Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 151737 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melati Azizka Fajria
"[Teknik radioterapi lapangan kecil memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, karena keberhasilan pelaksanaan terapi menggunakan teknik ini sangat bergantung pada keakuratan proses mulai dari perencanaan, pemberian dosis selama terapi hingga evaluasi pengukuran dosis terapi. Penelitian ini dilakukan pada kasus kanker paru menggunakan teknik lapangan kecil pada kasus teknik IMRT dan SBRT dimana evaluasi dosis dilakukan dengan menggunakan bilik ionisasi, TLD ,dan film gafchromic EBT2. Nilai diskrepansi yang didapatkan pada teknik IMRT menggunakaan film memiliki nilai yang paling kecil diantara dosimeter lainnya yaitu berada pada rentang nilai 1,75% ~ -0,60%. Pengukuran SBRT baik pada RSCM maupun RSGP hasil yang ditunjukkan PTW 300013 menunjukkan nilai diskrepansi yang tinggi yaitu pada rentang -7,08% ~ -14,98%. Berbanding terbalik dengan PTW 300013, dosimeter Exradine A16 menunjukkan nilai diskrepansi yang kecil yaitu -2,96% ~ -4,12%. Hasil evaluasi film menggunakan MATLAB pada teknik IMRT menghasilkan nilai dosis terukur ≥ 4% lebih tinggi dibandingkan dengan film QAProTM. Sedangkan unutk nilai SBRT dosis terukur yang dihasilkan oleh MATLAB ≤ 4% lebih rendah dibandingkan film QAProTM . Hasil evaluasi dosis dari bilik ionisasi baik pada pengukuran langsung maupun evaluasi menggunakan MATLAB menunjukkan pola yang serupa, yaitu bernilai overestimate pada IMRT dan underestimate pada SBRT.;Small field radiotherapy techniques have a high level of complexity, due to the successful of this implementation is highly dependent on the accuracy of the process from planning until evaluating the dose measurement. This research was done in the case of lung cancer using small field radiotherapy by using IMRT and SBRT technique. The dose evaluation is done by using ionization chambers, TLD, and the gafchromic EBT2 film. Results of discrepancy value in IMRT techniques using film has the smallest value among other dosimeters, in range 1.75% to -0.60%. PTW 300 013 shows a high value of discrepancies on the SBRT measurement, in the range of -7.08% to -14.98%. In contrast with PTW300013, Exradine A16 shows a low value of discrepancies, in range -2,96% to -4,12%. Results of film evaluation using MATLAB, IMRT technique have measurable dose value 4% higher than the film QAProTM. Dose discrepancy of SBRT technique that generated by MATLAB 4% lower than the film QAProTM. The Results of dose evaluation using ionization chamber both of measurement and MATLAB evaluation showed a similar pattern, which is have the overestimate value in IMRT and underestimate value in SBRT., Small field radiotherapy techniques have a high level of complexity, due to the successful of this implementation is highly dependent on the accuracy of the process from planning until evaluating the dose measurement. This research was done in the case of lung cancer using small field radiotherapy by using IMRT and SBRT technique. The dose evaluation is done by using ionization chambers, TLD, and the gafchromic EBT2 film. Results of discrepancy value in IMRT techniques using film has the smallest value among other dosimeters, in range 1.75% to -0.60%. PTW 300 013 shows a high value of discrepancies on the SBRT measurement, in the range of -7.08% to -14.98%. In contrast with PTW300013, Exradine A16 shows a low value of discrepancies, in range -2,96% to -4,12%. Results of film evaluation using MATLAB, IMRT technique have measurable dose value 4% higher than the film QAProTM. Dose discrepancy of SBRT technique that generated by MATLAB 4% lower than the film QAProTM. The Results of dose evaluation using ionization chamber both of measurement and MATLAB evaluation showed a similar pattern, which is have the overestimate value in IMRT and underestimate value in SBRT.]"
