Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Royan Diana
"Temulawak memiliki efek antibakteri. S. mutans dan A. actinomycetemcomitans merupakan bakteri penyebab karies dan penyakit periodontal. Tujuan: Membandingkan efek ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas biofilm S. mutans dan A actinomycetemcomitans single dan dual species dalam berbagai fase pembentukan. Metode: Model biofilm diinkubasi selama 4 jam, 12 jam, dan 24 jam, kemudian dipapar ekstrak etanol temulawak 0,5%-25%. Hasil: Viabilitas biofilm single species S. mutans lebih rendah (p<0,05) dibanding kelompok biofilm lain. Tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) antara viabilitas biofilm single species A. actinomycetemcomitans dan biofilm dual species. Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak lebih efektif menurunkan viabilitas biofilm single species S. mutans.

Curcuma xanthorrhiza has antibacterial property. S. mutans and A. actinomycetemcomitans cause caries and periodontal disease. Aim: Comparing Curcuma xanthrorrhiza ethanol extract?s to the viability of S. mutans and single and dual-species A. actinomycetemcomitans biofilm in different formation phases. Methods: Biofilm models were incubated for 4, 12, and 24 hours, then exposed to 0.5%-25% Curcuma xanthorrhiza extract. Result: Single species S. mutans biofilm?s viability was significantly lower than other biofilm groups (p<0.05). Viability of single-species and dual-species A. actinomycetemcomitans biofilm showed no significant difference (p>0.05). Conclusion: Curcuma xanthorrhiza ethanol extract is more effective in decreasing the single-species S. mutans biofilm?s viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidhianissa
"Temulawak diharapkan mampu mencegah pembentukkan biofilm S.mutans dan A.actinomycetemcomitans penyebab karies dan penyakit periodontal.
Tujuan: menganalisis perbandingan massa single dan dual species biofilm S.mutans dan A.actinomycetemcomitans setelah pemaparan ekstrak etanol temulawak.
Metode: Suspensi bakteri S.mutans dan A.actinomycetemcomitans dalam media BHI yang diperkaya sukrosa 0,2% dipaparkan ekstrak etanol temulawak, diinkubasi selama 18 jam dan dianalisis menggunakan uji crystal violet.
Hasil: Ekstrak tersebut mampu mencegah pembentukkan massa biofilm single species S.mutans dan dual species S.mutans dan A.actinomycetemcomitans, jika dibandingkan dengan single species biofilm A.actinomycetemcomitans.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak lebih efektif mencegah pembentukkan massa biofilm single species S.mutans dan dual species S.mutans dan A.actinomycetemcomitans.

Curcuma xanthorrhiza is expected to prevent biofilm formation of S.mutans and A.actinomycetemcomitans that cause caries and periodontal disease.
Aim: to analyze the mass ratio of single and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans biofilm after being exposured to Curcuma xanthorrhiza ethanol extract (Xan).
Methods: Bacteria suspension in BHI medium enriched with 0,2% of succrose was exposed to the Xan, incubated for 18 hours and analyzed using Crystal Violet assay.
Result: The Xan is able to prevent biofilm formation of single-species S.mutans and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans, compared to single-species A.actinomycetemcomitans.
Conclusion: Xan is more effective preventing biofilm formation of single-species S.mutans and dual-species S.mutans and A.actinomycetemcomitans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Ervintari
"Temulawak (Curuma xanthorrizaRoxb.) telah terbukti memiliki efek antibakteri terhadap Streptococcus mutans (S. mutans) dan Streptococcus sanguinis(S. sanguinis) single species. S. mutans dan S. sanguinissaling berkompetisi dalam biofilm.
Tujuan: Menganalisis pengaruh ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas dual speciesS. mutans dan S. sanguinis pada fase pembentukan biofilm yang berbeda.
Metode: Model biofilm S. mutans dan S. sanguinis diinkubasi selama 20 jam (fase akumulasi aktif) dan 24 jam (fase maturasi) pada suhu 37oC. Kedua model biofilm dipaparkan ekstrak etanol temulawak dengan konsentrasi 0,2%-25%, klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif, dan kultur bakteri tanpa intervensi sebagai kontrol negatif. Viabilitas bakteri dianalisis menggunakan uji MTT.
