Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179044 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aditya Pramaviri
"Gejala saluran kemih bawah LUTS pada laki laki seringkali dikaitkan dengan pembesaran prostat jinak BPH yang menyebabkan obstruksi infravesika yang sering diikuti oleh trabekulasi sehingga terjadi gangguan fungsi kandung kemih Reseksi prostat transuretra TURP adalah tindak baku emas yang bertujuan untuk menghilangkan obstruksi ini Namun gejala LUTS masih banyak dikeluhkan setelah dilakukan TURP Penelitian cross sectional ini dilakukan untuk mencari hubungan antara gejala LUTS pasca TURP dengan derajat trabekulasi dan volume kandung kemih di RSUP H Adam Malik Medan Selama tahun 2013 didapatkan 39 pasien BPH rata rata umur 68 36 7 638 tahun dengan retensi urin berulang yang dilakukan tindakan TURP Dari keseluruhan sampel kelompok yang terbanyak ditemukan adalah derajat trabekulasi sedang 35 9 dan volume kandung kemih 200 cc 46 2 Dua puluh dua sampel 56 4 mengeluhkan LUTS ringan dengan rerata IPSS total 6 28 3 986 Derajat trabekulasi dan volume mempunyai korelasi positif kuat 0 661 dan 0 723 p value.

Lower urinary tract symptoms LUTS in older male is often associated with benign prostate hyperplasia BPH and caused bladder outlet obstruction BOO with the consequential trabeculation that impair bladder contractility and viscoelasticity Transurethral resection of the prostate TURP is the gold standard for relieving BPH caused BOO Nevertheless many still complained of persisting symptoms even after undergoing TURP This cross sectional study was conducted to analyze the correlation between bladder volume and trabeculation in determining LUTS after TURP in BPH patient In 2013 bladder trabeculation and volume was measured during TURP from 39 BPH patients with recurrent urinary retention and were re evaluated 6 months after The most common findings were moderate trabeculation 35 9 bladder volume 200cc 46 2 and mild degree LUTS 56 4 after TURP with mean IPSS 6 28 3 986 Bladder trabeculation and volume are positively and strongly correlated with LUTS after TURP 0 661 and 0 723 respectively p value 0 01 Analytical linear regression found that these two variables are significant factors in determining LUTS after TURP with positive predictive value of 62 In conclusion bladder trabeculation and volume had strong significant correlation with LUTS after TURP although there are other possible determining factors that are not included in the study
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommie Prasetyo Utomo Wiharto
"Tujuan Mengetahui hubungan antara nilai glukosa darah puasa, disfungsi ereksi DE, dan lower urinary tract symptoms LUTS pada pasien dengan pembesaran prostate jinak.Metode Terdapat 42 pasien berusia lebih dari 50 tahun dengan pembesaran prostat jinak. LUTS dan DE dievaluasi dengan menggunakan International Prostate Symptom Score IPSS and International Index of Erectile Function-5 IIEF-5. Diabetes mellitus ditegakkan jika gula darah puasa lebih dari 126 mg/dL. LUTS dikategorikan menjadi 3 grup; ringan, sedang, dan berat dimana DE dikategorikan menjadi 2; positif dan negative. Semua data dianalisa menggunakan SPSS ver. 22.Hasil Usia rata-rata pasien adalah 68,83 8,56 tahun dengan mayoritas menderita DE 83.33 dan LUTS 80.96. Diabetes mellitus ditemukan pada 26,19 pasien dengan rata-rata nilai gula darah puasa 108.3 21.1 mg/dL. Nilai IPSS didapati berhubungan signifikan dengan nilai gula darah puasa r = 0.879, p