2016
T44951
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Fitriandini
"Telah dilakukan penelitian pengukuran dosis titik (point dose) pada daerah target (paru-paru), jantung, dan tulang belakang menggunakan empat dosimeter (PTW N30013, Exradin A16, TLD, dan film Gafchromic EBT2). Tujuan utama dari penelitian ini adalah membandingkan keempat sistem dosimeter tersebut dalam hal akurasi, presisi, rentang pengukuran, serta resolusi spasial dan ukuran fisik. Pengukuran dosis dilakukan hanya pada satu kali fraksi penyinaran. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa TLD memiliki akurasi dan presisi yang paling rendah. Adapun efek volume averaging pada bilik ionisasi menyebabkan nilai diskrepansi mencapai -13.30% pada daerah target. Sedangkan film EBT2, dengan nilai diskrepansi <1% pada 3D-CRT dan IMRT, dinyatakan sebagai dosimeter alternatif yang sesuai untuk digunakan pada verifikasi dosis titik.
This research was conducted by measuring point dose in the target area (lungs), heart, and spine using four dosimeters (PTW N30013, Exradin A16, TLD, and the Gafchromic EBT2 film). The main objective of this study was to compare the dosimetry of those different systems. Dose measurements performed only in single fraction of irradiation. The measurement results shown that TLD has the least accuracy and precision. As the effect of the volume averaging, ionization chamber reaches the discrepancy value up to -13.30% in the target area. EBT2 film has discrepancy value of <1% in the 3D-CRT and IMRT techniques. This dosimeter is proposed to be an appropriate alternative dosimeter to be used at dose point verification."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59860
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini
"Konsep penyinaran radiasi pada kasus kanker paru-paru menggunakan teknik perencanaan IMRT umumnya dikendalikan otomatis oleh komputer. Suatu perencanaan IMRT masih melibatkan langkah-langkah non intuitif, iteratif menyesuaikan keputusan subjektif perencana berdasarkan pendekatan trial and error. Guna mempermudah seorang perencana radioterapi melakukan optimasi suatu perencaan IMRT pada kasus kanker paru-paru, digunakan metode neural network untuk memprediksi distribusi dosis berdasarkan data perencanaan sebelumnya. Tujuan dari penggunaan metode neural network ini yakni untuk memprediksi distribusi dosis pada volume PTV dengan validasi pada perencanaan sebelumnya, juga memprediksi distribusi dosis untuk dosis yang mencover 95% volume target. Sehingga hal ini dapat mempermudah seorang perencana mengambil keputusan secara objektif. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas perencanaan yang dihasilkan berdasarkan pemodelan neural network memiliki tingkat homogenitas (HI) yaitu 0,09 ± 0,02 dan tingkat konformitas (CI) yaitu 1,2 ± 0,27. Dengan mempertimbangkan rata-rata distribusi dosis rata-rata yang diterima OAR seperti paru-paru kanan sebesar 0,20 ± 0,15, paru-paru kiri 0,18 ± 0,15, Jantung 0,16 ± 0,09 dan Spinal Cord 0,17 ± 0,09

The concept of irradiation in lung cancer cases using IMRT planning techniques is generally controlled automatically by a computer. An IMRT plan still involves non-intuitive steps, iteratively adjusting the planner's subjective decisions based on a trial-and-error approach. The neural network method was used to predict the dose distribution based on the prior planning data to make it simpler for a radiotherapy planner to decide on an IMRT plan in cases of lung cancer. The goal of applying this neural network method is to predict the dose distribution for doses that cover 95% of the target volume as well as the dose distribution in the PTV volume with validation in the prior plan. As a result, a planner may find it simpler to make decisions that are objective. The results obtained indicate that the quality of planning produced based on neural network modelling has a homogeneity index (HI) of 0,09 ± 0,02, and the conformity index (CI) of 1,2 ± 0,27. Since the average dose received by OAR is taken into consideration, the right lung receives 0,2 ± 0,15, the left receives 0,18 ± 0,15, the heart receives 00,16 ± 0,09, and the spinal cord receives 0,17 ± 0,09."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramlah
"Prediksi dengan model mesin learning regresi telah banyak digunakan untuk penelitian. Salah satu model mesin learning yang digunakan untuk prediksi adalah random forest regressor. Mesin learning membutuhkan data training untuk mempelajari pola dan hubungan antar data. Model regressor yang sedangkan dikembangkan dalam bidang medis saat ini adalah model yang dapat memprediksi dosis pada perencanaan IMRT. Data perencanaan dalam format DICOM (format asli data) dieksport ke bentuk CVS (Comma Separated Values). Kemudian data dibagi menjadi data training dan testing yang dipilih secara random. Algoritma yang digunakan untuk memprediksi adalah random forest yang akan di training menggunakan 7-fold validation dan kemudian model akan di uji dengan data baru yaitu data testing yang belum pernah dilihat oleh model. Data yang dievaluasi yaitu parameter untuk mendapat HI (Homogenety Index) untuk organ target, dan dosis mean dan max untuk OAR (Organ At Risk). Random forest mampu memprediksi nilai sebenarnya dengan kesalahan dievaluasi menggunakan MAE pada fitur PTV D2 (0,012), D50 (0,015) dan D98 (0,018) serta pada fitur OAR (mean dan  max) paru kanan (0,104 dan 0,228), paru kiri (0,094 dan 0,27), jantung (0,088 dan 0,267), spinal cord (0,069 dan 0,121) dan (V95) Body (0,094).

