Ditemukan 129942 dokumen yang sesuai dengan query
Rumaisha Aulia Warman
"Skripsi ini membahas tentang ruang lingkup malpraktik medik dan tolak ukur untuk menentukan suatu tindakan medik sebagai malpraktik medik, serta kaitannya dengan perlindungan hukum bagi dokter yang digugat melakukan malpraktik medik. Pembahasan dilakukan melalui analisis putusan 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST perkara antara Tuan Gunawan melawan RSCM. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat 4 (empat) ruang lingkup malpraktik medik, yaitu malpraktik medik dari segi pidana, perdata, disiplin, dan etik profesi. Tolak ukur untuk menentukan suatu tindakan sebagai malpraktik medik adalah standar profesi medik. Tindakan tim dokter RSCM merupakan malpraktik medik, namun gugatan malpraktik medik yang diajukan tidaklah tepat karena dokter tidak dapat dimintai pertanggung jawaban secara perdata. Tindakan tim dokter RSCM merupakan suatu pelanggaran disiplin profesi, sehingga sanksi yang dapat dikenakan adalah sanksi disiplin.
This thesis discusses the scope of medical malpractice, the indicator of medical malpractice, and also its correlation with legal protection for doctors on medical malpractice suit by analyzing Central Jakarta Court Decision Number 287/PDT.G/2011/PN.JKT.PST. This research is qualitative research with juridical normative methode. The result of this research concludes that there are 4 (four) scopes of medical malpractice, which is medical malpractice in criminal law, civil law, disciplinary, and ethic. The act of a doctor will be classified as medical malpractice when it does not meet the standard of medical care. In the case, the act of the doctors is classified as medical malpractice, however their fault can not be suited in civil court. Doctors’ fault are classified as disciplinary infringement with the consequences of disciplinary sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61726
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rizki Wibowo
"Skripsi ini membahas tentang perbuatan melawan hukum atas tindakan medis yang dilakukan dokter terhadap pasien tanpa adanya informed consent sebelumnya. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan tipe deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah informed consent merupakan suatu proses yang satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan dan merupakan hal wajib dilakukan oleh dokter kepada pasien. Tindakan medis yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya informed consent disebut sebagai perbuatan melawan hukum. Peneliti menyarankan dokter harus bertindak hati-hati dalam melakukan tindakan medis, rumah sakit harus selalu melakukan pengawasan kepada dokter, dan masyarakat supaya bersikap kritis terhadap pelayanan medis.
This thesis discusses the tort of a medical procedure perfomed on patients without their prior informed consent. This research is a normative research with descriptive type. The results of this research is informed consent is a process that is an intergral and inseparable and it is a compulsary to be given form doctor to the patien. Medical procedures perfomed by doctors without any informed consent is called a tort, except the medical procedures do in an emergency. Researchers suggest, doctor shoud be cautious in perfoming a medical procedure, the hospital managers should always supervise the doctors, and the public are expected to be critical of the medical service."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S64766
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Debby Alviniola
"Skripsi ini membahas mengenai informed consent secara lisan dalam tindakan medis. Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai perlindungan hukum bagi pasien terhadap informed consent secara lisan, tanggung jawab bagi dokter dan rumah sakit dalam pelaksanaan informed consent secara lisan, dan analisis penerapan informed consent secara lisan dalam Putusan No. 287/Pdt.G/2011/PN.JKT.PST., No. 350/PDT/2012/PT.DKI., dan No. 215 K/PDT/2014. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memahami bagaimana informed consent secara lisan dapat diterapkan dalam suatu tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien. Penelitian ini berbentuk penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa informed consent secara lisan hanya dapat diterapkan dalam tindakan medis yang tidak berisiko tinggi dan tidak bersifat invasif. Dokter dalam melaksanakan informed consent baik secara lisan maupun tulisan harus memperhatikan serta menghargai kepentingan pasien karena informed consent merupakan salah satu hak asasi yang dimiliki oleh pasien.
