Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85409 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofi Ulfiasari
"Fenomena lumpur Sidoarjo yang dikenal sebagai LUSI muncul tahun 2006 di Porong, Sidoarjo. Fenomena LUSI merupakan salah mud volcanoes terbesar didunia yang menyemburkan material panas mengandung salah satu gas rumah kaca metana, aerosol garam dan uap air. Metana yang terlepas ke lapisan atmosfer 72 kali jauh lebih mematikan dibandingkan CO2 selama lebih dari 20 tahun dan dapat menyebabkan percepatan pemanasan global yang sangat sulit dikontrol Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang menguap dan semakin besar potensi turunnya hujan deras. Hujan deras dengan intensitas lebih dari atau sama dengan 50 mm merupakan salah satu indikasi hujan ekstrem. Daerah penelitian meliputi 30 km jarak dari kolam lumpur Sidoarjo, dengan menggunakan perhitungan variabilitas dan kecenderungan Mann Kendall tampak secara spasial hujan ekstrem pada periode 2007-2014 lebih berfluktuatif dibandingkan dengan periode 1980-2006, terutama pada jarak 10-20 km dari kolam lumpur Sidoarjo.

Sidoarjo Mud phenomenon known as LUSI appeared in 2006 in Porong, Sidoarjo. The phenomenon of LUSI mud volcanoes is one of the largest physical blow hot material contains one of the greenhouse gases methane, the salt aerosol and water vapor. The methane atmospheric layers apart 72 times far more deadly than the CO2 for over 20 years and can lead to the acceleration of global warming very difficult controlled the higher the temperature, the more water evaporates and the greater the potential decline in heavy rain. Heavy rain with intensity greater than or equal to 50 mm is one indication of extreme rainfall. The research area covers 30 km distance from mud Sidoarjo, using the calculation of variability and trends of Mann Kendall looks in extreme rainfall spatial in the period 2007-2014 more fluctuate compared to the period 1980-2006, especially at a distance of 10-20 km from mud Sidoarjo."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofi Ulfiasari
"Fenomena lumpur Sidoarjo yang dikenal sebagai LUSI muncul tahun 2006 di Porong, Sidoarjo. Fenomena LUSI merupakan salah mud volcanoes terbesar didunia yang menyemburkan material panas mengandung salah satu gas rumah kaca metana, aerosol garam dan uap air. Metana yang terlepas ke lapisan atmosfer 72 kali jauh lebih mematikan dibandingkan CO2 selama lebih dari 20 tahun dan dapat menyebabkan percepatan pemanasan global yang sangat sulit dikontrol Semakin tinggi suhu, semakin banyak air yang menguap dan semakin besar potensi turunnya hujan deras. Hujan deras dengan intensitas lebih dari atau sama dengan 50 mm merupakan salah satu indikasi hujan ekstrem. Daerah penelitian meliputi 30 km jarak dari kolam lumpur Sidoarjo, dengan menggunakan perhitungan variabilitas dan kecenderungan Mann Kendall tampak secara spasial hujan ekstrem pada periode 2007-2014 lebih berfluktuatif dibandingkan dengan periode 1980-2006, terutama pada jarak 10-20 km dari kolam lumpur Sidoarjo.