Predictions with machine learning regression models have been widely used for research. One of the machine learning models used for prediction is the random forest regressor. Machine learning requires training data to determine patterns and relationships between data. Nowadays, the regressor model that being developed in the medical field is able to predict dose in IMRT planning. Planning data in DICOM format (original data format) was exported to CVS (Comma Separated Values) format. Then, the data was divided into training and testing data which were selected randomly. The algorithm used to predict is a random forest that was trained using 7-fold validation and the model was evaluated with new data, namely testing data that have not been seen by the model. The evaluated data are parameters to obtain HI (Homogenety Index) for target organs, and mean and max doses for OAR (Organ At Risk). Random forest was able to predict the true value with errors and it was evaluated using MAE for PTV D2 (0,012), D50 (0,015) and D98 (0,018), for OAR (mean and  max) right lung (0,104 and 0,228), left lung (0,094 and 0,27), heart (0,088 and 0,267), spinal cord (0,069 and 0,121) and (V95) Body (0,094).
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrianti M
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi distribusi dosis pada teknik 3D-CRT dan IMRT dengan menggunakan dosimeter TLD rod dan film gafchromic EBT3 pada kasus payudara yang telah dibuat di TPS berdasarkan data klinis di Siloam Hospital TB Simatupang. Penelitian ini dilakukan menggunakan Linac Trilogy dengan TPS menggunakan modul Eclipse versi 11 yang memproduksi berkas foton dengan radiasi 6 dan 10 MV. Film EBT3 dengan ukuran 4 4 cm2 diiradiasi menggunakan energi 6 MV dalam variasi dosis 0 - 260 cGy. Penelitian ini menggunakan lapangan radiasi 10 10 cm2. Film dipindai menggunakan flatbed scanner Epson V700 dalam evaluasi pixel value. Perhitungan dan plot antara netOD dan dosis untuk mendapatkan kurva kalibrasi yang digunakan untuk memperoleh dosis pengukuran pada pasien. TLD rod dengan ukuran 3 mm diiradiasi dengan energi 6 MV dalam dosis 200 cGy. TLD dibaca menggunakan TLD reader Harshaw dalam bentuk muatan coulomb. Perhitungan dan plot antara muatan dan dosis akan mendapatkan faktor kalibrasi yang digunakan untuk memperoleh dosis pengukuran pada pasien. TLD dan film EBT3 ditempelkan pada 5 titik di masker yang digunakan pasien dimana titik 1 daerah trakea, titik 2 daerah aksila, titik 3 daerah mammaria interna, titik 4 daerah nipple, dan titik 5 mammae inferior. Hasil perbedaan dosis menunjukkan penggunaan film gafchromic EBT3 pada verifikasi dosis titik kasus kanker payudara lebih baik daripada TLD rod pada teknik 3D-CRT dan teknik IMRT. Perbedaan dosis antara TPS dan film EBT3 dalam rentang 0,66 sampai dengan 5,67 teknik 3D-CRT dan -0,67 sampai dengan -7,57 teknik IMRT . Perbedaan dosis antara TPS dan TLD rod dalam rentang -2,63 sampai dengan 29,14 teknik 3D-CRT dan -16,41 sampai dengan -46,84 teknik IMRT . Uji statistika menunjukkan korelasi kuat 1,00 tetapi tidak signifikan sig < 0,05 serta terdapat perbedaan dosis titik rata-rata yang signifikan antara film EBT3 dan TLD rod pada kelompok pasien sebelum dan setelah dilakukan operasi. Tidak terdapat perbedaan dosis titik rata-rata antara kelompok sebelum dan setelah dilakukan operasi baik teknik 3D-CRT maupun IMRT dan tidak terdapat perbedaan dosis titik rata-rata antara teknik 3D-CRT dan IMRT.

