Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 234243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Haidi Pratama
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartelyang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak Hukum Persaingan Usaha. Sedangkan negara lain seperti Jepang dan Uni Eropa telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Jepang dan Uni Eropa. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Jepang dan Uni Eropa yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan indirect evidence,penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel cases is part of the business competition law enforcement. In Indonesia, the handling of cartel cases conducted by the Commission (KPPU) has a lot of problems, mainly related to the cartel verification which is still difficult and the authority of the Commission as the busniness competition law enforcer. While other countries such as Japan and the European Union have made the handling of cartel cases better. Therefore, this study discuss the comparison of handling cartel cases in Indonesia with Japan and the European Union. Through this comparison, the author reveals a variety of things in the handling of cartel cases in Japan and the European Union that can be applied in Indonesia such as the use of indirect evidence, the leniency program application, and forceful efforts authority by the institution of business competition law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S61513
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ana Wijayanti
"Penanganan perkara kartel merupakan bagian dari penegakan hukum persaingan usaha. Di Indonesia, penanganan perkara kartel yang dilakukan oleh KPPU memiliki banyak permasalahan terutama berkenaan dengan pembuktian kartel yang masih sulit dan kewenangan KPPU sebagai penegak hukum persaingan usaha. Sedangkan negara lain seperti Amerika Serikat telah melakukan penanganan perkara kartel dengan lebih baik. Untuk itu, penelitian ini akan membahas perbandingan penanganan perkara kartel di Indonesia dengan Amerika Serikat. Melalui perbandingan tersebut, penulis mengungkapkan berbagai hal dalam penanganan perkara kartel di Amerika Serikat yang dapat diaplikasikan di Indonesia antara lain penggunaan circumstantial evidence, penerapan program leniency, dan kewenangan upaya paksa oleh lembaga penegak hukum persaingan usaha.

The handling of cartel case is part of the enforcement of competition law. In Indonesia, the handling of cartel cases which is conducted by the KPPU has several problems, especially in connection with the difficulty of proving of cartel and the authority of the KPPU as a competition law enforcement agency. Whereas, other countries such as the United States has had the handling of cartel cases better. Therefore, this research will discuss the comparison of the handling of cartel case in Indonesia and the United States. Through this comparison, the authors explain several things from the handling of cartel case in United States that can be applied in Indonesia, among others, the use of circumstantial evidence, the application of leniency programs, and the authority of competition law enforcement agencies to do forceful measures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57129
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viola Annisa Ikhsan
"Selain dari penegakan hukum yang dilakukan oleh KPPU dan pengaturan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 maka untuk menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dibutuhkan suatu efek jera. Efek jera yang efektif akan menyebabkan pelaku usaha tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan efek jera adalah sanksi berupa denda. Yang menjadi fokus pada skripsi ini adalah Pengaturan Pedoman dan Penerapan denda dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Serta sebagai bahan komparasi akan digunakan Pedoman dan Pengaturan denda Hukum Persaingan Usaha yang ada di Negara Malaysia dan Uni Eropa. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang dilakukan dengan studi kepustakaan. Dalam menjatuhkan putusan yang didalamnya terdapat sanksi administratif berupa denda KPPU seringkali tidak mencantumkan penjelasan perhitungan denda dan juga seringkali tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Berbeda dengan Malaysia Competition Commision dan European Commision yang ketika menjatuhkan putusan dengan sanksi berupa denda selalu mencantumkan mengenai langkah dan penjelasan perhitungan denda yang dikenakan. Perlu dilakukan perubahan pengaturan dan pedoman penjatuhan denda dalam Hukum Persaingan Usaha Negara Indonesia karena selama ini pengaturan dan pedoman penjatuhan denda yang diterapkan sudah tidak efektif dan tidak sesuai dengan keadaan yang ada.

