Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmi Bestari
"Salah satu faktor yang dianggap berperan menyebabkan peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat. Indonesia adalah salah satu negara dengan angka infeksi yang masih tinggi sehingga tingkat penggunaan antibiotika pun relatif tinggi. Salah satu infeksi dengan insiden yang tinggi adalah infeksi saluran napas bawah. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kuantitas penggunaan antibiotika pada pasien dengan pneumonia di unit rawat inap penyakit dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam periode Januari hingga Maret 2015 dengan parameterDefined Daily Dose (DDD)/100 pasien-hari. Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang, menggunakan rekam medik pasien. Jumlah sampel adalah 115 orang, dengan jumlah pasien yang didiagnosis pneumonia komunitas 56 orang dan pneumonia nosokomial 53 orang. Antibiotika dengan penggunaan terbanyak adalah azitromisin (35,71 DDD/100 hari pasien), seftriakson (31,34 DDD/ 100 pasien-hari), meropenem (28,83 DDD/100 pasien-hari), sefepim(27,44 DDD/100 pasien-hari), dan levofloksasin (19,64 DDD/100 pasien-hari).

Inappropriate use of antibiotic could increase the number of resistant bacterias. Indonesia is a country with high incidence of infection, therefore the use of antibiotics is relatively high. Lower respiratory tract infection is one of the infection with highest incidence. This study aimed to assess the quantity of antibiotic utilization in internal medicine inpatients ward in Cipto Mangunkusumo Hospital during January to March 2015. This study is a descriptive cross-sectional study using medical record as the data source. The number of sample is 115 patients, with 56 patients diagnosed with community acquired pneumonia and 53 patients diagnosed with nosocomial pneumonia. The most frequently used antibiotics are azithromycin(35,71 DDD/100 patient-days), ceftriaxone(31,34 DDD/ 100 patient-days), meropenem (28,83 DDD/100 patient-days), cefepime(27,44 DDD/100 patient-days), dan levofloxacine (19,64 DDD/100 patient-days).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Resistensi antibiotik masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Resistensi dipercepat oleh penggunaan antibiotik yang berlebihan. Pada pasien diabetes mellitus (DM) terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh karena adanya masalah vaskular, saraf perifer, maupun hiperglikemi sehingga menjadi lebih rentan terkena infeksi. Salah satunya kaki diabetes yang juga sering mendapatkan terapi antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah penggunaan antibiotik pada pasien DM di bangsal IPD RSCM. Penelitian ini dilakukan dengan desain deskriptif. Data identitas, diagnosis, lama rawat, serta riwayat penggunaan obat berasal dari rekam medik pasien yang selanjutnya dihitung menggunakan metode Defined Daily Dose (DDD). Pada penelitian ini didapatkan 60 pasien DM yang mendapatkan terapi antibiotik, dengan 67% diantaranya terdiagnosis infeksi. Antibiotik dengan jumlah penggunaan tertinggi yaitu kombinasi ampisilin dan sulbaktam 65,900 DDD/100 patient-days, meropenem 26,266 DDD/100 patient-days, dan levofloksasin 20,265 DDD/100 patient-days. Jumlah penggunaan antibiotik pada pasien DM cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu dilakukan peninjauan penggunaan antibiotik terutama dalam hal durasi pemakaian, Antimicrobial resistance is still a world health problem. The progress is accelerated by misuse and overuse. In diabetes mellitus (DM) patients, vascular problems, neuropathy, or hyperglycemia often leads to suppression of immune system and eventually make the patient more susceptible to infection. One of them is diabetic foot which often treated with antibiotics. The aim of this research is to quantify antibiotic usage in DM patient in internal medicine department Cipto Mangunkusumo hospital. This research conducted with a descriptive study design. We obtained patient’s identity, diagnosis, treatment duration, and history of drug use from medical record and count with DDD method. From this study, we found that 67% from 60 DM patient’s who treated