Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 239264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lubis, Ika Hardina
"Tesis ini bertujuan untuk meneliti kaitan antara anggaran pemerintah khusunya dalam bidang pendidikan dan kesehatan dengan pembangunan manusia di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2002 sampai 2012 Pembangunan manusia diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia IPM yaitu suatu indeks yang dikeluarkan oleh United Nation Development Program UNDP untuk mengukur dan membandingkan kemampuan manusia di tiap negara Model yang digunakan dalam tesis ini adalah model panel dan hasil akhirnya menunjukkan variasi antara hasil yang diharapkan dan yang tidak antara pengeluaran pemerintah dan indeks pembangunan manusia Anggaran kesehatan anggaran pertanian dan anggaran rumah tangga memiliki hubungan postitif dengan indeks pembangunan manusia sementara angggaran pendidikan dan infrastruktur tidak memiliki kaitan yang signifikan dengan IPM Pada sisi pendapatan pemerintah tesis ini menemukan bahwa pendapatan asli daerah memiliki efek positif yang paling kuat dengan IPM dibandingkan instrument instrumen lainnya yaitu Dana Alokasi Umum DAU Dana Alokasi Khusus DAK dan Dana Bagi Hasil DBH Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan sumber pendapatan maupun perbedaan strategi pembelanjaan memiliki peran dalam perbedaan nilai pembangunan manusia di tiap daerah Relevansi Dengan Studi PembangunanFokus pada pembangunan manusia telah menjadi satu bagian penting dalam ilmu ekonomi dimana para ahli berpendapat bahwa pembangunan tidak hanya mencakup indikator indikator ekonomi seperti pendapatan negara atau standard hidup saja Selain itu peningkatan pengeluaran pemerintah telah menjadi satu strategi untuk meningkatkan pembangunan terutama untuk hal yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas publik Tesis ini juga mencakup analisa mengenai desentralisasi fiskal dimana pemerintah Indonesia telah mencoba memberi wewenang yang besar pada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya Kata KunciIndeks Pembangunan Manusia IPM Pengeluaran Publik Pendapatan Pemerintah Transfer Daerah Pembangunan Manusia.

This research paper aims to examine the effect of government spending particularly in education and healthcare on human development outcomes in 33 provinces of Indonesia from 2002 until 2012 The Human Development Index HDI is used to indicate the level of human well being as it has been proposed by the United Nation Development Program UNDP to compare human capabilities across diverse localities The model built in this paper employs panel regression and shows a variety of expected and unexpected relationships between HDI and several dependent variables Health agriculture and household expenditures each had a positive effect on HDI while education and infrastructure expenditure were not significantly related On the revenue side of provincial budgets this paper finds that original income PAD had a much more position impact of HDI as all three forms of central government transfer general allocation funds DAU special allocation funds DAK and revenue sharing funds DAK The outcomes suggest that the significant variety of revenue sources and expenditure strategies among Indonesia rsquo s provincial governments also translated into strongly divergent human development outcomes Relevance to Development StudyA focus on human centred development has become a recurring strain of argumentation among development scholars wishing to capture outcomes of development beyond the grasp of economic indicators such as growth GDP and income Furthermore increasing public expenditures is widely proposed as a strategy to increase human capabilities through equal access public services In addition this study also evaluates the relation between centralized and decentralized conditional and unconditional revenue streams and HDI and in this manner indicated a tentative measure of the impact of fiscal decentralization on human well being from a macroeconomic perspective KeywordsHuman Development Index HDI Public expenditures Government income Central Government Transfers Decentralization Capabilities approach"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T45477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Rohana
"Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi merupakan suatu hal yang cukup rumit, Pertambahan penduduk dengan tendensinya berarti lebih banyak tersedianya salah satu faktor pokok dalam proses produksi yaitu tenaga kerja. Selanjutnya perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih lanjut dari eksistensi perubahan struktural ekonomi. Perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat terutama bagi tenaga kerja yang berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian.
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui: bagaimanakah pola struktural ekonomi dan pola penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; apakah perubahan struktural ekonomi sejalan dengan dan berpengaruh terhadap perubahan struktur penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia; faktor-faktor apa Baja yang mempengaruhi jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia - selama 20 tahun yaitu dari tahun 1980 hingga tahun 2000; dan menganalisa kebijakan mengenai perencanaan tenaga kerja di Indonesia. Pendekatan demometrik digunakan untuk membentuk model makro demoekonomi regional yang dimodifikasi dari model penyerapan tenaga kerja J. Ledent yang mencakup unsur-unsur pertumbuhan regional pada umumnya seperti populasi, net migration, output, dan juga upah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja lokal yang menghubungkan antara populasi dan dinamika angkatan kerja. Secara fundamental, model demometrik merupakan gabungan antara model ekonometri dan model demografi.
