Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234883 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulaiman Khosyi Suharto
"[ABSTRAK
Kegiatan equity-based crowdfunding yang menawarkan saham kepada investornya dengan beban keterbukaan informasi dan biaya kepatuhan rendah memudahkan Perseroan baru untuk menggalangkan dana cukup besar dalam waktu yang relatif singkat. Diantara negara yang telah mengatur equity-crowdfunding adalah Selandia Baru dan Malaysia, yang menempatkan kegiatan ini pada rezim pasar modal mereka. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dengan mengacu pada Peraturan Bapepam. IX.A.5, equity-based crowdfunding dapat dijalankan di Indonesia selama nilai penawaran dibawah Rp 1 miliar. Meskipun demikian, saat ini masih terdapat hambatan hukum yang cukup besar dalam rangka memfasilitasi kehadiran para pihak maupun berkaitan dengan teknis pelaksanaan kegiatan equity-based crowdfunding.

ABSTRACT
Equity-based crowdfunding allows start-up companies to raise sizeable amounts of capital on a short amount of time through the offering of shares to the public with lower disclosure and compliance costs. Among the countries that have implemented equity crowdfunding regulations are New Zealand and Malaysia. In Indonesia, it can be concluded that under Bapepam Regulation Number IX.A.5, it is possible to conduct equity-crowdfunding, as long as the amount issued is lower than Rp 1 billion. However, there are still major hindrances surrounding the legal framework for equity crowdfunding, most notably regarding the facilitation of the parties and other technical issues., Equity-based crowdfunding allows start-up companies to raise sizeable amounts of capital on a short amount of time through the offering of shares to the public with lower disclosure and compliance costs. Among the countries that have implemented equity crowdfunding regulations are New Zealand and Malaysia. In Indonesia, it can be concluded that under Bapepam Regulation Number IX.A.5, it is possible to conduct equity-crowdfunding, as long as the amount issued is lower than Rp 1 billion. However, there are still major hindrances surrounding the legal framework for equity crowdfunding, most notably regarding the facilitation of the parties and other technical issues.]"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61438
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naomi Norita
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan perdagangan saham Equity-Based Crowdfunding (ECF) dalam Pasar Sekunder di Indonesia. Kegiatan ECF sebagai salah satu bentuk pengembangan teknologi finansial baru saja diatur dalam POJK No. 37/POJK.04/2018  Tentang  Equity Crowdfunding. Kegiatan ECF mempunyai risiko ilikuiditas saham dimana investor akan sulit untuk memperdagangkan sahamnya. Risiko tersebut dapat ditanggulangi dengan adanya pelaksanaan pasar sekunder. Namun sayangnya, POJK 37/2018 belum secara spesifik mengatur mengenai pasar sekunder bagi ECF dan pelaksanaan pasar sekunder bagi ECF di Indonesia belum ada. Berdasarkan hal tersebut, penulis membandingkan pengaturan ECF khususnya dalam pengaturan dan pelaksanaan pasar sekunder ECF dengan Korea dan Inggris. Penulis merumuskan masalah menjadi 1. Bagaimana pengaturan mengenai ECF pada negara Korea, Inggris, dan Indonesia ? 2. Bagaimana perbandingan mengenai perdagangan saham dalam pasar sekunder untuk kegiatan ECF di negara Indonesia, Korea dan Inggris ? 3. Bagaimana seharusnya pengaturan tentang pasar sekunder di kegiatan ECF? Penulis membuat tulisan ini dengan metode penelitian yuridis-normatif. Penulis berkesimpulan bahwa Indonesia dapat memperbaiki ketentuan memperdagangkan saham dalam pasar sekunder ECF dengan mencontoh dari segi pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan pasar sekunder bagi ECF yang Korea dan Inggris lakukan.

