Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Beny Gunawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, Bagaimanakah pengaruh atau dampak Perjanjian Integrasi Vertikal terhadap pasar menurut hukum persaingan usaha di Indonesia? Kemudian yang kedua, Bagaimanakah Putusan KPPU Tentang perjanjian Integrasi Vertikal di Indonesia menurut Undang - Undang nomor 5 tahun 1999 ?, dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif, dengan tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengruh dari perjanjian integrasi vertikal itu sendiri, bahwa Hukum persaingan usaha memandang Integrasi Vertikal sebagai perjanjian yang dilarang. bertujuan menguasai produksi barang atau jasa tertentu, dalam pelanggaran integrasi vertikal ini menggunakan pendekatan rule of reason karena integrasi vertikal ini mempunyai dampak ? dampak atau pengaruh terhadap persaingan usaha ataupun sebaliknya yang merugikan pelaku usaha lain. kemudian ada terdapat perbedaan putusan yaitu putusan Perkara Nomor: 01/KPPU-L/2003 Garuda Indonesia dan Abcus Indonesia, dan putusan Putusan Nomor.05/KPPUL/ 2002 Grup 21 Cineplax dengan pelapor, dalam penelitian ini yang melihat sisi pembeda selanjutnya dilanjutkan dengan adanya meminta pendapat ke KPPU yaitu Nomor 20/Kppu/Pdpt/Vi/2014 Tentang Pemberitahuan Pengambilalihan Saham (Akuisisi) Perusahaan PT Buana Distrindo Oleh PT Indofood Asahi Sukses Beverage, terkait perjanjian integrasi vertikal.
Dengan hasil penelitian bahwa banyak pandangan KPPU tidak meluas dengan adanya tindakan integrasi vertikal melihat dari unsur- unsur pasal 14 integrasi vertikal itu sendiri dampak dan akibat nya. Setelah melihat perbedaan kasus garuda yang terbukti bersalah dengan kasus grup 21 cineplax yang dinyatakan tidak terbukti melanggar pasal 14 integrasi vertikal. Maka dari itu perlu penyempurnaan dari UU N0.5 Tahun 1999 dengan aturan yang tegas dan jelas meluas sehingga dapat bias dilihat jelas melanggar atau tidaknya, sehingga kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat dan perekonomian Negara.

ABSTRACT
This thesis addresses two main issues. First, What is the effect or impact of Vertical Integration Agreement to market under competition law in Indonesia? Then the second, How the Commission Decisions About agreement Vertical Integration in Indonesia according to Act - Act No. 5 of 1999?, In a study conducted using normative juridical, with the goal of this study was to determine pengruh of agreement vertical integration itself, that Law Vertical Integration regard competition as a prohibited agreement. aims to master the production of certain goods or services, in violation of this vertical integration using a rule of reason approach because it has the effect of vertical integration - the impact or effect on competition or otherwise harm other businesses. then there are differences in ruling that the decision on Case No. 01 / KPPU-L / 2003 Abcus Garuda Indonesia and Indonesia, and the decision of the Decision Nomor.05 / KPPU-L / 2002 Group 21 Cineplax with the complainant, in this study to see the next differentiator continues with requesting the opinion to the Commission, ie No. 20 / KPPU / PDPT / Vi / 2014 About Notification Takeover Shares (Acquisition) of PT Buana Distrindo by PT Indofood Sukses Asahi Beverage, related to the vertical integration agreement.
