Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184845 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Pendahuluan: Epidemiologi forensik merupakan disiplin ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu investigasi kasus. Dengan pendekatan ini, dapat ditentukan adanya hubungan antara suatu paparan dengan cedera atau dampak yang terjadi. Salah satu paparan yang banyak ditemukan di Indonesia ialah kekerasan fisik, termasuk kekerasan tumpul. Kekerasan tumpul menempati 70,9% proporsi jenis cedera. Abdomen merupakan salah satu bagian tubuh yang rentan mengalami kerusakan akibat kekerasan fisik dikarenakan strukturnya yang lemah dan kendur karena tidak dilindungi oleh tulang, melainkan hanya tersusun atas kulit, fascia, dan otot yang membentuk dinding rongga abdomen. Kerusakan organ dalam di daerah abdomen sulit diidentifikasi karena umumnya tidak ditemukan adanya bentuk luka khas pada pemeriksaan fisik luar. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dianalisis hubungan antara temuan luka pada kekerasan tumpul di abdomen dengan kerusakan organ dalamnya.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross-sectional berdasarkan data sekunder berupa laporan visum dan rekam medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2003-2013 dengan metode consecutive sampling.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara temuan luka lecet atau memar di beberapa regio abdomen dengan kerusakan organ tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan subjek laki-laki sebanyak 25 orang (69,44%) dan perempuan sebanyak 11 orang (30,56%) dengan kelompok usia terbanyak pada 21-40 tahun sejumlah 14 kasus (28,89%). Dari uji hipotesis Fisher diperoleh hubungan yang bermakna secara statistik antara temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di epigastrium dengan kerusakan ginjal kiri (p = 0,028), temuan luka kekerasan tumpul di epigastrium dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan lambung (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di umbilikus dengan kerusakan pankreas (p = 0,042), temuan luka kekerasan tumpul di hipokondria kiri dengan kerusakan hati (p = 0,006), dan temuan luka kekerasan tumpul (lecet dan memar) di hipogastrium dengan kerusakan hati (p = 0,023).
Pembahasan: Adanya hubungan antara temuan luka luar di abdomen dengan kerusakan organ dalam dimungkinkan akibat keterkaitan secara anatomi, baik karena dampak tekanan secara langsung maupun tidak langsung yang dihantarkan oleh otot ataupun organ lainnya yang terletak berdekatan., Introduction: Forensic epidemiology can be used to solve the criminal cases. This approach may determine the correlation between an exposure and the damages caused by the trauma. In Indonesia, blunt trauma account for 70,9% injury. Abdomen is part of the human body that vulnerable to damage caused by force injury as intra-abdominal organs consist of delicate and soft structure which aren’t completely protected by bones. Damage to the intra-abdominal organs are difficult to recognize as it is uncommon to find the definite external wound. This study is conducted to analyze the association between external wound caused by blunt trauma and the damage to the intra-abdominal organs.
Method: This study is a cross-sectional study, using secondary data from forensic examination report and medical record of Cipto Mangunkusumo Hospital in 2003-2013 with consecutive sampling method.
Result: The result implicates there was association between scratch or bruise wound from external forensic examination in various abdomen regions and damage to intra-abdominal organs. The study involved 25 males (69,44%), 11 females (30,56%), and most of the subjects were aged 21-40 years in 14 cases (28,89%). By performing Fisher test: there was significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the left kidney (p = 0,028), significant association between scratches or bruises in the epigastrium and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the stomach (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the umbilicus and damage to the pancreas (p = 0,042), significant association between scratches or bruises in the left hypochondriac and damage to the liver (p = 0,006), and significant association between scratches or bruises in the hypogastrium and damage to the stomach (p = 0,023).