with antibiotics diagnosed with bacterial infection. The highest antibiotic that been used in IPD-RSCM is combinatios of ampicillin and sulbactam with 65,900 DDD/100 patient-days, meropenem with 26,266 DDD/100 patient-days, and levofloxacin with 20,265 DDD/100 patient-days. The number of antibiotic usage in DM patient is still high, thus it needs to be reviewed particularly on usage duration]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan dan diresepkan di rumah sakit, salah satunya di Instalasi Gawat Darurat. Tingginya frekuensi penggunaan antibiotik tidak dapat dipisahkan dari risiko meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik, sehingga dapat menimbulkan kegagalan terapi antibiotik. Pemakaian antibiotik di suatu fasilitas kesehatan harus selalu di evaluasi agar dapat menghindari hal tersebut. Metode Defined Daily Dose merupakan salah satu metode evaluasi pemakaian obat secara kuantitatif yang sudah terstandardisasi oleh WHO. Penelitian ini menghitung estimasi jumlah pemakaian antibiotik di Instalasi Gawat Darurat RSCM pada bulan Januari-Maret 2015. Penelitian menggunakan 109 sampel rekam medik pasien IGD RSCM yang mendapatkan terapi antibiotik. Hasil perhitungan menunjukkan kuantitas pemakaian antibiotik di IGD RSCM diperkirakan sangat tinggi dengan tiga antibiotik yang paling sering digunakan yaitu ampisilin-sulbaktam (33,59 DDD/1000 kunjungan pasien), sefiksim (20,02 DDD/1000 kunjungan pasien), dan seftriakson (14,44 DDD/1000 kunjungan pasien, The antibiotic is one of the most frequently drug that prescribed in the hospital, especially in the emergency room. High frequency of antibiotic usage is related to the risk of antibiotic resistance that can impact to therapy failure. Antibiotic usage in health care facility must be evaluated in order to prevent that problem. Defined Daily Dose is a method to evaluate antibiotic usage quantitatively which is standardized by WHO. This study calculates estimation amount of antibiotic usage in Emergency Room RSCM on January-March 2015. This study includes 109 medical records from patients of emergency room RSCM that got antibiotic therapy. The result showed that the quantity of antibiotics usage in Emergency Department of RSCM is estimated to be very high with the three most frequently used are ampicillin-sulbactam (33,59 DDD/1000 patients visit), cefixime (20,02 DDD/1000 patients visit), and ceftriaxone (14,44 DDD/1000 patients visit).]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah Ayunda
"[Tingginya frekuensi penyakit tropik infeksi di Indonesia dan peran antibiotik yang sangat vital dalam terapinya menyebabkan tingginya pula potensi penggunaan antibiotik dalam jumlah yang besar di Indonesia. Kondisi ini dapat berujung pada resistensi antibiotik jika penggunaan antibiotik tidak dipantau. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kuantitas antibiotik yang diterima oleh pasien rawat inap dewasa di RSCM dengan penyakit tropik infeksi selama periode Juni 2014-2015. Data terkait terapi setiap sampel penelitian diperoleh melalui penelusuran rekam medik, yang kemudian dihitung dengan rumus defined daily dose (DDD). Hasil menunjukkan bahwa secara umum, antibiotik dengan kuantitas tertinggi adalah seftriakson (60,85 DDD/100 pasien-hari). DDD tersebut tergolong tinggi karena terdapat 18 pasien dari 34 sampel penelitian yang menerima terapi seftriakson. Untuk setiap diagnosis yang ditemukan pada sampel penelitian, seftriakson juga menjadi yang tertinggi pada demam tifoid (33,27 DDD/100 pasien-hari). Ditemukan pula penggunaan seftriakson pada pasien DBD (7,83 DDD/100 pasien-hari) dan malaria (3,20 DDD/100 pasien-hari) yang kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi sekunder pada pasien. Sementara itu, pada pasien leptospirosis, kuantitas penggunaan antibiotik tertinggi adalah meropenem (24,91 DDD/100 pasien-hari).;As the frequency of communicable disease in Indonesia is still high and antibiotic’s role as its therapy is vital, there is a possibility that the amount of antibiotic used in Indonesia is also high. This condition may lead to antibiotic resistance. This research was conducted to quantify