Aims To discover the correlation between fasting glucose level, erectile dysfunction, and lower urinary tract symptoms LUTS in patients diagnosed with benign prostatic hyperplasia BPH .Methods There were 42 patients with BPH related LUTS aged over 50 years old enrolled in this study. LUTS and erectile dysfunction ED were evaluated using International Prostate Symptom Score IPSS and International Index of Erectile Function 5 IIEF 5 . Diabetes mellitus was established if fasting glucose level was above 126 mg dL. LUTS was classified into 3 groups mild, moderate, and severe LUTS while ED was classified into 2 groups ED positive and ED negative. Data were analyzed using SPSS ver. 22Results Patients rsquo mean age was 68.83 8.56 years old with most of them had ED 83.33 and also suffered from severe LUTS 80.96 . Diabetes mellitus was observed in 26.19 subjects with mean fasting glucose level was 108.3 21.1 mg dL. IPSS score were significantly correlated with fasting glucose level r 0.879, p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Oka Widya Putra
"Penelitian ini membandingkan kuesioner Visual Prostate Symptom Score VPSS yang jarang digunakan dengan kuesioner International Prostate Symptom Score IPSS dan parameter uroflowmetri di Indonesia pada pasien laki-laki yang berobat di Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo. Evaluasi menggunakan IPSS dalam bahasa Indonesia, VPSS, uroflowmetri dan ultrasonografi transabdominal dikerjakan pada pasien pria berusia lebih dari 45 tahun yang berobat ke Rumah Sakit Umum Nasional Cipto Mangunkusumo antara Februari 2014 dan Agustus 2015. Dari seluruh subyek, 24,2 dan 11,1 membutuhkan bantuan ketika menjawab kuesioner IPSS dan VPSS. Usia rata-rata, skor total IPSS, skor total VPSS, Q-max, volume berkemih, dan volume residu pasca berkemih masing-masing adalah 67,4 8,9 tahun, 13,4 7,8, 10,8 2,7, 13,6 8,6 mL / detik, 248 136 ml, dan 54,9 68,3 ml. Skor total, IPSS kualitas hidup QoL, IPSS pertanyaan Q 2, IPSS Q7, dan IPSS Q5, secara signifikan berkorelasi dengan skor total VPSS, VPSS QoL, VPSS Q1, VPSS Q2, dan VPSS Q3 koefisien korelasi r, nilai P masing-masing: 0,57.

This study aims to compare and correlate the novel Visual Prostate Symptom Score VPSS with International Prostate Symptom Score IPSS questionnaire and uroflowmetry parameters in Indonesian men who visited Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital. Male patients older than 45 years who visited Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital between February 2014 and August 2015 with LUTS were evaluated with Indonesian version of the IPSS, VPSS, uroflowmetry and transabdominal ultrasound. Appropriate statistical analysis was employed. Of all subjects, 24.2 and 11.1 require assistance when answering IPSS and VPSS questionnaires respectfully. The mean age, IPSS total score, VPSS total score, Q max, voided volume, and post void residual volume were 67.4 8.9 years, 13.4 7.8, 10.8 2.7, 13.6 8.6 mL sec, 248 136 ml, and 54.9 68.3 ml respectively. Total IPSS, IPSS quality of life QoL, IPSS question Q 2, IPSS Q7, and IPSS Q5, were significantly correlated with total VPSS, VPSS QoL, VPSS Q1, VPSS Q2, and VPSS Q3 correlation coefficient r P value 0.57.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Octaviyana Nadia Nitasari
"Latar belakang: Kehamilan dan persalinan merupakan faktor risiko utama terjadinya disfungsi dasar panggul. Manifestasi utama pada kelainan tersebut adalah gejala saluran kemih bagian bawah dan inkontinensia urin. Studi mengenai prevalensi dan faktor risiko kondisi-kondisi tersebut sangat penting untuk diagnosis dini dan tata laksana yang komprehensif. Namun, hingga saat ini belum terdapat studi mengenai prevalensi dan faktor-faktor risiko tersebut secara komprehensif pada ibu hamil di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui prevalensi inkontinensia urin dan gejala saluran kemih bagian bawah serta faktor-faktor yang memengaruhi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang (cross sectional). Subjek dari penelitian ini adalah ibu hamil yang datang untuk pemeriksaan rutin di Puskesmas Kecamatan Jakarta pada April 2021-Maret 2022. Pasien dengan riwayat inkontinensia, kehamilan ganda, diabetes tidak terkontrol, gangguan neurologis, atau riwayat operasi sebelumnya dieksklusi dari penelitian. Faktor risiko yang dinilai adalah usia ibu, usia kehamilan, paritas, indeks massa tubuh, dan riwayat obstetrik sebelumnya.