Discussion: The correlation between external wound in abdomen and the organ damages could be caused by anatomical association or indirect impact from the other adjacent organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lenggo Septiady P
"[Pendahuluan: Luka penetrasi akibat kekerasan tajam merupakan temuan yang umum dalam pemeriksaan luar tindakan autopsi. Namun, sebagian besar mayat korban kekerasan tidak menjalani pemeriksaan dalam karena beragam alasan. Dengan demikian, temuan luka luar dapat berperan sebagai salah satu pertimbangan ahli forensik dalam memperkirakan kerusakan organ dalam walau tidak memiliki kekuatan secara hukum. Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan bukti empiris terkait kerusakan organ dalam yang ditimbulkan kekerasan tajam. Metode: Peneliti mengambil sampel 5 luka penetrasi ke rongga peritoneal pada masing-masing area abdomen dari 36 subjek penelitian yang diotopsi di Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM, kemudian mencari tahu organ yang terlibat melalui data pemeriksaan baku emas. Hasil: Melalui uji hipotesis menggunakan uji Fisher, didapatkan nilai yang bermakna (p< 0,05) pada beberapa korelasi terkait temuan luka dan kerusakan organ dalam, yakni pada luka penetrasi di epigastrik dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kanan dengan kerusakan hati (p= 0,01), luka penetrasi di hipokondriak kiri dengan kerusakan lambung (p= 0,002), luka penetrasi di umbilikal dengan kerusakan pembuluh darah abdomen mayor (p= 0,004), serta luka penetrasi di iliaka kiri dan kerusakan pankreas (p= 0,01). Pembahasan: Korelasi yang bermakna pada temuan luka luar dan kerusakan organ dalam terkait regio anatomi dan arah luka. Besaran gaya yang diberikan turut mempengaruhi organ-organ yang terlibat;Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs, Introduction: Penetrating wounds from sharp force injuries are common findings in external examination of autopsy. Unfortunately, the majority of the victims do not undergo the internal examination part due to various reasons. Even though the forensic doctors do not perform the autopsy completely, the external findings can prove to be useful to predict the resulted organ damages. Therefore, they would still be able to release their expertise opinions based on evidence based medicine. The aim of this study is to produce the empirical evidence related to penetrating wound and organ damage. Method: Five penetrating wounds into peritoneal cavity for each abdominal region from 36 corpses, that had already been autopsied in Forensic and Medicolegal Department FKUI-RSCM, was analyzed to identify organ damage by using gold standard examination (e.g. internal examination in forensic practice), and then to find the correlation between them. Result: The results from hypothesis testing Fisher shows that the p< 0,05 appeared in some correlation findings between variables (penetration wound in epigastric and right hypochondriac and liver damage (p= 0,01), penetration wound in left hypochondriac and stomach damage (p= 0,002), penetration wound in umbilical and major abdomen blood vessel (p= 0,004), and penetration wound in left iliaca and pancreas damage (p= 0,01), thus made them statistically significant. Discussion: The significant results strongly associated with anatomical region and the direction of the wound. The amount of force applied to each wound affected the outcome of the damaged organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Ninditya
"[Latar Belakang: Di Amerika Serikat, terdapat 16.000 kematian setiap tahunnya
karena trauma pada dada, berkontribusi pada 75% kematian akibat trauma. Di
RSCM Jakarta, tercatat setidaknya ada 1200 mayat yang masuk dengan hanya
33,3% mayat diautopsi sehingga dapat diketahui kerusakan organ dalamnya.
Pemanfaatan epidemiologi forensik untuk menentukan hubungan kemaknaan
antara temuan luka luar dengan kerusakan organ dalamnya dapat menunjang opini
ahli dokter forensik pada kasus yang tidak diautopsi.
Metode: Subjek penelitian ini adalah 128 mayat yang diautopsi di Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI/RSCM Jakarta Tahun 2010-
2013, dengan temuan luka luar akibat kekerasan tajam pada dada dan punggung.
Dari rekam medis korban yang sesuai dengan kriteria inklusi kriteria dan eksklusi
diinput ke dalam program SPSS, dan selanjutnya dianalisis hubungan antara
kedua variabel.
