Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152974 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Hasani
"Tesis ini membahas kegagalan intelijen dalam penanganan TPPU di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan siklus intelijen di PPATK, faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan intelijen dan strategi yang dapat digunakan untuk menghindari kegagalan tersebut. Peneliti menggunakan tool fishbone untuk menganalisis faktor-faktor penyebab kegagalan intelijen dan tool SWOT untuk menyusun strateginya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PPATK mempunyai SOP dalam setiap tahapan siklus intelijen. Dalam pengumpulan data PPATK cenderung pasif dan produk intelijen yang disampaikan kepada penegak hukum berupa Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Dari penelitian ini diketahui penyebab kegagalan intelijen berdasarkan pendekatan pada konsep kegagalan intelijen menurut Thomas Copeland. Strategi yang dapat dilakukan PPATK untuk menghindari kegagalan intelijen dalam penanganan TPPU yakni dengan menggunakan kekuatan internal yang ada untuk memanfaatkan peluang dari lingkungan eskternal. Strategi tersebut adalah mengoptimalkan fungsi Komite TTPU dan Komite Intelijen, meningkatkan kuantitas pelapor dan kualitas laporannya, meningkatkan sinergi dengan penegak hukum dan mempercepat pembangunan training center.

This thesis discusses The intelligence failure in handling of money laundering in Indonesia. The purpose of this research was to investigate the implementation of intelligence cycle in PPATK, the factors that cause the failure of intelligence and strategies that can be used to avoid such failures. The researcher used fishbone tool to analyze the factors that cause the failure of intelligence and SWOT tool to compile the strategy.
The results showed that PPATK has SOP (Standard Operating Procedure) in every stage of the intelligence cycle. PPATK collected data passively and their intelligence products delivered to law enforcement agency in the form of LHA (Report of Analysis) and LHP (Report of Examination).
From this research known causes of intelligence failure approach based on the concept of intelligence failures by Thomas Copeland. Strategies that can be done of PPATK to avoid intelligence failure in the handling of TPPU by using the existing internal strength to take advantage of opportunities from the external environment. The strategy is to optimize function TTPU Committee and the Intelligence Committee, to improve the quantity and quality of the report, increase synergies with law enforcement agency and to speed up the construction of the training center."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sasono
"Diilhami dari penelitian tentang metode pencucian uang melalui kartu kredit di Amerika Serikat pada tahun 2002, sejumlah parameter dan pendekatan rezim anti pencucian uang disesuaikan dengan kondisi saat ini di Indonesia. Sebagai Financial Intelligence Unit, PPATK merupakan kunci sentral dari Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia dan ditantang untuk menemukan metoda pencegahan pencucian uang yang efektif di Indonesia. Ketika pencucian uang di Indonesia sangat lekat dengan korupsi dan penyuapan, PPATK mengungkap bahwa pencucian uang melalui kartu kredit adalah hal baru di Indonesia. Penelitian ini berupaya melihat potensi risiko pencucian uang melalui transaksi kartu kredit di Indonesia, dimana praktek Credit Card Laundering yang mengandung potensi besar kerawanan dibiarkan menjamur. Penelitian diarahkan untuk memahami fenomena tersebut dan mendapatkan formulasi strategi yang handal untuk mencegah perluasan metoda pencucian uang dimasa yang akan datang. Pendekatan penelitian akan menggunakan studi kasus dalam bentuk gratifikasi. Analisa yang digunakan adalah sebuah pendekatan dengan metoda pengujian risiko dan ancaman yang mengikuti formula R = T + V + C. Berdasarkan sejumlah masukan dan temuan yang terungkap selama penelitian diketahui bahwa pemasalahan utama yang menjadi risiko terbesar yang dihadapi adalah kerentanan akibat tidak adanya sinergi antar PPATK, regulator dan penegak hukum serta pihak pelapor (PJK). Selain itu kemampuan intervensi PPATK yang lemah serta pemahaman dari hakikat pencucian uang yang masih minim.

