Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Latar Belakang: Estimasi usia penting untuk identifikasi individu. Perkembangan akar gigi molar tiga terjadi pada usia 15-25 tahun. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui akurasi estimasi usia 15–25 tahun menggunakan metode Thevissen di Indonesia. Metode: Menerapkan metode Thevissen pada 100 radiograf panoramik laki-laki dan perempuan. Uji reliabilitas menggunakan formula Dahlberg dan uji Cohen’s Kappa serta signifikansi pengukuran menggunakan uji-t berpasangan dan uji Wilcoxon. Kemudian dilakukan perhitungan besar penyimpangan hasil estimasi usia. Hasil: Penyimpangan estimasi usia laki-laki adalah ±3,050 tahun dan perempuan adalah ±2,067 tahun. Kesimpulan: Penyimpangan estimasi usia perempuan lebih kecil dari estimasi usia laki-laki. Metode Thevissen lebih diutamakan untuk usia 15–22 tahun., Background: Age estimation is important for individual identification. Root development of third molars occurs at age 15-25 years. Objective: This study is conducted to find out the accuracy of age estimation using Thevissen method in Indonesia. Method: Applying Thevissen method on 100 panoramic radiographs male and female subjects. Reliabilities tested by Dahlberg formula and Cohen’s Kappa test and the significancy measurement tested by the paired t-test and Wilcoxon test. Then calculate the deviation of estimated age. Results: The deviation of age estimation of male subject is ±3,050 years and age estimation of female subject is ±2,067 years. Conclusions: The deviation of age estimation of female subject less than male subject. The age estimation with Thevissen method is preferred for age 15-22 years]"
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Winaya
"Latar Belakang: Kondisi edentulus umumnya menjadi dominan pada usia ≥65 tahun. Prevalensi edentulus parsial sendiri di Indonesia mencapai 79,8%. Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya temuan radiografik yang cukup tinggi pada radiograf panoramik pasien edentulus yang sehat. Temuan-temuan tersebut berdampak penting pada rencana perawatan prostodontik, terutama perawatan implant-supported prosthesis. Salah satu penyakit yang dijumpai pada usia pengguna gigi tiruan adalah osteoporosis. Hal tersebut menjadi perhatian khusus karena osteoporosis merupakan faktor risiko yang mempercepat penurunan residual ridge. Berdasarkan hal tersebut dan dengan sedikitnya penelitian yang menggunakan sampel edentulus parsial, maka diperlukan data untuk mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Tujuan: Mengetahui frekuensi distribusi temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 385 sampel radiograf panoramik pasien edentulus parsial di RSKGM FKG UI. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi menggunakan i-Dixel Morita dan viewer box untuk mengetahui adanya temuan insidental, seperti gigi impaksi, sisa akar gigi, foreign bodies, lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, dan lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat dalam Microsoft Excel. Uji reliabilitas dilakukan menggunakan uji Gwet AC1, Kappa, dan ICC. Hasil: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental, yakni 71,95% (277 radiograf). Total seluruh temuan insidental pada 277 radiograf adalah 549. Secara temuan insidental, urutan temuan insidental dari yang paling banyak hingga paling sedikit, yaitu lebar korteks tepi bawah mandibula (<3,0 mm), lesi radiolusen/mixed/radiopak, atrofi maksila, gigi impaksi, sisa akar gigi, dan foreign bodies. Rata-rata lebar korteks tepi bawah mandibula menurun seiring dengan bertambahnya usia dan lebih rendah pada perempuan, dengan rata-rata total lebar korteks tepi bawah mandibula adalah 3,12 mm. Kesimpulan: Prevalensi adanya minimal satu temuan insidental pada radiograf panoramik pasien edentulus parsial yang tidak memiliki keluhan/memiliki keluhan di luar temuan insidental cukup tinggi. Hal tersebut dapat menjadi peringatan bagi klinisi untuk dapat lebih lengkap dan berhati-hati dalam melakukan pemeriksaan, khususnya pada pasien edentulus parsial.