Hasil: Berdasarkan Uji Chi Square ataupun Uji Fischer, ditemukan hubungan
bermakna (p<0,05) antara (i) luka tusuk dada kanan dengan iga kanan, paru
kanan, dan hati; (ii) luka tusuk dada kiri dengan iga kanan, iga kiri, jantung, paru
kanan, dan paru kiri; (iii) luka tusuk dada tengah dengan sternum; (iv) luka tusuk
punggung kanan dengan iga kanan, jantung, dan paru kanan; (v) luka tusuk
punggung kiri dengan kerusakan iga kanan, jantung, paru kanan, paru kiri, hati,
dan ginjal kiri; serta (vi) luka bacok dada kiri dengan paru kiri.
Pembahasan: Terdapat variasi kemaknaan pada setiap hubungan antara kedua
variabel. Hal ini terutama dipengaruhi oleh hubungan secara letak anatomi, yang
selanjutnya dipengaruhi oleh jenis luka, alat tajam yang digunakan dalam
kekerasan tersebut beserta arah penetrasinya, besar gaya untuk menentukan
sedalam apa luka yang dihasilkan, dan densitas jaringan organ dalam.;Introduction: In the United States, there are 16,000 deaths each year from chest
injury, giving 75% death caused by trauma. At Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta, there are at least 1,200 corpses registered with only 33.3% of the corpse?s
visceral organ injury could be discovered. Utilization of forensic epidemiology to
determine the relation between findings of external injuries and damages to
visceral organ could support the opinion of the expert forensic doctor in a case of
non-autopsy.
Method: The subjects of this research are 128 corpses, which were autopsied
from 2010 until 2013 in the Forensic Medicine and Medicolegal Department of
FKUI/RSCM Jakarta, exclusively corpses with sharp force trauma in the chest
and the back area. The medical records of these corpses, which met the inclusion
and exclusion criteria were inputted to SPSS program and analyzed the
relationship between them.
Result: Based on both Chi Square Test and Fischer Test, significant results
(p<0,05) were found between (i) sharp force injury on the right chest area with
damages in the right rib, right lung, and liver; (ii) sharp force injury of the left
chest area with damages in the right rib, left rib, heart, right lung, and left lung;
(iii) sharp force injury of the middle chest area with damages in the sternum; (iv)
sharp force injury of the right chest area with damages in the right rib, heart and
right lung; (v) sharp force injury of left chest area with damages in the right rib,
heart, right lung, left lung, liver, and left kidney; and (vi) gash wound on the left
chest area with damages in the left lung.
Discussion: There is variation of significance on every relationship between those
two variables. It is mainly caused by the anatomical reason, then followed by the
type of injury, weapon used with its penetrating direction, amount of force to
determine how deep the injury is, and tissue density of the visceral organs, Introduction: In the United States, there are 16,000 deaths each year from chest
injury, giving 75% death caused by trauma. At Cipto Mangunkusumo Hospital
Jakarta, there are at least 1,200 corpses registered with only 33.3% of the corpse’s
visceral organ injury could be discovered. Utilization of forensic epidemiology to
determine the relation between findings of external injuries and damages to
visceral organ could support the opinion of the expert forensic doctor in a case of
non-autopsy.
Method: The subjects of this research are 128 corpses, which were autopsied
from 2010 until 2013 in the Forensic Medicine and Medicolegal Department of
FKUI/RSCM Jakarta, exclusively corpses with sharp force trauma in the chest
and the back area. The medical records of these corpses, which met the inclusion
and exclusion criteria were inputted to SPSS program and analyzed the
relationship between them.
Result: Based on both Chi Square Test and Fischer Test, significant results
(p<0,05) were found between (i) sharp force injury on the right chest area with
damages in the right rib, right lung, and liver; (ii) sharp force injury of the left
chest area with damages in the right rib, left rib, heart, right lung, and left lung;
(iii) sharp force injury of the middle chest area with damages in the sternum; (iv)
sharp force injury of the right chest area with damages in the right rib, heart and
right lung; (v) sharp force injury of left chest area with damages in the right rib,
heart, right lung, left lung, liver, and left kidney; and (vi) gash wound on the left
chest area with damages in the left lung.