Hasil: Didapatkan sebanyak 236 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian. Didapatkan inkontinensia urin tekanan 8,5%, inkontinensia urin desakan 14%, dan inkontinensia urin campuran 1,6%. Didapatkan keluhan berkemih berupa frekuensi (59,3%), nokturia (87,3%), urgensi (33,1%), hesitansi (8,9%), dan straining (0,8%). Hanya terdapat 5,1% subjek yang tidak memiliki keluhan berkemih sama sekali. Faktor risiko yang berpengaruh dengan keluhan berkemih dan inkontinensia urin adalah usia ibu dan trimester kehamilan.
Kesimpulan: Didapatkan prevalensi inkontinensia urin dan gejala saluran kemih bagian bawah yang tinggi pada ibu hamil di Indonesia. Faktor risiko terjadinya gangguan saluran kemih dan inkontinensia urin pada ibu hamil adalah usia ibu dan trimester kehamilan.

Background: Pregnancy and childbirth are the main risk factors for pelvic floor dysfunction. The main manifestations of this disorder are lower urinary tract symptoms and urinary incontinence. Studies on the prevalence and risk factors of these conditions are essential for early diagnosis and comprehensive management. However, until now there has been no comprehensive study of the prevalence and risk factors for pregnant women in Indonesia.
Objective: To determine the prevalence of urinary incontinence and lower urinary tract symptoms and the factors that influencing.
Methods: This research was an observational analytic study with cross sectional method. The subjects of this study were pregnant women who came for routine check-ups at the Jakarta Publics Health Center in April 2021-March 2022. Patients with a history of incontinence, multiple pregnancy, uncontrolled diabetes, neurological disorders, or a history of previous surgery were excluded from the study. The risk factors assessed were maternal age, gestational age, parity, body mass index, and previous obstetric history.
Results: There were 236 subjects who were included in the study. We found stress urinary incontinence 8.5%, urgency urinary incontinence 14%, and mixed urinary incontinence 1.6%. There were urinary complaints in the form of frequency (59.3%), nocturia (87.3%), urgency (33.1%), hesitancy (8.9%), and straining (0.8%). There were only 5.1% of subjects who did not have urinary complaints at all. The risk factors that influence lower urinary tract symptoms and urinary incontinence are maternal age and trimester of pregnancy.
Conclusions: We found a high prevalence of urinary incontinence and lower urinary tract symptoms in pregnant women in Indonesia. Risk factors for urinary tract disorders and urinary incontinence in pregnant women are maternal age and trimester of pregnancy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patandung, Richman
"Pendahuluan dan tujuan: Hiperplasia prostat jinak merupakan penyakit yang melemahkan yang menyebabkan 90% pria berusia 80 tahun menderita sindrom saluran kemih bagian bawah. Dalam studi ini, kami mencoba untuk mengevaluasi hasil dari reseksi transurethral prostat pada pasien hiperplasia prostat jinak untuk menguraikan manfaatnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan secara retrospektif. Subjek dalam penelitian ini adalah pasien yang didiagnosis BPH. Pasien dibagi menjadi dua kelompok (<80gr dan> 80gr). Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara statistik menggunakan Independent T-Test dan Mann-Whitney.
Hasil: Kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan pada skor IPSS dan QoL pada kedua kelompok. Skor IPSS dan kualitas hidup pasca operasi juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien kelompok 1 dan 2.
Kesimpulan: Kami menemukan bahwa volume prostat tidak berhubungan dengan kualitas hidup pasien, yang diilustrasikan oleh indeks IPSS dan QoL setelah TURP. Selain itu, TURP dapat dilakukan pada semua pasien terlepas dari ukuran prostatnya. Lebih lanjut, TURP memiliki keuntungan komplikasi yang lebih rendah untuk pasien dengan ukuran prostat> 80 gr.

Introduction and objectives: Benign prostatic hyperplasia is a debilitating disease which causes 90% of 80 years old male suffers from lower urinary tract syndrome. In this study, we tried to evaluate the outcome of transurethral resection of the prostate in benign prostatic hyperplasia patients to elaborate its benefit.
Methods: This study is conducted retrospectively. Subject in this study are patients who are diagnosed with BPH. Patients is divided into two groups (<80gr and >80gr). Data obtained in this study is statistically analyzed using Independent T-Test and Mann-Whitney.
Results: We found no significant differences in the IPSS and QoL score in both groups. Postoperative IPSS and QoL score also showed no significant differences between group 1 and 2 patients.