This thesis discusses the regulation of Equity-Based Crowdfunding (ECF) stock trading in the Secondary Market in Indonesia. ECF activities as a form of development of financial technology have just been regulated in POJK No. 37/POJK.04/2018 About Equity Crowdfunding. The ECF activity has the risk of illiquidity of shares where investors will find it difficult to trade their shares. This risk can be overcome with the implementation of the secondary market. Unfortunately, POJK 37/2018 has not specifically regulated the secondary market for the ECF. The implementation of the secondary market for ECF in Indonesia does not yet exist. Based on this problem, the author compares the ECF settings specifically in the regulation and implementation of the secondary market with Korea and the United Kingdom. The author formulates the problem to 1. How are the arrangements regarding ECF in Korea, UK and Indonesia? 2. What is the comparison regarding stock trading in the secondary market for ECF activities in Indonesia, Korea and the UK? 3. What should be the regulation of the secondary market in ECF activities? The research method for this thesis is normative legal research. The author concludes that Indonesia can improve the provision of trading shares in the ECF secondary market with take example from regulation, implementation, and supervision on secondary market for ECF as Korea and UK do."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Juwita
"In general, the practice of crowdfunding through online platform has been conducted in Indonesia. However, the concept of equity based crowdfunding is recently known in Indonesia. In this research, the Author adopts a case pertaining to the practice of equity based crowdfunding through online platform managed by PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia. The absence of specific laws that regulates equity based crowdfunding in Indonesia causes uncertainty on whether or not equity based crowdfunding is recognized as investment. Hence, the main focus of this research lies on the identification of whether or not equity based crowdfunding subjects to Investment Law or Capital Market Law. In conducting this research, the Author uses juridical normative research method. This research has produced a conclusion that equity based crowdfunding practice managed by PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia is considered as investment under Investment Law. However, it does not subject to Capital Market Law. Further, this research found that the practice of equity based crowdfunding which managed by PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia is similar with Investment Fund in the Form of Collective Limited Participation Investment Contract.

ABSTRAK
Secara umum, praktik crowdfunding melalui platform online telah dilaksanakan di Indonesia. Namun, konsep equity-based crowdfunding baru dikenal belakangan ini. Dalam penelitian ini, Penulis mengangkat kasus mengenai praktik equity-based crowdfunding melalui platform online yang dikelola oleh PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia. Ketiadaan peraturan khusus yang mengatur tentang equity-based crowdfunding menimbulkan ketidakpastian apakah equity-based crowdfunding diakui sebagai kegiatan investasi. Maka dari itu, fokus utama dari penelitian ini adalah identifikasi untuk menentukan apakah equity-based crowdfunding tunduk terhadap Undang-Undang Penanaman Modal maupun Undang-Undang Pasar Modal atau tidak. Dalam menyusun penelitian ini, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik equity-based crowdfunding yang dikelola oleh PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia dapat dianggap sebagai kegiatan investasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Penanaman Modal. Namun, equity-based crowdfunding tidak tunduk terhadap Undang-Undang Pasar Modal. Selain itu, praktik equity-based crowdfunding yang dikelola oleh PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia memiliki kemiripan dengan Reksa Dana Penyertaan Terbatas.
"
[;;;;, , ]: 2017
S69050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Maria Aprine
"Perkembangan teknologi dan informasi telah membawa perkembangan di bidang Pasar Modal. Salah satu layanan yang muncul di tengah perkembangan tersebut ialah layanan Equity Crowdfunding. Di Indonesia, layanan ini disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui peraturan OJK No. 37 tahun 2018 tentang Equity Crowdfunding. Sebagai bagian dari layanan Pasar Modal, prinsip Keterbukaan Informasi merupakan bagian penting dari penerapan layanan Equity Crowdfunding. Prinsip keterbukaan bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi Pemodal. Selain itu penerapan prinsip ini juga dapat menumbuhkan tingkat kepercayaan dari para Pemodal dalam menanamkan modalnya di perusahaan Penerbit. Oleh karena itu, prinsip ini harus dijamin melalui suatu sistem hukum yang baik, kelembagaan yang jelas, serta pelaksanaan penegakan hukum secara tegas dan adil.