Discussion: There is variation of significance on every relationship between those
two variables. It is mainly caused by the anatomical reason, then followed by the
type of injury, weapon used with its penetrating direction, amount of force to
determine how deep the injury is, and tissue density of the visceral organs]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zharifah Fauziyyah Nafisah
"Pendahuluan: Di Asia Tenggara, angka kecelakaan merupakan peringkat ke-9 pada daftar penyebab kematian. Kekerasan akibat benda tumpul sendiri menyebabkan hampir tiga ribu kematian di Amerika pada tahun 2007-2011. Kekerasan tumpul, terutama pada dada dapat menyebabkan komplikasi pada organ dalam seperti jantung, paru, pembuluh, saraf, bahkan tulang dan otot. Komplikasi inilah yang dapat menjadi penyebab kematian seseorang. Akan tetapi, tidak semua jenazah yang ada selalu diotopsi sehingga penyebab kematian korban tidak dapat diketahui dengan benar. Epidemiologi forensik sebagai cabang ilmu kedokteran forensik yang baru berkembang digunakan untuk menentukan hubungan antara temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada dengan kerusakan organ dalam.
Metode: Subjek penelitian ini adalah 135 mayat yang diotopsi di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM dengan temuan luka akibat kekerasan tumpul di dada. Dari rekam medik korban yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, data jenis temuan luka dan kerusakan organ diinput ke dalam SPSS dan dilihat persebaran datanya serta dicari hubungannya.
Hasil: Pada penelitian ini, ditemukan hubungan bermakna (P<0,05) antara luka lecet di dada kanan dengan kerusakan iga kanan (P=0,00) dan iga kiri (P=0,005), luka lecet di dada kiri dengan kerusakan iga kiri (P=0,038), luka terbuka tepi tidak rata di dada kiri dengan kerusakan iga kanan (P=0,021), dan diafragma (P=0,028).
Pembahasan: Hubungan kebermaknaan ini disebabkan oleh adanya hubungan secara anatomis antara luka luar dengan kerusakan organ dalam yang dipengaruhi juga oleh jenis luka akibat perbedaan gaya trauma yang dibutuhkan untuk menghasilkan perlukaan tersebut.;Introduction: Accident is the 9th leading cause of death in South-East Asia.

Blunt force trauma caused almost three thousand deaths in United States of America from 2007 until 2011. Blunt force trauma in chest can cause complications to the visceral organs such as heart, lungs, vessels, nerves, even bones and muscles. These complications could be a cause of death. But, not all corpses always get autopsied so that the real cause of death could not be known right.
Method: Subject of this research was 135 corpses that were autopsied in Forensic Medicine and Medicolegal Department FKUI-RSCM with blunt force trauma findings in chest. From the medical record that is suitable with the inclusion and exclusion criterias, the type of blunt force trauma findings and the visceral organ damages were inputted, described by the data’s distribution, and
analyzed to find the relation.
Result: Significant result (P<0.05) found in four variable correlations, which are the relation between abrasions in right chest with right ribs damages (P=0.00) and left ribs damages (P=0.005), abrasions in left chest with left ribs damages (P=0.038), and lacerations in left chest with right ribs damage (P=0.021) and diaphragm damage (P=0.028). Discussion: These significant results caused by the anatomical relation between the blunt force trauma findings and"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pendahuluan: Trauma akibat benda tumpul pada kepala adalah salah satu trauma
yang dapat bersifat fatal, berkaitan dengan organ intrakranial yang bersifat vital
bagi kehidupan. Namun, luka kekerasan tumpul pada kepala tidak seluruhnya dapat
menyebabkan kerusakan organ intrakranial, berkaitan dengan berbagai faktor yang
menyebabkan luka, antara lain lokasi, besar gaya, arah gaya. Pada penelitian ini
akan dilihat hubungan antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak.