Hasil: Ekstrak etanol temulawak menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis secara signifikan (p<0,05) mulai konsentrasi 0,2%. Viabilitas bakteri pada biofilm dual species Streptococccus fase akumulasi aktif lebih rendah dibandingkan fase maturasi. Efek antibakteri ekstrak etanol temulawak setara dengan klorheksidin 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak dapat menurunkan viabilitas S. mutans dan S. sanguinis pada biofilm. Efek ekstrak etanol temulawak efektif pada fase akumulasi aktif.

Curuma xanthorriza (C. Xanthorrhiza) Roxb. extract had been reportedto have antibacterial effect against Streptococcus mutans (S. mutans) and Streptococcus sanguinis (S. sanguinis)single species. S. mutans and S. sanguinis are competing in the biofilm.
Objective: To analyze the effect of C. xanthorrhiza extract onthe viability of dual species S. mutans and S. sanguinis in differrent stages of biofilm formation.
Methods: S. mutans and S. sanguinis in dual species model biofilm was incubated for 20 hours and 24 hours at 37oC and exposed by 0.2%-25% C. xanthorrhiza ethanol extract, 0.2 % Chlorhexidine as a positive control, and bacterial culture only as a negative control. The viability of the bacteria was analyzed using the MTT assay.
Results: The java turmeric ethanol extract decreased the S. mutans and S. sanguinis viability significantly (p<0.05 ) started from concentrations 0.2%. The viability of bacteria in dual species biofilms Streptococccus in the active accumulation phase is lower than in the maturation phase. The antibacterial effect of C. xanthorrhiza ethanol extract is equivalent to 0.2% Chlorhexidine.
Conclusion: The C. xanthorrhiza ethanol extract can reduce the viability of S. mutans and S. sanguinis in the biofilm. The effectivity of C. xanthorrhiza ethanol extract is higher in the active accumulation phase.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajrina Busri
"Latar belakang: Kadar Bunuh Minimal (KBM) ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) terhadap Streptococcus mutans 25% dan 15% terhadap Streptococcus sanguinis single species (in vitro). Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis saling berkompetisi untuk memperoleh nutrisi.
Tujuan: Menganalisis efek antibakteri ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus in vitro.
Metode: Uji antibakteri dengan metode perhitungan koloni dan kuantifikasi dengan Real-time PCR. Analisis data menggunakan Kruskal Wallis, Mann-Whitney dan Unpaired T-test.
Hasil: KHM ekstrak etanol temulawak terhadap dual species Streptococcus 0,2% dan KBM 10%. Di dalam biofilm dual species Streptococcus, proporsi S.mutans lebih tinggi daripada S. sanguinis (p<0.05).
Simpulan: Konsentrasi efektif ekstrak etanol temulawak sebagai antibakteri terhadap S.mutans dan S.sanguinis dalam dual species lebih rendah dari pada terhadap kedua bakteri tersebut sebagai single species. Di dalam biofilm dual species, S. sanguinis lebih sensitif terhadap ekstrak temulawak daripada S.mutans.

Background: Minimal Bactericidal Concentration (MBC) of Java turmeric (Curcuma xanthorriza Roxb.) ethanol extract against Streptococcus mutans is 25% and 15% against Streptococcus sanguinis. In dental biofilm S.mutans and S.sanguinis competes each other to obtain nutrients.
Objectives: Analize the antibacterial effect of Java tumeric ethanol extract (MIC and MBC) against dual species Streptococcus in vitro.
Methods: Antibacteria activity of the extract was analyzed by measuring the growth of the bacteria after being exposed to the extract by counting colony formation and by quantifying the existing bacterial cell number using real-time PCR. Statistic analysis using Kruskal Wallis, Mann Whitney test and Unpaired t-test.
Results: The MIC of the extract was 0,2% and the MBC was 10%. After exposure of the extract to the dual species biofilm, the growth of S.mutans was higher than S.sanguinis (p<0,05).