With the result that many view the Commission's investigation did not extend to the act of vertical integration of elements see chapter 14 vertical integration itself of its impact and consequences. After seeing the difference eagle convicted cases with 21 cases cineplax group declared not proven to have violated Article 14 of vertical integration. Thus the need refinement of the Law N0.5 1999 with strict rules and clearly extends so as to bias seen clearly violated or not, so that legal certainty and benefits to society and the economy of the State.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45518
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faishal Hakim
"Perjanjian vertikal merupakan perjanjian antara dua atau lebih pelaku usaha yang beroperasi pada tingkat rantai produksi dan/atau distribusi yang berbeda. Dalam Hukum Persaingan Usaha Indonesia, pasal yang mengatur tentang salah satu jenis perjanjian vertikal adalah Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999 (UULPM) yang mengatur tentang Integrasi Vertikal. Dalam penerapan Pasal 14 UULPM terdapat kekosongan hukum dalam menetapkan sejauh manakah suatu pelaku usaha dapat melanggar Pasal 14 UULPM dari perhitungan pangsa pasarnya. Dalam PT Grab dan PT TPI melawan KPPU (PN Jakarta Selatan, 2020), Majelis Hakim mempertimbangkan batasan pangsa pasar dalam kasus integrasi vertikal yang tidak memiliki dasar hukum yang tepat. Pertimbangan tersebut juga tidak sesuai dengan teori ekonomi dan doktrin rule of reason yang dianut dalam penegakan Pasal 14 UULPM. Pertimbangan demikian dapat berimplikasi pada ketidakpastian hukum di masa yang akan datang sehingga diperlukan regulasi mengenai batasan pangsa pasar yang dapat menjamin kepastian hukum dalam kerangka doktrin rule of reason. Pasal 3 dan Pasal 8 Vertical Block Exemption Regulation (VBER) Uni Eropa dapat menjadi pertimbangan dalam penegakan hukum mengenai integrasi vertikal. Pertama, terdapat safe harbour yang mana para pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar di bawah ketentuan dapat dikecualikan dari penegakan hukum sehingga terjamin kepastian hukum. Kedua, untuk pelaku usaha yang melebihi ketentuan batasan pangsa pasar, asesmen terhadap mereka tetap berpaku pada doktrin rule of reason ketimbang berpaku pada praduga ilegalitas karena batasan pangsa pasar dalam VBER hanya digunakan sebagai proksi untuk mengestimasi kekuatan pasar. Penulis menggunakan metode yuridis-normatif untuk menganalisis bagaimana ketentuan batasan pangsa pasar dalam VBER dapat menjadi pertimbangan dalam penegakan Integrasi Vertikal dan bagaimana implikasi ketentuan batasan pangsa pasar yang bersifat safe harbour tersebut dalam penegakan integrasi vertikal.

Vertical agreement is an agreement between two or more undertakings operating at a different level of production and/or distribution chain. In Indonesian Competition Law, Article 14 of Law No. 5 Year 1999 (UULPM) regulates Vertical Integration as one of many types of vertical agreement. A legal vacuum exists in the enforcement of Article 14 UULPM concerning the extent to which an undertaking can violate Article 14 UULPM, judging from the calculation of its market share. In PT Grab and PT TPI v. KPPU (South Jakarta District Court, 2020), the market share threshold for vertical integration which was opined by the Panel of Judges did not have appropriate legal basis. Furthermore, said threshold is also inconsistent with economic theories and the rule of reason doctrine that was adopted to enforce Article 14 UULPM. Such considerations may have legal uncertainty implications in the future so that there is an urgency to regulate market share threshold provision which can guarantee legal certainty within the framework of the rule of reason doctrine. Article 3 and Article 8 of the EU’s Vertical Block Exemption Regulation (VBER) can be taken into consideration in the enforcement of Vertical Integration. Firstly, the safe harbor nature of the provision ensures legal certainty so that undertakings with market shares below the threshold can be exempted from the law. Secondly, rule of reason is still applicable to assess the undertakings’ agreement whose market share exceeded the threshold, rather than assessing it under the presumption of illegality. This is because the threshold in VBER is only used as a proxy to estimate market power. The author uses juridical-normative method to analyze how can the market share threshold provision in VBER be considered to enforce Vertical Integration and how are the implications of said safe harbor provision in the enforcement of Vertical Integration."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Robby Hartono Lamro
"Dugaan ini timbul dikarenakan adanya kerjasama yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk dengan PT Kimia Farma Trading and Distribution serta PT Kimia Farma Apotek, dimana kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan distribusi dan perusahaan ritel farmasi. PT Kimia Farma Tbk sebagai perusahaan produksi memilih untuk melakukan kerjasama dengan kedua perusahaan tersebut untuk mendukung usaha yang dilakukan. Namun kerjasama yang dilakukan diantara para perusahaan tersebut bukan berarti merupakan hal yang pasti dilarang dalam persaingan usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk, PT Kimia Farma Trading and Distribution, serta PT Kimia Farma Apotek tidak terbukti melanggar Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999, berdasarkan hasil analisis serta bukti-bukti lainnya yang mendukung. Saran yang dapat disampaikan kepada pelaku usaha yaitu memperhatikan pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999 apabila ingin mengadakan kerjasama dengan pelaku usaha lainnya serta menjunjung prinsip good corporate governance untuk menghargai masing-masing subjek hukum.