Penelitian epidemiologi forensik ini digunakan untuk menunjang opini ahli dokter
forensik pada temuan luka akibat kekerasan tumpul di kepala dengan kerusakan
organ intrakranial. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional
dengan data sekunder yang berasal dari visum et repertum pasien di Departemen
Forensik dan Medikolegal FKUI-RSCM. Hasil: Sebanyak 1% hubungan antara
memar pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, 1%
hubungan antara ekskoriasi pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan
kerusakan otak, sebanyak 82% hubungan antara laserasi pada kepala memiliki
hubungan yang bermakna dengan kerusakan otak, dan sebanyak 95,3% hubungan
antara fraktur pada kepala memiliki hubungan yang bermakna dengan kerusakan
otak. Diskusi: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi hubungan
antara luka kekerasan tumpul dengan adanya kerusakan otak berdasarkan jenis serta
lokasi luka luar dan lokasi kerusakan intrakranialnya. Variasi hasil ini terjadi karena
luka kekerasan tumpul, yaitu memar, ekskoriasi, laserasi, dan fraktur, masingmasing
memiliki mekanisme yang berbeda, dan timbul akibat besar gaya yang
berbeda. Memar dan ekskoriasi, luka kekerasan tumpul yang disebabkan oleh gaya
yang kecil dan menyebabkan diskontinuitas jaringan luar hanya sedikit hanya
memiliki sedikit hubungan dengan kerusakan otak. Laserasi dan fraktur memiliki
banyak hubungan dengan kerusakan otak oleh karena gaya penyebab luka
kekerasan tumpul tersebut bersifat lebih besar, Introduction: Blunt head trauma had a high fatality rate, as the head protects
intracranial organs that are vital to the continuity of life. However, not all blunt
head trauma cause the same damage to intracranial organs, due to the various
factors such as location, the strength of the force, and the direction from which the
striking force came. This forensic epidemiological study is designed to support
expert opinions in forensic practice regarding the findings of blunt head trauma and
intracranial organ damage. In this study, the correlation between blunt head trauma
and traumatic brain injury were analyzed. Methods: This study is a cross-sectional
study with secondary data from patients’ visum et repertum in the Forensic and
Medicolegal Department of Cipto Mangunkusumo General Hospital. Results:
Results show that 1% of the correlations between bruise findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, 1% of the correlations between
excoriation findings on the head had significant association with traumatic brain
injury, 82% of the correlations between laceration findings on the head had
significant association with traumatic brain injury, and 95,3% of the correlations
between fracture findings on the skull had significant association with traumatic
brain injury. Discussion: This study showed that the relationship between blunt
head injury with traumatic brain injury varied based on the location and type of the
external injury and the location of the intracranial organ. This variation in results
happened as external blunt head trauma such as bruise, excoriation, laceration, and
fracture each had different mechanisms, and were caused by various force intensity.
Bruising and excoriation, which were usually caused by smaller force and only
caused little damage externally, were found to have little correlation with traumatic
brain injury findings. On the other hand, laceration and fracture were found to have
more correlation with traumatic brain injury findings, since both traumas were
usually caused by a greater force.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agusalam Budiarso
"Fotografi merupakan bagian terintegrasi standard prosedur pemeriksaan forensik dan dapat berperan sebagai petunjuk, keterangan pengganti barang bukti maupun sebagai barang bukti itu sendiri. Dokumentasi fotografi forensik memiliki tujuan menghasilkan gambar yang berkualitas dan akurat. Akurasi gambar dapat dinilai dari kesesuaian antara keadaan sebenarnya (atau setidaknya mendekati) saat pengambilan gambar dan pemeriksaan dilakukan oleh dokter pemeriksa dengan interpretasi orang lain yang melihatnya di waktu yang berbeda. Hasil studi observasional potong lintang menggunakan 55 sampel penelitian gambar digital kamera DSLR didapatkan panjang fokal lensa 50mm memiliki hubungan bermakna (p < 0,05). Sedangkan rentang nilai bukaan lensa (f7,1-f8,0), kecepatan rana (1/100 detik-1/125 detik) dan sensitivitas sensor (ISO = 800-1600) dengan penggunaan cahaya tambahan flashlite dapat dijadikan acuan dasar settingan kamera digital pada pemeriksaan genitalia kasus kekerasan seksual pada anak saat ini. Selain itu, didapatkan kesesuaian keseluruhan interpretasi sedang antara dua ahli forensik (k = 0,457), kesesuaian interpretasi pada area labia minor masih dapat diterima (k = 0,238) dan fourchette posterior (k = 0,230), serta kesesuaian interpretasi kuat pada area hymen (k = 0,643).