In addition to law enforcement carried out by KPPU and regulation regulated by Law Number 5 Year 1999, In order to facilitate a fair business competition, a deterrent effect is needed. Effective detterent effect will cause persons to not do things that cause unfair business competition. One of the factors that can cause a deterrent effect to businesses is sanctions in the form of fines. The focus of this paper is Regulation, Guidelines and Application of fines in Indonesian Competition Law. As a comparison, Regulations and Fining Guidelines of Competition Law in Malaysia and the European Union will be used. This study uses a normative juridical method which carried out by library research. Sometimes KPPU in its decision, which contained administrative sanctions in the form of fines do not include an explanation of the calculation of fines and sometimes the fine imposed is not in accordance with existing provisions. It is very different from Malaysia and the European Union. Malaysia Competition Commision and European Commision when imposing a decision with sanctions in the form of fines always include the steps and explanation of the calculation of fines imposed. Changes in regulation and guidelines for the imposition of fines in Indonesian Competition Law need to be made, because so far the regulations and guidelines for imposing fines applied have been ineffective and not in accordance with existing conditions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faishal Hakim
"Perjanjian vertikal merupakan perjanjian antara dua atau lebih pelaku usaha yang beroperasi pada tingkat rantai produksi dan/atau distribusi yang berbeda. Dalam Hukum Persaingan Usaha Indonesia, pasal yang mengatur tentang salah satu jenis perjanjian vertikal adalah Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1999 (UULPM) yang mengatur tentang Integrasi Vertikal. Dalam penerapan Pasal 14 UULPM terdapat kekosongan hukum dalam menetapkan sejauh manakah suatu pelaku usaha dapat melanggar Pasal 14 UULPM dari perhitungan pangsa pasarnya. Dalam PT Grab dan PT TPI melawan KPPU (PN Jakarta Selatan, 2020), Majelis Hakim mempertimbangkan batasan pangsa pasar dalam kasus integrasi vertikal yang tidak memiliki dasar hukum yang tepat. Pertimbangan tersebut juga tidak sesuai dengan teori ekonomi dan doktrin rule of reason yang dianut dalam penegakan Pasal 14 UULPM. Pertimbangan demikian dapat berimplikasi pada ketidakpastian hukum di masa yang akan datang sehingga diperlukan regulasi mengenai batasan pangsa pasar yang dapat menjamin kepastian hukum dalam kerangka doktrin rule of reason. Pasal 3 dan Pasal 8 Vertical Block Exemption Regulation (VBER) Uni Eropa dapat menjadi pertimbangan dalam penegakan hukum mengenai integrasi vertikal. Pertama, terdapat safe harbour yang mana para pelaku usaha yang memiliki pangsa pasar di bawah ketentuan dapat dikecualikan dari penegakan hukum sehingga terjamin kepastian hukum. Kedua, untuk pelaku usaha yang melebihi ketentuan batasan pangsa pasar, asesmen terhadap mereka tetap berpaku pada doktrin rule of reason ketimbang berpaku pada praduga ilegalitas karena batasan pangsa pasar dalam VBER hanya digunakan sebagai proksi untuk mengestimasi kekuatan pasar. Penulis menggunakan metode yuridis-normatif untuk menganalisis bagaimana ketentuan batasan pangsa pasar dalam VBER dapat menjadi pertimbangan dalam penegakan Integrasi Vertikal dan bagaimana implikasi ketentuan batasan pangsa pasar yang bersifat safe harbour tersebut dalam penegakan integrasi vertikal.

Vertical agreement is an agreement between two or more undertakings operating at a different level of production and/or distribution chain. In Indonesian Competition Law, Article 14 of Law No. 5 Year 1999 (UULPM) regulates Vertical Integration as one of many types of vertical agreement. A legal vacuum exists in the enforcement of Article 14 UULPM concerning the extent to which an undertaking can violate Article 14 UULPM, judging from the calculation of its market share. In PT Grab and PT TPI v. KPPU (South Jakarta District Court, 2020), the market share threshold for vertical integration which was opined by the Panel of Judges did not have appropriate legal basis. Furthermore, said threshold is also inconsistent with economic theories and the rule of reason doctrine that was adopted to enforce Article 14 UULPM. Such considerations may have legal uncertainty implications in the future so that there is an urgency to regulate market share threshold provision which can guarantee legal certainty within the framework of the rule of reason doctrine. Article 3 and Article 8 of the EU’s Vertical Block Exemption Regulation (VBER) can be taken into consideration in the enforcement of Vertical Integration. Firstly, the safe harbor nature of the provision ensures legal certainty so that undertakings with market shares below the threshold can be exempted from the law. Secondly, rule of reason is still applicable to assess the undertakings’ agreement whose market share exceeded the threshold, rather than assessing it under the presumption of illegality. This is because the threshold in VBER is only used as a proxy to estimate market power. The author uses juridical-normative method to analyze how can the market share threshold provision in VBER be considered to enforce Vertical Integration and how are the implications of said safe harbor provision in the enforcement of Vertical Integration."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Hatta Danu Putra
"Tesis ini membahas mengenai studi perbandingan pengaturan joint ventures di Indonesia dengan beberapa yurisdiksi lain, yaitu Jepang, Singapura, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Studi perbandingan pengaturan joint ventures tersebut terutama ditinjau dari aspek hukum persaingan usaha. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan obyek penelitian berbasis norma hukum, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun yang sudah secara kongkrit ditetapkan oleh hakim dalam kasus-kasus yang diputuskan di pengadilan. Pengaturan joint ventures dari aspek persaingan usaha di yurisdiksi tersebut belum dilakukan secara khusus melalui suatu undang-undang tersendiri, namun biasanya tersirat dalam pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat dan antimonopoli.