Sidoarjo Mud phenomenon known as LUSI appeared in 2006 in Porong, Sidoarjo. The phenomenon of LUSI mud volcanoes is one of the largest physical blow hot material contains one of the greenhouse gases methane, the salt aerosol and water vapor. The methane atmospheric layers apart 72 times far more deadly than the CO2 for over 20 years and can lead to the acceleration of global warming very difficult controlled the higher the temperature, the more water evaporates and the greater the potential decline in heavy rain. Heavy rain with intensity greater than or equal to 50 mm is one indication of extreme rainfall. The research area covers 30 km distance from mud Sidoarjo, using the calculation of variability and trends of Mann Kendall looks in extreme rainfall spatial in the period 2007-2014 more fluctuate compared to the period 1980-2006, especially at a distance of 10-20 km from mud Sidoarjo."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S62255
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Achmad Abdillah
"Beberapa jenis instrumen curah hujan yang banyak dipakai seperti rain gauge, citra satelit, dan radar cuaca masih memiliki kekurangan terutama pada resolusi spasial. Instrumen curah hujan alternatif yang banyak dikembangkan adalah dengan menggunakan model Deep Learning dengan masukan citra tangkapan kamera pengawas. Beberapa studi telah berhasil membangun model untuk mendapatkan nilai curah hujan dengan berbagai performa. Namun salah satu kendala yang ditemui dalam pembangunan sistem estimasi curah hujan adalah latar belakang rintik hujan pada citra kamera pengawas. Objek latar belakang yang lebih mengisi citra dibandingkan rintik hujan membuat model dengan banyak bentuk latar belakang tidak dapat mencapai performa yang diinginkan. Penelitian ini menganalisa pengaruh bentuk latar belakang citra kamera pengawas terhadap performa dari sistem estimasi curah hujan. Sistem estimasi curah hujan dibuat dengan model berarsitektur RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network). Objek latar belakang citra yang dipilih pada penelitian ini terdiri dari gedung, jalan beraspal, atap, dan kombinasi antara keduanya. Data curah hujan referensi didapat dari perangkat tipping bucket dengan resolusi 0,2 mm/menit. Hasil eksperimen menunjukan bahwa gedung menjadi bentuk objek latar belakang yang menghasilkan performa yang terbaik dengan nilai MAE sebesar 0.0823 dan MSE sebesar 0.0164, dengan catatan citra yang digunakan adalah citra grayscale. Hasil dari pengujian model menunjukan performa dipengaruhi oleh eksistensi benda bergerak pada latar belakang rintik hujan.

Several types of rainfall measurement instrumens, such as Rain Gauge, satellite imagery, and weather radar, still have limitations, especially in spatial resolution. An alternative rainfall measurement instrumen that has been widely developed is using Deep Learning models with input from surveillance camera images. Some studies have successfully built models to estimate rainfall values with various performances. However, one of the challenges encountered in the development of rainfall estimation systems is the background of surveillance camera images. Objects in the background that occupy a significant portion of the image compared to raindrops make models with certain background shapes unable to achieve the desired performance.This research analyzes the influence of background image shapes from surveillance camera images on the performance of a rainfall estimation system. The estimation system is built using the RFCNN (Rainfall Convolutional Neural Network) architecture. The selected background objects in this study include buildings, paved roads, roofs, and combinations of both. The reference of rainfall data are obtained from a Tipping Bucket device with a resolution of 0.2 mm/minute. The experimental results show that buildings are the background object shape that yields the best performance, with an MAE (Mean Absolute Error) value of 0.0823 and an MSE (Mean Squared Error) value of 0.0164, given that grayscale images are used. The model testing results indicate that performance is influenced by the presence of moving objects in the raindrop background."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Lasmidjah Diponegoro
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1980
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
"Dalam kehidupan kita sehari-hari, air sangatlah penting bagi makhluk hidup tidak hanya bagi tumbuhan dan hewan tetapi juga yang terpenting bagi manusia.
Seringkali terjadi, air yang mengalir di suatu sungai suatu ketika meluap dan menggenangi sawah-sawah, pemukiman dan merusak semua yang ada baik bangunan-bangunan struktur ataupun juga tanaman-tanaman petani atau bahkan kadangkala sampai merenggut jiwa manusia. Air yang semula menjadi sahabat manusia bisa menjadi lawan yang sulit dihadapi. Semua itu sebenamya tidak terlepas dari perubahan alam yang diakibatkan oleh segala aktifitas manusia. Air sangatlah berguna untuk berbagai kepentingan hidup manusia, bisa untuk minum, mandi, mencuci, irigasi, sumber listrik dan sebagainya tetapi tidak selamanya air yang kita gunakan sehari-hari tersebut akan memiliki kualitas dan kuantitas yang sama sepanjang waktu bila dari sumber daya manusia yang ada tidak memiliki keinginan untuk memelihara air tersebut.