This allegation arose because the cooperation carried out by PT Kimia Farma Tbk along with PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) and also with PT Kimia Farma Apotek (KFA), where both companies are distribution company and pharmaceutical retail company. PT Kimia Farma Tbk as production company chose to conduct the cooperation with both companies to support the business. However, the cooperation happened between these companies does not mean that it is definitely prohibited in business competition. The research method used is library research with juridical-normative research types. The results of the study indicate that the cooperation carried out by PT Kimia Farma Tbk, PT Kimia Farma Trading and Distribution, and PT Kimia Farma Apotek was not proven to have violated Article 14 of Law No. 5 of 1999, based on the analysis results and other supporting evidence. Suggestion that can be conveyed to the business actors are paying attention to article 14 of Law No. 5 of 1999 if you want to collaborate with other business actors and uphold the principles of good corporate governance to respect each legal subject.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fadhilah
"ABSTRAK
Timbulnya kesadaran bahwa setiap negara tidak dapat berdiri sendiri adalah salah satu faktor yang menyebabkan tren regionalisme semakin menguat. Dalam lingkup regionalisme, upaya kerjasama ekonomi di Asia Tenggara juga semakin ditingkatkan dengan dicetuskannya ide integrasi ekonomi ASEAN (ASEAN Vision) pada KTT ASEAN di Bali tahun 2003, diantaranya menyepakati tercapainya ASEAN Economic Community (AEC), salah satunya adalah rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015. Adapun rencana penerapan tersebut tentu akan berdampak bagi persaingan usaha di negara anggota ASEAN, khususnya di Indonesia. Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai perkembangan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN dan dampak dari rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015 terhadap pengaturan hukum persaingan usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku dengan cara mencari data-data yang terdapat pada bahan-bahan pustaka. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil mengenai perkembangan pengaturan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN yang memiliki perbedaan dalam pengaturannya. Ada juga beberapa negara yang belum memiliki pengaturan hukum persaingan usaha secara khusus dan lembaga pengawasnya. Sementara itu, beberapa negara yang sudah memiliki pengaturan hukum persaingan usaha tersebut, namun masih terdapat perbedaan-perbedaan dalam pengaturannya di masing-masing negara. Dengan adanya rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015, maka negara anggota ASEAN akan mendapatkan dampak-dampak dari rencana tersebut terhadap hukum persaingan usaha, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai hukum persaingan usaha dan harus melakukan harmonisasi terhadap pengaturan tersebut di negara anggota ASEAN.