Hasil penelitian menyarankan sebaiknya Pemerintah Republik Indonesia mempertimbangkan untuk melakukan pengaturan secara khusus mengenai kerja sama antar pelaku usaha dalam bentuk joint ventures melalui peraturan perundang-undangan tersendiri. Pengaturan mengenai joint ventures tersebut sebaiknya menyelaraskan prinsip kebebasan berkontrak oleh para pihak dalam pembentukan joint ventures dengan aspek hukum persaingan usaha dan hukum perusahaan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dan mendorong terciptanya persaingan usaha secara sehat serta mencegah timbulnya praktek monopoli dalam kerja sama antar pelaku usaha melalui pembentukan joint ventures.

This thesis discusses comparative study among some countries, which compare Indonesian joint ventures regulation with other jurisdiction from other countries, such as Japan, Singapore, United States of America, and European Union. This comparative study is reviewed from competition law aspect. This research employs descriptive research method with qualitative approach. To be more specific, this research employs normative research method. This research adapts legal norms for the object of research in legislation. In addition, the cases have been concretely established by the judge and have been decided in the court. Joint ventures regulation from business competition aspect has not been performed particularly through its own legislation but it is generally implicit in the regulation of an unfair business and anti-monopoly.
The result of the research suggest that Indonesian Government should consider doing a special arrangement of cooperation among business in the form of joint ventures through its own legislation. Joint ventures regulation should adapt the principle of contractual freedom by the parties in establishing of joint ventures to legal aspect competition and corporate law. This is aims to ensure legal certainty and encourage a fair competition. In addition, this can prevent monopolistic practice in partnership or business through the establishment of joint ventures.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Aqilla Cahyaningrum
"Qualcomm melakukan praktik predatory pricing dengan menjual 3 (tiga) jenis baseband chipset kepada Huawei dan ZTE yang merupakan 2 (dua) pelanggan penting dalam pasar baseband chipset UMTS dengan tujuan untuk mengeliminasi Icera yang merupakan pesaing utamanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan penerapan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dalam memutus tindakan predatory pricing oleh Qualcomm dan penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia jika kasus predatory pricing serupa dengan yang dilakukan oleh Qualcomm terjadi di Indonesia. Bentuk penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian karya tulis ini adalah Yuridis-Normatif dengan meninjau putusan European Commission Case AT.39711 dan peraturan perundang-undangan mengenai hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa European Commission telah tepat dalam menggunakan hukum persaingan usaha di Uni Eropa untuk memutus kasus predatory pricing oleh Qualcomm yang terbukti melakukan praktik predatory pricing untuk 3 (tiga) jenis baseband chipset-nya pada periode Juli 2009-Juni 2011 dan jika kasus tersebut terjadi di Indonesia, maka termasuk ke dalam praktik predatory pricing serta terdapat perbedaan pengenaan denda antara hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Saran yang dapat diberikan adalah lebih diawasinya proses kegiatan usaha, ditaatinya prinsip persaingan usaha, serta Indonesia dapat memberikan opsi price-cost test lainnya agar dapat dicapai hasil yang lebih akurat dan diterapkannya denda dengan mempertimbangkan jumlah keuntungan pelaku usaha.