Photography is an integrated part of standard forensic examination procedures and can act as a guide, substitute information for evidence as well as evidence itself. Forensic photography documentation aims to produce quality and accurate images. Image accuracy can be assessed from the conformity of the actual situation (or at least approaching) when shooting an image and doctors examinations with the interpretation of other people who see it at different times. The results of a cross-sectional observational study using 55 DSLR camera digital image research samples obtained that 50mm lens focal length had a significant relationship (p <0.05). While the range of lens aperture (f7,1-f8,0), shutter speed (1/100 seconds-1/125 seconds) and sensor sensitivity (ISO = 800-1600) with additional use of flashlite can be used as a basic reference for digital camera settings on child sexual violence cases examination. In addition, it was found that the overall interpretation conformity was moderate between two forensic experts (k = 0.457), interpretation conformity could still be fair in the minor labia (k = 0.238) and posterior fourchette (k = 0.230), also substantial in the hymen (k = 0.643)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55531
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Oxford University Press, 1993
614.4 CAS (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Deyva Budhyarty Nur
"Kejahatan dalam berbahasa, yang dilontarkan oleh individu maupun organisasi dengan maksud dan tujuan negatif, dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari termasuk di media sosial. Twitter merupakan salah satu platform media sosial yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk berpendapat dan berdiskusi apabila ada isu yang sedang diperbincangkan dalam tagar-tagar yang digunakan untuk memudahkan mereka tetap berada dalam satu topik yang sama. Penelitian ini membahas kejahatan bahasa dalam platform media sosial Twitter ketika terdapat isu kebijakan nitrogen di Belanda yang menyebabkan protes dari berbagai kalangan masyarakat Belanda, khususnya para petani. Rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana kejahatan bahasa mengenai isu tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan data berupa cuitan dengan tagar #boerenprotesten dan #stikstofdebat pada periode 27 Agustus hingga 7 September 2022. Data tersebut dikumpulkan menggunakan metode data crawling, yang kemudian disortir dan dianalisis berdasarkan indikasi ada atau tidaknya kejahatan bahasa yang terkandung di dalamnya. Dari penelitian ini tergambar bagaimana respon masyarakat Belanda terhadap isu nitrogen tersebut dan kejahatan bahasa apa saja yang terkandung di dalamnya, mulai dari ujaran kebencian, berita bohong, defamasi, hasutan, hingga ancaman. Terlihat pula sasaran masyarakat Belanda dalam pada cuitan-cuitan dalam kedua tagar tersebut mayoritas adalah tokoh politik seperti Mark Rutte.