Conclutions: Java tumeric ethanol extract is more effective against S.mutans and S.sanguinis as dual species Streptococcus than as single species. S.sanguinis is more sensitive to Java tumeric ethanol extract than S. mutans.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Septi Warda Zulfikar
"Daun Sukun memiliki efek antibakteri. S.mutans berperan dalam pembentukan biofilm. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi ekstrak daun Sukun terhadap viabilitas S.mutans secara in vitro. S.mutans ATCC 25175 dikultur, diinkubasi 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi), kemudian dipaparkan ekstrak Daun Sukun 5;10;20;40;80;100%. Uji viabilitas menggunakan MTT assay, dianalisis dengan one-way ANOVA. Terdapat penurunan bermakna viabilitas S.mutans fase 20 jam setelah pemaparan ekstrak daun Sukun pada semua konsentrasi, dan fase 24 jam hanya konsentrasi 5% terjadi peningkatan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas biofilm S.mutans pada kelompok perlakuan fase 20 jam lebih rendah dibandingkan fase 24 jam.

Breadfruit leaf's has an antibacterial property. S.mutans has a function to form biofilm. The purpose of this study was to analyze the potential of breadfruit leaf’s extract toward the viability of S.mutans in vitro. S.mutans ATCC 25175 were cultured and incubated for 20 hours (accumulation phase) and 24 hours (maturation phase). Then added with the following breadlfruit leaf’s concentration :5;10;20;40;80;100%. The viability test was using MTT assay and would be analyzed by one-way ANOVA. There was significant decreased of the viability biofilm S.mutans on 20 hours phase after had been added the various concentration of bread fruit leaf’s extract, and on 24 hours phase only concentration 5% viability had increased significantly compared to the control group (p <0.05). The Viability biofilm S.mutans on 20 hours phase for all treatment group was lower than 24 hours phase."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S44947
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Revyliana Marta Betzy
"Latar Belakang: Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman herbal Indonesia yang telah diketahui memiliki efek antibakteri dan antijamur khususnya terhadap S. mutans dan C. albicans. Dalam rongga mulut, S. mutans dan C. albicans memiliki hubungan sinergis dalam pembentukan biofilm. Ikatan sinergis dual species dalam biofilm tersebut dapat meningkatkan resistensi terhadap agen antimikroba. Dalam pengembangan ekstrak etanol temulawak, diperlukan keamanan dan kualitas tanaman yang baik, yang dapat dilihat dari kemampuannya dalam mempertahankan stabilitas fisika, kimia, dan biologisnya dalam durasi dan temperatur penyimpanan yang berbeda. Tujuan: Menganalisis efek ekstrak etanol temulawak dalam mengeradikasi perkembangan biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans), serta pengaruh durasi dan temperatur penyimpanan terhadap stabilitas biologis ekstrak etanol temulawak. Metode: Pemaparan ekstrak etanol temulawak pada biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) selama 6 jam untuk mencapai biofilm fase awal, dan dilakukan TPC dan MTT Assay. KEBM diuji dengan memaparkan ekstrak etanol temulawak pada biofilm usia 6 jam. Stabilitas biologis ekstrak dapat diamati melalui uji kontaminasi mikroba pada ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C dan dilakukan pengujian setiap 2 minggu selama 4 minggu. Pengujian dilakukan dengan melakukan pengenceran ekstrak etanol temulawak yang ditumbuhkan pada medium Plate Count Agar (PCA) dan dilakukan perhitungan koloni atau Total Plate Count (TPC), yang kemudian dianalisis secara statistik menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil: Ekstrak etanol temulawak memiliki nilai KEBM50 pada biofilm single species (S. mutans maupun C. albicans) pada fase awal sebesar 15%. Sedangkan pada dual species (S. mutans dan C. albicans) fase awal sebesar 25%. Kontaminasi mikroba yang terjadi masih berada di bawah batas produk farmasi non steril (<107 CFU/gr). Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak mampu mengeradikasi biofilm single species dan dual species (S. mutans dan C. albicans) pada fase awal. Diperlukan konsentrasi ekstrak etanol temulawak yang lebih tinggi untuk menghambat dan mengeradikasi biofilm dual species dibandingkan single species. Ekstrak etanol temulawak yang disimpan pada temperatur 4°C dan 28°C masih dapat mempertahankan stabilitas biologisnya bahkan setelah durasi 4 minggu penyimpanan.