Conclusion: We found that prostate volume is not correlated with patient quality of life, which illustrated by IPSS and QoL index after TURP. In addition, TURP can be conducted in any patients regardless of their prostate size. Furthermore, TURP has the advantage of lower complication for patients with prostate size >80 gr.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syaeful Agung Wibowo
"ABSTRAK
Pendahuluan: Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komplikasi perioperatif TURP adalah jenis cairan irigasi yang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komplikasi perioperatif dan perubahan hasil pemeriksaan laboratorium rutin pada TURP yang menggunakan cairan irigasi dextrose 5 ; berikut hubungannya dengan karakteristik pasien, volume cairan irigasi, dan temuan intra-operatif. Metode: Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah potong lintang prospektif dengan 32 subyek pasien benign prostatic hyperplasia BPH , yang menjalani tindakan TURP di RSUD Karawang Jawa Barat; pada periode Juli-Agustus 2017. Data yang diambil meliputi karakteristik pasien, volume cairan irigasi intraoperatif, durasi reseksi, volume jaringan yang direseksi, parameter laboratorium sebelum dan sesudah TURP hemoglobin, hematokrit, lekosit, gula darah sewaktu, natrium, kalium, klorida , electrocardiography ECG sebelum dan sesudah TURP; serta komplikasi perioperatif TURP ekstravasasi cairan irigasi, perforasi buli, cidera ureter, perforasi kapsul prostat,anemia pasca operasi yang membutuhkan transfusi, sindrom TUR, retensi urin akut, retensi bekuan darah, dan infeksi . Data penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase; sedangkan analisis hubungan kemaknaannya menggunakan metode t-test dan chi-square test, dengan nilai p yang dianggap bermakna adalah kurang dari 0,05.Hasil: Dari 32 subyek penelitian, didapatkan data rata-rata volume dextrose 5 yang digunakan untuk irigasi saat TURP adalah 33,17 liter dengan kisaran volume irigasi antara 10 - 52 liter. Uji statistik pada hasil pemeriksaan laboratorium sebelum dan sesudah TURP menunjukkan bahwa nilai rata-rata hemoglobin sebelum operasi adalah 12,75 g / dL dan pasca operasi 11,99 g / dL yang berbeda bermakna p = 0,000 . Rata-rata nilai hematokrit sebelum operasi dan sesudah operasi adalah 38,25 dan 35,97 , yang berbeda bermakna p = 0,000 . Rata-rata nilai leukosit sebelum dan sesudah operasi adalah 7773.47 / uL dan 10466.62/ uL yang berbeda bermakna p = 0,000 . Nilai natrium rata-rata sebelum dan sesudah operasi adalah 138,09 mmol / L dan 135,97 mmol / L yang berbeda bermakna p = 0,000 . Nilai gula darah sewaktu GDS rata-rata sebelum dan operasi adalah 111 mg dan 123,94 mg yang berbeda bermakna p = 0,000 . Komplikasi perioperatif TURP dalam penelitian ini adalah anemia pasca operasi yang memerlukan yang transfusi, pada 1 pasien 3,13 . Secara statistik, karakteristik pasien dan volume cairan irigasi tidak berhubungan dengan komplikasi perioperatif yang terjadi. Kesimpulan: Dextrose 5 dapat menjadi cairan irigasi alternatif pada TURP; jika dipandang dari insidensi komplikasi perioperatif yang rendah dan data hasil pemeriksaan laboratorium rutin sebelum dan sesudah tindakan. Secara statistik; parameter laboratorium yang berbeda bermakna sebelum dan sesudah TURP adalah hemoglobin, hematokrit, lekosit, natrium, dan gula darah sewaktu; namun secara klinis tidak signifikan mempengaruhi komplikasi perioperatif yang terjadi. ABSTRACT
Introduction One of the factors that may affect perioperative complications is the type of irrigation fluid used at TURP. This study aims to evaluate the perioperative complications and changes in routine laboratory examination of TURP with 5 dextrose irrigation fluid as well as its relationship to the patient profile, the volume of the irrigation fluid, and intra operative findings. Methods A prospective cross sectional method was done towards 32 Benign Prostatic Hyperplasia BPH patients who undergoing TURP in Karawang General Hospital, West Jawa, since July 2017 until August 2017. We documented patient profile operative details including volume of the irrigation fluid, resection time, and weight of resected tissue before and after TURP laboratory parameters hemoglobin, haematocrit, leukocytes, blood sugar at the time, sodium, potassium, chloride