Qualcomm practices predatory pricing by selling 3 (three) types of baseband chipset to Huawei and ZTE which are 2 (two) important customers in the UMTS baseband chipset market, with the aim of eliminating Icera, which is Qualcomm's main competitor. This study was conducted with the aim of knowing the exactness of the application of European Union's competition law in deciding predatory pricing practice by Qualcomm and the application of Indonesia competition law if predatory pricing cases similar to those carried out by Qualcomm occur in Indonesia. The form of research used in conducting this research paper is juridical-normative by reviewing the decision of European Commission Case AT.39711 and the regulation regarding Indonesia and European Union competition law. The results show that European Commission has been right in using the European Union competition law to decide on the predatory pricing case by Qualcomm which was proven to have practiced predatory pricing for the 3 (three) types of baseband chipset in the period of July 2009-June 2011 and if the case is occured in Indonesia, it is included in the practice of predatory pricing but only for one type baseband chipset in the period of July 2010-March 2011 and there is a difference in the imposition of fines between Indonesia and European Union competition law. Suggestions that can be given are more supervised of business processes, adherence to the competition principle, and Indonesia can provide other price-cost test options in order to achieve more accurate results and fines taking by considering the amount of profit earned by undertaking."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radifan Khairi Nawir
"Studi yang menggunakan metode penetiltian yuridis normatif ini membahas hubungan antara Hukum Persaingan Usaha dan Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI , khususnya Paten. Adapun hubungan antara keduanya dibahas dengan meninjau dan membandingkan ketentuan pengecualian atas perjanjian terkait HaKI dalam Hukum Persaingan Usaha Indonesia dan Uni Eropa, khususnya pengaturan yang mengecualikan perjanjian lisensi paten. Pada umumnya kedua rezim hukum tersebut dianggap bertentangan satu sama lain, dimana HaKI mendorong terciptanya kekuatan monopoli, sedangkan hukum persaingan usaha melihat kekuatan monopoli sebagai sesuatu yang harus dibatas karena berpotensi untuk disalahgunakan abuse of monopoly power . Namun sebenarnya keduanya mempunyai kesamaan tujuan dan bersifat komplementer atau saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian keseimbangan antara keduanya menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan, bahwa pengecualian atas perjanjian lisensi paten dalam hukum persaingan usaha di Indonesia, kurang memperhatikan keseimbangan antara hak eksklusif paten yang bersifat privat dengan perlindungan terhadap persaingan usaha di pasar yang merupakan kepentingan publik, apabila dibandingkan dengan pengaturan di Uni Eropa.
This normative juridical study discusses the intersection between Competition Law and Intelectual Property Rights IPRs , particularly patent right, by examining regulations that exempts Patent License Agreements from Indonesian and The European Union Competition Laws. General view sees that there may be an instance of conflict between the two law regimes Whereas IPRs encourages monopoly, Competition Law tries to control market power. However, the two actually have common legislative goals and complementary to each other. Which is why a proper balance between the exclusivity of IPRs and fair market competition is necessary. Nevertheless, the result of this study shows that Patent License Agreements exemption from Indonesian Competition Law doesn rsquo t reflect that necessary balance, compared to its European Union counterpart."
2017
S66352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Amalia Zahara
"Penelitian ini membahas mengenai pendekatan de minimis rule dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dan Uni Eropa. Perbandingan tersebut difokuskan
dari segi pengaturan serta penerapan pendekatan de minimis rule di dalam putusan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang berdasarkan asas-asas norma hukum tertulis dengan cara penggambaran yang deksriptif. Hasil perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia penerapan dan
pengaturan pendekatan de minimis rule tidak secara eksplisit disebut dalam UU No. 5 Tahun 1999 maupun perundang-undangan terkait lainnya melainkan dapat ditemukan dalam unsur-unsur pasal yang mengatur mengenai batas pangsa pasar yang tidak boleh dilampaui, hal tersebut berbeda dengan Uni Eropa yang sudah
mengaturnya secara tegas di dalam Commission Notice yang berjudul “Notice on
agreements of minor importance (De Minimis Notice)”. Sehingga berdasarkan perbandingan tersebut dapat diambil beberapa pengaturan di Uni Eropa yang dapat diterapkan untuk perkembangan hukum persaingan usaha di Indonesia.