Struktur ekonomi Indonesia secara nasional, sudah mengalami perubahan, dari sektor pertanian ke sektor-sektor lainnya khususnya sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, dan restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan. Akan tetapi kalau dilihat per region, tidak semua propinsi sudah mengalami perubahan struktural ekonomi demikian. Propinsi-propinsi Bengkulu, Gorontalo, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Lampung, Maluku, Maluku Utara, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara (17 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) masih tetap bertumpu pada sektor pertanian. Propinsi-propinsi Bangka Belitung, Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, Riau, dan Sumatera Selatan (13 propinsi dari 30 propinsi di Indonesia) telah mengalami perubahan struktural ekonomi dari sektor pertanian ke sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan.
Jumlah penyerapan tenaga kerja sektoral di 30 propinsi di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kata lain sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja walaupun dengan upah yang lebih rendah dari sektor-sektor lain (kecuali propinsi DKI Jaya). Ada beberapa propinsi dimana sektor pertanian; sektor manufaktur; sektor perdagangan, hotel, restoran; sektor pertambangan; sektor jasa; dan sektor bangunan sudah saling mendekat, seperti propinsi-propinsi Bali, Banten, DIY, DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur.
Selain terdapat propinsi-propinsi yang mengalami peningkatan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah; juga terdapat propinsi-propinsi yang mengalami penurunan dalam jumlah penyerapan tenaga kerjanya disebabkan karena perubahan populasi, net migration, output, dan juga upah (lihat label 19 dan 20). Bahkan terjadi pergeseran penyerapan tenaga kerja antar sektor (lihat label 21) dan antar propinsi (lihat label 22).
Perubahan struktur ekonomi menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah kesempatan kerja sektoral, namun hal tersebut tidak sebanding dengan peningkatan jumlah angkatan kerja."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Agung Sujiwo
"Revolusi Indonesia, yang dimulai pada bulan Agustus 1945 dan berakhir pada bulan Desember 1949 dilalui dengan banyak kesulitan yang harus dihadapi. Kesulitan ekonomi merupakan salah satu kesulitan yang tidak berhasil diselesaikan oleh pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri tersebut. Kompleksitas permasalahan dan perubahan keadaan yang begitu cepat merupakan salah satu faktor yang membuat persoalan ekonomi menjadi sulit untuk diselesaikan.
Usaha awal pemerintah dalam bidang ekonomi hanyalah berupaya untuk mencari dan mengumpulkan dana bagi pembiayaan perjuangan, karena rusaknya sistem ekonomi yang ditinggalkan Jepang juga karena sebagian besar sumber daya dan alat produksi yang dimiliki republik tidak dapat digunakan secara maksimal akibat perang. Untuk itulah maka pemerintah Republik berupaya untuk segera memperbaiki sistem moneter yang sudah sedemikian kacau akibat inflasi yang sangat tinggi.
Pada masa revolusi, pemerintah Republik mengerahkan segenap kekuatan yang ada untuk mempertahankan proklamasi dan berusaha untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional atas proklamasi tersebut. Demikian pula upaya pemecahan persoalan ekonomi sifatnya menjadi lebih politis karena didorong untuk memperkuat posisi republik dalam menghadapi konflik dengan Belanda, seperti politik batas yang dilakukan kabinet Sjahrir.
Pemecahan persoalan ekonomi yang pada awalnya bertujuan untuk menyelesaikan persoalan yang mendasar banyak yang mengalarni kegagalan dan hambatan karena faktor politik yang begitu mendominasi jalannya revolusi. Upaya mendirikan Banking and Trading Company (BTC) sebagai salah satu ujung tombak perdagangan dengan luar negeri pada akhimya harus mengalami kegagalan karena tidak adanya dukungan yang kuat dari pemerintah Republik dan kondisi politik yang terus mengalami perubahan.
