Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 49189 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013
R 726.159 8 CAN
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Sedyawati, 1938-
Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013
726SEDC001
Multimedia  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Haryanto
"Relief gana mulai muncul pada candi-candi masa klasik tua di Jawa Tengah, seperti Dieng dan Gedong Songo. Pada candi candi tertua di Jawa Tengah ini, gana hanya muncul sangat sedikit. Penggambaran relief gana mulai berkembang pesat pada candi_-candi di Jawa Tengah selatan sekitar abad ke-8-10 M. Ketika pusat kerajaan berpindah ke Jawa Timur, tradisi penggambaran gana dalam bentuk relief masih juga muncul meski dengan frekuensi yang tidak terlalu banyak. Gana, tidak hanya digambarkan dalam bentuk relief di candi-candi melainkan dipahatkan pula pada yoni, dengan posisi menyangga carat Yoni. Berdasarkan bahan dasar pembuatannya, relief gana ada yang dibuat dari batu dan ada pula dari tanah liat. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi analisis. Relief gana ditelaah dari segi variasi bentuk hingga makna penggambarannya. Penyelusuran relief gana di Jawa Timur meliputi l3 candi di Jawa Timur, relief gana yang ada di Museum serta relief gana pada yoni yang masih in sitar, di Jebuk, Kediri, Sementara sebagai data banding, sekitar 15 candi di yogyakarta dan Magelang juga dikunjungi. Penelusuran makna penggambaran gana meliputi literatur tentang candi-candi di India, naskah Jawa kuna, prasasti dan literatur sejarah eni dan kebudayaan Jawa.
Hasil analisis menunjukkan bahwa relief gana pada masa klasik tua di Jawa Tengah, umumnya digambarkan dengan sikap khas, yakni posisi tangan menyangga, naturalis, ekspresi biasa atau tersenyum, alat kelamin tidak diperlihatkan. Pada masa kemudian, yakni klasik muda di Jawa Timur. Frekuensi penggambaran gana pada candi tidak sebanyak di Jawa Tengah. Relief gana juga digambarkan berbeda dengan masa Jawa Tengah, yakni dengan ciri khas, penggambaran relief secara kaku dan pipih dengan sudut pandang meyamping, ekspresi menyeramkan dan alas kelamin yang selalu diperlihatkan. Bentuk relief gana yang pipih dan kaku di Jawa Timur merupakan pengaruh dari seni wayang kulit yang tengah berkembang pesat. Agaknya pengaruh seni Indonesia lama sangat kuat mempengaruhi tradisi penggambaran relief. Pada relief gana, selain digambarkan kaku dan pipih, juga digambarkan ekspresi wajah yang menyeramkan. Tradisi penggambaran wajah gana yang menyeramkan dan alat kelamin yang diperlihatkan, tidak popular di India maupun di Jawa Tengah. Ekspresi wajah yang scram dan penggambaran alat kelamin, mengingatkan pada tradisi prasejarah yang menganggap bahwa wajah seram dan alat kelamin merupakan simbol penolak bala yang utama, terutama mengusir roh-roh jahat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggita Adya Rari
"Kajian ini berisi analisa gaya candi di Sawa Tengah, abad VII - IX Masehi. Pendekatan yang dilakukan pada kajian ini adalah pendekatan kuantitatif guna menguji hipotesa Edi Sedyawati tentang kesatuan gaya seni area di Candi Roro Jonggrang dan Plaosan Lor. Adapun hipotesa tersebut menyatakan bahwa kesatuan gaya seni area yang ada di Candi Roro Jonggrang dan Plaosan Lor terjadi lebih dipengaruhi oleh kedudukan suatu kelompok kemasyarakatan sebagai pusat atau pinggiran dibandingkan dengan penganut agamanya.
Pengelompokan masyarakat tersebut bisa dilihat dari pengelompokan tinggalan yang ada. Hipotesa tersebut akan diterapkan pada gaya bangunan candi yang ada di wilayah yang sekarang bernama Jawa Tengah (termasuk wilayah DIY).