Inspired by a research held on 2002 in United States regarding Money Laundering Extension through Credit Cards, this research was set with some adjustment of parameters and approach to anti-money laundering regime adapted to current conditions in Indonesia. As a Financial Intelligence Unit, INTRAC is a central key of the Anti-Money Laundering Regime in Indonesia and challenged to find a method of prevention of money laundering in Indonesia. While money laundering in Indonesia very closely with corruption and bribery, PPATK revealed that money laundering through a credit card is a new thing in Indonesia. This study seeks to look at the potential risk of money laundering through credit card transactions in Indonesia. The practice of Credit Card Laundering which is known to potentially vulnerable for money laundering was greatly accepted as a common practice in Indonesia. The research directed to understanding the phenomenon and to obtain a reliable strategy formulation for the prevention of money laundering methods in the future. Research approach will use a case study in the form of gratification. The analysis used in this research will be tested with risks assessment formulation as follows R = T + V + C. The number of entries and the findings revealed during research had raised the core problem facing in risk mitigation is vulnerability due to the lack of synergy between INTRAC, regulators and law enforcement agencies as well as the complainant (CHD). In addition, INTRAC capabilities to intervention were inadequate and there is lack of understanding for the nature of money laundering itself within the society."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amalia
"Pendekatan follow the money berupaya menemukan uang/harta benda/kekayaan lain yang dapat dijadikan sebagai alat bukti obyek kejahatan dan sudah barang tentu setelah melalui analisis transaksi keuangan dan dapat diduga bahwa uang tersebut sebagai hasil kejahatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu dengan meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan juga melakukan wawancara dengan narasumber. Pendekatan follow the money dalam memberantas tindak pidana khususnya tindak pidana pencucian uang dirasakan masih lemah, dari segi penegakan hukum di Indonesia masih banyak yang enggan untuk menerapkan pendekatan ini. Di dalam follow the money terdapat tindakan progresif yang didasarkan kepada pengungkapan kasus yang dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pembuktian di persidangan melalui pendekatan follow the money sebagai complementary dari pendekatan follow the suspect yang sudah mendarah daging dipahami dan dipedomani oleh penegak hukum, sehingga apabila follow the suspect juga dilengkapi dengan pendekatan follow the money maka akan memperoleh hasil yang maksimal.

Follow the money approach tries to find the money property other property that can be used as evidence the object of the crime after going through the analysis of financial transactions and can be presumed that the money as proceeds of crime. By using normative juridical research method in the form of a literature study to examine the document in the form of literature books, regulations, and also conduct interviews with sources. Follow the money approach in combating the crime of money laundering in particular is still weak, in terms of law enforcement in Indonesia many are reluctant to adopt this approach. In follow the money there is a progressive action based on the disclosure of the starting level of inquiry, investigation, prosecution, and proof at trial through approaches follow the money as a complementary approach of follow the suspect ingrained understood and guided by law enforcement, so that if follow the suspect is also equipped with an approach follow the money it will get the maximum results."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T47431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Gani Jaya
"Kejahatan kerah putih (white color crime), layaknya dunia bisnis, sudah tidak lagi mengenal batas negara. Bahkan uang hasil kejahatan dari sebuah negara dapat ditransfer ke negara lain dan diinvestasikan ke dalam berbagai bisnis yang sah. Kegiatan ini disebut sebagai praktik pencucian uang (money laundering). Dengan dimungkinkannya praktik pencucian uang maka memberi peluang bagi pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatannya. Untuk mencegah ini maka setiap negara diharapkan mempunyai aturan yang melarang uang hasil kejahatan untuk ditanamkan di berbagai bidang usaha yang sah. Indonesia menjadi salah satu negara yang dari para pelaku kejahatan kerah putih untuk melakukan pencucian uang. Hal ini disebabkari karena pertama, Indonesia selama ini belum memiliki