Background: Javanese turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb) is an Indonesian native herbal plant which is known to have antibacterial and antifungal effects, especially against S. mutans and C. albicans. In the oral cavity, S. mutans and C. albicans have a synergistic relationship in the formation of biofilm. The synergistic bond of dual species in the biofilm can increase resistance to antimicrobial agents. In the development of Javanese ethanol extract, good safety and quality of the plant is needed, which can be seen from its ability to maintain its physical, chemical, and biological characteristics in different storage duration and temperatures. Objective: To analyze the effect of Javanese turmeric ethanol extract in eradicating the development of single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm, and the effect of storage duration and temperature on the biological characteristic of Javanese turmeric ethanol extract. Methods: Exposure of Javanese turmeric ethanol extract to single species and dual species (S. mutans and C. albicans) biofilm for 6 hours to achieve early phase, and measured by TPC and MTT Assay. MBEC was tested by exposing Javanese turmeric ethanol extract to a 6 hour old biofilm. Biological characteristic can be observed through microbial contamination test on Javanese ethanol extract stored at 4°C and 28°C and tested every 2 weeks for 4 weeks long. The test was carried out by diluting the Javanese turmeric ethanol extract grown on Plate Count Agar (PCA) medium and total plate count (TPC), then were statistically analyzed using the Mann-Whitney test. Results: MBEC50 of Javanese turmeric ethanol extract for single species (S. mutans as well as C. albicans) in early phase were 15%. And for dual species (S. mutans and C. albicans) in early phase were 25%. The microbial contamination that occurred was still below the limit for non-sterile pharmaceutical products (<107 CFU/gr) Conclusion: Javanese ethanol extract has the ability to eradicate single species and dual species (S. mutans and C. albicans) in the early phase. Higher concentrations of Javanese turmeric ethanol extract are required to eradicate dual species than single species biofilm. Javanese turmeric ethanol extract stored at 4°C and 28°C still maintained its biological characteristics even after 4 weeks of strorage."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Liza Noah Febriana
"Latar belakang: Temulawak memiliki efek antibakteri terhadap S.mutans dan P.gingivalis. Namun efektivitas pada biofilm butuh penelitian lanjutan.
Tujuan: Mengevaluasi efektivitas ekstrak etanol temulawak teridentifikasi (EETT) dalam menghambat pembentukan biofilm S.mutans dan P.gingivalis tunggal maupun kombinasi.
Metode: S.mutans ATCC 25175 dan P.gingivalis ATCC 33277 diuji untuk menetapkan KHM dan KBM menggunakan teknik microdilution. Efektivitas penghambatan biofilm diuji dengan crystal violet.
Hasil: Nilai KHM dan KBM EETT terhadap S.mutans adalah 5% dan 15%. Konsentrasi inhibisi biofilm minimum S.mutans 1%; P.gingivalis 15%; dan biofilm kombinasi 0,5%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi efektif menghambat pembentukan biofilm S.mutans dan P.gingivalis tunggal maupun kombinasi.

Background: Java Turmeric had antibacterial effect against S.mutans and P.gingivalis but effectiveness for biofilm needed further research.
Objective: To evaluate the effectiveness of identified java turmeric ethanol extract (IJTEE) against S.mutans and P.gingivalis single and combination biofilm.
Methods: S.mutans ATCC 25175 and P.gingivalis ATCC 33277 were tested for MIC and MBC using microdilution technique and inhibition biofilm formation was analyzed using crystal violet assay.
Results: MIC and MBC of S.mutans is 5% and 15%. Minimum inhibition biofilm of S.mutans 1%; P.gingivalis 15%; and combination 0,5%.
