Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 142723 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhamad Iqbal Naufal
"Dendrobium crumenatum merupakan jenis anggrek yang memiliki variasi morfologi akibat adanya persebaran yang luas. Studi literatur menunjukkan bahwa penelitian terhadap variasi morfologi bunga Dendrobium crumenatum belum dilakukan, salah satunya akibat penjelasan deskripsi yang tidak sama dari tiap-tiap pulau. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membuat deskripsi yang sama dan lebih lengkap, kemudian menganalisis karakter-karakter yang signifikan berbeda dan memberikan gambaran mengenai pola pengelompokan berdasarkan pola biogeografi. Penelitian yang dilakukan menggunakan 78 spesimen vegetatif dan 51 spesimen bunga. Sebanyak 33 karakter dari 37 spesimen bunga dianalisis menggunakan Principal Component Analysis (PCA).
Hasil analisis menunjukkan bahwa ukuran perhiasan bunga, tepi lobus tengah, bentuk sepal dorsal dan sepal lateral, kalus, dan perbandingan panjang lobus tengah dan lobus samping labellum merupakan karakter-karakter yang signifikan berbeda. Hasil analisis juga menunjukkan tiga kelompok yang terpisah, yaitu kelompok 1 (Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi) sebagai Dendrobium crumenatum, kelompok 2 (Nusa Tenggara) sebagai Dendrobium sp., dan kelompok 3 (Sulawesi Utara dan Maluku) sebagai Dendrobium papilioniferum. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk mengubah distribusi Dendrobium crumenatum, menjadikan Dendrobium papilioniferum menjadi jenis yang terpisah, dan menjadi data awal publikasi jenis baru Dendrobium dari Nusa Tenggara.

Dendrobium crumenatum is an orchid species that have morphological variation due to the broad distribution. The literature study shows that the study of morphological variation about Dendrobium crumenatum has not been done, one of them as a result of the description which are not the same from each island. Therefore, the aims of this research are to make the same and complete description, then analyze the significantly different characters and give a description of grouping based on biogeographic patterns. The conducted research using 78 specimens vegetative and 51 specimens of flowers. A total 33 morphological characters from 37 flower spesimens were analyzed using Principal Component Analysis (PCA).
The analysis shows that the size of the flower parts, the edge of the middle lobe, dorsal sepals and lateral sepals form, callus, and the length ratio between middle lobe and the side lobe labellum are significantly different characters. The analysis also shows three separate groups, namely the group 1 (Sumatra, Java, Borneo, and Celebes) as Dendrobium crumenatum, group 2 (Lesser Sunda) as Dendrobium sp., and group 3 (North Sulawesi and Moluccas) as Dendrobium papilioniferum. Results of this study can be a reference material to restrict the distribution of Dendrobium crumenatum, to make Dendrobium papilioniferum a separate species, and be an early data into new species publication about Dendrobium sp. of Lesser Sunda.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61899
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sharfina Ishmah
"Anggrek merpati Dendrobium crumenatum merupakan anggrek yang tersebar luas di Asia Tenggara dan memiliki nilai sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Spesies ini dapat beradaptasi pada berbagai habitat, salah satunya habitat terang hingga ternaung. Intensitas cahaya diketahui memiliki pengaruh terhadap perkembangan tumbuhan. Informasi mengenai pengaruh intensitas cahaya pada anatomi Dendrobium crumenatum masih terbatas, penelitian ini ditujukan untuk membandingkan karakter anggrek yang tumbuh di habitat terang dan ternaung. Habitat terang dan ternaung ditentukan dengan membandingkan intensitas cahaya menggunakan lux meter. Organ vegetatif berupa daun, akar, dan pseudobulb diambil dari anggrek yang tumbuh di habitat tersebut. Sampel disayat, diwarnai dan diawetkan, lalu diamati di bawah mikroskop cahaya. Hasil parameter kualitatif dideskripsikan, sementara parameter kuantitatif dianalisis dengan uji t tidak berpasangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas cahaya memiliki pengaruh pada karakter morfologi dan anatomi D. crumenatum. Perbedaan anatomi pada daun yaitu ketebalan daun, ketebalan kutikula, ketebalan mesofil, ketebalan epidermis adaksial, dan kerapatan stomata abaksial. Ditemukan karakter anatomi berupa trikoma sumur pada daun. Ketebalan kutikula dan epidermis yang berbeda signifikan teramati pada pseudobulb Tidak didapat perbedaan anatomi bernilai signifikan pada akar. Dapat disimpulkan bahwa intensitas cahaya lebih memengaruhi karakter anatomi daun. Studi eksperimental serta penggunaan spesies lain sebagai pembanding disarankan untuk penelitian lanjutan.