and electrocardiography ECG also perioperative TURP complications extravasation of irrigation fluid, bladder perforation, ureter injury, perforation of the prostate capsule, postoperative anemia requiring blood transfusion, TUR syndrome, acute urinary retention, blood clot retention, and infection prospectively. Research data is presented in the form of frequency distribution table, and the hypothesis test analysis using t test and chi Square test. Results From 32 study subjects, it was found that the average of 5 dextrose dextrose volume used for irrigation when TURP is 33.17 liters with irrigation volume ranges from 10 52 liters. T test statistics on laboratory tests before and after TURP showed that mean preoperative hemoglobin values were 12.75 g dL and post operative 11.99 g dL, were significantly different p 0.000 . The mean hematocrit value before surgery was 38.25 and postoperative was 35.97 , which was significantly different p 0.000 . The average preoperative leukocyte values were 7773.47 uL and post operative 10466.62 uL which also differed significantly p 0.000 . Mean sodium values before surgery were 138.09 mmol L and post operative 135.97 mmol L, were significantly different p 0.000 . The mean current time glucose value of blood before surgery was 111 mg and post operative 123.94 mg , was significantly different in the statistical test p 0.000 . The perioperative complications of TURP obtained in this study was postoperative anemia requiring a transfusion of 1 patient 3.13 . The relationship of patient profile and intra operative findings with perioperative complication were not statistically significant. Conclusion , Dextrose 5 could be alternative irrigation fluid for TURP considering the lower rates of perioperative complication and the evaluation of routine laboratory results before and after surgery. Statistically, laboratory parameters whose results differ significantly between before and after surgery are hemoglobin, hematocrit, leukocytes, sodium, and blood sugar at the time but not associated with clinically significant perioperative complication."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhil Ardiyansyah
"Latar belakang: Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) merupakan masalah prostat yang umum terjadi pada laki-laki, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat disebabkan oleh PPJ akibat dari obstruksi pada Bladder outlet, instrumentasi, bahkan akibat dari sistoskopi atau kateterisasi.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pola kuman dan kuman terbanyak yang menyebabkan ISK pada pasien PPJ di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito
Metode: Data dikumpulkan secara retrospektif dari rekam medis pasien Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito mulai Januari 2001 sampai Desember 2011. Pola kuman dan sensitivitas obat dicatat.
Hasil: Terdapat 92 pasien dengan usia 46-95 tahun yang didiagnosis dengan PPJ dan Prostatitis. Didapatkan 81,40% merupakan bakteri gram negatif, 9,3% bakteri gram positif, dan 9,3% jamur. Kemudian didapatkan Streptococcusfaecalis (11,62%) merupakan bakteri gram positif terbanyak yang ditemukan di dalam kultur urin. Obat yang dipakai untuk sensitivitas melipuit : Amikacin, Ampicillin, Ampicillin/Sulbactam, Cefepim, Cefpiron, Ceftazidime, Ceftriaxone, Cefotaxime, Cefuroxime, Chloramphenicol, Fosfomycin, Gentamycin, Nalidixic acid, Imipenem, Netilmicin, Nitrofurantoin, Norfloxacin, Tetracyclin, Tobramycin, Vancomycine, Ciprofloxacine, Trimethoprim-Sulfamethoxazole.
Kesimpulan: Bakteri paling banyak yang ditemukan pada pasien dengan BPH adalah Pseudomonas aerogenosa (25.58%) dan bakteri yang paling jarang ditemukan adalah Citrobacterfreundii (2.32%). Menurut penelitian ini, 82.05% pasien BPH dengan infeksi saluran kemih sensitif terhadap pengobatan dengan Imipenem, diikuti dengan Amikacin (74.35%).

Background: Benign prostatic hyperplasia (BPH) is the most common condition in men with prostate problems. Urinary tract infection can be caused by BPH due to Bladder outlet obstruction, instrumentation either from cystoscopy or catheterization.
Objective: The aim of this study is to describe microorganism pattern and the most common caused urinary tract infection in BPH patient hospitalized in Dr. Sardjito general hospital.
