
dan efektif dan upaya-upaya apa yang dapat ditempuh Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Barat beserta Pemerintah Indonesia untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai. Penelitian menggunakan metode normative yuridis dengan
pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan mengenai
Hak Cipta seni tato dalam hal ini dapat dikategorikan dalam seni motif sudah ada
sejak UU Hak CIpta Tahun 1987 sampai dengan saat ini dengan UU Hak Cipta
No. 28 Tahun 2014. Saat ini perlindungan seni motif diatur pada Pasal 40 ayat (1)
huruf f UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014. Pada pasal tersebut yang dilindungi
adalah karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran,
kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase yang menunjukkan keasliannya dan
dibuat secara konvensional. Sedangkan untuk seni motif yang merupakan warisan
budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi diatur pada Pasal 38 ayat (1)
UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014 dan Hak Ciptanya dipegang oleh Negara.
Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta ekspresi budaya belum memadai dan
efektif karena belum ada kejelasan dalam penerapan Pasal 38 ayat (1). Peraturan
pelaksanaannya yang berupa Peraturan Pemerintah sampai saat ini belum terbit.
Upaya Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat untuk melindungi seni tato
tradisional Mentawai adalah dengan meningkatkan kegiatan pariwisata. Namun
kesadaran untuk melindungi hak cipta seni tato tradisional masih kurang.

ABSTRACT
Tattoo art is part of the Mentawai of Indonesia's oldest cultural heritage needs to
be protected Intellectual Property Rights. Tattoos Mentawai tattoo is quite unique
though motives are quite simple, but behind every motive that has its own
understanding. Therefore, the issues discussed was how the protection of
traditional tattoo art in terms of the Copyright Act No. 28, 2014, whether the
cultural heritage protection is adequate and effective and what measures can be
taken by the Government of West Sumatra Provincial Government together with
Indonesia to protect traditional Mentawai tattoo art. Using normative juridical
research with qualitative approach. The survey results revealed that the
arrangements regarding the Copyright art of tattooing in this case can be
categorized in art motif has existed since the Copyright Act 1987 up to now by the
Copyright Act No. 28 Year 2014. The motif art protection provided by Article 40
paragraph (1) f of the Copyright Act No. 28, 2014. In the article is protected are
works of art in all forms such as paintings, drawings, engravings, calligraphy,
sculpture, sculpture or collage that shows originality and prepared conventionally.
As for the art motif which is a cultural heritage passed down from generation to
generation provided by Article 38 paragraph (1) of the Copyright Act No. 28
Copyrighted 2014 and held by the State. Arrangements regarding the copyright
protection of cultural expressions has not been adequate and effective because
there is no clarity in the application of Article 38 paragraph (1). Its implementing
regulations in the form of government regulation has not been published until
now. Efforts of Local Government of West Sumatra Province to protect the
traditional Mentawai tattoo art is to increase tourism activities. But awareness of
copyright to protect their traditional tattoo art less."
2016
S63769
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Celine Nauli
"Karya seni merupakan bagian dari masyarakat yang merepresentasikan identitas atau budaya suatu masyarakat, baik itu secara individu atau komunal. Lahir dari pemikiran manusia, lalu diekspresikan atau difiksasi ke dalam bentuk nyata dan si pencipta atau pemilik karya tersebut bisa merasakan manfaatnya. Walaupun berawal dari sebuah ide yang bersifat abstrak, dapat berubah menjadi nilai ekonomis dan juga nilai moral yang akhirnya memberikan si pencipta suatu hak eksklusif yang disebut dengan istilah Hak Kekayaan Intelektual, atau dalam kasus ini yang lebih spesifik disebut dengan Hak Cipta. Dengan berkembangnya zaman, karya seni dapat dipublikasikan baik secara konvensional atau digital. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang memberikan akses untuk karya cipta secara global. Setiap orang dapat menikmati karya cipta dari pencipta yang berasal dari negara manapun. Tentunya, semakin banyaknya karya cipta yang dapat dinikmati, muncul juga konsekuensi berbentuk tindak pelanggaran hak cipta atau penyalahgunaan karya cipta. Salah satu bentuk tindakan tersebut yang paling umum adalah tindakan plagiarisme. Terutama dengan bantuan teknologi yang memudahkan proses plagiarisme ini. Tindakan pelanggaran hak cipta ini, dapat terjadi baik dalam ranah nasional atau internasional. Apabila dalam ranah nasional, maka yang mengatur tentang perihal pelanggaran hak cipta adalah hukum domestik negara tersebut. Apabila sudah terjadi dalam ranah internasional atau lintas batas negara, maka perihal ini diatur dalam Berne Convention for Protection of Literary and Artistic Works. Konvensi ini telah menjadi tonggak utama dalam pelindungan hak cipta terhadap karya-karya seni dan juga literasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana pelindungan hukum hak cipta terhadap koreografi tari modern diatur menurut Konvensi Berne dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan bagaimana aspek-aspek hukum perdata internasional dalam pelindungan hak cipta terhadap koreografi tari modern.