ABSTRACT
The aim of thisresearch is to verify dose distribution in 3D CRT and IMRT by using TLD rod dosimeter and Gafchromic EBT3 films on breast cases that have been made in TPS based on clinical data at Siloam Hospital TB Simatupang.This research was conducted using Linac Trilogy with TPS using Eclipse module version 11 which produces photon beam with radiation of 6 and 10 MV.EBT3 films of size 4 4 cm2 were irradiated using 6MV photon beams in dose variation of 0 260 cGy. Radiation field of size 10 10 cm2 was used in this research. The irradiated EBT3 film was scanned using Epson V700 flatbed scanner to evaluate the pixel value. The calculation and plot between netOD and dose was used to get the calibration curve which will be used to obtain dose measurement for patients. TLD rod of size 3 mm was irradiated using 6 MV in dose variation of 200 cGy. TLD was read by using HarshawTLD reader in coulomb. The calculation and plot between netOD and dose will generate calibration factor used to get dose measurement for patients. TLD and EBT3 film were taped to 5 points in the mask used by patients where 1 point is the OAR trachea and 4 points is the PTV50. The results of dose difference at PTV50 with point orientation.TLD and EBT3 film were taped to 5 points in the mask used by patients wherethe first point is in the OAR trachea , the second point is in the axilla, the third point is in the mammaria interna, the fourth point is in the nipple, and the fifth point is in the mammae inferior. The result of differences in dose shows the use of gafchromic EBT3 film in dose verification on breast cancer is better than TLD rod in 3D CRT technique and IMRT technique. The dose difference between TPS and EBT3 film ranged from 0.66 to 5.67 3D CRT technique and 0.67 to 7.57 IMRT technique . The dose difference between TPS and TLD rod is in the range 2.63 to 29.14 3D CRT technique and 16.41 up to 46.84 IMRT technique . The statistical test showed a strong correlation 1.00 but insignificant sig "
2017
T47602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Azzi
"Penelitian ini bertujuan untuk memverifikasi dosis radiasi radioterapi pada kasus kanker payudara dan kanker nasofaring (KNF). Percobaan dilakukan dengan menggunakan Linac Varian Trilogy radiasi foton berenergi 6 MV. Detektor yang digunakan dalam penelitian ini adalah film gafchromic, MatriXX 2D array, TLD, dan EPID. Film gafchromic dan TLD ditempatkan dalam phantom rando untuk mengevaluasi distribusi dosis pada volume target, sedangkan untuk mendapatkan hasil registrasi film gafchromic dan MatriXX 2D array ditempatkan dalam Multi Cube, dan dilakukan juga penyinaran pada EPID. Hasil perbedaan distribusi dosis teknik IMRT dan VMAT antara film dengan dosis preskripsi TPS pada KNF PTV70 adalah 6,87% dan 8,55%, pada KNF PTV50 adalah 14,43% dan 4,65%, sedangkan pada kanker payudara 11,98% dan 12,10%. Perbedaan nilai dosis antara TLD dengan dosis preskripsi TPS teknik IMRT dan VMAT pada KNF PTV50 sebesar 1,76% dan 1,60%, dan pada kanker payudara sebesar 7,06% dan 3,36%. Selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT pada KNF sebesar -0,09% dan -1,65% antara film dan MatriXX, dan 5,13% dan 1,43% antara film dengan EPID. Pada kanker payudara selisih perbedaan nilai gamma indeks teknik IMRT dan VMAT sebesar 0,51% dan 0,19% antara film dengan MatriXX, dan 2,28% dan 4,38% antara film dengan EPID. Verifikasi dosis radioterapi dan registrasi citra pada kasus kanker payudara dan KNF dapat dilakukan menggunakan film gafchromic, TLD, MatriXX 2D array, dan EPID.