Method: Data were retrospectively collected from Dr. Sardjito general hospital medical record patients from January 2011 to December 2011. Microorganism pattern and drug sensitivity data were collected.
Results: There were 92 patients age 46-95 years old diagnosed histophatologically as BPH and prostatitis. The 81.40% microorganism pattern were Gram negative bacteria, 9.3% Gram positive bacteria and 9.3% yeast. On the other hand , Streptococcus faecalis (11,62%)is the main gram positif bacteria found in the urine culture. The drug used for sensitivity including; Amikacin, Ampicillin, Ampicillin/Sulbactam, Cefepim, Cefpiron, Ceftazidime, Ceftriaxone, Cefotaxime, Cefuroxime, Chloramphenicol, Fosfomycin, Gentamycin, Nalidixic acid, Imipenem, Netilmicin, Nitrofurantoin, Norfloxacin, Tetracyclin, Tobramycin, Vancomycine, Ciprofloxacine, Trimethoprim, and Sulfamethocazole.
Conclusion: The most frequent bacteria found in BPH patients is Pseudomonas Aerogenosa (25.58%) and the least frequentbacteria is Citrobacter freundii (2.32%). According to this study, 82.05% UTI patients sensitive to Imipenem medication, followed by Amikacin (74.35%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Safendra
"OBJECTIVE: To determine if Intravesical prostatic protrusion (IPP), total prostate volume, transition zone volume and transition zone index is correlated with the severity of clinical benign prostatic hyperplasia.
PATIENTS AND METHODS: From January to May 2005, 56 patients with symptom of BPH were enrolled in this study. All patients were requested to undergo urofiowmetry, postvoid residual urine measurement and international Prostate Symptom Score (IPSS). TRUS was used to calculate the total prostate volume, transition zone (ZT) volume and the transition zone index (TZ index = TZ volume/total prostate volume). And IPP was measured by transabdominal ultrasonography.
RESULT: There were a significant correlation between IPSS and post void residual with total prostate volume, transition zone, transition zone index and intravesical prostatic protrusion. Only transition zone and transition zone index were significant correlation with Q max. Strongest correlation in IPSS and postvoid residual was transition zone (ZT) volume (r = 0.480 and r = 0.621 ) in Q max was transition zone index (r = 0.508).
CONCLUSION : From this study there were correlation between intravesical prostatic protrusion, prostate volume, transition zone volume and transition zone index however the correlation is weak.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Faisal Abdi
"Penelitian ini dilakukan untuk menggambarkan dan mengevaluasi manajemen gejala saluran kemih bawah LUTS laki-laki sugestif dari benign prostatic hyperplasia BPH oleh dokter umum di Jakarta. Penelitian cross-sectional observasional ini dilakukan pada periode Januari 2013 hingga Agustus 2013 di Jakarta. Peneliti mengembangkan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan yang menjelaskan manajemen LUTS laki-laki sugestif BPH oleh dokter dalam praktek sehari-hari pada bulan sebelumnya. Peneliti mengumpulkan kuesioner dari 200 dokter yang berpartisipasi dalam 4 simposium urologi yang diadakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sebagian besar dokter berusia antara 25 dan 35 tahun 71,5 dan telah bekerja selama lebih dari 1 tahun 87,5 . Satu sampai lima kasus LUTS pada pria sugestif BPH diobati oleh 81 dokter setiap bulannya. Saat diagnosis, gejala yang paling umum ditemukan adalah retensi urin 55,5 , frekuensi 48 , dan nokturia 45 . Pemeriksaan diagnostik yang lazim termasuk pemeriksaan colok dubur 65 , sistem skoring 44 , pengukuran tingkat antigen spesifik prostat PSA 23,5 , dan penilaian fungsi ginjal 20 . Kebanyakan dokter merujuk pasien pria dengan LUTS sugestif dari BPH ke dokter spesialis urologi 59,5 dan 46,5 dokter umum meresepkan obat-obatan sebagai terapi awal. Antagonis antagonis alfa-adrenergik 71,5 adalah obat yang paling umum diresepkan. Terapi kombinasi dengan antagonis -adrenergik dan inhibitor 5a-reduktase tidak rutin diresepkan 13 . Tiga puluh delapan persen dari dokter umum merujuk pasien ketika retensi urin berulang dan 33 ketika terjadi komplikasi. Penelitian ini memberikan bukti bahwa manajemen LUTS pada laki-laki sugestif BPH oleh dokter umum di Jakarta menyarankan sisitem rujukan sebagian untuk pedoman yang tersedia dalam hal metode diagnostik dan terapi awal. Namun, beberapa aspek dari pedoman, seperti pengukuran tingkat PSA, penilaian fungsi ginjal, urinalisis, pemeriksaan ultrasound, dan peresepan terapi kombinasi, masih jarang dilakukan.