ketentuan yang mengatur larangan bank atau pelaku bisnis untuk menerima uang hasil kejahatan. Tidak ada ketentuan yang membolehkan pelacakan dari mana uang tersebut diperoleh tetapi justru memiliki sistem kerahasiaan perbankan yang ketat, dan kedua, para pelaku kejahatan melihat banyaknya peluang bisnis yang sah yang mereka dapat masuki. Apalagi dengan keterpurukan perekonornian Indonesia belakangan ini dan kebutuhan Indonesia untuk mendatangkan investor asing yang telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang menarik untuk dimasuki. Praktik kejahatan pencucian uang selalu dikaitkan atau dihubungkan dengan institusi perbankan dan proses pencucian uang ini dilakukan melalui tiga fase, yaitu: placement, layering, dan integration. Fase pertama, placement, dimana pemilik uang tersebut menempatkan dana haramnya ke dalam sistem keuangan (financial system), melalui bank. Dan satu bank kemudian dipindahkan ke bank yang lain (acount to acount}, dan dari satu negara ke negara yang lain (state to state) maka uang haram tersebut telah menjadi bagian dalam satu jaringan keuangan global (global finance). Dengan demikian bank merupakan pintu utama dari fase pertama tindak kejahatan money laundering. Fase kedua, layering, dimana pemilik dana telah memecah uang haramnya ke dalam beberapa rekening dan antar negara. Hal dilakukan untuk menghindari kecurigaan otoritas moneter mengenai jumlah uang yang demikian besar menjadi beberapa rekening dengan nilai nominal yang relatif, tidak mencurigakan juga diatasnamakan beberapa nasabah yang tidak saling mengenal satu sama lain. Pemecahan ke dalam beberapa lapis nasabah melalui beberapa lapis rekening antarbank antarnegara maka tindakan ini disebut pelapisan dengan maksud menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut. Fase ketiga integration, dilakukan setelah proses layering berhasil mencuci uang haram tersebut menjadi uang bersih (clean money), untuk selanjutnya dapat digunakan dalam kegiatan bisnis atau kegiatan membiayai organisasi kejahatan (crime organization) yang mengendalikan uang tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
T17285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Indra Junardi
"Penerbitan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 23. Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ternyata belum dapat membatasi ruang gerak peredaran uang haram melalui perbankan yang beroperasi di Indonesia, namun disamping itu juga berdampak positif dan negatif terhadap Penanaman Modal Asing. Semua pihak masih pesimis apakah undang-undang ini akan mampu mengurangi praktik pencucian uang di Indonesia. Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah apa hubungan Undang-Undang No.15 Tahun 2002 jo Undang-Undang No.25 Tahun 2003 dengan PMA di Indonesia, dan apa yang menjadi dampak Positif dan Negatif dari pemberlakuan Undang-Undang anti Money Laundering terhadap Penanaman Modal Asing, dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut. Tujuan penulisan ini adalah: mencoba untuk memberikan data dan analisa tentang investasi oleh Penanaman Modal Asing di Indonesia; bagaimana upaya untuk mempertahankan dan menarik Penanaman Modal Asing di Indonesia. Penulisan ini dilakukan dengan metode penelitian yang bertitik tolak pada penulisan secara desktiptif analitis. Data yang diperoleh meliputi literature hukum, data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), data dari BPS, pendapat ahli hukum yang ditulis dalam Koran ataupun buku serta peraturan perundang¬undangan yang berkaitan dengan masalah Tindak Pidana Pencucian Uang dan wawancara langsung dengan narasumber di BKPM. Penanggulangan dampak negatif UU Money Laundry yaitu dengan menjaga investasi asing yang ada dan menarik investasi asing yang baru dengan melaksanakan kebijakan yang menyeluruh, menjamin para investor yang menanamkan modal, membangun hubungan yang baik dengan investor, memberikan jaminan keamanan, dan menetapkan kebijakan moneter yang menjamin kestabilan mata uang."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sahetapy, Athilda H.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T37586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunus Husein
"Money Laundering it considered as a transnational organized crime. T he logic of elimination money laundering it to omit the criminal motivation to enjoy their proceed of crime. The efforts to eliminate money laundering is much related to the issues of national jurisdiction. Thus, it requires international cooperation among countries, where international law is needed Even though there is still no specifyc convention about money laundering, but regulation about money laundering is* partially arranged in some conventions such os Wanna Convention l988 and in UN Convention on Transnational Organized Crimes 2000. ,indonesia has enected a regulation about money laundering that is' UU no. I5 year of.2000, which is amended by no. 25 year of 2003. This article will describe the implementation of international law on money laundering in Indonesia and the reason why Indonesia it still included in the list of non-cooperatives countries and territories (NCCI)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