Berbagai aktifitas manusia senantiasa menimbulkan perubahan terhadap alam dan hal yang cukup besar pengaruhnya bagi sumber-sumber ketersediaan air adalah bila apa yang dilakukan manusia merubah dari ekosistem yang rnerupakan DAS (Daerah Aliran Sungai) bagi sungai. DAS tersebut oleh manusia dimanfaatkan untuk beragam kebutuhan antara lain sebagai lahan pemukiman, lahan persawahan dan lahan lain-lainnya.
Pemanfaatan lahan di suatu DAS untuk berbagai tata guna lahan tersebut tentunya juga akan mempengaruhi besarnya aliran yang terjadi di sungai dan pengaruh tersebut jelas berbeda untuk masing-masing tata guna lahan. Untuk itu telah ada sebuah alat bantu berupa model umum dari hubungan hujan aliran yang dapat memperkirakan berapa besar aliran yang akan teljadi di suatu sungai bila di dalam DASnya terdapat beberapa pemanfaatan tata guna lahan.
Namun model tersebut hanyalah dapat memperkirakan aliran yang terjadi dari suatu kesatuan unit DAS, sedangkan masalah yang nyata di lapangan Iebih kompleks dimana di dalam DAS itu sendiri terbagi menjadi sub-sub DAS dan ruas-ruas sungai. Modal tersebut tidak bisa kita pergunakan untuk memperkirakan berapa besarnya aliran yang juga akan terjadi bila aliran dari suatu bab DAS yang terdiri beberapa tata guna lahan mengalir melalui alur sungai.
Oleh karena itu maka model hubungan hujan aliran tersebut haruslah dikembangkan lagi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam rangka pemeliharaan maupun pengendalian aliran sungai. Model hubungan hujan aliran yang dikembangkan selanjutnya ini akan dapat memperhitungkan besarnya aliran dari setiap sub DAS yang terdiri dari berbagai pemanfaatan lahan dan juga dapat memperkirakan berapa besarnya aliran yang terjadi bila aliran yang dihasilkan tersebut mengalir melalui alur sungai sehingga kita dapat memanfaatkan model hubungan hujan aliran secara maksimal."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S34989
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryatmaning Hany W.
"Perencanaan bangunan-bangmman air yang besar dan bermanfaat bagi umum harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati. Bangunan air yang efisien dad segi biaya tetapi berfungsi optimum dan tinggi keamanannya membutuhkan pilihan kapasitas yang tepat yang akan ditampung oleh bangunan tersebut, yang diukur dari banyaknya air yang ditampung atau dialirkan melalui bangunan tersebut dalam satuan waktu tertentu.
Intensitas hujan adalah salah satu komponen pengolah data yang diperlukan untuk menentukan kapasitas suatu bangunan air. Intensitas hujan merupakan ukuran banyaknya curah hujan yang jatuh dalam satuan walclu tertenm Penelitian yang sudah umum dilakukan terhadap intensitas hujan adalah padajumlah curah hujan setiap jam dan jumlah curah hujan setiap hari, sementara hubungan antara jumlah curah hujan tahunan dengan jumlah hari hujan tahunan belum banyak diteliti.
