Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16246 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Overactive bladder (OAB) is a clinical syndrome consisting of symptom complex of urgency, with or without incontinence which has significant effects on quality of life and has to be managed properly. The aim of this study was to review the management of OAB by Indonesian urologists. A self-constructed questionnaires containing diagnostic and treatment options of OAB patients were distributed to indonesian urologists. This was a cross-sectional study and descriptive analyze the data. 129 Indonesian urologists participated in this study. Most of them faced more than 20 OAB cases per year with the most common type was OAB without incontinence or dry OAB (57,4%). Most urologists (34.1%) ordered at least three diagnostic tools to determine OAB. They were bladder diary, urinalysis and scoring system. The most used scoring system (48.9%) was the overactive bladder symptoms score (OABSS). Thirty-five point seven percent (35.7%) of urologist used antimuscarinic and behavioral therapy as initial therapy. Solifenacin 5 mg/day was the most common antimuscarinic prescribed as the first line therapy (48%). Most common items commonly evaluated for follow-up: symptoms (96.9%), bladder diary (72.9%); and drug's side effect (58.1%). When initial therapy had failed, most of the urologists (54.3%) chose to increase the dose of antimuscarinic. None of them chose bladder botulinum toxin injection as their additional therapy. OAB is a frequent disorder which remains a challenge for urologists. The management of patients with OAB by Indonesian urologists has been suitable with the previous studies and guidelines."
UI-MJI 24:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wein, Alan J.
"Overactive bladder in clinical practice provides a timely and comprehensive update on the overactive bladder (OAB) syndrome. The symptoms of urgency, with or without urge incontinence, usually with frequency or nocturia, now defined as the overactive bladder syndrome, have become a hot topic in urology, gynecology and urogynecology. Epidemiological data show very high disease prevalence (19%), particularly when compared with other chronic conditions such as diabetes (2%) and asthma (7%). OAB symptoms impact severely on patient’s quality of life, causing significant impairment of patient vitality and limiting their physical role, similar to diabetes. The OAB syndrome involves all age groups, both sexes and is frequently found in neurogenic patients. This book will cover all aspects of OAB epidemiology, economics, pathophysiology, conservative, pharmaceutical and surgical."
London : Springer, 2012
e20426332
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"Stroke sering menimbulkan gangguan fungsi eliminasi yaitu inkontinensia urin urin. Pada psien stroke kondisi inkontinensia urin urin sering menimbulkan masalah baru yang akan memperberat kondisi pasien. Latihan berkemih atau bladder training dari penelitian Fanl, 1991 menunjukkan bahwa 50% dari sampel percobaannya menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen.
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan selama tiga bulan dengan responden sebanyak 38 pasien stroke, dimana 19 sebagai kelompok intervensi, dan 19 sebagai kelompok kontrol Karakteristik responden sebagai berikut: jumlah pasien stroke Hemoragie di ruang intervensi 0,59 % dan stroke iskemi 0,41%. Di ruang Kontrol jumlah stroke Hemoragie 0,47 %, sedangkan stroke lskemia 0,53 %. Jika dibandingkan dengan usia, maka jumlah stroke Hemoragie dan lansia di ruang intervensi 0,21 %, di ruang kontrol 0,26 %.
Hasil dari penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna terhadap masa pemulihan inkontinensia urin urin pada pasien yang bladder retraining-nya terprogram dengan baik dan yang tidak terprogram dengan baik. Pada ruangan intervensi jika tidak dibedakan jenis strokenya dan usisnya maka diperoleh lama Inkominensia urin rata-ratanya 13,11 hari, sedangkan di maka kontrol 22,7 hari. Setelah dianalisa dengan C 95% dengan uji T-test ternyata perbedaan ini bermakna dengan p= 0,012."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Ahmadi Farid
"ABSTRAK
Nama : Imam Ahmadi FaridNPM : 1406667463Program Studi/Divisi : Obstetri ndash; Ginekologi / Uroginekologi Rekonstruksi Judul: Prevalensi, karakteristik dan Faktor Risiko Terkait Pada Pasien Inkontinensia Urin Dalam Poliklinik Ginekologi Menggunakan Kuesioner Untuk Diagnosis Inkontinensia Urin QUID Versi Bahasa Indonesia Latar belakang: Inkontinensia urin tetap menjadi masalah kesehatan utama wanita karena dampaknya yang menghancurkan terhadap kualitas hidup. Namun, studi epidemiologi tentang inkontinensia urin UI di Indonesia sangat terbatas. Bisa jadi karena keluhan pasien yang kurang dilaporkan. Kami bertujuan untuk menentukan prevalensi, karakteristik dan faktor risiko UI di antara pasien ginekologi. Metode: Pasien mengunjungi klinik rawat jalan ginekologi di Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum, Jakarta, Indonesia yang ditawarkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subyek yang memenuhi syarat melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner QUID versi Bahasa Indonesia. Faktor terkait untuk stres inkontinensia urin SUI , mendesak inkontinensia urin UUI , dan kontinum urin campuran MUI diidentifikasi setelah analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Prevalensi SUI, UUI, dan MUI masing-masing 4,3 , 3,0 , dan 2,7 di antara 400 subjek yang memenuhi syarat. Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan keadaan menopause meningkatkan risiko untuk semua jenis UI. Pada analisis multivariat, usia yang lebih tua adalah faktor risiko paling signifikan untuk memiliki UI p = 0,000, OR 5,4 95 CI: 2,13-13,87 . Kesimpulan: Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan menopause adalah faktor risiko untuk SUI, UUI, dan MUI. Umur adalah faktor terkait yang paling signifikan. Kata kunci: QUID Questionnaire, faktor risiko, inkontinensia urin.