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulisan yuridis normatif, dimana penulis akan mengadakan sistematis terhadap bahan-bahan tertulis yang mengacu kepada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keterbukaan informasi dalam Equity Crowdfunding di Indonesia. Tulisan ini akan membahas mengenai penerapan Prinsip Keterbukaan Informasi dalam Equity Crowdfunding di Indonesia, pengaturannya di Indonesia, apakah pengaturannya telah memberikan perlindungan optimal kepada Pemodal, serta perbandingan pengaturannya dengan pengaturan yang berlaku di Australia. Dengan demikian, penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaturan keterbukaan informasi dalam platform equity crowdfunding yang berlaku di Indonesia

The development of information and technology has allowed innovation in the Capital Market. One of the services that emerge through the development is Equity Crowdfunding. In Indonesia, this service was enacted by Otoritas Jasa Keuangan through OJK Regulation No. 37 of 2018 regarding Equity Crowdfunding. As one of the services in the Capital Market, it is important to apply the disclosure of information principle in Equity Crowdfunding. This principle aims to give protection to its Investor. Moreover, this principle can help enhance the trust of the public to invest in Issuers’ companies. Therefore, this principle must be guaranteed through a good legal system, clear institutions, and the implementation of firm and fair law enforcement.
The writing method that is used in this writing is juridical normative method, where the author will systematically conduct written materials that refer to legal norms in laws and regulations relating to disclosure of information in Equity Crowdfunding in Indonesia. This writing will discuss the application of Disclosure of Information’s principle in Equity Crowdfunding in Indonesia, its regulation in Indonesia, has the regulation gave optimal protection to its Investor, and the comparison of Indonesia’s regulation with Australia’s regulation. Therefore, this writing is expected provide the information regarding the regulation of disclosure of information in the Equity Crowdfunding platform in Indonesia
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Dimas Tribowo
"Pengelolaan perikanan terbuka open access yang ada di Indonesia, ditengarai menjadi sumber berbagai permaslaahan seperti penangkapan ikan yang merusak destructive fishing hingga penangkapan berlebih over fishing . Penulis akan membandingkan bagaimana pengelolaan perikanan terbuka di Indonesia dengan pengelolaan berbasis hak terutama yang menggunakan batasan terhadap tangkapan output control melalui system kuota. Bentuk pengelolaan perikanan berbasis hak lain seperti hak pakai wilayah territorial use right fisheries/ TURFs juga akan dijabarkan sekilas. Dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan penulis akan menganalisa kemungkinan penerapan sistem kuota pada pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia beserta hambatan apa saja yang mungkin dihadapi.

Open access fisheries could be the cause of several problems in Indonesia rsquo s fisheries management such as destructive fishing to oever fishing. this research would comparing fisheries manangement in Indonesia with other practices especially rights based fishing mechanism using output control by setting a quota. Other rights based fishing regime, namely Territorial Use Right Fisheries TURFs would be explained briefly. By using comparative approach method writer would analyze the possibilities of implementing a quota based system in Indonesia, including the aspects that could inhibit the process."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabiq Aqdam Muslich
"Inovasi manusia dalam teknologi digital telah mengubah dinamika pelaku ekonomi seperti dengan munculnya skema penawaran efek melalui layanan urun dana atau securities crowdfunding (SCF). Penghimpunan modal melalui SCF menjadi salah satu alternatif untuk para pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) untuk mempermudah mendapatkan modal. Industri SCF memiliki potensi besar di Indonesia karena banyaknya demand dari pengusaha-pengusaha UMKM untuk skema pemodalan yang mudah digunakan untuk perusahaan kecil. Akan tetapi, persoalan risiko penipuan dapat menjadi hambatan besar dalam perkembangan SCF di Indonesia. Kurangnya perlindungan dari penipuan akan berimplikasi pada kepercayaan publik terhadap industri SCF. Terkait isu ini, Peraturan OJK No. 57 Tahun 2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi belum mengatur secara komprehensif mengenai risiko penipuan. Sementara itu, dibutuhkan payung hukum yang sistematis untuk melindungi para Pemodal, terutama dari kejahatan penipuan yang dapat mengurangi kredibilitas industri SCF secara keseluruhan dan justru menghambat pemodalan bagi UMKM. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan mengkaji bahan pustaka dan menelaah peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pendekatan perbandingan. Penelitian ini akan membahas mengenai perlindungan hukum atas risiko penipuan dalam SCF di Indonesia dan membandingkan pengaturannya dengan regulasi di Amerika Serikat dan Australia. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai perlindungan hukum dari kejahatan penipuan dalam SCF di Indonesia serta perbandingannya dengan perlindungan hukum yang ada di negara Amerika Serikat dan Australia.