Artwork is a part of society which represents the identity or culture of a society, either individually or communally. Born from human thoughts, then expressed or fixed in a tangible form and the creator or owner of the work can receive the benefits. Even though it starts with an abstract idea, it can turn into economic value as well as moral value which ultimately gives the creator an exclusive right called an Intellectual Property Right, or in this case, more specifically, is called copyright. With the development of times, works of art can be published either conventionally or digitally. Added with technological advances that provide access to copyrighted works globally. Everyone can enjoy copyrighted works from creators from any country. Of course, the more copyrighted works that can be enjoyed, the consequences will appear in the form of copyright infringement or misuse of copyrighted works. One of the most common forms of such action is plagiarism. Especially with the help of technology that facilitates this plagiarism process. This act of copyright infringement can occur either in the national or international realm. If it is in the national realm, what regulates copyright infringement is the country's domestic law. If it has occurred in the international sphere or across national borders, then this matter is regulated in the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. This convention has become a major milestone in the protection of copyrights for works of art and also literacy. Using normative juridical research methods, this paper will analyze how copyright law protection for modern dance choreography is regulated according to the Berne Convention and Law no. 28 of 2014 concerning Copyright and how are aspects of international private law in the protection of copyrights for modern dance choreography."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Christy Adela Putri
"Salah satu ide penciptaan karya seni yang dilakukan manusia adalah mengubah wujud karya seni menjadi media lain. Namun, seringkali tindakan ini juga dapat menimbulkan pelanggaran hak cipta. Maka, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis konsep pengalihwujudan karya seni di masyarakat dan pengalihwujudan karya seni dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014). Selain itu, penelitian ini juga membahas mengenai ketentuan yang harus dilakukan dalam melakukan pengalihwujudan karya seni agar tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan serta menjelaskan hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dari para pihak yang terlibat dalam pengalihwujudan karya seni. Namun, para pihak yang terlibat dalam kegiatan pengadaptasian wajib mengikuti ketentuan dalam penggunaan ciptaan orang lain serta hak dan kewajiban yang dimiliki agar tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

One of the ideas of art creation done by humans is to change the form of artwork into other media. However, often this action can also lead to copyright infringement. This research is therefore aimed at analyzing the concept of embodiment of artworks in society and the embodiment of artworks from the perspective of Law No. 28 of 2014 on Copyright (Law 28/2014). In addition, this research also discusses the provisions that must be carried out in the embodiment of works of art so as not to violate the provisions of the legislation and explains the rights and obligations that must be considered from the parties involved in the embodiment of works of art. However, the parties involved in adaptation activities must follow the provisions in the use of other people's creations as well as their rights and obligations so as not to violate laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Helida
"ABSTRAK
Bahwa landasan atau dasar hukum yang utama dan yang paling dasar bagi
perlindungan Hak Cipta di Indonesia adalah berbagai konvensi/perjanjian
internasional di bidang Hak Cipta yang harus diejawantahkan dalam Undang-
Undang Hak Cipta. Sehingga terhadap segala aturan-aturan serta prinsip-prinsip
yang ada dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah sejalan dengan Konvensi
internasional mengenai Hak Cipta. Begitu pula atas hal-hal yang tidak diatur
ataupun tidak jelas dalam Undang-Undang Hak Cipta, maka secara langsung,
hukum yang berlaku serta digunakan dalam menjawab serta mengisi kekosongan
hukum tersebut haruslah dilandaskan atas konvensi internasional yang berlaku