ABSTRACT
Timbulnya kesadaran bahwa setiap negara tidak dapat berdiri sendiri adalah salah satu faktor yang menyebabkan tren regionalisme semakin menguat. Dalam lingkup regionalisme, upaya kerjasama ekonomi di Asia Tenggara juga semakin ditingkatkan dengan dicetuskannya ide integrasi ekonomi ASEAN (ASEAN Vision) pada KTT ASEAN di Bali tahun 2003, diantaranya menyepakati tercapainya ASEAN Economic Community (AEC), salah satunya adalah rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015. Adapun rencana penerapan tersebut tentu akan berdampak bagi persaingan usaha di negara anggota ASEAN, khususnya di Indonesia. Permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai perkembangan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN dan dampak dari rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015 terhadap pengaturan hukum persaingan usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku dengan cara mencari data-data yang terdapat pada bahan-bahan pustaka. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil mengenai perkembangan pengaturan hukum persaingan usaha di negara anggota ASEAN yang memiliki perbedaan dalam pengaturannya. Ada juga beberapa negara yang belum memiliki pengaturan hukum persaingan usaha secara khusus dan lembaga pengawasnya. Sementara itu, beberapa negara yang sudah memiliki pengaturan hukum persaingan usaha tersebut, namun masih terdapat perbedaan-perbedaan dalam pengaturannya di masing-masing negara. Dengan adanya rencana penerapan Pasar Tunggal ASEAN 2015, maka negara anggota ASEAN akan mendapatkan dampak-dampak dari rencana tersebut terhadap hukum persaingan usaha, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan sosialisasi mengenai hukum persaingan usaha dan harus melakukan harmonisasi terhadap pengaturan tersebut di negara anggota ASEAN."
2013
T35658
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ando Fahda Aulia
"Integrasi vertikal merupakan salah satu strategi yang biasa digunakan oleh banyak perusahaan dalam menjalankan roda usahanya. Struktur pasar merupakan suatu prakondisi yang akan menentukan perilaku perusahaan dalam menjalankan usahanya di suatu industri. Salah satu yang menentukan struktur pasar adalah tingkat konsentrasi pasar dari suatu industri.
Stigler (1951) mengajukan 3 (tiga) hipotesis yang berhubungan dengan integrasi vertikal. Stigler berpendapat bahwa tingkat konsentrasi pasar berkorelasi positif dengan integrasi vertikal, sebagaimana dengan tingkat pertumbuhan permintaan di suatu industri. Selain itu, Stigler menyatakan bahwa ukuran rata-rata perusahaan disuatu industri berhubungan negatif dengan integrasi vertikal.
Sehubungan dengan hal diatas; tesis ini berusaha untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh dari tingkat konsentrasi pasar terhadap kebijakan integrasi vertikal di dalam industri manufaktur (pengolahan) berdasarkan hipotesis Stigler tersebut. Industri manufaktur dipilih karena didalam sektor ini dapat memperlihatkan hubungan antara tahapan-tahapan produksi.
Berdasarkan model yang dikembangkan oleh Levy (1984), diestimasi dengan menggunakan data panel terhadap 40 industri di dalam industri manufaktur yang dipilih secara acak dengan rentang waktu 1990 sampai 1999. Hasil analisisnya memberikan kesimpulan sesuai dengan prediksi Stigler bahwa tingkat konsentrasi pasar mendorong integrasi vertikal dengan tingkat signifikansi yang tinggi. Sedangkan ukuran rata-rata menunjukkan hasil sebaliknya terhadap hipotesis Stigler. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor tingginya biaya transaksi di Indonesia. Faktor lainnya, tingkat pertumbuhan permintaan memberikan hasil yang tidak signifikan secara statistik.

Vertical integration is a business strategy which is commonly used by many firms. Furthermore, market structure is a precondition that determine the firm behavior in the industry. One factor of market structure is the market concentration in the industry.
Stigler (1951) proposes three hypotheses related to vertical integration. Stigler argues that market concentration is positively correlated to vertical integration as well as the growth of demand in the industry. On the other hand, Stigler suggests that the average size of firms in the industry is expected to be negative to vertical integration.
Based on the above exposition, this thesis attempts to explain the correlation and effect of market concentration to vertical integration policy in the manufacturing sector. This sector is chosen because it can depict the stages of the production process.