Background: The edentulous condition generally becomes dominant at the age of ≥65 years. The prevalence of partial edentulous in Indonesia reaches 79.8%. Several studies have demonstrated high radiographic findings on panoramic radiographs of healthy edentulous patients. These findings have an important impact on prosthodontic treatment planning, especially the treatment of implant-supported prostheses. One of the diseases found at the age of denture wearers is osteoporosis. This is of particular concern because osteoporosis is a risk factor that accelerates the reduction of the residual ridge. Based on these and with the small number of studies using partial edentulous samples, data is needed to determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Objective: To determine the frequency distribution of incidental findings on panoramic radiographs of partial edentulous patients. Method: This study is a cross-sectional study using 385 panoramic radiographs of partial edentulous patients at RSKGM FKG UI. Radiographs were evaluated and interpreted using the i-Dixel Morita and viewer box for any incidental findings, such as impacted teeth, retained root teeth, foreign bodies, radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, and mandibular cortical width (<3,0 mm). Data on age, sex, and interpretation of panoramic radiographs were recorded in Microsoft Excel. The reliability test was carried out using the Gwet AC1, Kappa, and ICC tests. Result: The prevalence of having at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who had no complaints/had complaints other than incidental findings is 71.95% (277 radiographs). The total of all incidental findings on 277 radiographs is 549. In terms of incidental findings, the order of incidental findings from most to least, namely mandibular cortical width (<3,0 mm), radiolucent/mixed/radiopaque lesions, maxillary atrophy, impacted teeth, retained root teeth, and foreign bodies. The mean mandibular cortical width decreased with age and is lower in females, with the average total of mandibular cortical width is 3.12 mm. Conclusion: The prevalence of at least one incidental finding on panoramic radiographs of partial edentulous patients who have no complaints/have complaints other than incidental findings is quite high. This can be a warning for clinicians to be more complete and careful in conducting examinations, especially in partial edentulous patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Adelia Armando
"Latar Belakang: Estimasi usia dalam kedokteran gigi forensik memiliki peran penting dalam identifikasi individu dan penentuan status hukum seseorang. Metode estimasi usia menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada gigi insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik digital telah dikembangkan, namun akurasinya pada berbagai kelompok usia masih perlu diteliti lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara rasio PL/W dengan usia kronologis, validitas persamaan regresi yang dihasilkan, dan akurasi metode PL/W pada berbagai kelompok usia dalam estimasi usia. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis akurasi metode estimasi usia kronologis menggunakan rasio panjang dan lebar pulpa (PL/W) pada insisif lateral maksila melalui radiograf panoramik pada berbagai kelompok usia. Metode Penelitian: Penelitian cross-sectional dilakukan pada 125 subjek (75 laki-laki, 50 perempuan) berusia 18-60 tahun menggunakan radiograf panoramik digital. Pengukuran panjang pulpa (PL) dan lebar pulpa (W) dilakukan pada insisif lateral maksila menggunakan software NOVApacs dan i-Dixel. Analisis statistik meliputi uji reliabilitas, korelasi, regresi linear, dan validasi model. Hasil Penelitian: Metode rasio PL/W menunjukkan korelasi positif yang kuat dengan usia kronologis. Model regresi menunjukkan tingkat akurasi yang moderat, dengan hasil terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Estimasi usia pada kelompok perempuan lebih akurat dibandingkan laki-laki. Kesimpulan: Metode rasio PL/W pada insisif lateral maksila dapat digunakan sebagai metode alternatif untuk estimasi usia pada populasi Indonesia, dengan akurasi terbaik pada kelompok usia 30-39 tahun. Namun, diperlukan penelitian lanjutan dengan distribusi sampel yang lebih seimbang untuk validasi lebih lanjut.

Background: Age estimation in forensic dentistry plays a crucial role in individual identification and legal status determination. The age estimation method using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through digital panoramic radiographs has been developed; however, its accuracy across different age groups requires further investigation. This study aimed to analyze the correlation between PL/W ratio and chronological age, the validity of the resulting regression equation, and the accuracy of the PL/W method across different age groups in age estimation. Objective: This study aimed to analyze the accuracy of chronological age estimation using pulp length and width ratio (PL/W) on maxillary lateral incisors through panoramic radiographs across different age groups. Methods: A cross-sectional study was conducted on 125 subjects (75 males, 50 females) aged 18-60 years using digital panoramic radiographs. Pulp length (PL) and width (W) measurements were performed on maxillary lateral incisors using NOVApacs and i-Dixel software. Statistical analysis included reliability testing, correlation, linear regression, and model validation. Results: The PL/W ratio method showed a strong positive correlation with chronological age. The regression model demonstrated a moderate predictive capability, with better accuracy in the 30-39 age group. Females had a lower estimation error compared to males. Conclusion: The PL/W ratio method on maxillary lateral incisors can be used as an alternative method for age estimation in the Indonesian population, with the best accuracy in the 30-39 age group. However, further research with a more balanced sample distribution is needed for further validation."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambia Parama Kanya
"ABSTRAK
Jenis kelamin merupakan data penting dalam identifikasi individu. Salah satu metode penentuannya adalah analisis radiografis. Tujuan: Mengetahui nilai rerata pengukuran mandibula pada radiograf panoramik dalam menentukan jenis kelamin individu pada usia 14-35 tahun. Metode: Parameter yang diukur yaitu tinggi ramus, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, jarak minimum ramus, dan indeks mentalis. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan perempuan pada tinggi ramus, lebar bigonial, tinggi ramus-kondil, tinggi ramus-koronoid, jarak maksimum ramus, dan jarak minimum ramus. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada sudut gonial dan indeks mentalis. Kesimpulan: Enam parameter dapat menentukan jenis kelamin.