Language crimes can be found in everyday life, including on social media, which are raised by individuals and organizations with negative intentions and goals. Twitter is a social media platform that is widely used by the public to express opinions and discuss, including when there are issues being discussed. Hashtags are used to make it easier for them to stay on the same topic. This research discusses language crimes in the Twitter social media platform when there is an issue of nitrogen policy in the Netherlands which causes protests from various groups of Dutch society, especially farmers. The formulation of the problem of this research is how is language crime in two hashtags regarding this issue, namely #boerenprotesten and #stikstofdebat. This study uses a descriptive qualitative research method, beginning with research on trending topics on Twitter, and data collection is carried out using the data crawling method to be sorted and analyzed. From this research it is illustrated how the response of the Dutch people to the nitrogen issue and what language crimes are contained in it, ranging from hate speech, fake news, defamation, incitement, to threats. It can also be seen that the majority of the targets of the Dutch public in the tweets in the two hashtags are political figures such as Mark Rutte.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Tegar Indrayana
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas metode penentuan umur bercak darah manusia dengan menganalisis peak X dan Y yang muncul pada High Performance Liquid Chromatography (HPLC) karena penelitian mengenai umur bercak darah yang bersifat kuantitatif di Indonesia masih sangat jarang. Penelitan ini merupakan penelitian eksperimental dengan time series selama 11 hari pengamatan dengan memaparkan bercak darah pada 33 buah kain katun yang berukuran 1 cm x 1 cm yang berasal dari 3 responden dengan kondisi lingkungan Departemen Forensik dan Medikolegal FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang merepresentasikan wilayah Jakarta Pusat. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa peak X dan Y tidak menunjukkan adanya linearitas (kesegarisan) sehingga syarat untuk diperolehnya persamaan regresi linear tidak terpenuhi. Kesimpulan dari penelitan ini adalah penentuan umur bercak pada kain katun dengan menganalisis peak X melalui HPLC belum dapat dipakai secara pragmatis di lapangan sesuai kondisi Tempat Kejadian Perkara (TKP).

b>ABSTRACT
This research is to study the method in determining the age of human bloodstain due the rarity of human bloodstain researches in Indonesia, by analyzing the X and Y peaks that appeared in High Performance Liquid Chromatography (HPLC). This research is experimental with time series for 11 days observation by exposing the bloodstain onto 33 pieces of cotton fabric, each measuring 1 cm x 1 cm that originated from 3 respondents with environmental conditions of the FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Forensic and Medico-legal Department which represents the area of Central Jakarta. The results of this research is the X and Y peaks do not point to a linearity so that the criteria for linear regression equation is not met. The conclusion of this research is age of human bloodstain on cotton fabric by analyzing X peak with HPLC cannot yet be used pragmatically in the field in accord to the conditions at the crime scene."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Godjali
"Latar Belakang: Dalam identifikasi odontologi forensik, diperlukan penentuan jenis kelamin dan ras.
Tujuan: Menenentukan jenis kelamin dan ras berdasarkan ukuran mesiodistal (MD) dan bukolingual (BL) gigi kaninus rahang bawah, beserta nilai referensinya.
Metode: Dilakukan pengukuran MD dan BL gigi C RB pada populasi suku Batak dan Tionghoa, selanjutnya ditetapkan nilai referensinya.
Hasil: Ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD dan BL pada pengujian antar jenis kelamin (p<0,05). Pada pengujian antar ras ditemukan perbedaan signifikan ukuran MD, namun tidak pada ukuran BL. Pada penentuan jenis kelamin nilai referensi ukuran MD 6,942 mm dan BL 7,527 mm. Pada penentuan ras, nilai referensi pada laki-laki ukuran MD 7,529 mm dan BL 7,845 mm, sedangkan perempuan MD 6,643 mm dan BL 7,210 mm.
Kesimpulan: Ukuran MD dan BL gigi kaninus rahang bawah dapat digunakan untuk menentukan jenis kelamin dan ras.

Background: In odontologic forensic identification, determining sex and race are important.
Objectives: To determine race and sex by using mesiodistal (MD) and buccolingual (BL) measurements of mandibular canines and to obtain their reference points.
Methods: Measured MD and BL mandibular canines measurements of Batak and Chinese in Indonesia, then calculated the reference points.
Results: There is significant difference of MD and BL measurements between sex (p<0,05). There is significant difference of MD measurement between races but there isn’t on BL measurement. To determine sex, reference point for MD measurement is 6,942 mm and BL is 7,527 mm. To determine race, reference point for men is 7,529 mm for MD and 7,845 mm for BL, for women is 6,643 mm for MD and 7,210 mm for BL.
Conclusions: Mesiodistal and buccolingual measurements can be used to determine sex and race in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>