Using the model developed by Levy (1984), the panel data is estimated to 40 industries in manufacturing sector which is selected randomly from 1990 to 1999 period. The regression result is accordance with Stigler prediction that market concentration implies positive and significant effect on vertical integration as well as the growth of demand in the industry. However, the average firms' size shows inconsistency with Stigler hypothesis. This finding is due to the high transaction cost. Another factor, the growth of demand in the industry is not statistically significant.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15312
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Maylinda Suhendra
"Pandemi Covid-19 tak hanya mempengaruhi keadaan sosial dan ekonomi, tapi juga kesehatan. Dari segi ekonomi, pandemi telah memperlambat pertumbuhan negara bahkan mungkin berdampak buruk bagi kesejahteraan warganya. Sesudah Covid-19 menyebar luas, rumah sakit (RS) terpaksa menawarkan layanan rapid test Covid-19 atau yang umum diketahui sebagai tes rapid dan real-time PCR atau polymerase chain reaction. Tingginya permintaan layanan tes Covid-19, mencakup tes PCR dan rapid, disebabkan oleh meningkatnya angka penularan Covid-19 di Indonesia. Namun, penyediaan layanan tes Covid-19 juga mengandung risiko persaingan usaha yang tidak sehat. Dugaan adanya tying-in agreement pada produk alat uji rapid, atau pada layanan uji rapid dan PCR yang dikemas bersama dalam paket layanan kesehatan atau paket kecepatan hasil diperoleh dan biaya yang di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), memberikan menimbulkan kejadian ini. itu adalah batas yang ditetapkan pemerintah. Akibatnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperketat pengawasannya. Berdasarkan hasil riset awal KPPU, persaingan bisnis yang tidak sehat dapat dipicu oleh bundling dalam biaya tes Covid-19 dan kecepatan tersedianya hasil tes. Berkaitan dengan fenomena tersebut, maka diperlukan pengaturan kegiatan tes Covid-19 yang ideal untuk ke depannya agar menjamin adanya kepastian hukum dan mengurangi adanya indikasi pelanggaran hukum kompetisi usaha yang tak sehat. Oleh sebab itu, Penulis ingin mengobservasi lebih dalam terkait permasalahan tersebut dengan menuangkan pada penelitian hukum ini.

The Covid-19 pandemic has affected social and economic conditions and health. From a financial perspective, the pandemic has slowed down the country's growth and may even have harmed the welfare of its citizens. After Covid-19 spread widely, hospitals were forced to offer Covid-19 rapid test services or what is commonly known as rapid and real-time PCR or polymerase chain reaction tests. The high demand for Covid-19 test services, including PCR and rapid tests, is caused by the increasing rate of Covid-19 transmission in Indonesia. However, the provision of Covid-19 test services also carries the risk of unfair business competition. Allegations of a tying-in agreement on rapid test kit products or on rapid and PCR test services that are packaged together in a health service package or package for the speed at which results are obtained, and costs above the Highest Retail Price (HET) give rise to this incident. That is the limit set by the government. As a result, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) has tightened its supervision. Based on the KPPU's initial research results, unhealthy business competition can be triggered by bundling in the cost of Covid-19 tests and the speed at which test results are available. In connection with this phenomenon, it is necessary to regulate ideal Covid-19 test activities in the future to guarantee legal certainty and reduce indications of unfair business competition law violations. Therefore, the author wants to make more profound observations regarding this problem by pouring them into this legal research."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Tri Rahayu
"Akuisisi Tokopedia oleh TikTok menimbulkan berbagai implikasi dalam konteks persaingan usaha di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak akuisisi tersebut terhadap persaingan di pasar Indonesia berdasarkan perspektif hukum persaingan usaha. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian doktrinal, yang mengkaji secara mendalam aturan-aturan hukum yang relevan serta dokumen dan literatur yang berkaitan dengan kasus ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuisisi ini berpotensi meningkatkan efisiensi operasional kedua perusahaan, namun juga menimbulkan kekhawatiran terhadap praktik monopoli dan penurunan tingkat persaingan di pasar. Analisis dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang persaingan usaha di Indonesia, termasuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun ada manfaat dari segi efisiensi, pengawasan ketat diperlukan untuk memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat. Rekomendasi diberikan kepada otoritas terkait untuk meningkatkan pengawasan dan penerapan regulasi agar tercipta pasar yang kompetitif dan adil.