This study was aimed to verify the radiation dose in the case of breast cancer and nasopharyngeal carcinoma (NPC). The experiments were performed using a Varian Trilogy Linac at 6 MV photon radiation and gafchromic films, Matrixx 2D Array, TLD, and EPID detectors. Gafchromic films and TLD were inserted into rando phantom to measures the dose on target volume and organ at risk. In order to evaluated the gamma index, gafchromic films and Matrixx 2D array were placed in the Multi Cube, and was irradiated with EPID in position. Results of the dose distribution differences on IMRT and VMAT between film and TPS on NPC PTV70 was 6.87% and 8.55%, the NPC PTV50 was 14.43% and 4.65%, and for breast cancer was 11,98% and 12,10%. The dose differences between TLD and TPS on IMRT and VMAT for NPC PTV50 was 1.76% and 1.60%, and the breast cancer was 7.06% and 3.36%. Gamma index differences on IMRT and VMAT technique on NPC was -0.09% and -1.65% between film and MatriXX, and 5.13% and 1.43% between films and EPID. In breast cancer the gamma index differences on IMRT and VMAT was 0.51% and 0.19% between films and MatriXX, and 2.28% and 4.38% between films and EPID. Radiotherapy dose verification and image registration for breast cancer and NPC was done using gafchromic film, TLD, MatriXX 2D array, and EPID."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unversitas Indonesia, 2015
S59859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa’u Farhatin
"Distribusi dosis yang optimal dalam treatment planning system (TPS) sangat penting sebelum diterapkan pada pasien radioterapi. Namun, TPS masih menggunakan metode optimisasi yang memakan waktu dan bergantung pada pengguna. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi model estimasi dosis otomatis, support vector regression (SVR), dan membandingkannya dengan dosis pasien kanker paru hasil perencanaan klinik. Enam puluh pasien yang terapi dengan teknik intensity modulated radiation therapy (IMRT) digunakan dalam penelitian ini. Distribusi dosis target dievaluasi berdasarkan nilai conformity index (CI), homogenitas dosis dievaluasi dengan homogeneity index (HI), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum digunakan untuk mengevaluasi organ at risk (paru kanan, paru kiri, jantung, dan spinal cord). Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon. Nilai p < 0,05 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara kedua dataset. Rata-rata CI model SVR dan klinik masing-masing adalah dan Rata-rata HI untuk SVR dan klinik adalah dan . Uji Wilcoxon menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara kedua hasil. Dosis maximum paru kanan menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik (p=0,032), sedangkan dosis rata-rata dan dosis maximum OAR lain tidak menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua strategi tersebut, kecuali pada dosis maximum paru kanan. Model tersebut dapat diimplementasikan secara klinik untuk menghasilkan distribusi dosis yang dapat digunakan sebagai acuan untuk memastikan rencana idealis yang digunakan

Optimal dose distribution in the treatment planning system (TPS) is crucial before being applied to radiotherapy patients. However, TPS still uses optimization methods that are time-consuming and user-dependent. This study aimed to evaluate the automatic dose estimation model, support vector regression (SVR), and compare it with the clinically planned dose of lung cancer patients. Sixty patients treated with intensity-modulated radiation therapy (IMRT) were used as the objects in this study. The target dose distribution was evaluated based on the conformity index (CI), and dose homogeneity was evaluated with the homogeneity index (HI), while the mean and maximum doses were used to evaluate organs at risk (right lung, left lung, heart, and spinal cord). Statistical analysis was performed using the Wilcoxon test. A p-value of <0,05 indicates a significant difference between the two datasets. The mean CI of the SVR and clinical are and The mean HI for SVR and