Conclusion: IJTEE was effective inhibiting S.mutans and P.gingivalis single and combination biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Rosyana
"Tujuan: Menganalisis efektivitas ekstrak etanol temulawak teridentifikasi (EETT) dalam mengeradikasi biofilm S.mutans dan P.gingivalis tunggal maupun kombinasi.
Metode: Model biofilm S. mutans dan P. gingivalis pada fase perkembangan yang berbeda dipapar dengan EETT konsentrasi 0,5%,1%,5%, 10%,15%,20%,25% dan diinkubasi selama 60 menit. Efektivitas eradikasi biofilm diuji dengan MTT.
Hasil: Efektivitas EETT dalam mengeradikasi biofilm S.mutans bergantung pada konsentrasi, sedangkan pada biofilm P.gingivalis dan S.mutans-P.gingivalis tidak bergantung pada konsentrasi. Efektivitas EETT dalam mengeradikasi biofilm S.mutans, P.gingivalis, dan S.mutans-P.gingivalis juga bergantung pada fase perkembangan biofilm.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi dapat mengeradikasi biofilm S.mutans dan P.gingivalis sebagai biofilm tunggal maupun kombinasi.

Objective: To analyze the effectivity of identified java turmeric ethanol extract (IJTEE) in eradicating S.mutans and P.gingivalis biofilm.
Methods: S.mutans and P.gingivalis biofilm at different phase of growth were exposed to IJTEE 0,5%,1%,5%,10%,15%,20%,25% for 60 minutes. Biofilm eradication was analyzed using MTT assay.
Results: The effectiveness of IJTEE in eradicating S.mutans biofilm was dependent on the concentration, while on P.gingivalis and S.mutans-P.gingivalis biofilm wasn’t. The effectiveness of IJTEE in eradicating S.mutans, P.gingivalis, and S.mutans-P.gingivalis biofilm was also dependent on the phase growth of biofilm.
Conclusion: The IJTEE can eradicate S.mutans and P.gingivalis as single and dual species biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Dwi Pratiwi
"Early Childhood Caries (ECC) adalah kondisi terdapat satu atau lebih kerusakan gigi, baik lesi dengan kavitas atau tanpa kavitas, kehilangan gigi akibat karies, atau penambalan permukaan gigi sulung pada usia antara usia lahir hingga 72 bulan. Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang paling dominan pada terjadinya karies dan banyak terdapat dalam plak gigi.2 Streptococcus mutans adalah bakteri anaerob fakultatif gram positif yang ada pada rongga mulut manusia. Secara struktur serotype - specific polysaccharides, Streptococcus mutans diklasifikasikan Streptococcus mutans diklasifikasikan ke dalam empat serotipe c, e, f, dan k. Prevalensi masing-masing serotipe  berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jakarta didominasi oleh serotipe f (85.5%), c (74.2%), dan e (22.6%). Ekstrak bawang putih atau yang dikenal dengan Allium sativum diketahui telah memiliki kemampuan menghambat aktivitas pada berbagai jenis bakteri patogen. Efek dari Allicin yang terkandung dalam bawang mampu menurunkan aktivitas bakteri dengan menghambat proses pembentukan biofilm. Aktivitas antibakteri dari empat konsentrasi Allium Sativum (10%, 25%, 50%, dan 100%) diteliti terhadap pembentukan biofilm Streptococcus mutans serotype c dan f menggunakan metode MTT Assay. Kontrol positif dengan chlorhexidine gluconate 0,2% dan kontrol negatif. Data dianalisis dengan uji Kruskall wallis dan uji post-hoc Mann Whitney. Keempat konsentrasi mampu menurunkan viabilitas Streptococcus mutans serotipe c dan fStreptococcus mutans serotipe c memiliki konsentrasi yang signifikan pada 50% & 100%, sedangkan Streptococcus mutans serotipe f signifikan pada konsentrasi 100%.