The acquisition of Tokopedia by TikTok has various implications for business competition in Indonesia. This study aims to analyze the impact of the acquisition on competition in the Indonesian market from the perspective of competition law. The research method employed is doctrinal research, which involves an in-depth examination of relevant legal rules as well as documents and literature related to this case. The findings indicate that while the acquisition has the potential to enhance the operational efficiency of both companies, it also raises concerns about monopolistic practices and a decline in market competition. The analysis focuses on competition law regulations in Indonesia, including Law No. 5 of 1999 on the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This study concludes that despite the efficiency benefits, strict supervision is required to ensure adherence to healthy competition principles. Recommendations are made to relevant authorities to enhance supervision and enforcement of regulations to create a competitive and fair market."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dzaki Prakoso Wicaksono
"Pasar bersangkutan di dalam hukum persaingan usaha dapat meliputi berbagai macam bentuk menyusul adanya perkembangan pasar yang dinamis. Di Amerika Serikat, salah satu bentuk pendefinisian pasar bersangkutan dapat berupa single-brand aftermarket, yang mana pasar bersangkutan ini hanya mencakup produk lanjutan dari produk merek tertentu. Pasar bersangkutan jenis ini pada mulanya timbul di dalam perkara Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), yang mana hakim di dalam perkara tersebut mendefinisikan pasar bersangkutan hanya berupa servis dan suku cadang dari mesin fotokopi dan micrographic Kodak. Dalam perkembangannya, penentuan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan disempurnakan oleh hakim di dalam perkara Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008), yang mana perkara ini mengeluarkan suatu pertimbangan khusus untuk menentukan aftermarket sebagai pasar bersangkutan yang dikenal dengan Newcal factors. Adapun di Indonesia, pengaturan hukum persaingan usaha tidak meliputi secara spesifik terkait dengan single-brand aftermarket sebagai pasar bersangkutan, sebagaimana dicakup di dalam hukum persaingan usaha di Amerika Serikat. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tulisan ini akan mencoba menganalisis bagaimana single-brand aftermarket diterapkan sebagai pasar bersangkutan di dalam penegakan hukum persaingan usaha di Amerika Serikat, sekaligus membahas bagaimana ia diterapkan di dalam kasus aktual dan bagaimana single-brand aftermarket diadaptasikan ke dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

Relevant market definition in the context of antitrust law may consist various forms, following the dynamic of the market development. In the United States, relevant market may also be defined to consist single-brand aftermarket products, in which it encapsulates only the aftermarket products of specific brands. This type of relevant market first invented in Eastman Kodak v. Image Technical Services (Supreme Court, Certiorari to The United States Court of Appeals for The Ninth Circuit, 1992), where the judges defined and limited the relevant market in that case to contain services and spare parts of Kodak’s photocopiers and micrographics. Considerations on defining single-brand aftermarket as relevant market in the subsequent cases developed as judges in Newcal Industries, Inc. v. IKON Office Solution (United States Court of Appeals, Ninth Circuit, 2008) invented several factors in regards of determining aftermarket as relevant market known as Newcal factors. In Indonesia, the laws regarding antitrust enforcement do not specifically include single-brand aftermarket as relevant market, as provided in the antitrust law of the United States. Utilizing normative juridical research method, this writing will attempt to analyze on how single-brand aftermarket is applied as relevant market in the enforcement of antitrust law in the United States. This writing will also discuss on how single-brand aftermarket as relevant market is implemented in actual cases and how it is adapted to antitrust law in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Agnes Winda
"ABSTRAK
ASEAN Economic Community AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN MEA merupakan bentuk dari integrasi ekonomi yang mengintegrasikan ASEAN ke dalam satu pasar tunggal ASEAN. Hal ini akan meningkatkan aktivitas perdagangan internasional di Asia Tenggara sehingga persaingan akan semakin ketat. Namun kecenderungan para pelaku usaha melakukan monopoli dan persekongkolan sudah menjadi karakter pengusaha yang tidak ingin adanya pesaing, salah satunya dilakukan dalam bentuk kartel lintas batas. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penulis mengacu pada aturan hukum yang ada untuk menjawab masalah dalam penulisan ini. Kebijakan Perdagangan internasional akan menyulitkan terciptanya pengoperasian kartel yang efektif dikarenakan banyak hambatan yang terkikis dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam rangka pengintegrasian pasar tunggal ASEAN ini. Sebagai upaya memerangi kartel lintas batas, kerja sama antara otoritas persaingan di berbagai yurisdiksi di ASEAN sangat dibutuhkan untuk keberhasilan penegakan hukum persaingan di pasar domestik, regional maupun internasional.