atas Hak Cipta. Hak Cipta tidak hanya selalu mengenai seni baik itu musik, tari,
dan lain-lain. Dalam usaha tekstil juga terkait dengan Hak Cipta. Dalam usaha
perdagangan tekstil, beberapa perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi
textile memperdagangkan kain-kain serta bahan-bahan pakaian dengan
mempergunakan tanda garis berupa benang yang terletak pada pinggiran kain
dengan berbagai macam warna benang, termasuk benang yang berwarna kuning
sebagai tanda produksi pada textile dan motif-motif textile yang diproduksi oleh
perusahaan tersebut. Tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang
terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian diakui oleh salah satu perusahaan
yang bernama PT. Sri Rejeki Isman sebagai ciptaannya. Tanda garis berupa
benang kuning yang terletak pada pinggiran kain tersebut kemudian didaftarkan
oleh PT. Sri Rejeki Isman dengan judul ciptaan ?Kode Benang Kuning pada
tanggal 18 Agustus 2011 berdasarkan nomor Surat Pendaftaran Ciptaan: 052664
yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI Direktorat Hak Cipta,
Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Diakui dan didaftarkannya
tanda garis berupa benang yang berwarna kuning yang terletak pada pinggiran
kain oleh PT. Sri Rejeki Isman kemudian menimbulkan permasalahan hukum
dengan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi textile
lainnya yaitu PT. Delta Merlin Dunia Textile, Secara hukum, pendaftaran atas
suatu ciptaan yang tidak memenuhi unsur-unsur suatu ciptaan yang dapat
dilindungi haruslah ditolak pendaftarannya oleh Direktorat Hak Cipta dan dalam
hal Direktorat Hak Cipta ternyata keliru ataupun tidak cermat dalam menerima
suatu pendaftaran ciptaan tersebut, maka para pihak yang berkepentingan berhak
untuk mengajukan gugatan pembatalan atas ciptaan yang tidak memenuhi unsurunsur
ciptaan yang dilindungi. Bahwa dengan demikian, jelas bahwa maksud dari
?pihak lain? dalam Undang-Undang Hak Cipta haruslah diartikan secara luas
sebagaimana dalam konvensi internasional khususnya mengenai hak cipta, sebab
Undang-Undang Hak Cipta ditetapkan sebagai bentuk pengejawantahan dari
konvensi-konvensi internasional di bidang Hak Cipta.

ABSTRACT
The primary and most fundamental legal grounds for the protection of copyright
in Indonesia are the various conventions/ international agreements on copyright
law which must be incorporated under the Copyright Act. Therefore, all of the
regulations and principles under the Copyright Act must be in accordance with the
international conventions on copyright law. At the same time, norms that are not
regulated or unclear under the Copyright Act must be interpreted and
implemented using provisions which exist under international conventions on
copyright law. Copyright does not only protect arts, such as music, dance, etc., but
it is also related to textile industry. In textile industry, several enterprises trade
fabric and cloth by using a stripe made of thread located at the tip of the cloth,
including yellow colored thread as a symbol of production on textile and textile
motives produced by those enterprises. The stripe made of the yellow thread was
claimed by a company named PT. Sri Rejeki Isman as its creation. Such stripe
was subsequently registered by PT. Sri Rejeki Isman with the title ?Yellow Thread
Code‟ on August 18, 2011 in accordance with Letter of Creation Registration
numbered: 052664 which was issued by the Directorate General of Intellectual
Property Rights, Directorate of Copyright, Ministry of Law and Human Rights of
the Republic of Indonesia. The recognition and registration of the yellow thread
stripe as a form of copyright raised a legal dispute with another textile
manufacturer, PT. Delta Merlin Dunia Textile. Under the law, registration of a
creation which does not fulfill elements of a copyright-protected creation must be
denied by the Directorate of Copyright, and in case the Directorate of Copyright
errs in accepting the registration of such creation, interested parties have the right
to submit a lawsuit to annul the registration of that creation. Therefore, the
meaning of ?other party? under the Copyright Act must be interpreted in a broad
manner as stipulated under international conventions on copyright, because
Copyright Act is an implementation of international conventions on copyright."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>