Pigeon orchid Dendrobium crumenatum is commonly found in South East Asia, with values as ornamental and medicinal plant. This species adapts in broad habitat ranges, such as sunny to shaded habitats. Light intensity is known to influences plant development. There are limited informations of how light intensity affect D crumenatums anatomy, this research is aimed to compare the anatomy of D. crumenatum from sunny and shaded habitats. Habitat types determined by comparing light intensities using lux meter. The vegetative organs including leaf, pseudobulb and root were sampled. Samples were cut, stained and preserved, then observed using light microscope. Observed qualitative parameters were described, quantitative parameters were analyzed using unpaired t-test. This research shows that light intensity affected morphology and anatomy of D. crumenatum. Anatomical difference with statistical significance in leaves are leaf thickness, cuticle thickness, adaxial epidermis thickness, mesophyll thickness, and frequency of abaxial stomata. Noteworthy feature of the leaf includes sunken trichomes. Different cuticle and epidermis thickness were observed in the pseudobulb. There was no significant anatomical differences with in the root. It can be concluded in D. crumenatum, light intensity affects leaf anatomy the most. Experimental research and study regarding other species are suggested in the future"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Puspita Sari
"Penelitian mengenai karakterisasi morofologi bunga dan pollinaria 14 spesies Hoya atau bunga lilin telah dilakukan dari Februari--Mei 2015. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dan membandingkan 14 spesies Hoya koleksi Kebun Raya Bogor (KRB) berdasarkan morfologi bunga dan pollinaria. Sampel yang digunakan merupakan 14 spesimen awetan basah bunga koleksi KRB. Data yang diambil berupa data kualitatif, kuantitatif, dan visual melalui metode pengamatan langsung.
Hasil penelitian menunjukkan variasi bentuk dan ukuran bunga serta pollinaria pada 14 spesies Hoya koleksi KRB. Hasil juga menunjukkan adanya karakter pembeda antarspesies yaitu bentuk calyx, keberadaan trikom pada bagian tepi calyx, bentuk corolla, bentuk corona, pelengkap anther, bentuk pollinia, bentuk corpusculum, ada atau tidaknya caudicle, bentuk caudicle, ada atau tidaknya pellucid edge, dan bentuk translator.

Research on morphological flowers and pollinaria characterization from 14 species Hoya or wax flowers was conducted from Februari--Mei 2015. The aims of this research was to describe and compare 14 species of Hoya collections from Bogor Botanical Garden (BBG) based on flower and pollinaria morphology. The research was carried out using preserved 14 specimen collections from BBG. The qualitative, quantitative, and visual data were collected by direct observation method.
The result showed that the shape and size characters from flowers and pollinaria of 14 Hoya species from BBG were varied. Beside variation of Hoya flowers and pollinaria, there were also some distinguish characters of calyx shape, presence or absence of trichome in calyx, corolla shape, corona shape, anther appendages, pollinia shape, corpusculum shape, presence or absence of caudicle, caudicle shape, presence or absence of pellucid edge , and translator shape.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S59073
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The village of Laweyan constitutes a unique, specific and historical region. In its development Laweyan experiences some functional changes of region and settlement...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Widurini D.S.
"Kerusakan gigi molar satu rahang atas frekuensinya cukup tinggi dan sering disertai kelainan pulpa. Perawatan saluran akar pada gigi ini memerlukan keterampilan yang ditunjang oleh pengetahuan anatomi dan morfologi a.1. panjang gigi, bentuk penampang saluran akar, jumlah akar, jumlah saluran akar, dan letak orifis. Dalam perawatannya sering dijumpai kesulitan menentukan letak apeks, karena pedoman ukuran yang ada berdasarkan ukuran gigi orang Amerika atau Eropa. Belum ada pedoman yang berdasarkan ukuran-gigi orang Indonesia. Dari sampel 50 gigi molar satu atas yang dicabut dari klinik gigi di Jakarta, diukur panjang gigi dari masing-masing apeks akar Palatal, Mesio Bukal, Disto Bukal ke bidang oklusal dengan mikrometer. Dihitung jumlah akar, jumlah saluran akar, dan dicatat bentuk penampang saluran akar 5 mm dari apeks, dan konfigurasi letak oriifis.