This thesis discusses about the de minimis rule approach under competition law in Indonesia and the European Union. The comparison is focused on the regulation of de minimis rule approach and its application. This thesis is the juridical research based on normative principles of legal norms by means of written descriptive representations. The results from the comparison show that in Indonesia the application and regulation of the de minimis rule approach are not explicitly
mentioned in Law No. 5 of 1999 and other related laws but can be found in the elements of articles that regulate market share limits that must not be exceeded, its is different from the European Union which has explicitly regulated it in the Commission Notice entitled "Notice on agreements of minor importance (De Minimis Notice) ”. Based on this comparison, some regulations in the European Union can be applied to the regulatory progress of competition law in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Farra Jihan
"Skripsi ini membahas tentang dugaan praktik kartel pada garam industri aneka pangan di Indonesia. Dugaan tersebut muncul dikarenakan terdapat ketidakberesan dalam proses pengajuan impor oleh ketujuh importir yang mengarah kepada dugaan bahwa ketujuh importir telah mengadakan rapat swasembada garam yang menghasilkan kesepakatan untuk mengimpor 397.208 ton garam. Rapat tersebut diduga turut menghasilkan surat melalui Asosiasi Industri Perusahaan Garam Indonesia (AIPGI) pada 8 Juni 2015 yang meminta agar Kementerian Perdagangan menerbitkan rekomendasi dan izin impor garam. Kesepakatan tersebut diduga dilakukan untuk mempermainkan harga garam industri aneka pangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian yuridis-normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikasi awal kartel membuktikan bahwa ketujuh importir terbukti melakukan pelanggaran pada Pasal 11 UU No. 5 Tahun 1999, namun dibutuhkan bukti lebih yang cukup untuk memperkuat indikasi tersebut.

This thesis discusses the alleged cartel practices in the various food industries salt in Indonesia. The allegation arose because there were irregularities in the process of submitting imports by the seventh reported parties which led to the allegation that the seven reported parties had held a salt self-sufficiency meeting which resulted in an agreement to import 397,208 tons of salt. The meeting allegedly helped produce a letter through the Indonesian Salt Company Industry Association on June 8, 2015 which requested that the Ministry of Trade issue recommendations and import permits for salt. The agreement was allegedly carried out to play with the price of salt for various food industries. The research method used is library research with juridical-normative research types. The results of the study indicate that the initial indication of the cartel proved that the seven reported parties were proven to have violated Article 11 of Law No. 5 of 1999, but more evidence is needed to strengthen these indications."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habiburrokhman
"Tantangan terbesar KPPU dalam menjalankan tugasnya adalah kian sulitnya melakukan pembuktian terhadap pelanggran hukum persaingan usaha. Kartel merupakan perjanjian yang dilarang berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 dan persekongkolan tender yang dilarang berdasarkan Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun sulit untuk dibuktikan dengan alat bukti konvensional yang ada selama ini. Selain menggunakan bukti langsung, KPPU juga menggunakan indirect evidence dalam membuktikan kartel dan persekongkolan tender. Secara umum Indirect Evidence terdiri dari bukti komunikasi (Communication Evidence) dan Bukti Ekonomi (Economic Evidence).Tipe penelitian ini adalah penelitian normative, yang sumber utamanya adalah bahan hukum bukan fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Dalam perkara kartel minyak goreng, penggunaan indirect evidence oleh KPPU ditolak oleh Mahkamah Agung sedangkan dalam perkara Persekongkolan Tender Paket Pekerjaan JAringan Air Bersih di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga Propinsi Kepulauan Riau, penggunaan indirect evidence oleh KPPU dikuatkan oleh Mahkamah Agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010, Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2011 dan Yurisprudensi penggunaan indirect evidence dapat dilakukan dalam hukum persaingan usaha di Indonesia.

The greatest challenge ever faced by KPPU in performing its duties is the increasing difficulty in proving a violation of the business competition law. Cartel, prohibited under Article 11 of Law No. 5 of 1999 and tender conspiracy, prohibited under Article 22 of Law No. 5 of 1999, are hard to prove using the existing conventional means of evidence. In addition to using direct evidence, KPPU also uses indirect evidence in proving the existence of cartel and tender conspiracy. In general, Indirect Evidence consists of Communication Evidence and Economic Evidence. This research was a normative research of which main sources were not social facts, as in a normative legal research, the studied materials are legal materials containing normative rules. In the case of cooking oil cartels, the Supreme Court rejected the use of indirect evidence by KPPU. Meanwhile, in the case of Conspiracy in Tender for Clean Water Network Works Package in the Subdistrict of Singkep, District of Lingga, Province of Riau Islands, the Supreme Court affirmed the use of indirect evidence. The reseach results indicate that, under Law No. 5 of 1999, KPPU Regulation No. 1 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2010, KPPU Regulation No. 4 of 2011 and Jurisprudence, the use of indirect evidence is allowable in Indonesia’s business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>