antibiotic usage of patient with tropical infection diseases in Ward A Building of RSCM during June 2014-2015. Data were collected from Medical Record Unit. Then, then data were calculated using defined daily dose (DDD) formula. The result showed that the highest antibiotic used to treat the patients, generally, was ceftriaxone (60,85 DDD/100 patient-days). This number is high as from 34 patients, 22 of them received ceftriaxone as part of their medication. For each diagnosis found in the sample of population, ceftriaxone was also the highest in thyphoid fever (29,78 DDD/100 patient-days). The use of ceftriaxone was also found in dengue hemorrhagic fever (7,48 DDD/100 patient-days) and malaria (2,55 DDD/100 patient-days). There is probability that those patients also had bacterial infection. Meanwhile, in patient with leptospirosis, the highest antibiotic used was levofloxacin (21,98 DDD/100 patient-days)., As the frequency of communicable disease in Indonesia is still high and antibiotic’s role as its therapy is vital, there is a possibility that the amount of antibiotic used in Indonesia is also high. This condition may lead to antibiotic resistance. This research was conducted to quantify antibiotic usage of patient with tropical infection diseases in Ward A Building of RSCM during June 2014-2015. Data were collected from Medical Record Unit. Then, then data were calculated using defined daily dose (DDD) formula. The result showed that the highest antibiotic used to treat the patients, generally, was ceftriaxone (60,85 DDD/100 patient-days). This number is high as from 34 patients, 22 of them received ceftriaxone as part of their medication. For each diagnosis found in the sample of population, ceftriaxone was also the highest in thyphoid fever (29,78 DDD/100 patient-days). The use of ceftriaxone was also found in dengue hemorrhagic fever (7,48 DDD/100 patient-days) and malaria (2,55 DDD/100 patient-days). There is probability that those patients also had bacterial infection. Meanwhile, in patient with leptospirosis, the highest antibiotic used was levofloxacin (21,98 DDD/100 patient-days).]"
Jakarta: [Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafiz Yusaryahya
"Penyakit infeksi masih menjadi sepuluh besar penyebab kematian di Indonesia. Antibiotik merupakan salah satu obat yang paling banyak diresepkan oleh dokter untuk mengatasi penyakit infeksi. Namun, penggunaan antibiotik sering tidak tepat sasaran dan tidak dibutuhkan. Data tentang evaluasi penggunaan antibiotik di Departemen Bedah RSCM masih minim. Metode defined daily dose (DDD) dapat digunakan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik secara kuantitatif pada orang dewasa
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan metode pengambilan data secara cross sectional. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari rekam medis pasien dewasa yang dirawat di lantai 4 zona B gedung A RSCM dari bulan Januari hingga Maret 2015. Penggunaan antibiotik pasien dihitung menggunakan metode defined daily dose (DDD) dengan DDD/1000 patient-days sebagai unit pengukuran. Sampel penelitian ini berjumlah 307 orang. Diagnosis terbanyak pada sampel penelitian adalah jenis neoplasma (104 kasus), nefrourologi (49 kasus), dan trauma (42 kasus). Antibiotik lebih sering diberikan lewat jalur parenteral (5316.5 vial) dibandingkan oral (1182 vial/tablet). Antibiotik dengan DDD/1000 patient-days tertinggi adalah sulbactam (231.3 DDD/1000 patient-days), seftriakson (166 DDD/1000 patient-days), dan sefiksim (96.5 DDD/1000 patient-days). Untuk penelitian selanjutnya, perlu dihubungkan DDD/1000 patient-days antibiotik dengan diagnosis atau prosedur pembedahan untuk mengetahui ketepatan penggunaan antbiotik.

Infectious disease still becoming top ten cause of death in Indonesia. Antibiotic is one of the most common prescribed drug to treat infectious disease. However, the use of antibiotics often mistargeted and unnecessarily needed. Evaluation of antibiotics usage in Surgical Department of RSCM is still few. Defined daily dose (DDD) method could be used to quantitatively evaluate the usage of antibiotic in adult patient.