Namun demikian pemerintah Republik melihat adanya kebutuhan untuk membuat sebuah rancangan ekonomi yang terencana sebagai sebuah kebutuhan akibat semakin intensnya perundingan yang dilakukan dengan BeIanda. Pemikiran ekonomi yang dikemukakan wakil presiden Moh. Hatta pada Konferensi Kemakmuran pertama Mei 1946, yang berjudul Ekonomi Indonesia Masa Datang merupakan salah satu sebab pemerintah Republik segera membentuk Panitia Pemikir Siasat Ekonomi, sebuah lembaga yang bertugas membuat sebuah rancangan ekonomi Indonesia. Dalam pidatonya tersebut Hatta menjelaskan tentang beberapa persoalan ekonomi yang harus dijawab oleh pemerintah dengan segera. Pemikiran Hatta itu pulalah yang kemudian menjadi dasar bagi kebijakan-kebijakan ekonomi Republik selama masa revolusi. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S12593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Bachri Oktora
"ABSTRAK
Pada masa pemerintah Orde Baru berbagai kebijakan pembangunan terutama pertanian, tidak sedikit diantaranya yang kemudian menimbulkan kontroversial. Salah satunya adalah kebijakan atas pemenuhan terhadap kebutuhan gula nasional. Pro dan kontra atas kebijakan ini terutama pada pelaksanaannya. Kebijakan tersebut tertuang pada INPRES No. 9/1975 tentang tebu rakyat intensifikasi atau yang kemudian lebih dikenal dengan TRI. Tugas ini secara otomatis dibebankan kepada para petani untuk melaksanakannya. Salah satu daerah yang juga terkena untuk dijadikan areal perkebunan tabu adalah daerah Karesidenan Surakarta. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah Surakarta merupakan salah satu daerah yang berpotensi di wilayah propinsi Jawa Tengah termasuk untuk perkebunan tabu. Bagi petani di daerah karesidenan Surakarta sesungguhnya mereka merasa berat untuk mengikuiinya namun tak ada pilihan bagi mereka untuk menghindar. Petani sebagai salah satu pelaku utarnanya diberi tanggung jawab yang besar namun dengan beban resiko yang hams mereka tanggung sendiri terutama dalam hal budi daya tabu_ Hal ini sudah merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh mereka. Mulai dari penggarapan lahan, penanaman dan pemeliharaan yang dilakukan oleh para petani tergabung di dalam kelompok-kelompok tani. Dari apa yang diutarakan oleh para petani peserta TRI nampak bahwa sesungguhnya para petani tidaklah terlalu paham dengan apa yang harus dikeajakan oleh mereka dalam hal menanam tebu. Gambaran kerja teknis yang sangat panjang dan perlunya ketelitian serta ketekunan para petani dalam merawat dan mengelola tanaman tabu, ternyata membutubkan waktu kerja yang tak sedikit pula jam kerja yang panjang merupakan hal lain yang tarut menyertai rasa enggan petani untuk mau menanam tebu. Dalam pandangan petani bila dibandingkan antara jam kerja menanam tebu dengan padi yang lebih menguntungkan bagi mereka adalah menanam padi.

"
2001
S12628
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi-Universitas Katolik Atmajaya, 2009
TRA 2:1 (2009)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Findi Alexandi
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh terjadinya pengalihan penguasaan pengelolaan komoditas tepung terigu dari negara kepada swasta pascaliberalisasi pangan, yaitu dari Bulog kepada Bogasari Flour Mills. Saat ini, komoditas tepung terigu di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai komoditas pangan, tetapi juga berfungsi sebagai komoditas politik (political goods), dimana harga dan ketersediaannya dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori Negara Birokratik Otoriter dari Guillermo O?Donnel, teori Persekutuan Segitiga (Triple Alliance Theory) antara Negara, Burjuasi Nasional dan Modal Asing dari Peter Evans. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik analitis data menggunakan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, penelusuran terhadap dokumen resmi negara seperti Undang-Undang No. 5 tentang 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Keppres No. 19 Tahun 1998 tentang Liberalisasi Pangan, Peraturan Menteri Perindustrian, Peraturan Menteri Perdagangan, Peraturan Menteri Keuangan dan wawancara mendalam dengan anggota KPPU.