This thesis examines the legal protection for patient towards oral informed consent, the responsibilities for the doctors and the hospitals in the implementation of oral informed consent, and the analysis the implementation of oral informed consent in Court Decisions Number 287 Pdt.G 2011 PN.JKT.PST, Number. 350 PDT 2012 PT.DKI, and Number 215 K PDT 2014. The objective of this thesis is to understand how oral informed consent can be implemented on a medical conduct that is done by doctor to patient. This research is in the form of juridical normative research with the type of descriptive analytic. The result of this research is that the oral informed consent can only be implemented on a high risk medical conduct and not invasive. To conduct the informed consent both in oral or in writing, the doctor should consider and respect the patients interest since informed consent is one of the human rsquo s right had by the patient."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siregar, Brigitta Eva Sonya
"Informed consent merupakan sebuah pondasi sebelum memulai tindakan medis, sebab ia memberikan manfaat perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian medis, diantaranya penghormatan hak pasien sebagai individu dan sebagai bukti izin yang memberi kewenangan bagi dokter untuk melakukan tindakan medis. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dan preskriptif, dimana Penulis membahas pengaturan serta implementasi dari informed consent sebagai perlindungan hukum bagi dokter dan pasien melalui analisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. Bentuk penelitian adalah yuridis-normatif membahas asas dan norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan menggunakan data sekunder sebagai hasil dari studi kepustakaan dan hasil wawancara kepada narasumber. Dari penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pasien yang mendapat tindakan medis, tidak selamanya datang dalam keadaan sadar. Terhadap pasien sadar yang sudah diberikan informed consent juga ditemukan kendala, yakni bagaimana jika terjadi perbedaan antara diagnosis dan kenyataan pada saat tindakan sehingga perlu dilakukan tindakan life saving, hingga perluasan operasi yang sulit didapat jika keadaan pasien tidak sadar. Selain itu penelitian ini juga menemukan adanya inkonsistensi dalam penerapan tanggung jawab rumah sakit terhadap personalianya dalam hal terjadi sengketa medis yang melibatkan informed consent. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ketentuan pengenyampingan informed consent dalam life saving yang diatur Pasal 4 Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 pada praktiknya masih ditemukan kendala karena sulitnya pembuktian, dan berpotensi terjadi sengketa medis. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah kepada pemerintah terkhusus Kementerian Kesehatan agar membuat aturan yang mengharuskan pihak dokter untuk melakukan diskusi kepada sejawat dan/atau meminta persetujuan direktur rumah sakit, dalam hal akan melakukan tindakan medis kedaruratan yang bersifat invasif dan mempengaruhi hidup pasien. Saran ini dimaksudkan agar kedepannya posisi dokter menjadi aman dan pihak pasien mendapat opini tambahan yang menguatkan alasan dari tindakan dokter.
Informed consent is a foundation before starting medical action because it provides the benefits of legal protection for the parties to the medical agreement, including respect for patient rights as individuals and as proof of permission that authorizes doctors to carry out medical actions. This type of research is descriptive and prescriptive, in which the author discusses the arrangement and implementation of informed consent as legal protection for doctors and patients through analysis of the West Jakarta District Court Decision No. 864/PDT.G/2019/PN JKT.BRT. The form of research is juridical-normative discussing the principles and norms regulated, using secondary data and the results of interviews with source person. From this study, it was found that patients who received medical treatment did not always come conscious. Obstacles were also found for conscious patients who had given informed consent, namely what if there was a difference between the diagnosis and the reality at the time of the procedure so that life saving measures were necessary, to the extent of surgery which is difficult to obtain if the patient is unconscious. In addition, this study also found inconsistencies in the implementation