JHII-1-2-Jan2004-342
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sujarwo
"Tesis ini membahas tentang Strategi Nasional Pcncegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia. Menyadari bahwa ancaman tindak pidana pcncucian uang sebagai kejahatan serius yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian dan integritas sistcm keuangan serta mengamcam kepentingan nasional, berdampak luas dan membahayakan scndiwsendi kehidupan bcrmasyarakat, bcrbangsa. dan bemcgara, maka upaya pencegahan dan pcmbcrantasan harus dilakukan melalui langkah-langkah konseptual dan menyeluruh melalui sebuah strategi nasiorml yang melibatkan scmua unsur kehidupan berbangsa dan bernegara, Strategi Nasional Pcncegahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia mcntpakan kcbijaknn nasional yang dirumuskan dan digunakan sebagai arah kebijakan dalam kcrangka pengembangan Rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa, dalam upaya pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di lndoacsin yang efektif maka kerjasama yang sangal baik diantara instansi terkait yang meliputi penyedia jasa kcuangan, PPATK, otoritas Iembaga keuangan, Kepolisian, Kejaksaan dan Pcngadilan, scrta dukungan pcnuh dari seluruh masyarakat Indonesia rnerupakan modal utama yang sangat diperlukan schingga diharapkan berdampak positif khususnya bagi upaya Pcnccgahan dan Pcmberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia dan perkcmbangan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

This thesis discusses the National Strategy for Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia. Realizing that the threat of money laundering as an extraordinary -crime that can disrupt economic stability and integrity of the financial system and also threaten the national interest. it can cause wide spread effect and endanger lives of society, nation, and state, then the prevention and eradication efforts must be made through the conceptual steps and through a comprehensive national strategy involving all elements of national and state. National Strategy for Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia is the national policy Is formulated and used as the direction of policy within the framework of the development of Anti Money Laundering Regime: in lndonesia. The results of this study suggest that, in an effort to the lmplementation of the National Strategy on Prevention and Eradication Money Laundering in Indonesia that are effective, then the very good cooperation among relevant agencies including providers of financial services. INTRAC, the authority of financial institutions, police judiciary and courts, and the full support of the entire people of Indonesia is the main capital that is necessary so that the expected positive impact, especially for the efforts on the Prevention and Eradication of Money Laundering in Indonesia and the development of the Indonesian economy."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T33703
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Purwaningsih
"Peredaran gelap narkotika adalah salah satu bentuk kejahatan transnasional yang dilakukan terorganisasi dan melibatkan banyak pelaku dengan peran serta fungsi khas, termasuk perempuan. Dalam kejahatan narkotika transnasional yang terorganisasi, keterlibatan perempuan tidak hanya sebagai konsumen dan kurir narkotika ilegal, namun juga dalam kegiatan pencucian uang hasil kejahatan narkotika. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan dan menganalisis keterlibatan perempuan dalam kegiatan pencucian uang hasil peredaran gelap narkotika di Indonesia berdasarkan kasus yang pernah ditangani Badan Narkotika Nasional tahun 2016 hingga 2018. Wawancara mendalam dilakukan kepada empat orang orang pelaku dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil peredaran gelap narkotika oleh keempat orang pelaku tersebut. Hasilnya adalah gambaran mengenai bagaimana bentuk keterlibatan perempuan dalam TPPU hasil kejahatan narkotika dan gambaran mengenai karakteristik keterlibatannya, yaitu sebagai pelaku aktif yang tidak terlibat langsung di kejahatan narkotika atau aider, serta sebagai pelaku pasif atau abettor. Setelah itu dilakukan analisis mengenai faktor-faktor penyebab keteribatan tersebut.