ABSTRACT
The ASEAN Economic Community AEC is a form of economic integration that integrates ASEAN into one ASEAN single market. This will increase the activity of international trade in Southeast Asia so that the competition will be tighter. However, the tendency of business actors to monopolize and conspiracy has become the character of entrepreneurs who do not want a competitor, one of which is done in the form of cross border cartel. By using normative legal research methods, the authors refer to the existing legal rules to answer the problem in this writing. International trade policy will make it difficult to create effective cartel operations due to the many obstacles eroded by the policies adopted in order to integrate this ASEAN single market. In an effort to combat the cross border cartel, cooperation between the competition authorities in various jurisdictions in ASEAN is urgently needed for the success of competition law enforcement in the domestic, regional and international markets."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alfa Oktaviano
"Penelitian ini membahas mengenai dampak prinsip ekstrateritorial terhadap regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis dan pendalaman mengenai dampak dari adanya kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi berskala intenasional terhadap regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi hukum persaingan usaha di Indonesia, dengan membandingkan ketentuan di Indonesia dengan ketentuan di Amerika Serikat, Uni Eropa dan India, sehingga dari hasil perbandingan tersebut dapat ditelaah kelebihan dan kekurangan dari regulasi merger, konsolidasi dan akuisisi yang ada dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, serta dapat mengetahui batasan-batasan yang muncul akibat penggunaan kedua prinsip tersebut terhadap kegiatan merger, konsolidasi dan akuisisi berskala Internasional dilihat dari sudut pandang hukum persaingan usaha. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif-analitis.
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa adanya prinsip wilayah (prinsip teritorial) pada Undang-Undang No. 5 tahun 1999 Indonesia mengakibatkan hukum antimonopoli Indonesia tidak berlaku terhadap badan usaha asing yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia dan melakukan kegiatan usahanya di wilayah Indonesia tanpa memiliki anak perusahaan di Indonesia, sehingga pada akhir penelitian ini disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk melakukan perubahan pada regulasi utama hukum persaingan usaha Indonesia, yaitu Undang-Undang no. 5 tahun 1999, dengan mengubah ketentuan mengenai penerapan prinsip teritorial menjadi prinsip ekstrateritorial.

This study focuses on the effect of the implementation of extrateritorial principles to the Indonesian competition law regulations regarding merger, consolidation and acquisition. The purposes of this study is to conduct analysis and deep understanding on the effects of International scale merger, consolidation and acquisition activities to the Indonesian competition law regulations regarding merger, consolidation and acquisition, with comparing the Indonesian regulations to the regulations of the United States of America, European Union and Republic of India, resulting in the analysis of the advantages and deficiency of merger, consolidation and acquisition regulations in Indonesian competition law, as to establish the boundaries incurred as the effect of the implementation of both principles to the International scale merger, consolidation and acquisition activities from the competition law point of view. This study is conducted with descriptive analytical method.
The results of this study shows that the existance of territoriality principles in Law Number 5 of 1999 of the Republic of Indonesia has the effect to the invalidity of this regulation to the foreign business entity located outside the territory of Indonesia that conducts their business activities inside Indonesian territory without having any subsidiaries in Indonesia, therefore at the end of this study the writer suggest that Indonesian government should amend the main regulation of Indonesian competition law, which is Law Number 5 of 1999, with amending the provisions regarding the implementation of territoriality principles to extraterritorial principals.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56456
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>