Dari hasil pengukuran diperoleh panjang gigi rata-rata dari apeks akar palatal 19,47 mm, dari apeks akar mesio bukal 19,14 mm dari apeks akar disto bukal 18,41 mm. Dari hasil pengamatan, semua gigi mempunyai tiga akar, dan diperoleh lebih banyak gigi dengan tiga saluran akar (98 %). Dari gambaran konfigurasi letak orifis diperoleh bentuk (60 %), lebih banyak dibanding bentuk "Y" (16 %) dan bentuk "T" (18 %). Dari pengamatan bentuk penampang saluran akar, terbanyak diperoleh bentuk bulat pada akar disto bukal (82 %), dan bentuk elips pada akar palatal (36 7). Selain itu diperoleh pula bentuk ginjal padaakar disto bukal (4%), dan bentuk pipih pada akar mesio bukal (14 %)."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1993
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Mas Rizky Ramadhani
"Hibiscus rosa-sinensis memiliki variasi pada bentuk bunga single, crested, dan double. Variasi tersebut disebabkan adanya perubahan struktur stamen menjadi bentuk lembaran (petaloid) pada bunga crested dan double. Pembentukan struktur petaloid tersebut merupakan gejala homeosis yang disebabkan oleh mutasi pada gen homeotik pengatur identitas organ bunga. Gen homeotik bunga termasuk ke dalam kelompok gen MADS-box yang dibedakan berdasarkan fungsinya menjadi gen kelas A, B, C, D, dan E. Gen yang berfungsi dalam mengatur pembentukan identitas stamen adalah gen kelas B, C, dan E. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gen APETALA3 dan PISTILLATA (kelas B), AGAMOUS (kelas C), serta SEPALLATA1 (kelas E) pada petal dan struktur stamen bunga H. rosa-sinensis variasi single, crested, dan double, serta mengetahui homologi gen-gen tersebut dengan gen-gen ortolog pada spesies tumbuhan yang berbeda. Isolasi DNA genomik dilakukan menggunakan kit ekstraksi DNA genomik. Selanjutnya, amplifikasi gen dilakukan menggunakan primer AP3, PI, AG-1, AG-2, AG Kombinasi 1 dan 2, SEP1-1, dan SEP1-2. Sekuensing dilakukan pada amplikon gen yang berhasil diamplifikasi, yaitu pada amplikon gen PI, AG-1, AG Kombinasi 1, SEP1-1, SEP1-2. Hasil sekuensing berkualitas tinggi diperoleh dari amplikon gen PI, AG Kombinasi 1, dan SEP1-2. Penyejajaran sekuens gen yang diperoleh dengan gen target menunjukkan persentase kemiripan yang rendah. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan sekuens gen MADS-box akibat proses evolusi tumbuhan. Oleh karena itu, desain primer untuk mendapatkan sekuens target perlu dilakukan kembali dengan mempertimbangkan kemungkinan diversifikasi gen MADS-box pada spesies tumbuhan yang berbeda.

Hibiscus rosa-sinensis has variations in the form of single, crested, and double flowers. This variation is caused by a change in stamen structure to form petaloids in crested and double flowers. The formation of these petaloid structures is a symptom of homeosis caused by mutations in homeotic genes that regulate flower organ identity. Flower homeotic genes belong to the MADS-box gene group which are distinguished based on their function into A-, B-, C-, D-, and E-class genes. The genes that function in regulating the formation of stamen identity are B-, C-, and E-class genes. This research is done to analyze the APETALA3 and PISTILLATA (B-class), AGAMOUS (C-class), and SEPALATA1 (E-class) genes in the petal and stamen structure of single, crested, and double H. rosa-sinensis flower variations, as well as to know the homology of these genes with other ortholog genes from different plant species. Genomic DNA isolation was carried out using an extraction kit. Next, gene amplification was performed using primers AP3, PI, AG-1, AG-2, AG Combinations 1 and 2, SEP1-1, and SEP1-2. Sequencing was carried out on the amplicons of the genes that were successfully amplified, namely the amplicons of the PI, AG-1, AG Combination 1, SEP1-1, SEP1-2 genes. High quality sequencing results were obtained from the amplicons of the PI, AG Combination 1, and SEP1-2 genes. Sequence alignment between obtained and target genes showed a low percent similarity. This can occur due to changes in the MADS-box gene sequence caused by the process of plant evolution. Therefore, primer redesign to obtain target sequences needs to be done by considering the possibility of MADS-box gene diversification in different plant species."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research aimed to obtain phenotypic information based on morphological character of Jogorogo Mangosteen (Garcinia mangostana L.). This research was conducted with direct observation through primary and secondary data recording, and documenting parts of Jogorogo Mangosteen plant specifically, that was, in vegetative part: stalk and leave, as well as generative part: flower, fruit and seed. Jogorogo Mangosteen may reach hundreds years of life span, it had an average height of 9 meters, stalk diameter of 1 meter and crown diameter of 6 meter. The tree crown of Jogorogo Mangosteen plant was triangular in shape, with horizontal and irregular branching pattern and various densities. The leaves of Jogorogo Mangosteen wew elliptic. The trip of the leaf was pointed, the base of the leaf was blunt, and the leaf edge was flat with the smooth and shining surface. The flower of Jogorogo Mangosteen was a hermaphrodit and a perfect flower. The fruit was small with 59 grams weight/floer with 4.5 cm long and 4.45 cm wide. The fruit was purple-blackish with the continuous fruit ripening with high fruit bearing level. The Jogorogo Mangosteen fruit was sweet with a little yellow sap. 1-2 seeds were formed in every Jogorogo Mangosteen fruit with 1.6 cm long, 0,8 cm wide and 2.75 thick. The seed is spheroid and ellipsoid with light brown color wrapped with white arrilode."