Illicit drugs trafficking is one of transnational organized crime which involving many people with their own distinctive roles and funtions, including female. In organized transnational drugs crime, female involvement not only as comsumer and as a courier, but also in money laundering from drugs crimes. This Study use a Qualitative Approach to describe and analyze the involvement of female in money laundering as a crime from illicit drug trafficking in Indonesia based on the cases that have been disclose by National Narcotics Board from 2016 to 2018. Conduct in-depth interview with four offender and the parties directly involved in disclosure of money laundering (TPPU). As a result, the description of how the involvement of women in Money laundering related to narcotics crimes and a description of the characteristics of their involvement, namely as active actors who are not directly involved in narcotics crime or aider, as well as passive actors or abettor. Furthermore, an analysis of the factors causing the involvement.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52756
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refki Saputra
"Kriminalisasi aktivitas pencucian uang, pada dasarnya merupakan respon atas sulitnya mengungkap kejahatan terorganisir. Hal ini dilakukan karena pelaku menggunakan teknik-teknik pencucian uang untuk menyembunyikan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut. Melalui pendekatan anti-pencucian uang, proses penegakan hukum diarahkan tidak hanya sekedar menemukan pelaku kejahatan, melainkan juga mencari harta kekayaan hasil kejahatan. Rezim anti-pencucian uang kemudian dianggap sebagai strategi baru dalam memberantas kejahatan dengan merampas hasil kejahatannya. Tatkala para pelaku kejahatan dihalangi untuk menikmati hasil kejahatannya, maka diharapkan motivasi untuk melakukan kejahatan juga menjadi sirna. Regulasi anti-pencucian uang di Indonesia, sejauh ini sudah cukup memberikan panduan kepada institusi yang terlibat dalam implementasi rezim anti-pencucian uang sebagai bagian dari upaya memberantas kejahatan (tindak pidana asal). Hal ini misalnya tampak dari ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan upaya penelusuran hasil kejahatan. Misalnya terkait dengan ketentuan pelaporan dan analisis transaksi keuangan, upaya mengamankan aset hasil kejahatan dalam ketentuan terkait dengan penundaan, penghentian transaksi, pemblokiran, penyitaan, hingga upaya perampasan hasil kejahatan. Agar dapat memaksimalkan pemberantasan kejahatan, maka perlu adanya kesamaan persepsi diantara penegak hukum, bahwa kriminalisasi aktivitas pencucian uang merupakan pintu masuk dalam mengungkap kejahatan. Proses pembuktian harus dilakukan secara efisien dengan menggunakan mekanisme pembuktian terbalik. Selain itu juga, proses peradilan tindak pidana pencucian uang harus selalu diarahkan untuk menemukan hasil kejahatan untuk kemudian dirampas atau dikembalikan kepada yang berhak.

The criminalization of money laundering activities, essentially a response to the difficulty of uncovering organized crime. This is done because the perpetrators use techniques of money laundering to conceal wealth obtained from the crime. Through the anti-money laundering approach, law enforcement process directed not only to find the perpetrators, but also to seek the proceeds of crime. Anti-money laundering regime is then considered as a new strategy to fight against crime by seizing the proceeds of crime. When the perpetrators are prevented from enjoying the proceeds of crime, it is expected that the motivation to commit crimes also be annihilated. Anti-money laundering regulation in Indonesia, so far is sufficient to provide guidance to the institutions involved in the implementation of anti-money laundering regime as part of efforts to combat crime (predicate offenses). It can be seen from the provisions relating to the search effort of criminal proceeds. For instance associated with the provision of financial transaction reporting and analysis, to secure the assets of criminal proceeds in the provisions relating to delays, termination of the transaction, blocking, seizure, up to confiscation of proceeds of crime. In order to maximize efforts to fight crime, we need a shared understanding among law enforcement agencies, that the criminalization of money laundering activity is an entry point to uncovering crime. Trial process must be done efficiently by using the reversal of burden of proof. In addition, the judicial process of money laundering should always be directed to locate the proceeds of crime, to be seized or returned to those entitled."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>