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah 40 candi berbahan batu andesit yang berasal dari abad VII - IX M. Data tersebut dihasilkan setelah terjadi proses pemilihan yang disesuaikan dengan keadaan candi yang masih ada bagian bangunan yang dapat diamati. Setelah data terpilih, data tersebut diamati dengan menggunakan ragangan penelitian candi (merupakan modifikasi dari ragangan bangunan tradisional oleh Edi Sedyawati). Setelah data dimasukkan dalam ragangan. Hasil tersebut diolah dengan menggunakan tabel-tabel yang sudah terdapat pada program komputer SPSS . Adapun tujuannya adalah untuk diadakan pengujian antar variabel dengan cara uji chi-squre.
Sebaran candi-candi berbahan batu andesit di Jawa Tengah, abad VII - IX Masehi pada peta terlihat mengelompok. Adapun pengelompokan yang tersebut adalah di Dataran Tinggi Dieng, di Daerah Ungaran dan sekitarnya, di Dataran Kedu, dan di Daerah sekitar Prambanan. Berdasarkan hal tersebut maka pengujian yang dilakukan terhadap variabel-variabel pengamatan diuji dengan faktor pengelompokan lokasi. Selain dengan faktor lokasi dilakukan juga pengujian dengan latar belakang keagamaan. Hal ini dilakukan dalam rangka memperbandingkan faktor manakah yang lebih menunjukan hubungan yang bermakna terhadap keberadaan variabel-variabel pengamatan candi.
Berdasarkan analisa kuantitatif yang dilakukan dengan bantuan program komputer yaitu SPSS 10 diketahui bahwa faktor lokasi (mengacu pada masyarakat pembuatnya) mempunyai pengaruh yang lebih signifikan daripada faktor latarbelakang agama. Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa penelitian ini mendukung hipotesa Edi Sedyawati bahwa gaya seni di suatu wilayah dipengaruhi oleh kedudukan suatu kelompok kemasyarakatan (yang diwakili dengan pengelompokan tinggalan yang ada di suatu lokasi pada penelitian ini) sebagai pusat atau pinggiran dibandingkan dengan penganut agamanya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11117
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Rani Nuansa Br
"Penelitian ini mengkaji variasi bentuk dan hiasan pipi tangga candi-candi di Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi pipi tangga yang dapat dilihat dari bentuk baik pada candi Hindu maupun Buddha. Melalui deskripsi dan klasifikasi, penelitian ini akan memaparkan hasil variasi bentuk pada pipi tangga berupa tipe pipi tangga berdasarkan pola dasar bentuk dan kombinasi komponennya, serta variasi hiasan-hiasan pada pipi tangga. Tipe-tipe pipi tangga yang diperoleh juga memberikan gambaran tipe yang sering diterapkan pada candi Hindu dan candi Buddha. Hasil klasifikasi bentuk pipi tangga juga dapat menghasilkan kronologi serta tidak mengubah peranan dan fungsi pipi tangga sebagai transisi dalam bangunan candi abad ke-8-10 M.

This research describes the form and ornament variation of candi balustrade in Central Java. The purpose of this research is to clasify the form and balustrade variation in Hindu and Buddhist candi. Based on a description and clasification, this research describes the result of the variation specifically type of balustrade. Type is the result from combine archetype of form and component combination. This type of balustrade also describe the usually used type in Hindu and Buddhist candi. Besides that the form of balustrade can give information about chronologi and didn rsquo t change the balustrade function as transition in the 8th 10th Central Java candi.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Candi Blandongan merupakan salah satu candi di Komplek Percandian Batujaya,
Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Candi ini belum diketahui bentuk dan
fungsinya secara pasti. Bentuk dan fungsi pada candi ini penting untuk diketahui
guna merekonstruksi tingkah laku manusia pada masa lampau terutama dalam hal
pembangunan candi pada masa awal perkembangan agama Buddha di daerah
Jawa bagian barat. Penelitian mengenai bangunan Candi Blandongan dimulai
dengan pendeskripsian yang dilanjutkan dengan melakukan analisis khusus dan
kontekstual terhadap bangunan candi. Analisis dilakukan dengan cara
membandingkan bangunan Candi Blandongan dengan bangunan candi lain yang
ada di Komplek Percandian Batujaya. Hasil dari analisis tersebut adalah sebuah
eksplanasi bahwa bangunan Candi Blandongan diperkirakan merupakan bangunan
candi yang memiliki stupa pada bagian atasnya dan berfungsi sebagai pusat
pemujaan pada masa awal perkembangan agama Buddha di daerah Jawa bagian
barat., Blandongan Temple is one of the temples in Batujaya Enshrinement Complex.