of hospital responsibilities towards its personnel in the event of a medical dispute involving informed consent. This study concludes that the provision for waiver of informed consent in life saving regulated in Article 4 of the Permenkes 290/MENKES/Per/III/2008 in practice still encounters obstacles due to the difficulty of proving, and the potential for medical disputes to occur. The advice that can be given from this research is for the government, especially the Ministry of Health, to make rules that require doctors to hold discussions with colleagues and/or seek approval from the hospital director, in terms of carrying out emergency medical procedures that are invasive and affect the patient's life. This suggestion is intended so that in the future the doctor's position will be safe and the patient will receive additional opinions that strengthen the reasons for the doctor's actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Indira Khairunnisa
"Skripsi ini membahas mengenai ruang lingkup malpraktik medik dan risiko medik, penerapan prinsip duty of care dalam pertanggung jawaban hukum dokter, serta analisis putusan No. 569/PDT.G/2013/PN.JKT.PST. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan keseluruhanya dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif serta tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menujukan bahwa malpraktik medik berbeda dengan risiko medik dimana unsur kesalahan dari dokter pada pembuktian merupakan pembeda dari keduanya, selain itu duty of care adalah suatu kewajiban yang melekat pada seorang dokter saat tercipta hubungan antara dokter dan pasien, dalam kasus malpraktik medik pada putusan No. 569/PDT.G/2013/PN.JKT.PST hakim telah mempertimbangkan penerepan duty of care dokter sebagai pertimbangan putusan. Hasil penelitian menyarankan hendaklah kepada tenaga kesehatan khususnya dokter untuk menjadikan duty of care ini sebagai suatu kewajiban yang penting dalam melakukan tindakan medik, organisasi Ikatan Dokter Indonesia IDI bisa lebih memaksimalkan peranya dalam perlindungan dan pengawasan, pemerintah bisa bersinergi dengan pembuat undang-undang dalam memberikan kepastian hukum terkait perlindungan baik untuk pasien atupun dokter, dan pasien atau maysarakat dapat lebih kritis terhadap hak-haknya namun juga teredukasi mengenai kewajiban-kewajibanya.
This thesis discusses the scope of medical malpractice and medical risks, the application of the duty of care principle in the legal responsibility of doctors, and the analysis of the verdict No. 569 PDT.G 2013 PN.JKT.PST. The type of study used is normative juridical and conducted using qualitative research method as well as descriptive research type. This study indicates that medical malpractice is different from medical risk where the mistake of the doctor on proof is the differentiator of both, besides duty of care is a duty attached to a doctor when relationship between doctor and patient is created, in case of medical malpractice in verdict No. 569 PDT.G 2013 PN.JKT.PST the judge has considered taking the duty of care of the doctor as a judgment. The results suggest that health professionals, especially doctors, should make this duty of care an important obligation in conducting medical actions, the organization of Indonesian Doctors Association IDI can maximize its participation in protection and supervision, the government can synergize with lawmakers in providing legal certainty regarding the protection of both patients and physicians, and patients or citizens should be more critical of their rights but also are well educated on their obligations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Maghfirotun
"Dalam penelitian ini dianalisis tanggung jawab rumah sakit terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan dokter bukan pegawai rumah sakit, penerapan teori central responsibility dan analisis putusan No. 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 dan 352/PK/PDT/2010. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Rumah sakit bertanggung jawab terhadap perbuatan melawan hukum yang terjadi di rumah sakit. Penerapan teori Central Responsibility memberikan kepastian hukum bagi pasien dan rumah sakit dimana rumah sakit bertanggung jawab secara terpusat terhadap semua kejadian di rumah sakit. Pada putusan No. 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 dan 352/PK/PDT/2010 rumah sakit bertanggung jawab secara central responsibility.