This study is an observational descriptive study. Data collected cross-sectionally from medical record of adult inpatient in B zone, 4th floor of building A RSCM for January until March 2015 period. Patient’s antibiotics usage were calculated using defined daily dose method with DDD/1000 patient-days as a unit measurement. The number of patients whose medical record were extracted is 307 person. The most common diagnosis of the patients were neoplasm (104 cases), nephrourology (49 cases), and trauma (42 cases). Antibiotics were more frequently administered parenterally (5316.5 vial) rather than orally (1182 tablet). Antibiotics with the highest DDD/1000 patient day are sulbactam (231.3 DDD/1000 patient-days), ceftriaxone (166 DDD/1000 patient-days), dan cefixime (96.5 DDD/1000 patient-days). For further research, DDD/1000 patient-days need to be correlated with the diagnosis or surgical procedure to know the appropriate use of antibiotics."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Tingginya tingkat infeksi nosokomial di ICU menyebabkan penggunaan antibiotik ICU cenderung lebih tinggi dari ruang rawat yang lain. Penggunaan antibiotik ini sering kali tidak menunggu hasil uji kepekaan bakteri. Hal ini menyebabkan resistensi terhadap antibiotika semakin cepat terjadi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jenis antibiotik yang banyak digunakan di ICU RSCM dan mengetahui jumlah penggunaan antibiotik berdasarkan perhitungan Defined Daily Dose (DDD) WHO di ICU RSCM periode Januari hingga Maret 2015. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan rekam medis pasien. Dari 167 rekam medis yang diikutkan dalam penelitian ini, tiga antibiotik dengan frekuensi pemakaian terbanyak adalah meropenem (15.31%), seftriakson (14.43%), dan fosfomisin (11.57%). Hasil penilaian kuantitas penggunaan antibiotik berdasarkan metode DDD menunjukkan tiga antibiotik dengan DDD tertinggi adalah meropenem (433.51 DDD/1000 hari rawat), dilanjutkan dengan seftriakson (268.04 DDD/1000 hari rawat dan amikasin (180.41 DDD/1000 hari rawat). Hasil ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kuantitas penggunaan antibiotik rumah sakit lain, The high incidence nosocomial infection in Intensive Care Unit could increase the antibiotics administration. Furthermore, the administration of antibiotics often not based on the results of bacterial susceptibility test. This phenomenon cause the high level of bacterial resistance in ICU. The aim of this study was to determine the most frequent antibiotics used in ICU and to evaluate antibiotic consumption quantitatively using ACT/DDD method in ICU RSCM. This research is a descriptive-observasional study using medical record of the patient. From 167 medical records, three antibiotics with the highest frequency administration were meropenem (15.31%), ceftriaxone (14.43%), dan fosfomycin (11.57%). By using DDD method, three antibiotics with the highest DDD were meropenem (433.51 DDD/1000 bed days), ceftriaxone (268.04 DDD/1000 bed days), and amikacin (180.41 DDD/1000 bed days). This result is quite high when compared with antibiotic consumpsion in another hosp]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gunawan Adhiguna
"Kondisi multipatologi pada pasien geriatri dapat mengakibatkan polifarmasi, interaksi obat, dan peresepan yang tidak sesuai. Penghambat pompa proton adalah salah satu obat yang sering diresepkan pada pasien geriatri. Evaluasi penggunaan obat diperlukan untuk meningkatkan ketepatan dan keefektifan peresepan penghambat pompa proton terutama pada pasien geriatri. Penelitian ini merupakan studi retrospektif deskriptif. Sampel yang digunakan adalah data rekam medik pasien geriatri yang dirawat di ruang rawat inap geriatri RSCM dalam periode Januari hingga Juni 2015. Penelitian ini menganalisa besar penggunaan penghambat pompa proton menggunakan sistem Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose (ATC/DDD) dan perbandingannya dengan penelitian lain. Hasil penelitian menunjukkan 60,2% pasien menggunakan penghambat pompa proton yang 96,4% diantaranya adalah omeprazol. Rute pemberian yang paling dominan adalah intra vena (89,3%). Besar penggunaan penghambat pompa proton 33,79 DDD/100 bed-days. Dibandingkan dengan prevalensi GERD sebagai indikasi obat ini, nilai DDD/100 bed-days penghambat pompa proton lebih tinggi. Hal ini memperlihatkan penggunaan penghambat pompa proton yang berlebihan pada pasien geriatri.