clinical was adalah and 0,083±0,030. the Wilcoxon test showed no statistically significant difference between the two results. The maximum right lung dose showed a statistically significant difference (p=0,032), while the mean dose and maximum dose of other OARs did not show a statistically significant difference. The results of the study showed no significant difference between the two strategies, except for the maximum right lung dose. The model can be implemented clinically to produce a dose distribution that can be used as a reference to ensure the idealistic plan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eagret Aung Suci
"Penelitian ini bertujuan untuk melakukan evaluasi dosis titik pada kasus kanker payudara untuk teknik Enhanced Dynamic Wedge (EDW), Forward IMRT, dan Inverse IMRT. Evaluasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan pergerakan seperti pergerakan pernafasan manusia. Penelitian ini menggunakan fantom Rando jenis fantom female pada saat TPS untuk mendapatkan nilai CT yang mendekati densitas jaringan tubuh manusia. Selain itu, penelitian ini menggunakan Slab fantom RW3berukuran 30 cm  30 cm  10 cm. Fantom ini akan digunakan utuk pengukuran yang dilakukan pada Linear Accelerator (Linac) dengan mensimulasikan couch dalam keadaan diam dan pergerakan secara translasi pada bidang Anterior Posterior (AP) untuk menirukan pergerakan akibat pernafasan manusia. Pengukuran yang diperoleh berupa dosis titik menggunakan dosimeter thermoluminescence TLD LiF-100. Dari penelitian ini didapatkan pada daerah target, yaitu breast atas dan breast bawah serta daerah Organ at Risk (OAR), persentase dosis terbesar dimiliki oleh teknik EDW pada keadaan dinamik dan persentase dosis terkecil dimiliki oleh teknik Inverse IMRT. Pergerakan anterior posterior memberikan konstribusi terhadap peningkatan persentase dosis pengukuran TLD dengan TPS untuk teknik EDW, Forward IMRT, dan Inverse IMRT berkisar antara 2% sampai 50%.

This research aimed to evaluate point doses in breast cancer cases for the Enhanced Dynamic Wedge (EDW), Forward IMRT, and Inverse IMRT techniques. The evaluation was conducted considering motion, such as human respiratory motion. The study utilized a female Rando phantom during the Treatment Planning System (TPS) to obtain CT values approximating human tissue density. Furthermore, a 30 cm  30 cm  10 cm  Slab phantom RW3 was used in the research. The phantom was employed for measurements performed on the Linear Accelerator (Linac), simulating a stationary couch and translational motion in the Anterior-Posterior (AP) plane to mimic respiratory-induced motion. Point dose measurements were taken using the LiF-100 thermoluminescence dosimeter (TLD).  From this study, it was found that in the target areas, namely the upper and lower breast regions, as well as the Organ at Risk (OAR) areas, the EDW technique exhibited the highest percentage of dose in dynamic conditions, while the Inverse IMRT technique had the lowest percentage of dose. The anterior-posterior motion contributed to an increase in the percentage of dose measurement differences between TLD and TPS for the EDW, Forward IMRT, and Inverse IMRT techniques, ranging from 2% to 50%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joel Valerian
"Penjaminan mutu dalam radioterapi adalah proses yang penting agar penggunaan radiasi memberikan manfaat yang maksimal. Saat ini sedang berkembang implementasi machine
learning (ML) dalam proses penjaminan mutu treatment planning. Pada penelitian ini, 34 treatment plan intensity-modulated radiation therapy (IMRT) optimal dan 10 treatment
plan IMRT suboptimal dari Rumah Sakit Siloam MRCCC Semanggi digunakan dalam
pemelajaran model ML berjenis autoencoder untuk pendeteksian anomali yang dikembangkan menggunakan PyTorch. Terdapat empat tahap dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan, tahap pengembangan, tahap validasi, dan tahap evaluasi. Pada tahap pengembangan, data mentah disiapkan agar siap digunakan untuk pemelajaran model.