Tulisan ini meneliti ada tidaknya hubungan antara jumlah curah hujan tahunan dengan jumlah had hujan tahunan. Penelitian dilakukan dengan metode statistlka terhadap data-data jumlah curah hujan dan jumlah hari hujan dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Data-data yang digunakan diambil dan stasiun-stasiun pengukur curah hujan yang ada di Pulau Jawa."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34638
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deka Alif Renaldy
"Curah hujan ekstrim diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pemanasan global di sebagian besar dunia dikarenakan adanya peningkatan konsentrasi uap air atmosfer. Amplikasi curah hujan ekstrim dapat meningkatkan intensitas dan frekuensi banjir yang merugikan di berbagai sektor. Melaui investigasi spasial dan temporal berdasarkan indikator hujan ekstrem yaitu meliputi aspek frekuensi, persistensi, absolut maksimal dan rata-rata per kejadian. Penelitian ini mengungkap kecenderungan hujan ekstrem dan karakteristik hujan ekstrem di DAS Citarum Hulu periode 1980-2022. Analisis yang digunakan dikenal dengan metode non-parametrik yaitu Mann-Kendall Test sebagai salah satu metode yang paling populer digunakan untuk mengevaluasi ada tidaknya kecenderungan pada data rentang waktu hidrologi. Hasil menunjukkan bahwa secara spasial kecenderungan hujan ekstrem di DAS Citarum Hulu terdeteksi terdapat 5 titik stasiun penakar curah hujan dengan kenaikan/penuruan trend secara signifikan dalam periode 1980-2022. Sedangkan secara termporal bulanan, memperlihatkan trend kenaikan/penurunan signifikan terjadi pada 12 lokasi stasiun curah hujan di DAS Citarum. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa kondisi topografi dan fenomena iklim (ENSO & IOD) terindikasi mempengaruhi intensitas curah hujan di DAS Citarum Hulu. Hasil dari visualisasi spasial curah hujan dan curah hujan ekstrem berdasarkan indikator hujan ekstrem juga menampilkan kecenderungan hujan ekstrem relatif tinggi di ketinggian >1000 mdpl dan berdasarkan analisis temporal bersama fenomena iklim ditemukan peningkatan curah hujan di tahun-tahun La Nina kuat IOD negatif, namun untuk curah hujan ekstrem tidak semua parameter menunjukkan keterkaitan terhadap fenomena iklim.

Extreme rainfall is expected to continue increasing along with global warming in most parts of the world due to an increase in the concentration of atmospheric water vapor. The application of extreme rainfall can increase the intensity and frequency of floods, which is detrimental in various sectors. Through spatial and temporal investigations based on extreme rain indicators, which include aspects of frequency, persistence, absolute maximum, and average per event, this study reveals the trend of extreme rainfall and the characteristics of extreme rain in the Citarum Upper Watershed for the period 1980-2022. The analysis used is known as the non-parametric method, namely the Mann-Kendall Test, as one of the most popular methods used to evaluate whether there is a trend in hydrological time span data. The results show that spatially, the trend of extreme rain in the Upper Citarum watershed was detected at 5 rainfall measuring stations with a significant increase/decrease trend in the 1980-2022 period. Meanwhile, on a monthly basis, a significant increase/decrease trend occurred in 12 rainfall station locations in the Citarum watershed. In this study, it is also known that topographical conditions and climatic phenomena (ENSO & IOD) are indicated to affect the intensity of rainfall in the Upper Citarum watershed. The results of the spatial visualization of rainfall and extreme rainfall based on extreme rain indicators also show a tendency for relatively high extreme rain at altitudes > 1000 meters above sea level. Based on a joint temporal analysis of climatic phenomena, it is found that there is an increase in rainfall in strong La Nina years when IOD is negative. However, for extreme rain, it does not show all parameters related to climate phenomena."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryfqy Rahmansyah Kushanando
"Hujan ekstrem adalah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi yang terjadi dalam periode waktu yang singkat, dan dapat menyebabkan dampak yang signifikan pada bentuk fisik bahkan kehidupan masyarakat (Cox dan Sweeney, 2013). Pulau Jawa merupakan pulau dengan curah hujan yang tinggi, pada klasifikasi curah hujan global Pulau Jawa masuk dalam kategori terakhir dalam enam kategori tingkat kebasahan global (Amruta, 2014). yang mengindikasikan bahwa Pulau Jawa memiliki potensi hujan ekstrem. Pulau Jawa merupakan pulau penting di Indonesia bahkan regional, Pulau Jawa merupakan rumah dari 56% Penduduk Indonesia (BPS 2020). Oleh karena itu diperlukan mitigasi berupa pendeteksian pola hujan ekstrem, pendeteksian dilakukan dengan analisis spasial dan temporal dari data CHIRPS selama 30 tahun. CHIRPS adalah database curah hujan yang dikembangkan oleh Climate Hazard Group. Sebagai batasan penelitian hujan ekstrem memiliki ambang batas 50 mm/hari menurut KEP. 009 tahun 2010.