ABSTRAK
Background Sex is one important information for identification. One of the method is radiographic analysis. Objective To obtain mean value of mandible on panoramic radiograph to determine sex aged 14 35 years. Methods Mandible measurements available are ramus height, gonial angle, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus breadth, minimum ramus breadth, and mental index. Result There are difference between both sex on ramus height, bigonial width, condylar ramus height, coronoid ramus height, maximum ramus height, minimum ramus height measurement and no difference from gonial angle and mental index. Conclusion Six parameters can be used to identify sex.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Nur Sakina Tri Meilana
"Latar Belakang: Pada banyak kasus forensik, seringkali tubuh ditemukan dalam kondisi fragmen, hangus terbakar, atau telah mengalami dekomposisi. Gigi merupakan bukti kuat dalam kasus forensik seperti ini karena strukturnya kuat, tahan terhadap berbagai kondisi dan perubahan post-mortem. Jumlahnya yang mencapai 32, setidaknya akan ada beberapa gigi yang dapat dianalisis.
Tujuan: Menganalisis potensi dental morfometrik dalam penentuan usia dan jenis kelamin individu
Metode: 230 data panoramik digital rentang usia 15-35 tahun dipilih untuk dianalisis. Dental morfometrik total panjang gigi (TTL), panjang akar (RL), panjang mahkota (CL), serta ratio area pulpa dan gigi (PTR) diukur dengan software open source Image J.
Hasil: Uji Korelasi Pearson menunjukkan ada korelasi bermakna antara variabel TTL, RL, dan CL dengan jenis kelamin namun tidak pada usia. Ditemukan pula korelasi kuat negatif antara variabel PTR dengan usia, namun tidak pada jenis kelamin. Berbagai model regresi untuk estimasi usia dan jenis kelamin populasi Indonesia telah dikembangkan. Model regresi TTL, RL, dan CL dari kombinasi gigi 11,13, dan 33 menunjukkan akurasi yang paling baik dengan prediksi kesalahan terkecil dalam memperkirakan jenis kelamin, (r = 0,681) (r2 =0,464) (SE=0,374). Sebuah model regresi estimasi usia berdasarkan PTR dikembangkan. Ketika model regresi digunakan sesuai jenis kelamin, maka akurasi akan meningkat, dengan pada wanita sedikit lebih akurat dibanding laki-laki (r=0,692) (r2=0,479) (SE=4,349).
Kesimpulan: Dental morfometrik berpotensi dalam estimasi usia ataupun jenis kelamin pada populasi Indonesia. Variabel TTL, RL, dan CL terbukti berbeda antara gender, dan variabel PTR merupakan metode dental morfometrik yang terbukti dapat digunakan dalam estimasi usia.

Background: In many forensic cases, bodies are often found in fragments, charred, or decomposed. Teeth are strong evidence in forensic cases like these because they are structurally sound, resistant to a variety of conditions and post-mortem changes. Moreover, the total number of teeth reaches 32, at least there will be several teeth that can be analyzed
Objective: To analyze the potential of dental morphometrics in determining the age and sex of an individual Method: 230 digital panoramic data aged 15-35 years were selected for analysis. Dental morphometric total tooth length (TTL), root length (RL), crown length (CL), and pulp-to-tooth area ratio (PTR) were measured using open source software Image J.
Results: Pearson Correlation Test showed that there was a significant correlation between TTL, RL, and CL variables with sex but not with age. There was also a strong negative correlation between the PTR variable and age, but not gender. Various regression models for estimating the age and sex of the Indonesian population have been developed. The TTL, RL, and CL regression model of the combination of teeth 11,13, and 33 showed the best accuracy with the smallest prediction error in estimating sex, (r = 0.681) (r2 = 0.464) (SE = 0.374). An age estimation regression model based on PTR was developed. When the regression model is used according to gender, the accuracy will increase, with women being slightly more accurate than men (r=0.692) (r2=0.479) (SE=4.349).