Pada tahap pengembangan, model dibuat menggunakan PyTorch dan dilakukan
optimisasi hyperparameter. Akurasi hasil pemelajaran model akan dianalisis pada tahap validasi. Terakhir, pada tahap evaluasi, kemampuan model dievaluasi dengan melakukan uji statistik Mann-Whitney U test pada parameter dose-volume histogram (DVH), fitur radiomics, dan metrik DVH (conformity index dan homogeneity index). Model menggunakan 161 fitur radiomics dengan konfigurasi paling optimal adalah epochs sebanyak 1.250 iterasi, konfigurasi hidden layers 150-50-17, dan learning rate sebesar
0,2. Hasilnya menunjukkan akurasi sebesar 30% dengan 7% fitur radiomics, 50% parameter DVH, dan homogeneity index berbeda secara signifikan. Setelah dilakukan pembersihan yaitu membuang data dengan nilai conformity index di bawah satu, didapat akurasi sebesar 17% dengan 12% fitur radiomics, 45% parameter DVH, dan kedua metrik
DVH berbeda secara signifikan. Jika hanya digunakan fitur radiomics yang berbeda secara signifikan, didapat akurasi naik menjadi 90%. Dari hasil ini, disimpulkan bahwa fitur radiomics kurang mampu mengkarakterisasi kualitas treatment plan. Selain itu, segmentasi planning target volume (PTV) beserta kelompok fitur radiomics firstorder adalah pembeda utama antara treatment plan optimal dengan suboptimal.

Quality assurance in radiotherapy is an important process so that the use of radiation provides maximum benefits. Currently, the implementation of machine learning in the quality assurance of treatment planning is growing. In this study, 34 optimal intensity- modulated radiation therapy (IMRT) treatment plans and 10 suboptimal IMRT treatment plans obtained from Siloam MRCCC Semanggi Hospital were used to train a machine
learning model called autoencoder for anomaly detection developed using PyTorch. There were four stages in this study, namely the preparation stage, development stage, validation stage, and evaluation stage. At the development stage, the raw data was
prepared so that it is ready to be used for training. At the development stage, the model was developed and a hyperparameter optimization was performed. The accuracy of the
model was analyzed at the validation stage. Finally, at the evaluation stage, the model performance was evaluated by performing Mann-Whitney U test on dose volume histogram (DVH) parameters, radiomics features, and DVH metrics (conformity index and homogeneity index). The model used 161 radiomics features with an epochs of 1,250 iterations, 150-50-17 hidden layers configuration, and a learning rate of 0.2 being the most optimal configuration. The results showed an accuracy of 30% with 7% of radiomics
features, 50% of DVH parameters, and the homogeneity index being different
significantly. After refinement, that is removing data with conformity index below one, the accuracy became 17% with 12% of radiomics features, 45% of DVH parameters, and both DVH metrics being different significantly. If the radiomics features used are those
that were significantly different, the accuracy increased to 90%. From these results, it can be concluded that the radiomics features are unable to characterize the quality of the
treatment plan. In addition, planning target volume (PTV) segment along with the firstorder radiomics feature group is the main differentiator between optimal and suboptimal treatment plans.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Waliyyulhaq
"Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas dari perencanaan terapi menggunakan conformity index (CI) dan homogeneity index (HI) pada kasus kanker paru-paru. Dengan menggunakan 5 pasien kanker paru-paru yang berada pada paru kanan. Dilakukan evaluasi pengaruh dari dose grid, kalibrasi densitas elektron berdasarkan fan beam dan cone beam CT.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan pasien dengan volume target berukuran besar memiliki kecenderungan CI yang rendah dan HI yang tinggi. Pada penggunaan variasi grid dose, nilai CI dan HI masing-masing kurang dari 0.02 dan 0.013. Perbedaan perhitungan antara cone beam dan fan beam adalah 10% untuk CI dan 60% untuk HI.

This research aims to compare the quality of planning by using conformity index (CI) and homogeneity index (HI) for lung cancer cases. We used 5 lung cancer patients which is located in right lung. We evaluated the impact of dose grid, eletron density calibration based on fan beam and cone beam CT.
The results of shows the patient with big size target volume has tendency low CI value and high HI. On the use of grid dose variation, the CI and HI values less than 0.02 dan 0.013, respectively. The differences between the cone beam and fan beam calculation was 10% for CI and 60% for HI.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S62136
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>