Extreme rainfall is precipitation with very high intensity that occurs in a short period of time and can have significant impacts on both the physical environment and human life (Cox and Sweeney, 2013). Java Island is an island with high rainfall, based on global rainfall classification, Java Island falls into the last category among the six categories of global wetness levels (Amruta, 2014). This indicates that Java Island has the potential for extreme rainfall. Java Island is a crucial island in Indonesia and the region, being home to 56% of Indonesia's population (BPS 2020). Therefore, mitigation is needed in the form of detecting patterns of extreme rainfall, and the detection is carried out through spatial and temporal analysis of CHIRPS data over 30 years. CHIRPS is a land-based precipitation database which developed by Climate Hazard Group. As a research limitation, extreme rainfall is defined with a threshold of 50 mm/day according to KEP. 009 in 2010. From this threshold, temporal analysis is then conducted annually, monthly, and tri-monthly. Subsequently, spatial data processing is performed based on temporal data to analyse the locations of high-frequency extreme rainfall."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhasanah
"Jumlah curah hujan disuatu tempat sering dinyatakan dengan
keadaan rata-ratanya dalam sekala waktu yang panjang.
Pernyataan dengan rata-rata kenyataannya menyembunyikan
variabilitas jumlah hujan dalam sekala waktu yang lebih
pendek. Dengan menggunakan pendekatan statistik, yaitu
membandingkan besarnya penyimpangan jumlah hujan pada suatu
waktu terhadap rata-ratanya dalam sekala waktu yang pan
jang. maka nilai variabilitas secara rata-rata dapat diketahui.
Pola curah hujan di Propinsi Lampung sedikit berbeda dengan
propinsi-propinsi lain di Sumatera. Propinsi Lampung yang
mempunyai pantai Barat dan pantai Timur, curah hujan maksimum
di pantai Barat tidak selalu jatuh pada bulan November.
Jika berpegang pada dalil umum bahwa pantai Barat suatu
pulau mempunyai curah hujan yang lebih besar dari pantai
Timurnya, maka di Propinsi Lampung menunjukan sedikit
heterogenita dalam pola.
Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
distribusi curah hujan rata-rata bulanan dalam kaitannya
dengan variabilitas curah hujan bulanan di Propinsi
Lampung. Masai ah yang diajukan adalah:
1. Bagaimana distribusi curah hujan rata-rata di propinsi
Lampung dan faktor apa yang mempengaruhinya?
2. Dimana dan kapan di Propinsi Lampung terjadi variabi
litas jumlah hujan tertinggi dan terendah ?
3. Sejauh mana kaitan curah hujan rata-rata dengan variabilitasnya
di wilayah penelitian ?
Satuan analisis yang digunakan adalah satuan wilayah
pengamat hujan yang mencakup 46 stasiun. Analisa yang
dilakukan adalah korelasi peta diperkuat dengan uji
statistik (korelasi r Pearson) untuk mengetahui hubungan
antara curah hujan rata-rata dan variabi1itasnya dengan
ketinggian dan hubungan antara curah hujan rata-rata dengan
variabilitasnya.
Kesimpulan yang diperoleh adalah : Distribusi curah hujan
rata-rata tinggi sampai tertinggi terdapat di sekitar pantai Barat pada ketinggian 0 - 100 m dpi terjadi pada
bulan September sampai Januari dan di wilayah pedalaman
pada ketinggian dibawah 100 meter dpi, terjadi pada bulan
Desember sampai Maret. Di bagian Selatan wilayah penelitian
curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari. Untuk
curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan
Juli dan Agustus.
Faktor yang • mempengaruhi pola distribusi curah hujan
i)ulanan adalah faktor arah lereng, arah angin dan letak
DKAT.