The form and function is important to note in order to reconstruct human behavior
in the past, particularly in temple constructing matters in the early days of the
development of Buddhism teachings in western Java. The research is started by
describing the temple physical building and followed by performing form analysis
and contextual analysis. Analysis is done with comparing Blandongan Temple
building to other building temples inside Batujaya Enshrinement Complex. The
result of said analysis explains that Blandongan Temple building probably is a
temple with stupa on top of it and had been used as worship place in the early
days of the development of Buddhism teaching in western Java.]"
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joddy Tri Aprianto
"Relung adalah ceruk yang sengaja dibuat pada bangunan atau candi yang biasanya dipergunakan untuk menempatkan arca. Relung penjaga adalah relung yang ada di kanan-kiri pintu masuk ke ruang utama candi. Di dalam relung tersebut biasanya terdapat arca Mahakala dan Nandiswara yang digambarkan sebagai penjaga pintu yang berwujud raksasa. Penelitian ini dimaksud untuk melihat secara leih khusus relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah, guna membuat deskripsi tiap-tiap relung penjaganya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan terhadap masing-masing relung penjaga, kepustakaan, seriasi dan pembandingan. Metode penulisan atau penyajiannya ialah deskripsi dilengkapi foto dan gambar. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah memeiliki persamaan dan perbedaan letak, bentuk, dan hiasan. Melalui persamaan dan perbedaan tersebut dapat diketahui bahwa relung penjaga candi Hindu Jawa Tengah memperlihatkan suatu perkembangan, yaitu dari sederhana ke kompleks. Tetapi persamaan dan perbedaan tersebut belum dapat dipastikan mengacu kepada persamaan dan perbedaan waktu yang mutlak."
Depok: Universitas Indonesia, 1986
S11742
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eggy Gustaman
"Tentang penggambaran tokoh bersorban berdasarkan relief cerita pada candi Jago, Induk Penataran, Pendopo Teras Pertama Penataran, Tegalwangi, Surawana dan Jawi. Untuk memisahkan tokoh bersrban itu ke dalam golongnnya masing-masing, maka ciri ikonografisnya harus benar-benar diperhatikan yang ditandai dengan kode variasi. Setelah tokoh-tokoh bersorban itu dipisahkan berdasrakan kombinasi variasi yang ternyata berjumlah 17, diketahui tokoh bersorban lebih banyak kesamaan ciri ikonografis terutama pada bentuk badan, bentuk sorban dan jenis bakaian yang dikenakan. Untuk ciri dengan adanya kumis dan jenggot hanya digunakan untuk ciri tambahan, kerena pada tokoh bersorban ini terdapat karakter tokoh wanita yang sudah pasti tidak berkumis dan berjenggot. Dari hasil penggolongan dan perbandingan dominasi penggambaran tokoh bersorban pada relief di candi-candi masa Singhari dan Majapahit ini, dapat terlihat bahwa tokoh bersorban yang diidenfikasi sebagai pertapa wanita merupakan tokoh yang paling banyak digambarkan dalam panil relief pada candi-candi masa Singhasari dan Majapahit dibandingkan tokoh-tokoh bersorban lainnya yang diidenfikasi sebagai rsi, pertapa pria dari suatu pertapaan dan pertapa pria di luar pertapaan..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S11830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Haryosoedigdo