Human innovation in digital technology has changed the dynamics of economic actors, such as the emergence of securities offering schemes through crowdfunding or securities crowdfunding (SCF). Capital accumulation through SCF is an alternative for Micro, Small, and Medium Enterprises (MSMEs) to make it easier to obtain capital. The SCF industry has great potential in Indonesia due to the large demand from MSME entrepreneurs for capital schemes that are friendly for small companies. However, the issue of fraud may be a major obstacle to the development of SCF in Indonesia. Lack of legal protection will have implications on public trust in the SCF industry. Regarding this issue, OJK Regulation No. 57 of 2020 concerning Securities Offerings Through Information Technology-Based Crowdfunding Services has not comprehensively regulated the risk of fraud. Meanwhile, a systematic legal umbrella is required to protect investors, especially from fraud crimes which can reduce the credibility of the SCF industry as a whole and hinder MSMEs from gaining capital. This research method uses a normative juridical method by reviewing literature and examining relevant laws and regulations with a comparative approach. This research will discuss legal protection for fraud risk in SCF in Indonesia and compare Indonesia’s regulation with regulations in the United States and Australia. Thus, this research is expected to provide information and an overview of legal protection from fraud in SCF in Indonesia and its comparison with legal protection in the United States and Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasha Nabila Razak
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana pengaturan dan perkembangan aborsi di Indonesia, bagaimana pengaturan dan perkembangan aborsi di New Zealand, dan bagaimana perbandingan penyelenggaraan aborsi aman di Indonesia dan New Zealand ditinjau dari perspektif Hukum Kesehatan. Bentuk penelitian ini adalah yuridis normatif dengan tipe deskriptif dan menggunakan berbagai data sekunder yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan wawancara narasumber serta menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun yang ditemukan dalam penelitian ini adalah 1. Hukum di Indonesia mengenai aborsi masih membuka peluang aborsi dapat dilakukan dengan aman, di mana pengaturannya menyeimbangkan antara norma- norma yang dipegang oleh masyarakat dengan kepentingan kesehatan perempuan yang membutuhkan aborsi.; 2. Pengaturan hukum mengenai aborsi di New Zealand telah berubah dari bersifat sangat dibatasi hingga menjadi bebas, sehingga penyediaan pelayanan aborsi aman lebih mudah diakses untuk berbagai kalangan di masyarakat; 3. Jika dibanding dengan New Zealand, pengaturan mengenai aborsi di Indonesia masih belum optimal dalam mengedepankan prinsip-prinsip penyelenggaraan aborsi aman oleh WHO. Akan tetapi pengaturannya sedemikian rupa karena mempertimbangkan nilai-nilai yang dipegang masyarakat-masyarakat masing-masing negara. 