In this research analyzed the relation between the hospital's responsibility with the unlawful act that done by the doctors who are not be part of hospital's employee and the application of the central responsibility theory, and analysis of the judicial decision number 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 and 352/PK/PDT/2010. This study uses normative juridical method with qualitative approach. The hospital is responsible for the unlawful act that occurred in the hospital. The application of the central responsibility theory makes the legal certainty of both patients and the hospital with the hospital responsible centrally to all cases that happen in the hospital. In the judicial decision number 18/Pdt.G/2006/PN.PLG, 62/PDT/2006/PT.PLG, 1752 K/Pdt/2007 and 352/PK/PDT/2010 hospital responsible centrally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S67957
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lavirra Zuchni Amanda
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah tinjauan malpraktik medis berdasarkan perbuatan melawan hukum (PMH). Selain itu juga membahas pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti rugi dan ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran jelas mengenai malpraktik medis dan perbuatan melawan hukum (PMH), selain itu juga bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban dokter dalam hal korban malpraktik medis menuntut ganti rugi dan mengetahui ruang lingkup ganti rugi yang dapat dituntut oleh korban malpraktik medis. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, tipe penelitiannya adalah deskriptif, jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Alat pengumpulan data yang digunakan berupa studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara. Analisis data yang digunakan oleh penulis adalah dengan pendekatan kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah korban malpraktik medis yang merasa dirugikan dapat menutut ganti kerugian dengan dasar gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dan dokter wajib bertanggung jawab apabila terbukti telah melakukan kesalahan. Ganti rugi yang dapat dituntut dapat berupa ganti rugi materiil dan immateriil.
The discussion of this academic thesis is about juridical analysis of medical malpractice can be classified as unlawful act. It also discusses the responsibility of the doctor of medical malpractice victims to demand compensation and the scope of damages that can be claimed by the victim. This research aims to determine a clear overview of medical malpractice and unlawful act, but it also aims to determine the responsibility of the doctor of medical malpractice victims sue for damages and determine the scope of damages that can be claimed by victims of medical malpractice. This study is normative, the type of research is descriptive, the type of data used are primary data and secondary data. Data collection tools used in the form of study documents or library materials and interviews. Analysis of the data used by the authors is the qualitative approach. The conclusion of this study is the victim of medical malpractice who feels aggrieved can menutut claim for damages on the basis of tort ( PMH ) and the doctor shall be responsible if it is proved have made a mistake. Compensation may be required can be material and immaterial damages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65244
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Elisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis tanggung jawab hukum dokter dalam kasus malpraktek medis, serta dampaknya terhadap pasien dan sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Malpraktek medis didefinisikan sebagai tindakan kelalaian atau kesalahan yang dilakukan oleh dokter yang menyebabkan kerugian bagi pasien. Penulis mengkaji ketentuan hukum yang relevan, termasuk Pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata serta Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menegaskan bahwa dokter bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang timbul akibat tindakan mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, di mana penulis melakukan analisis terhadap regulasi dan praktik hukum terkait malpraktek medis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien memiliki hak untuk menggugat dokter jika terbukti terjadi kelalaian dalam pelayanan medis. Selain itu, prosedur penyelesaian hukum harus melibatkan pendapat dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman mengenai tanggung jawab hukum dokter dan perlindungan hak pasien dalam konteks pelayanan kesehatan di Indonesia. Penelitian ini juga membahas pentingnya peningkatan kesadaran akan standar pelayanan medis dan perlunya edukasi bagi dokter mengenai aspek hukum dalam praktik kedokteran.
This research aims to explore and analyze the legal responsibility of doctors in cases of medical malpractice and its impact on patients and the applicable legal system in Indonesia. Medical malpractice is defined as acts of negligence or error committed by doctors that result in harm to patients. The author examines relevant legal provisions, including Articles 1365 and 1366 of the Indonesian Civil Code, as well as Article 58 of Law No. 36 of 2009 on Health, which emphasizes that doctors are responsible for compensating damages arising from their actions. The research employs a normative juridical method with a legislative approach, where the author analyzes regulations and legal practices related to medical malpractice. The findings indicate that patients have the right to sue doctors if negligence in medical services is proven. Additionally, the legal resolution process should involve opinions from the Indonesian Medical Disciplinary Honorary Council, in accordance with applicable regulations. This study is expected to make a significant contribution to understanding the legal responsibilities of doctors and protecting patient rights within the context of healthcare services in Indonesia. The research also discusses the importance of raising awareness about medical service standards and the need for education for doctors regarding legal aspects in medical practice. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pasaribu, Abigail Frida Christine Chiquita
"Banyak perdebatan apabila dokter melakukan kesalahan. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya pengaduan kasus malpraktik medis yang diajukan masyarakat pada profesi dokter. Kondisi demikian dipicu oleh makin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat atas hak perawatan dan pemeliharaan kesehatan dan hak untuk menentukan nasib diri sendiri. Cara dokter dalam menangani seorang pasien adalah antara kemungkinan dan ketidakpastian karena tubuh manusia bersifat kompleks dan tidak dapat dimengerti sepenuhnya. Berangkat dari permasalahan tersebut, skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi dokter pada kasus alergi obat dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 630/Pdt.G/2015/PN Bks. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis-normatif. Hasil Penelitian ini adalah pengaturan malpraktik medis di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, serta peraturan turunan, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Terkait perlindungan hukum bagi dokter pada kasus alergi obat studi kasus : putusan pengadilan negeri Bekasi No. 630/Pdt.G/2015/PN Bks. Majelis Hakim tidak memberikan perlindungan hukum bagi dokter tersebut.