"Penelitian terhadap motif hias tumpal yang terdapat pada pipi tangga candi-candi di Jawa Timur. Dari 23 buah bangunan candi yang terdapat 43 pasang pipi tangga atau 86 pipi tangga, terpahatkan 140 buah motif hias tumpal yang diambil sebagai data utama. Data tersebut diteliti berdasarkan morfologi, tipologi dan stilistiknya. Tujuannya untuk mengetahui dan mengenali tipologi tumpal, serta faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya variasi, dan mengungkapkan maksud ditempatkannya motif hias tumpal pipi tangga candi. Pengumpu1an data dilakukan melalui sumber tertulis dan pengamatan langsung di lapangan dengan cara pencatatan, pengukuran, penggambaran, dan pemotretan. Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi taksonomi berdasarkan atribut bentuk dan hiasannya, juga menggunakan data bantu berupa sumber tertulis. Hasilnya menunjukkan adanya 15 macam tipe tumpal yang dapat dibagi lagi ke dalam tipe pasangan tumpal dalam pipi tangga, yaitu 18 tipe pasangan tumpal. Tetapi perbadaan tipe-tipe tersebut ternyata tidak merubah makna dari tumpal atau segi tiga yang mempunyai konsep Hiranya Gabha (rahim emas) sebagai lambang kesuburan dan kehidupan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vevi Ratna Sari
"Skripsi ini berisi tentang bentuk, hiasan, dan keletakan relung-relung candi Hindu dan Buddha di Jawa Tengah pada abad ke-8--10. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bentuk, hiasan, dan keletakan relung-relung candi Hindu dan Buddha dan melihat persamaan dan perbedaannya, serta diharapkan dari penelitian ini menambah pengetahuan mengenai perbedaan fisik yang terdapat di candi Hindu dan Buddha. Dalam penelitian ini dilakukan pengidentifikasian relung-relung yang terdapat di candi Hindu dan Buddha di Jawa Tengah pads abad ke-8-10, balk itu berupa data lapangan maupun studi kepustakaaii. Hasr1 penelitian lapangan dan kepustakaan ini kemudian diklasifikasikan secara umum (bentuk, bingkai relung, dan hiasan), dan diklasifikasikan lagi berdasarkan kronologi relatif yang telah dilakukan oleh peneliti.-peneliti sebelumnya. Pada tahap pengolahan data, hasil klasifikasi tersebut dianalisis dengan cara perbandingan terhadap masing-masing relung Hindu, masing-masing relung Budhha dan perbandingan di antara keduanya untuk mendapatkan hasil akhir. Hasil penelitian menunjukkan dari 28 jenis relung Hindu dan enam belas jenis relung Buddha terdapat tujuh bentuk relung, yaitu bentuk empat persegi panjang, empat persegi panjang dengan puncak busur lemah, empat persegi panjang dengan puncak busur tinggi, empat persegi panjang dengan puncak segi tiga, empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M, empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M ganda, dan empat persegi panjang dengan puncak lengkung kurawal. Diketahtu bentuk yang dominan dari relung Hindu adalah bentuk empat persegi panjang, sedangkan untuk bentuk relung Buddha adalah empat persegi panjang dengan puncak busur lemah dan empat persegi panjang dengan puncak seperti puncak huruf M. Untuk hiasan relung, umumnya pada candi Hindu dan Buddha sama, yaitu hiasan kola-makara dengan lidah api atau pilaster. Keletakan yang paling umum pada relung Hindu adalah tiga relung utama yang masing-masing berada pada dinding luar bagian utara, selatan, dan timur atau barat sesuai dengan arah hadap candi dan dua relung penjaga yang masing-masing terletak di kanan-kiri pintu masuk, sedangkan pada relung Buddha setiap candi memiliki keletakan yang berbeda-beda dan umumnya berada di dalam bilik. Sehingga dapat dikatakan untuk membedakan relung Hindu dan Buddha tidak dapat dilihat dari bentuk dan hiasannya, tetapi dapat dilihat dari keletakan relung-relung tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>