This research aims to analyze how abortion is regulated in Indonesia, how abortion is regulated in New Zealand, and to compare the provision of abortion in both countries from Health Law perspective. This is a judicial-normative research that is descriptive with a qualitative approach and uses secondary data collected through document study and interview. This research finds that: 1. Indonesian regulations on abortion still opens chances of abortion being done safely, where its current regulations are a balance between ensuring safe abortion and holding on to collective values; 2. New Zealand regulation on abortion is very liberal, which opens up easier access for people to get safe abortions; 3. Compared to New Zealand regulations, Indonesian regulations on abortion are stricter and not completely in line with WHO’s principles on safe abortion, but each country’s regulations are created that way as their creation heavily considered the collective values each country holds. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Syariati
"Indonesia merupakan salah satu anggota dari organisasi perdagangan International yaitu World Trade Organization atau disingkat WTO yang bertujuan untuk mengatur perdagangan International antar negara, pada tahun 2016 Indonesia menerima dua keputusan panel, panel yang pertama bersangkutan pada kasus kebijakan impor produk holtikultura, hewan, dan produk hewan yang digugat oleh dua negara secara terpisah yaitu Selandia Baru dan Amerika Serikat. Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) memutuskan menggabungkan dua kasus sengketa dan penanganannya dalam kebijakan-kebijakan negara yang bersangkutan, Indonesia menjelaskan bahwa pembatasan impor hortikultura disebabkan oleh lalu lintas barang yang. sangat padat, Tetapi hal tersebut mengakibatkan pembatasan terhadap perdagangan bebas, sebagai Negara importir Selandia Baru dan Amerika Serikat mengajukan gugatan terhadap Indonesia pada.World Trade Organization (WTO).dan.menuduh Indonesia melanggar 18 tindakan yang diterapkan dalam undang-undang dan peraturan negaranya, yang menyebabkan pembatasan impor kuantitatif. adapun jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian normatif dengan metode penelitian yuridis normatif. Analisis yang digunakan penulis menggunakan metode analisis normatif. Bahan hukum yang berhasil dikumpulkan selanjutnya akan penulis analisis secara deduksi logis yang tujuannya untuk menguraikan permasalahan hukum yang terjadi, sehingga penulis mendapatkan solusi yang tepat terhadap sengketa Perdagangan Internasional

Indonesia is one of the members of the International trade organization, namely the World Trade Organization or WTO for short which aims to regulate international trade between countries, in 2016 Indonesia received two panel decisions, the first panel was concerned with the case of import policies for horticultural products, animals, and animal products. which was sued by two countries separately, namely New Zealand and the United States. The Dispute Settlement Agency (DSB) decided to combine the two dispute cases and their handling in the policies of the country concerned, Indonesia explained that the restrictions on horticultural imports were caused by the traffic of goods. However, this has resulted in restrictions on free trade, as importing countries New Zealand and the United States filed a lawsuit against Indonesia at the World Trade Organization (WTO). leading to quantitative import restrictions. as for the type of research used by the author is a type of normative research with normative juridical research methods. The analysis used by the author uses the method of normative analysis. The legal material that has been collected will then be analyzed by logical deduction whose purpose is to describe the legal problems that occur, so that the authors get the right solution to international trade disputes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Johanes Julian
"Pengaturan mengenai merek di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pengaturan terkait merek dalam undang-undang tersebut juga meliputi pengaturan mengenai merek terkenal. Adanya ketentuan terkait merek terkenal dalam undang-undang tersebut ditandai dengan diaturnya kriteria merek terkenal dan perlindungan merek terkenal. Selain itu, Permenkumham No. 67 Tahun 2016 sebagai peraturan turunan dari UU MIG, memuat ketentuan yang lebih spesifik berkenaan dengan kriteria merek terkenal. Namun demikian, sekalipun UU MIG telah mengatur perlindungan terhadap merek terkenal, pengaturan tersebut dirasa belum cukup karena tidak mencakup perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek. Tidak adanya pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dari tindakan passing off dan dilusi merek dapat merugikan pemilik merek terkenal dan konsumen dari merek terkenal tersebut. Oleh karenanya, dalam skripsi ini Penulis menganalisis dan membandingkan pengaturan mengenai perlindungan merek terkenal, khususnya dari tindakan passing off dan dilusi merek antara Indonesia, Malaysia, dan India. Selain itu, Penulis juga menganalisis penerapan kriteria merek terkenal serta penerapan doktrin passing off dan dilusi merek dalam sengketa merek terkenal di Indonesia, Malaysia, dan India melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan terkait perlindungan merek terkenal dalam UU MIG, belum mencakup keseluruhan unsur doktrin passing off dan dilusi merek, sehingga belum dapat dikatakan bahwa Indonesia menerapkan doktrin passing off dan dilusi merek dalam ketentuan mereknya.