This study was performed to describe and evaluate the management of male lower urinary tract symptoms LUTS suggestive of benign prostatic hyperplasia BPH by general practitioners GPs in Jakarta. This observational cross sectional study was performed between January 2013 and August 2013 in Jakarta. We developed a questionnaire consisting of 10 questions describing the management of male LUTS suggestive of BPH by GPs in their daily practice in the previous month. We collected questionnaires from 200 GPs participating in 4 urology symposiums held in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Most GPs were aged between 25 and 35 years 71.5 and had worked for more than 1 year 87.5 . One to 5 cases of male LUTS suggestive of BPH were treated by 81 of GPs each month. At diagnosis, the most common symptoms found were urinary retention 55.5 , frequency 48 , and nocturia 45 . The usual diagnostic workup included digital rectal examination 65 , scoring system 44 , measurement of prostate specific antigen PSA level 23.5 , and renal function assessment 20 . Most GPs referred their male patients with LUTS suggestive of BPH to a urologist 59.5 and 46.5 of GPs prescribed drugs as an initial therapy. Alpha adrenergic antagonist monotherapy 71.5 was the most common drug prescribed. Combination therapy with adrenergic antagonists and 5 reductase inhibitors was not routinely prescribed 13 . Thirty eight percent of GPs referred their patients when recurrent urinary retention was present and 33 when complications were present. Our study provides evidence that the management of male LUTS suggestive of BPH by GPs in Jakarta suggests referral in part to available guidelines in terms of diagnostic methods and initial therapy. However, several aspects of the guidelines, such as PSA level measurement, renal function assessment, urinalysis, ultrasound examination, and prescription of combination therapies, are still infrequently performed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Johannes
"Protrusi prostat intravesika adalah penonjolan prostat yang mengindentasi buli-buli akibat pertumbuhan prostat lobus median dan lateral. Terdapat hubungan yang positif antara protrusi prostat intravesika, volume prostat, ketebalan otot detrusor buli-buli dan keluhan berkemih. Tujuan penelitian ini adalah mengukur tingkat korelasi antara panjang protrusi prostat intravesika dengan ketebalan otot detrusor buli-buli.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian korelasi menggunakan disain potong lintang. Uji korelasi yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman Rank.
Hasil: Selama bulan Juli dan Agustus 2013 didapatkan jumlah sampel 20 orang. Rerata tebal otot detrusor buli-buli 2,83 mm (SD 0,64). Rerata panjang protrusi prostat intravesika 7,44 mm (SD 4,63). Hasil uji korelasi Spearman Rank didapatkan koefisien korelasi 0,54 (p 0,015).
Kesimpulan: terdapat korelasi yang kuat antara panjang protrusi prostat intravesika dengan ketebalan otot detrusor buli-buli.

Introduction : intravesical prostatic protrusion is prostatic protrusion to the bladder wall due to the growth of the median and lateral lobes of the prostate . There is a positive relationship between intravesical prostatic protrusion , prostate volume , thickness of the bladder detrusor muscle and bladder complaints . The purpose of this study was to Measure the degree of correlation between the length of intravesical prostatic protrusion with the detrussor wall thickness.
Methods : This study is a correlation study using cross-sectional design . Correlation test was performed Spearman Rank correlation test .
Results : During the months of July and August 2013 found 20 persons of samples. The mean of detrussor wall thickness 2.83 mm ( SD 0.64 ) . The mean of intravesical prostatic protrusion length 7.44 mm ( SD 4.63 ) . Spearman Rank correlation test results obtained correlation coefficient 0.54 ( p 0.015 ) .
Conclusion : there is a strong correlation between the length of intravesical prostatic protrusion with detrussor wall thickness.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>