Conclusion: Dental morphometrics has the potential to estimate age or sex in the Indonesian population. The TTL, RL, and CL variables are proven to differ between genders, and the PTR variable is a dental morphometric method that is proven to be used in age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devia Tasya Rachmadiani
"Latar Belakang: Tulang mandibula merupakan tulang terkuat pada tengkorak yang mengalami perubahan sesuai usia. Pengukuran mandibula banyak dijadikan parameter terkait tumbuh kembang yang bermanfaat untuk berbagai bidang ilmu kedokteran gigi termasuk ortodonsi dan forensik.
Tujuan: Mengetahui nilai pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik sebagai data dasar untuk estimasi usia rentang 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Metode: Pengukuran parameter mandibula pada 200 sampel radiograf panoramik digital usia 14-35 tahun dan 50-70 tahun.
Hasil: Pengukuran parameter mandibula terhadap usia tidak berbeda bermakna secara statistik, namun cenderung mengalami peningkatan atau penurunan sesuai perubahan usia.
Kesimpulan: Pengukuran parameter mandibula pada radiograf panoramik usia 14-35 tahun dan 50-70 belum dapat digunakan sebagai data dasar untuk estimasi usia.

Background: Mandible is the strongest bone in skull and experience change with age. Mandibular parameters measurements are often used in relation with growth and development that are useful in dentistry including in orthodontics and forensic dentistry.
Objective: To obtain the mandibular parameters value through panoramic radiograph as basic data in age estimation of 14 35 and 50 70 years old subjects.
Method: Measurement of mandibular parameters on digital panoramic radiograph of 200 subjects at age 14 35 years and 50 70 years old.
Results: The measurement of mandibular parameters are not statistically significant but tend to change according to age.
Conclusion: Measurement of mandibular parameters in panoramic radiograph cannot be used as basic data for age estimation in 14 35 years old and 50 70 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Razaan Azra Gunawan
"Dalam konteks estimasi usia gigisebagai metode non-invasif untuk determinasi usia kronologis pasien, teknik orthopantomography (OPG) telah luas diaplikasikan meski menghadapi kendala seperti biaya tinggi dan eksposur radiasi. Merespons limitasi pendekatan konvensional, paradigma machine learning dan deep learning kini dioptimalkan untuk mengidentifikasi pola intrinsik pada data pencitraan medis kompleks. Penelitian ini bertujuan mengembangkan algoritma YOLOv8 untuk meningkatkan akurasi estimasi usia gigi, menggunakan dataset dari RSGMP Universitas Airlangga dengan subjek pediatrik 5—15 tahun. Dataset dimodifikasi menjadi tiga variasi: tanpa augmentasi, augmentasi tiga kali per sampel, dan augmentasi lima kali per sampel. Hasil optimal dicapai oleh variasi ketiga dengan augmentasi lima kali per sampel, mendemonstrasikan akurasi 60% dan F1-Score 61,05%, mengindikasikan potensi signifikan teknik augmentasi data dalam meningkatkan kinerja algoritma deep learning untuk estimasi usia gigi.

In the context of dental age estimation as a non-invasive method for determining patients' chronological age, orthopantomography (OPG) techniques have been widely applied despite facing challenges such as high costs and radiation exposure. Responding to the limitations of conventional approaches, machine learning and deep learning paradigms are now being optimized to identify intrinsic patterns in complex medical imaging data. This research aims to develop the YOLOv8 algorithm to improve the accuracy of dental age estimation, using a dataset from the Dental and Oral Hospital of Airlangga University with pediatric subjects aged 5-15 years. The dataset was modified into three variations: without augmentation, triplet augmentation, and quintuplet augmentation per sample. Optimal results were achieved by the third variation with quintuplet augmentation, demonstrating 60% accuracy and 61.05% F1-Score, indicating significant potential for data augmentation techniques in enhancing the performance of deep learning algorithms for dental age estimation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salzabilla Wahyu Putri
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit yang memengaruhi jaringan pendukung gigi seperti kerusakan tulang alveolar, dan diderita oleh sebagian besar populasi manusia di dunia. Periodontitis terbagi menjadi periodontitis terlokalisasi dan periodontitis menyeluruh. Dalam menentukan diagnosis penyakit periodontitis diperlukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi perubahan tinggi tulang, terutama pada tulang alveolar. Radiograf panoramik dapat digunakan dalam pemeriksaan full-mouth dengan paparan radiasi yang lebih sedikit.
Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata persentase sisa tinggi tulang alveolar gigi molar mandibular pasien periodontitis menyeluruh usia 26-50 tahun pada radiograf panoramik.
Metode: Pengukuran persentase sisa tinggi tulang alveolar pada 45 sampel radiograf panoramik konvensional dan digital usia 26-50 tahun di RSKGM FKG UI.
Hasil: Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada pasien penyakit periodontitis menyeluruh dengan rentang usia 26-50 tahun sebesar 75,2% ± 10,2%. Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada gigi molar 1 rahang bawah sebesar 72,2% ± 8,4% di permukaan mesial dan 76,4% ± 8,0% di permukaan distal, serta pada gigi molar 2 rahang bawah sebesar 76,8% ± 8,5% di permukaan mesial dan 76,5% ± 12% di permukaan distal. Rata-rata persentase permukaan mesial sebesar 73,9% dan persentase sisa tulang distal sebesar 76,5%.
Kesimpulan: Persentase kehilangan tulang pada permukaan mesial gigi molar 1 dan 2 penderita periodontitis sedang/parah pada usia 26-50 tahun lebih tinggi daripada permukaan distal.

Background: Periodontitis is a disease that affects the supporting tissue of the teeth such as alveolar bone decay and affects most of human population in the world. Periodontitis is classified into localized periodontitis and generalized periodontitis. In diagnosing periodontitis disease, radiographic examination is needed to evaluate the changes in bone height, especially in alveolar bone. Panoramic radiograph can be used in full-mouth examination with less radiation exposure.
Objective: To obtain average percentage of remaining alveolar bone of mandibular molars in generalized periodontitis patients aged 26-50 years on panoramic radiograph.
Methods: Measuring the percentage of remaining alveolar bone in 45 conventional and digital panoramic radiograph samples aged 26-50 years at RSKGM FKG UI.
Result: The percentage of remaining alveolar bone in patients with generalized periodontitis aged 26-50 years was 75.2% ± 10.2%. The percentage of remaining alveolar present in mandibular 1st molar was 72.2% ± 8.4% on the mesial surface and 76.4% ± 8.0% on distal surface, and in mandibular 2nd molar it was 76.4% ± 8.0% on mesial surface and 76.5 ± 12% on distal surface. The average percentage on mesial surface was 73.9% and the percentage of the remaining distal bone was 76.5%.
Conclusion: The percentage of bone loss on mesial surface of 1st and 2nd molars in patients with moderate/severe periodontitis aged 26-50 years was higher than on the distal surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ramadhanti Taufiq
"Latar Belakang: Perubahan morfologi mandibula secara umum dipengaruhi oleh faktor usia dan jenis kelamin. Pada pasien lansia, terjadi penuaan berupa atrofi dan resorpsi tulang yang memengaruhi kuantitas tulang mandibula berupa perubahan morfologi yaitu tinggi, lebar, dan bentuk mandibula, serta kualitas tulang mandibula berupa penurunan kepadatan tulang mandibula. Keparahannya bergantung pada beberapa faktor seperti jenis kelamin pasien dan risiko osteoporosis yang terkait dengan usia pasien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mengevaluasi perubahan morfologi dan penurunan kepadatan tulang mandibula berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tujuan: Mengetahui dan membandingkan ukuran radiomorfometri mandibula (tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus, MCW, dan MCI berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin melalui radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode: Studi cross-sectional dengan 268 sampel radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan usia dewasa akhir (44-60 tahun) dan lansia (>60 tahun) yang diukur menggunakan aplikasi I-Dixel Morita. Selanjutnya evaluasi kesepakatan pengukuran intraobserver dan interobserver menggunakan uji ICC dan Kappa. Analisis deskriptif dan uji komparatif dilakukan antar kelompok usia dan jenis kelamin. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p≤0,05) terkait tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus berdasarkan jenis kelamin. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p>0,05) terkait MCW dan MCI berdasarkan jenis kelamin dengan nilai p = 0.220 dan p = 0.065. Terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p≤0,05) terkait tinggi ramus, lebar ramus maksimum-minimum, sudut gonial, lebar bigonial, tinggi prosesus kondiloideus dan koronoideus, MCW, dan MCI berdasarkan usia pada laki-laki maupun perempuan. Kesimpulan: Tujuh parameter merupakan dimorfisme seksual dan sembilan parameter mengalami perubahan seiring bertambahnya usia.