Garcinia mangostana L., {s.a.}
JBB 2 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Psychology Press, 2009
415 ADV
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Adi Purwaninghari
"Bunga potong/tanaman hias merupakan komoditas hortikultura yang permintaannya dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan tingkat pendapatan masyarakat. Konsumen bunga potong terutama banyak terdapat di kota-kota besar karena di dalamnya terdapat banyak rumah tangga, perkantoran, hotel, dan florists. Permintaan bunga potong terbesar adalah DKI Jakarta, yaitu sebesar 855,5 ribu tangkai setiap minggu nya (Asbindo, 2002). DKI Jakarta tidak memiliki lahan produksi yang cukup luas karena keterbatasan Iahannya, namun mempunyai pasar yang cukup besar. Pusat Promosi dan Pemasaran Bunga/Tanaman Hias Rawabelong adalah satusatunya pusat promosi bunga/tanaman hias terbesar di DKI Jakarta dan merupakan UPT Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta yang dikenal sebagai Pasar Bunga Rawabelong. Melalui pasar ini kebutuhan konsumen akan bunga/tanaman hias dipasok dari berbagai daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Batam, Sumatera Utara, dan tentunya dari DKI Jakarta sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan alternatif-alternatif kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis lingkungan serta menentukan prioritas kebijakan pengelolaan pasar yang penting untuk dilaksanakan dalam rangka mengembangkan usaha untuk mencukupi kebutuhan masyarakat DKI dan sekitarnya akan bunga potong. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif. Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan kepada 16 responden yang ditunjuk secara purposive. Data sekunder diperoleh dari laporan, literatur dan bahan-bahan lain yang relevan. Data tersebut di analisis dengan menggunakan analisis internal eksternal untuk merumuskan alternatif-alternatif kebijakan dan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process untuk menentukan prioritas kebijakan yang harus dilaksanakan.
Analisis dengan matrik ekstemal internal diperoleh basil bahwa posisi pasar bunga Rawabelong berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal ada pada sel ke 5 yang berarti organisasi ini berada pada posisi growth/stability. Kemudian analisis dengan AHP, menghasilkan bahwa kebijakan yang diprioritaskan untuk dilaksanakan berdasarkan bobotnya adalah peningkatan dan pengembangan kerjasama, pembangunan data base dan jaringan informasi, peningkatan sarana dan prasarana fisik, optimalisasi lingkungan pasar, peningkatan penelitian kualitas bunga, peningkatan kualitas SDM Pembina dan pedagang dan peningkatan alokasi anggaran pemerintah. Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta selaku pengelola agar tetap melestarikan kawasan pasar bunga Rawabelong sebagai pusat promosi dan pemasaran bungaltanaman hias di DKI Jakarta sekaligus sebagai kawasan Ruang Terbuka Hijau Budidaya Pertanian. Kebijakan peningkatan dan pengembangan kerjasama Serta pembangunan data base dan jaringan informasi agar benar-benar diprioritaskan untuk dilaksanakan karena keduanya merupakan faktor penentu khususnya untuk kontinuitas pasokan, kualitas dan harga bunga.