Multipathologic conditions in geriatric patients can lead to polypharmacy, drug interactions, and irrational prescribing. Proton pump inhibitors are one of the most prescribed drug in geriatric patients. Evaluation of the use of the drug is needed to improve the provision and effectiveness of proton pump inhibitors prescription, especially in geriatric patients. This study is a retrospective descriptive study. The samples were taken from geriatric patient medical records during the period of January to June 2015 in inpatient geriatric ward RSCM. This study analyzes quantitatively the use of proton pump inhibitors using the Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose system (ATC / DDD) and compare it with other studies. The results showed that 60.2% of patients used proton pump inhibitors, 96.4% of which was omeprazole. The most dominant route of administration was IV (89.3%). The total use of proton pump inhibitors is 33.79 DDD / 100 bed-days. Compared with the prevalence of GERD as an indication of this drug , the value of proton pump inhibitors DDD / 100 bed ?days is higher. This shows the utilization of a proton pump inhibitor was excessive in geriatric patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Shabrina Agustia Rahmah
"Angka prevalensi penemuan pneumonia anak Indonesia pada tahun 2018 sebesar 56,51%. Pneumonia juga menduduki penyebab kematian anak tertinggi di Indonesia pada tahun 2018, yaitu lebih dari 19.000 anak. Bakteri merupakan salah satu penyebab pneumonia, maka dapat diberikan terapi kuratif dengan antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran tatalaksana penggunaan antibiotik pasien pneumonia anak, yang kemudian dievaluasi secara kualitatif menggunakan metode Gyssens. Penelitian ini bersifat deskriptif, dilakukan secara observasional dengan rancangan studi potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan catatan rekam medik selama periode Maret-September 2020. Sebanyak 81 pasien pneumonia anak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita digunakan sebagai sampel dan telah memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Data tersebut selanjutnya dianalisis dan dievaluasi menggunakan metode kriteria Gyssens. Pada penelitian ini, kelompok usia berusia 1 bulan hingga 1 tahun (68%). Pasien anak laki-laki (51,85%) lebih banyak dibandingkan pasien anak perempuan (48,15%), dan frekuensi lama rawat paling banyak 6-10 hari sebanyak 36 pasien (44,4%). Penggunaan antibiotik terbanyak di ruang rawat inap RSAB Harapan Kita untuk pneumonia secara beturut-turut adalah seftriakson (30,91%), lalu gentamisin (13,94%), dan azitromisin (12,73%). Total 165 regimen dari 81 pasien diperoleh hasil 109 regimen (66,06%) termasuk ke dalam kategori 0 dan 56 regimen (33,94%) termasuk ke dalam kategori I-VI. Hasil analisis menunjukkan adanya 33,94% ketidaktepatan penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia anak di RSAB Harapan Kita.

Child mortality rate is due to pneumonia rather than other infectious diseases were the highest, with up to 56,51% cases in Indonesia or more than 19.000 children died in 2018. Since most of pneumonia is caused by bacteria, the therapy given for this infection is antibiotic. The objective of this research was described and evaluated the used of antibiotics qualitatively in pediatric pneumonia patients with Gyssens method. Method used in this study was cross-sectional, observational with descriptive data analysis. Data collection has been conducted retrospectively based on medical records during the period March-September 2020. 81 samples of pediatric pneumonia patients in RSAB Harapan Kita’s inpatient room who met the inclution criteria was taken used total sampling method. Then, data were analyzed and evaluated by Gyseens criteria method. In this research, there group age 1 – 12 months (68%) was being the highest population who used antibiotic due to 6-10 days length of stay (44,4%). It’s consists of male children (51,58%) and female children (48,15%). The most used antibiotic coherently ceftriaxone (30,91%), gentamycin (13,92%), and azithromycin (12,73%). The total 165 regimen, from 81 samples show that 109 regimens (66,06%) were categorized as Category 0 and 56 regimens (33,94%) as Category I-VI. Result show inaccuracy used of antibiotic up to 33,94% in RSAB Harapan kita."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabella
"Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik. Penyakit diabetes mellitus ini diduga akan meningkat jumlahnya di masa datang. Berdasarkan penelitian, dikatakan bahwa diabetes mellitus tipe 2 dapat menyebabkan dislipidemia, yaitu hipertrigliseridemia, kadar HDL yang rendah serta peningkatan kadar sLDL. Meskipun mekanisme pastinya belum dipahami sepenuhnya, diduga bahwa resistensi insulin menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dari adiposit sehingga terjadi peningkatan sintesis VLDL dan trigliserida yang akhirnya dapat menyebabkan dislipidemia. Penelitian ini dirancang untuk meneliti gambaran kadar HDL pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik IPD RSCM tahun 2010. Data dari 108 orang yang diambil secara simple random sampling dan random diperoleh dari data sekunder di Poliklinik IPD RSCM. Hasilnya adalah nilai rerata kadar gula darah puasa adalah 186,5 (114-559) mg/dL, sedangkan rerata kadar gula darah 2PP adalah 291(178-582) mg/dL. Dengan uji Mann-Whitney, didapatkan berturut-turut nilai p=0,383 dan p=0,208. Dengan demikian, dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan bermakna kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2PP dengan kadar HDL.