There are so many debate when doctors make mistakes. This is demonstrated by the many complaints of medical malpractice cases filed society in the medical profession. Such conditions triggered by the increasing level of education and public awareness of the right to health care and the right of self determination. How doctors treat patients is between probable and uncertainty because the human body is complex and cannot be fully understood. Departing from these problems, this thesis discusses the legal protection for doctors in case of allergy drugs by analyzing the Bekasi District Court 39 s Decision Number 630 Pdt.G 2015 PN Bks. This research is a qualitative study with normative juridical form. Results of this research is the regulation of medical malpractice in Indonesia stipulated in the Penal Code, Civil Code, The Law of Republic Indonesia Number 36 of 2009 on Health, The Law of Republic Indonesia Number 36 of 2014 on Health Workers, as well as derivative legislation, namely the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 269 MENKES PER III 2008 on the Medical Records and Regulation of the Minister of Health of the Republic Indonesia Number 2052 MENKES PER X 2011 on Permit Practice and Implementation of Medical Practice. Related to Legal Protection For Doctors In Case Of Drug Allergy Case Study Bekasi District Courts rsquo s Decision Number 630 Pdt.G 2015 PN Bks. Judges do not provide legal protection for the doctor. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66686
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Manogihon, Benedictus Hananta
"Banyaknya kasus pengambilan paksa kendaraan bermotor milik debitor yang menjadi objek fidusia oleh kreditor berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia dan perbuatan dari kreditor tersebut bertentangan dengan konstitusi sehingga ketentuan tersebut membuat pihak debitor merasa dirugikan. Seharusnya Debitor mengajukan permohonan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia terlebih dahulu kepada pengadilan negeri. Metode Penelitian dalam Penulisan ini berbentuk doktriner, yaitu suatu Penelitian yang bekerja untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari. Isi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 10/Pdt.G.S./2021/PN.Jkt.Tim telah merugikan Debitor. Kreditor merampas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda empat milik Debitor. Penarikan kendaraan tersebut telah melanggar ketentuan penarikan kendaraan yang dibeli secara kredit yang termuat dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan yang Melakukan Pembiayaan Konsumen untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
There are many cases of forced taking of motor vehicles belonging to debtors which are fiduciary objects by creditors based on the provisions of Article 15 paragraphs (2) and (3) of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary and the creditors' actions are contrary to the constitution so that these provisions make the debtor feel disadvantaged. The debtor should submit a request for execution of the object of the fiduciary guarantee first to the district court. This research method in writing is in the form of doctrinaire, namely research that works to find the correct answers by proving the truth sought. The contents of the East Jakarta District Court Decision Number 10/Pdt.G.S/2021/PN.Jkt.Tim have harmed the Debtor. The Creditor confiscated 1 (one) four-wheeled motorized vehicle belonging to the Debtor. The withdrawal of the vehicle violates the provisions for withdrawing vehicles purchased on credit as contained in Minister of Finance Regulation Number 130/PMK.010/2012 concerning Registration of Fiduciary Guarantees for Finance Companies that Provide Consumer Financing for Motorized Vehicles with Fiduciary Guarantees."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library