Background: The morphological changes in the mandible are generally influenced by age and gender factors. In elderly patients, aging occurs in the form of bone atrophy and bone resorption, affecting the quantity of mandibular bone, leading to morphological changes such as the height, width, and shape of the mandible, as well as the quality of mandibular bone leading to decreased bone density. The severity depends on several factors such as the patient's gender and the risk of osteoporosis associated with the patient's age. Therefore, research is needed to evaluate morphological changes and decreased bone density in the mandible based on gender and age. Objective: To determine and compare the radiomorphometric measurements of the mandible (ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height, MCW, and MCI based on age group and gender using panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Method: Cross-sectional study with 268 samples of digital panoramic radiographs from male and female individuals in middle age (44-60 years) and the elderly (>60 years) measured using the I-Dixel Morita software. Furthermore, the reliability evaluation of intraobserver and interobserver measurements was carried out by ICC and Kappa tests. Descriptive analysis and comparative tests were performed among age groups and gender. Results: There were statistically significant differences (p≤0.05) related to ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height based on gender. However, there were no significant differences (p>0.05) regarding MCW and MCI based on gender with values of p = 0.220 and p = 0.065. There were statistically significant differences (p≤0.05) related to ramus height, maximum-minimum ramus width, gonial angle, bigonial width, condylar and coronoid height, MCW, and MCI based on age in males and females. Conclusion: Seven parameters represent sexual dimorphism, and nine parameters undergo changes with increasing age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofwatul Nafi’ah
"Latar Belakang: Hubungan kedekatan antara sinus maksilaris dan gigi posterior rahang atas sering menjadi tantangan dalam kedokteran gigi karena dapat menyebabkan komplikasi. Evaluasi posisi akar gigi posterior rahang atas sinus maksilaris dapat dinilai melalui radiograf panoramik.
Tujuan: Mengetahui posisi akar gigi posterior terhadap sinus maksilaris menurut jenis kelamin dan kelompok usia pada radiograf panoramik.
Metode: Penelitian ini menggunakan 192 radiograf panoramik digital laki-laki dan perempuan berusia 20-70 tahun di RSKGM FKG UI. Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris dievaluasi berdasarkan klasifikasi oleh Ok et al, yang mengkategorikan menjadi 3 tipe. Tipe 1 adalah ketika akar menonjol atau overlap dengan rongga sinus. Tipe 2 adalah ketika akar berkontak dengan dasar sinus. Tipe 3 adalah ketika akar tidak berkontak atau memanjang di bawah dasar sinus.
Hasil: Berdasarkan jenis kelamin, tipe 1 didominasi oleh laki-laki, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh perempuan. Berdasarkan kelompok usia, tipe 1 didominasi oleh kelompok usia >39 tahun, sedangkan tipe 2 dan tipe 3 didominasi oleh kelompok usia 20-39 tahun.
Kesimpulan: Posisi akar gigi posterior rahang atas terhadap sinus maksilaris pada kelompok laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan bermakna secara statistik, namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada kelompok usia 20-39 tahun dan >39 tahun.

Background: The close relationship between the maxillary sinus and posterior maxillary teeth is often a challenge in dentistry because it can cause complications. Evaluation of the root position of the maxillary posterior maxillary sinus can be assessed using a panoramic radiograph.
Objective: To determine the position of the roots of the posterior teeth to the maxillary sinus according to gender and age group on a panoramic radiograph.
Methods: This study used 192 digital panoramic radiographs of men and women aged 20-70 at RSKGM FKG UI. Subjects were divided into two categories: 20-39 years old and >39 years old. The position of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus was evaluated based on the classification by Ok et al., which categorizes it into 3 types. Type 1 is when the root protrudes or overlaps with the sinus cavity. Type 2 is when the root is in contact with the sinus floor. Type 3 is when the root is not in contact or extends below the sinus floor.
Results: Based on gender, type 1 was dominated by men, while type 2 and type 3 were dominated by women. Based on age group, type 1 is dominated by the age group >39 years, while type 2 and type 3 are dominated by the age group 20-39 years.
Conclusion: The position of the roots of the posterior maxillary teeth to the maxillary sinus in the male and female groups was statistically significant, but there was no significant difference in the 20-39 years and >39 years age groups.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>