Diabetes mellitus is a chronic disease. This diabetes mellitus disease is expected to increase in the future. According to studies, diabetes mellitus type 2 can cause dyslipidemia, which include hypertriglyceridemia, low HDL level, and high sLDL level. Although the exact mechanism has not yet fully understood, it is suspected that insulin resistance can cause an increase in free fatty acid level from adipocytes which end up in increased synthesis of VLDL and triglyceride and eventually dyslipidemia develops. This study is designed to study HDL profile in patients with diabetes mellitus type 2 in RSCM Internal Medicine polyclinic in 2010. Results from 108 patients taken with simple random sampling were obtained from secondary data in RSCM Internal Medicine Polyclinic. The average value of fasting blood glucose was 186,5 (114-559) mg/dL, while the average value of 2PP blood glucose was 291 (178-582) mg/dL. With Mann Whitney test, p value of fasting blood glucose and HDL level was 0,383 and p value of 2PP blood glucose and HDL level was 0,208. Therefore, it can be concluded that there is no significant difference between fasting blood glucose and 2PP blood glucose with HDL level."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S1988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahma Suci
"Penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia terus meningkat seiring dengan tingginya angka kejadian serta mempengaruhi pola penggunaan antibiotik difasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika golongan beta laktam pada pasien pneumonia di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 yang dilakukan untuk mencapai penggunaan antibiotik yang rasional. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif dari rekam medik pasien. Sampel merupakan resep pasien pneumonia periode Januari hingga Desember 2016. Studi dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD . Antibiotik yang digunakan adalah ampisilin; amoksisilin; ampisilin-sulbaktam; seftriakson; sefiksim; sefotaksim; seftazidim; sefoperazone dan seftizoksim. DDD dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah ampisilin 80,5 sedangkan DDD/100bed/hari dengan antibiotik terbanyak yang digunakan adalah amoksisilin 34,62 DDD/100bed/hari . Secara kualitatif, antibiotik yang menyusun segmen DU90 ada lima yaitu ampisilin; seftriakson; sefotaksim; sefixim; ampisilin-sulbaktam. Kesesuaian penggunaan antibiotik golongan beta laktam di rumah sakit anak dan bunda harapan kita tahun 2016 dengan Formularium Nasional sebesar 99,55.

The use of antibiotics increases as well as number of events and affect the pattern of antibiotic uses in health facilities. This study aimed to evaluate the use of beta lactam antibiotics in patients with pneumonia in Harapan Kita Mother and Children rsquo s Hospital in 2016 which is done to achieve rational drug uses. The design of the study was descriptive with retrospective data collection from patients rsquo medical records. Samples were patients rsquo prescriptions from January to December 2016. The analysis was done using Anatomical Therapeutic Chemical Defined Daily Dose ATC DDD qualitatively and quantitatively. The antibiotics were ampicillin amoxicillin ampicillin sulbactam ceftriaxone cefixime cefotaxime ceftazidime cefoperazone and ceftizoxime. DDD with most antibiotics used is ampicillin 80,5 , while DDD 100bed day with most antibiotics used is amoxicillin 34.62 DDD 100bed day . Five antibiotics which are in segment DU90 are ampicillin ceftriaxone cefotaxime cefixime ampicilin sulbactam. Compatibility of the use of pneumonia drugs with National Formulary are 99.55.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67554
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>