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pascaliberalisasi pangan, terjadi konflik dan tarik-menarik kepentingan antarlembaga negara, yaitu antara Bappenas dengan Depperindag menyangkut penetapan BMAD (Bea Masuk Anti Dumping) bagi tepung terigu impor. Bappenas berargumen bahwa penetapan BMAD hanya akan menguntungkan produsen dominan yaitu Bogasari Flour Mills. Sedangkan menurut pihak Depperindag, penetapan BMAD dilakukan untuk melindungi produsen beskala kecil. Selanjutnya terjadi konflik kepentingan terjadi antara KPPU dengan Depperindag menyangkut penerapan SNI Secara Wajib Tepung Terigu. KPPU berpendapat penetapan SNI secara wajib merupakan bentuk hambatan masuk (barrier to entry) bagi tepung terigu impor. Sedangkan menurut Depperindag, kebijakan SNI wajib pada tepung terigu ditujukan untuk menjaga kualitas tepung terigu sebagai bahan pangan.
Implikasi teoritis menujukkan bahwa teori persekutuan segitiga antara negara dan burjuasi nasional dari Peter Evans masih berlaku dan relevan dalam pengelolaan industri tepung terigu pada era reformasi di Indonesia. Persekutuan antara Departemen Perindustrian dengan APTINDO, atau Persekutuan antara Departemen Perdagangan dengan Bogasari Flour Mills, terjadi dalam pengelolaan industri tepung terigu di Indonesia, meskipun melalui negosiasi politik dan konflik kepentingan. Intervensi negara melalui kebijakan penerapan SNI dan BMAD, maupun penanggungan PPN impor gandum oleh Departemen Keuangan, ditujukan untuk melindungi industri tepung terigu nasional dan memperkuat program ketahanan pangan nasional. Intervensi negara dalam stabilisasi harga empat bahan pangan pokok termasuk tepung terigu, dapat dijadikan sebagai alat politik APTINDO dan Bogasari Flour Mills dalam menekan pemerintah.

This research of background by transfer of power of managing wheat flour commodities from state to corporate, from Bulog to Bogasari Flour Mills after food liberalitation. Now, wheat flour commodities just not food commodities, but as a political goods, where rate of its prices and supplies can pressure the government. As theoretical stepping, this research use Authoritarian Bureaucratic State from Guillermo O?Donnel and Triple Alliance Theory between State, Local Capitalist and International Capitalist from Peter Evans. Research use the qualitative methode, is while technique analysis the data use analytical descriptive. Technique data collecting by library studies, searching document of states like Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 about Antimonopoly or Competition Policy, Keppres No. 19 Tahun 1998 about Food Liberalitation, Regulation from Ministry of Industry, Ministry of Trade, Ministry of Finance and interdepth interview with members of KPPU.
Research result indicate that after food liberalitation, there were conflicts of interest on state institution, the conflict between Bappenas with Depperindag about BMAD for wheat flour imported. Bappenas argue that BMAD just give a privilege for dominant firm like Bogasari Flour Mills. But Depperindag claimed that BMAD would protect the fringe firms. The next conflict between KPPU with Depperindag about SNI policy for wheat flour mills industries. KPPU argued SNI as a barrier to entry for wheat flour imported. But Depperindag claimed that SNI policy to wheat flour mills industries made to protect quality of wheat flour as food commodities.
Theory implication show that Triple Alliance Theory especially between State and Local Capitalist is relevan in managing wheat flour mills industry in Indonesia. Cooporation between Departement of Industry with APTINDO, or cooporation between Departement of Trade with Bogasari Flour Mills is a real fenomena in wheat flour industry in Indonesia, although with political negotiation dan conflict of interests. State intervention with SNI and BMAD policies, or handle of Value Added Tax policies for wheat imported by Departemen of Finance indicated to protect national wheat flour industries and support food security programe. State intervention on price stabilitation of four food commodities include wheat flour, can used as political tools by APTINDO and Bogasari Flour Mills to pressure the government."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D888
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Permata Sari
"Tesis ini merupakan studi empiris yang fokus utama analisisnya adalah pengaruh kebijakan publik terhadap penerimaan pajak riil pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan analisis deskriptif disimpulkan bahwa: (1) Pertumbuhan penerimaan pajak riil relatif lambat, karena relatif tingginya laju inflasi; (2) Rasio pajak pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, sudah meningkat; (3) sampai saat ini, rasio pajak semakin rendah bila tingkat pemerintahan semakin rendah; dan (4) peranan penerimaan pajak dalam APBN dan APBD (PAD) sudah semakin besar, yang menyiratkan semakin baiknya tingkat kemandirian fiskal. Dengan menggunakan model ekonometrika dapat disimpulkan bahwa dampak kebijakan publik terhadap penerimaan pajak di Indonesia tidaklah besar. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kebijakan-kebijakan publik yang diputuskan terhadap perbaikan efisiensi dan efektifitas pemungutan pajak, maupun peningkatan potensi pajak, khususnya perluasan basis pajak belum seperti yang diharapkan.