Cut flowers is a horticulture product which the demand keeps on rising in every year in a line with the increasing of society income. Cut flowers consumers mostly living in the big cities where there are many household, offices, hotels, and florists. DKI Jakarta is the city with highest demand of cut flowers, that is almost 855,5 thousand stems in everyweek (Asbindo, 2002). DKI Jakarta doesn't have enough land to product cut flowers but it has big enough potential market for distributing them. The flower's promotion and distribution center is in Rawabelong and it is a part of Agriculture and Forestry Department, Government of DKI Jakarta Province. Cut flowers which distributed in this market comes from many ragion, such as Sukabumi (west Java), Magelang, Ambarawa (Central Java), Malang, Surabaya (East Java), Kaliurang (Jogjakarta), Batam, and also DKI Jakarta. The objectives of this research are to formulate the policy alternatives based on environmental scanning and to definite the most important policy based on priority to manage the market in order to adequate the needed of cut flowers in DKI Jakarta. The research method is descriptive and it describes qualitative and quantitative. Data which is obtained are prime and seconder. Prime data is obtained from questioner which has been given to 16 purposive respondences. Seconder data is got from report, journal and the others which have connection to solve the problem. Then, those data has analyzed by internal and external matrix to formulate policy alternatives and by AHP method to definite which is the priority policy to apply.
Analyzing with external internal matrix gave results that organization potion is in fifth cell. It means that the policy strategy organization is to grow or stability. The results from AHP which showed the priority policy are increasing and developing cooperation; developing data base and system information, increasing physic facilities; optimalizing market environment, increasing research of flower quality; increasing human resources quality and increasing allocation of government budget. Department of Agricultural and forestry, Government of Jakarta Province as the manager is fully hoped for keeping the Rawabelong area as a greeny area and as a center of promotion and distribution cut flowers in DKI Jakarta. Besides that, increasing and developing cooperation and developing data base and system information policies should be realized in order to guarantee the continuity and stability the products price.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Karno Ekowardono
"Penelitian ini memecahkan masalah secara tuntas bagaimana sistem morfologi verba denominal dan nomina deverbal dalam lingkup kelas nomina dan verba bahasa jawa baku. Data penelitian digali dari sumber tulis dan lisan. Data dari sumber tulis dicek dan dilengkapi dengan jalam mewawancarai sejumlah pembahan yang berasal dari Surakarta, Klaten, Yogyakarta, Magelang, dan Purworejo. Analisis dilakukan dengan pendekatan karta dan paradigma, menggunakan teknik oposisi proporsional atas dasar kesepadanan (korespondensi) antara arti, bentuk, dan valensi sinteksis kata.
Hasil yang diperoleh mencakupi deskripsi tentang (1) sistem morfologi nomina murni (tabel 1 dan 2) dan verba murni (3 dan 4) ; (2) sistem morfologi verba denominal (tabel 5-6) dan nomina deverbal (tabel7-10). kata kelas nomina murni yang dapat dibentuk menjadi verba denominal hanyalah nomina dasar (D) dan beberapa kata D-an. Nomia D-an ini terbentuk menjadi verba deniominal D-an. Hampir semua prosede di dalam sistem verba murni dimanfaatkan di dalam sistem verba denominal > namun pembentukannya primer, pada verba denominal I, adalah derivasi dari nomina D menjadi verba denominal D, D-an / 9a-) D yang tafsiran maknanya mengandung unsur "refleksif", dan beberapa kata D-an (lajur 1). Dari verba denominal D itu diperoleh verba denominal D-i dan D-ake. Verba D, D-i, dan D-ake itu menjadi pangkal pembentukan infleksional kategori inti (kolom A, B, C). Pada verba denominal II D-i dan D-ake itu terbentuk langsung dari nomina D. Verba denominal kategori pembeda ( kolom A, D, E, F, G, kecuali kata-kata tertentu, dan D-en (lajur 1) juga terbentuk langsung dari nomina D. Pembentukan selanjutnya berpangkal pada verbal denominal yang telah diperoleh dengan derivasi dan infleksi itu, mengikuti sistem yang berlaku pada verba murni.
Beberapa kategori verba murni dan verba nominal dapat dibentuk menjadi nomina deverbal, yakni (1) D-an berpangkal pada hampir semua kategori verba, (2) D-an/D-D-an berpangkal pada verba transitif D/N-D(-i/-ake). keculai N-D-eke/di-D-ake 'benefaktif (pasientif)' tidak, (3) pa(N)-D/pe-(N)-D berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/ di-D(-ake), (4) pa(N)-D-an/pe(N)-D-an berpangkal pada verba D/N-D(-i/-ake), dan (5) pi-D yang hanya ada beberapa kata, berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/di-D(-ake). Dengan catatan bahwa yang berpangkal pada verba denominal II tidak ada dan pangkal verba denominal I hanya satu kata di_d saja."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D127
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>