Nilai Variabilitas curah hujan bulanan tinggi terdapat pada
region curah hujan rata-rata rendah, yaitu di bagian Sela
tan wilayah penelitian dan terjadi pada bulan Juli dan
Agustus, selain itu terdapat juga di sekitar pantai Timur
yang terjadi pada bulan Maret dan April, sedangkan nilai
variabilitas rendah terdapat di wilayah dengan jumlah curah
hujan rata-rata tinggi, yaitu di pantai Barat dan wilayah
pedalaman yang terjadi pada bulan Oktober sampai Maret.
Dalam kaitannya dengan ketinggian , variabilitas curah
hujan menghasilkan hubungan positif yang lemah, artinya
variabilitas curah hujan di wilayah penelitian tidak'
dipengaruhi oleh ketinggian.
Hubungan antara curah hujan rata-rata dengan variabi1itasnya
umumnya berbanding terbalik, artinya jika curah hujan
rata-rata tinggi maka nilai variabi1itasnya akan rendah dan
jika curah hujan rata-rata rendah maka variabi1itasnya akan
tinggi. Hubungan terbalik antara curah hujan rata-rata
dengan variabi1itasnya cenderung lebih nyata pada bulanbulan
basah (Oktober - Maret"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auriwan Yasper
"Klasifikasi curah hujan sangat membantu masyarakat dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan seperti pengelolaan sumber daya air, transportasi, pertanian dan pencegahan bencana. Model yang sudah pernah digunakan dalam melakukan klasifikasi curah hujan yaitu XGBoost, telah terbukti mampu melakukan klasifikasi dengan efektif, namun masih memerlukan tuning pada hyperparameter-nya untuk meningkatkan performa model. Penelitian ini bertujuan untuk merancang metode klasifikasi curah hujan dengan model XGBoost dan menemukan nilai learning rate terbaik untuk klasifikasi curah hujan. Parameter max depth, dan n estimator ditetapkan berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan. Model ini dibangun berdasarkan data historis curah hujan selama 3 bulan setiap jam, yang telah dikumpulkan oleh peralatan Automated Weather Observed System (AWOS) di Stasiun Meteorologi Kota Pontianak. Pencarian hyperparameter menggunakan metode coarse to fine, yaitu pencarian kasar ke pencarian halus. Pencarian kasar menggunakan RandomizedSearchCV, sedangkan pencarian halus dengan GridSearchCV. Model dievaluasi dengan metrik Accuracy, precision, recall, dan F1-score. Evaluasi menunjukkan bahwa model memilki metrik evaluasi yang baik dengan persentase diatas 80% untuk setiap kasus pembagian data. Nilai learning rate terbaik dengan akurasi tertinggi yang didapatkan pada model dengan 2040 data set adalah pada kasus klasifikasi biner, yaitu sebesar 0.043 dengan akurasi pada data latih 90.19%.

The classification of rainfall is very helpful for the community and related agencies in making policies such as managing water resources, transportation, agriculture, and disaster prevention. The model that has been used to classify rainfall, namely XGBoost, has proven to be able to classify effectively but still requires tuning its hyperparameters to improve model performance. This study aims to design a rainfall classification method using the XGBoost model and find the best learning rate for rainfall classification. The max depth and n estimator parameters are determined based on research that has been done. This model was built based on historical rainfall data for 3 months every hour, which has been collected by the Automated Weather Observed System (AWOS) equipment at the Pontianak City Meteorological Station. The hyperparameter search uses the coarse-to-fine method, which is a coarse-to-fine search. The coarse search uses RandomizedSearchCV, while the fine search uses GridSearchCV. The model is evaluated with Accuracy, precision, recall, and F1-score metrics. The evaluation shows that the model has good evaluation metrics with percentages above 80% for each case of data sharing. The best learning rate value with the highest accuracy obtained in the model with the 2040 dataset is in the binary classification case, which is equal to 0.043 with an accuracy of 90.19% of the training data."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>