This thesis is an empirical study that the main focus of analysis is to influence public policy on real tax revenue of central government, provinces and districts/cities in Indonesia. Based on descriptive analysis concluded that: (1) real tax revenue growth is relatively slow, because of relatively high inflation rate, (2) The ratio of central government taxes, provincial and district/city, have increased, (3) until recently, the lower the tax rate when the lower levels of government; and (4) the role of tax revenue in the State Budget (APBN) and Regional Budget/APBD (PAD) has been getting larger, which implies the good level of fiscal independence. By using the econometric model can be concluded that the impact of public policies on tax revenue in Indonesia was not large. This shows that the impact of public policies that decided to improve efficiency and effectiveness of tax collection, as well as potential tax increase, particularly the expansion of tax base has not been as expected."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T30246
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Handaru Sandy
"Studi tentang dampak keragaman sosial terhadap perekonomian telah banyak dilakukan dengan data antar negara sejak tahun 1990-an. Sementara itu, jumlah studi dengan data dalam suatu negara relatif sedikit dan mayoritas dilakukan di negara maju. Sejauh ini, studi-studi dalam suatu negara menemukan bahwa keragaman sosial berdampak positif terhadap gaji atau pendapatan. Penelitian ini mencoba melihat dampak keragaman sosial terhadap pendapatan khususnya melalui aspek kepribadian individu dengan menggunakan Indonesia sebagai studi kasus. Analisis mempergunakan teknik regresi cross-sectional dan sibling regression dengan menggunakan data dalam sebuah negara. Hasil estimasi menunjukkan bahwa keragaman etnis dan agama terindikasi berpengaruh negatif terhadap pendapatan melalui faktor kepribadian. Keragaman etnis terindikasi berpengaruh negatif terhadap extraversion dan opennesss. Keragaman agama juga terindikasi berpengaruh negatif terhadap extraversion. Selain itu extraversion, conscientiousness dan openness berhubungan positif dengan pendapatan; sementara neuroticism berhubungan negatif dengan pendapatan.

Research about the impact of social diversity on economic growth have been done using between-countries data since 1990s. Meanwhile, studies using within-countries data are relatively scant and majority are done in developed countries. So far, studies using within-countries data found that social diversity has positive effect on wage or income. This study tries to look at the impact of social diversity on income, especially through individual personality using Indonesia as a case study. The analysis uses cross-sectional regression and sibling regression using within country data. Estimation result shows that ethnic and religion diversity have negative impact on income. Ethnic diversity has negative impact on extraversion and openness. Religion diversity also has negative effect on extraversion. Furthermore extraversion, conscientiousness, and openness have positive effect on income; while neuroticism has negative effect on income. After many robustness check, the impact of social diversity on personality should be interpreted as partially causal."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Retna Astuti
Yogyakarta: BPNB DI Yogyakarta, 2016
330.9 SRI p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Luna Destiana
"Pelayanan publik masih diwarnai oleh pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur yang berbelit-belit ketika harus mengurus suatu perijinan tertentu, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktek pungutan liar dan lain sebaginya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimana pelayanan perizinan investasi yang ada di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jakarta.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana kualitas pelayanan dalam hal ini pelayanan perizinan investasi dalam melakukan proses pelayanan. Apakah sudah dapat memenuhi kualitas pelayanan yang baik dan memberikan kepuasan terhadap pengguna pelayanan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan Studi kepustakaan untuk mendapatkan data pendukung.
Hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas pelayanan perizinan yang ada di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah baik. Dilihat dari fasilitas dan kenyamanan yang diberikan, namun perlu untuk ditingkatkan kembali ketepatan pengerjaan perizinan dengan SOP yang telah ada.

There many difficulties in accessing public services. Tough procedures
involver, when people should have particular permission, pay certain amount of money, illegal fees, etc. This research aims to analyses the quality of license investment services in investment coordinating board, Jakarta.
This research will depict the quality of service in the process of giving license in investment, wheatear it already fulfill good services qualities and give satisfaction to the user. This tesis is a description research and use quantitative approach. Techniques of data collection are done through questionnaires study to obtain supporting data.
From the result of this research, the quality of license investment services in Investment Coordination Board is good. It can be seen from facilities and comfort that have been given. Nevertheless, the appropriate usage permissions with the existing SOPs need to be enhanced in order to increase the quality of license investment services and improve the investment climate in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>