Regulation of trademark in Indonesia is regulated in Law No. 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indication. The Law No. 20 of 2016 also includes the regulation of well-known trademarks. The existence of provisions related to well-known trademarks in the Law No. 20 of 2016 is marked by the stipulation of criteria for well-known trademarks and protection of well-known trademarks. In addition, Permenkumham No. 67 of 2016 as a derivative regulation of the Law No. 20 of 2016 contains more specific provisions regarding the criteria for well-known trademarks. However, even though the Law No. 20 of 2016 has regulated the protection of well-known trademarks, the regulation is deemed insufficient because it does not cover the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution. The absence of regulation related to the protection of well-known trademarks from passing off and trademark dilution can be detrimental to well-known trademark’s owners and consumers. Therefore, in this thesis the Author analyzes and compares the regulation regarding the protection of well-known trademarks, especially from passing off and trademark dilution between Indonesia, Malaysia, and India. In addition, the Author also analyzes the application of the criteria for well-known trademarks, especially the application of the doctrine of passing off and trademark dilution in well-known trademark disputes in Indonesia, Malaysia, and India through court decisions that have permanent legal force. In writing this thesis, The Author uses a juridical-normative research method with data obtained through library research. The result of the research shows that the regulation related to the protection of well-known trademarks in Law No. 20 of 2016 does not cover all elements of the doctrine of passing off and trademark dilution, so it cannot be said that Indonesia applies the doctrine of passing off and trademark dilution in its trademarks provisions. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Daniel
"Perceraian yang merupakan salah satu penyebab dari putusnya suatu hubungan perkawinan ini berdampak kepada masing-masing pihak yang terikat dalam suatu hubungan perkawinan khususnya dalam kondisi ekonomi. Dari berbagai banyak kasus perceraian yang ada, istri lebih sering sekali mengalami kesulitan dalam kondisi ekonomi, yang mana sebelumnya selama terikat dalam hubungan perkawinan diberikan nafkah oleh suami. Maka dari itu untuk mencengah terjadinya ada salah satu pihak yang mengalami kesusahan pasca perceraian diperlukan pengaturan yang jelas mengenai tunjangan pasca perceraian. Dalam skripsi ini membahan mengenai pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan membandingkan pengaturan tersebut dengan pengaturan tunjangan pasca perceraian yang ada di Malaysia. Dalam menulis skripsi ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif yang mengutamakan penggunaan bahan pustaka berupa norma-norma hukum tertulis dalam membandingkan pengaturan tunjangan pasca perceraian di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan penelitian, mengenai tunjangan pasca perceraian di Indonesia masih diatur dalam beberapa peraturan yang berlaku secara tidak menyeluruh dan sama rata untuk Warga Negara Indonesia, maka diperlukan tindakan dari pemerintah sebagai pemegang kewenangan untuk mengubah dan melengkapi khususnya tunjangan pasca perceraian agar dapat diberlakukan dengan jelas dan sama rata.

Divorce, one of the many causes of the end of a marital relationship, brings an impact towards the parties bound in the marital relationship, specifically in the economic conditions.Of the many divorce cases present, the wife in the relationship more often experiences economic hardships, due to the fact that their livelihood during the marriage was provided by the husband. Hence, to prevent condition whereas one of the former spouses being burdened because of divorce, it is necesarry to have defined law regarding spousal maintance after divorce. This thesis discusses the law of spousal maintance in Indonesia and compares it with the law of spousal maintance in Malaysia. This thesis is weritten using the normative juridical research approach tha prioritizes the use of library materials in the form of written legal norms in comparing post-divorce alimony arrangements in Indonesia and Malaysia. Based on research, post-divorce alimony agreement in Indonesia is still not chomprehensively and unequally regulated in several regulations that apply for Indonesian citizens. An action from the government as the holder of authority is needed to change and complete the post-divorce alimony agreement regulation so that they can be applied clearly and equally for everyone.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>