Early Childhood Caries (ECC) is a condition of one or more tooth decay, either lesions with cavity or no cavity, caries-induced tooth loss, or patching of the surface of deciduous teeth between the ages of birth and 72 months. Streptococcus mutans is the most dominant microorganism on caries occurrence and is present in dental plaque. Streptococcus mutans is a gram-positive facultative anaerobic bacteria present in the human oral cavity. Structurally serotype - specific polysaccharides, Streptococcus mutans classified Streptococcus mutans are classified into four serotypes c, e, f, and k. The prevalence of each serotype based on research conducted in Jakarta is dominated by serotype f (85.5%), c (74.2%), and e (22.6%). Garlic extract or known as Allium sativum is known to have the ability to inhibit activity in various types of pathogenic bacteria. The effects of allicin contained in the garlic can decrease bacterial activity by inhibiting the biofilm formation process. The antibacterial activity of four Allium Sativum concentrations (10%, 25%, 50%, and 100%) was investigated on the formation of Streptococcus mutans serotype c and f using the MTT Assay method. Positive control with chlorhexidine gluconate 0.2% and negative control. Data were analyzed by Kruskall wallis test and post-hoc Mann Whitney test. The four concentrations were able to decrease the viability of Streptococcus mutans serotype c and f. Streptococcus mutans serotype c has a significant concentration at 50% & 100%, while Streptococcus mutans serotype f is significant at 100% concentration."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alri Bakti Wiratama
"Pendahuluan: Periodontitis merupakan inflamasi kronis yang terjadi pada jaringan periodonsium, ditandai dengan hilangnya perlekatan ligamen periodontal dan kerusakan tulang alveolar. Periodontitis yang terus berlanjut tanpa ditangani dapat menyebabkan kehilangan gigi. Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans merupakan salah satu bakteri yang memiliki berbagai faktor virulensi penyebab terjadinya periodontitis. Hal ini menyebabkan diperlukannya agen antibakteri, untuk melakukan kontrol terhadap aktivitas bakteri periodontopatogen. Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) diharapkan mampu menjadi agen antibakteri karena sifat antibakteri yang dimilikinya.
Tujuan: Mengetahui efektivitas antibakteri gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) terhadap pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans secara in vitro.
Metode: Uji zona hambat dan total plate count dilakukan dengan bahan uji gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) konsentrasi 10%, 15%, dan 25%, gel klorheksidin 0,2% sebagai kontrol positif, serta gel tanpa bahan aktif sebagai kontrol negatif. Uji zona hambat dilakukan pada tiga koloni bakteri berbeda, dengan cara meletakkan cakram kertas yang telah dipaparkan bahan uji pada 5 plat agar Mueller-Hinton untuk tiap satu koloni bakteri. Pada uji total plate count, dilakukan penghitungan koloni bakteri yang tumbuh setelah dipaparkan bahan uji.
Hasil: Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) konsentrasi 15% dan 25% menunjukkan perbedaan bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kontrol negatif (p-value <0,05).
Kesimpulan: Gel ekstrak etanol kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans pada konsentrasi 15% dan 25%.

Introduction: Periodontitis is a chronic inflammatory disease of periodontium, characterized by loss of periodontal ligament attachment and alveolar bone destruction. The advanced form of periodontitis could lead to tooth loss. Aggregatibacter actinomycetemcomitans is a bacterial that has a significant role in periodontitis by its various virulence factors. Therefore, antibacterial agents are needed to control the periodontal pathogen bacteria activity. Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) could be an antibacterial agent because of its antibacterial effect.
Objectives: To evaluate antibacterial efficacy of roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) against Aggregatibacter actinomycetemcomitans on in vitro study.
Methods: Disk diffusion test (zone of inhibition) and total plate count test were performed using roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) at concentrations of 10%, 15%, and 25%, 0.2% chlorhexidine gel as positive control and blank gel as negative control. Zone of inhibition test was carried out on three different bacterial colonies, by placing paper disk that had been exposed to gel on 5 Mueller-Hinton agar plates for each bacterial colony. Total plate count test was performed by counting bacterial colonies after exposed from the test material.
Results: Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) concentrations of 15% and 25% showed statistically significant differences when compared to negative controls (p-value <0.05).
Conclusions: Roselle calyx ethanol extract gel (Hibiscus sabdariffa Linn.) is effective in inhibiting the growth of Aggregatibacter actinomycetemcomitans at 15% and 25% concentrations."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>