ABSTRACT

Abstract Nama Imam Ahmadi FaridNPM 1406667463Program Studi Divisi Obstetri ndash Ginekologi Uroginekologi Rekonstruksi Title Prevalence, characteristics and Related Risk Factors In Urinary Incontinence Patients In Gynecology Polyclinics Using Questionnaire For Urinary Incontinence Diagnosis QUID Indonesian Version Background Urinary Incontinence remains a main women rsquo s health problem due to its devastating impacts to the quality of life. However, the epidemiology study of urinary incontinence UI in Indonesia is very limited. It could be due to the under reported complaints of the patients. We aim to determine the prevalence, characteristics and risk factors of UI among gynecological patients. Methods Patients visited gynecological outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia were offered to be participated in this study. Eligible subjects underwent interview to fulfill Indonesian version of QUID questionnaires. The associated factors for stress urinary incontinence SUI , urge urinary incontinence UUI , and mixed urinary continence MUI were identified after bivariate and multivariate analysis. Results The prevalence of SUI, UUI, and MUI were respectively 4.3 , 3.0 , and 2.7 among 400 eligible subjects. Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were increased the risk for any types of UI. On multivariate analysis, older age was the most significant risk factor for having UI p 0.000, OR 5.4 95 CI 2,13 13,87 . Conclusion Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were the risk factor for SUI, UUI, and MUI. Age was the most significant associated factor. Keywords QUID Questionnaire, risk factors, urinary incontinence "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rinaldi
"ABSTRAK
Latar belakang:Berdasarkan International Continence Society(ICS), inkontinensia urin merupakan keluhan dari kebocoran urin sebagai hasil dari abnormalitas fungsi saluran kemih bagian bawah atau sekunder dari penyakit tertentu yang dapat mengganggu kehidupan perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada tahun 2003, prevalensi inkontinensia urin pada perempuan di seluruh dunia sebesar 17-50% dengan jenis yang paling sering adalah jenis tekanan (50%). Hipermobilitas leher kandung kemih merupakan salah satu dasar patologi dari inkontinensia tipe tekanan. Kondisi hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra dapat membantu lebih memahami patofisiologi dari inkontinensia urin tipe tekanan yang terjadi. Penelitian ini ditujukan untuk menilai hubungan profil pergerakan leher kandung kemih dengan prolaps kompartemen anterior vagina pada pasien dengan inkontinensia urin jenis tekanan pada pasien dengan prolaps organ panggul.
Metode:Studi ini memiliki desain potong lintang pada 112 subjek dengan riwayat POP yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah bladder neck descent(BND), retrovesical angle(RVA), Rotational urethra(RoU), funneling, titik Aa dan Ba pada POP-Q.
Hasil:Data penelitian menunjukan inkontinensia tipe tekanan terjadi pada 50% subjek dengan POP. Pada analisis data didapatkan perbedaan yang signifikan antara funneling, sudut RVA dan sudut RoU dengan kejadian inkontinensia urin. Cutoff sudut RVA didapatkan bernilai 130.570dengan sensitivitas 64,3% dan spesifisitas 55.4%. Cutoff sudut RoU didapatkan bernilai 41.560dengan sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 67,9%. Hasil yang didapatkan menunjukan hubungan yang bermakna pada analisis multivariat.
Kesimpulan:Terdapat perbedaan yang bermakna antara sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling terhadap inkontinensia urin tipe tekanan pada perempuan dengan POP. Tidak terdapat perbedaan nilai penurunan Titik Aa, titik Ba, dan penurunan leher kandung kemih antara perempuan kontinensia dengan inkontinensia jenis tekanan. Sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya inkontinensia tipe tekanan pada subjek dengan POP.

ABSTRACT
Background:Stress type urinary incontinence is a pressure induced urinary leakage caused by functional abnormality of lower urinary tract or other disease that cause physical, psychological, and social disturbance in female. The prevalence of urinary incontinence is 17-50% around the world with 50% of them are stress type urinary incontinence. Bladder neck mobility is one of the main pathology of stress type urinary incontinence. Observation of bladder neck mobility and urethra in stress type incontinence may increase the understanding of the urinary incontinence pathophysiology. This study is aimed to quantify the relation between bladder neck mobility profile and anterior compartment vaginal prolapse with stress-type urinary incontinence in patient with pelvic organ prolapse.
Method:The study is a cross-sectional study with 112 subjects with history of pelvic organ prolapse and suits inclusion and exclusion criteria. Data obtained in this study are bladder neck descent (BND), retrovesical angle (RVA), rotational urethra (RoU), funneling, point Aa and Ba from POP-Q.
Results:This study found stress-type urinary incontinence in 50% subjects with POP. In this study, significant difference found in funneling, RVA, and RoU between female with and without urinary incontinence. Cutoff of RVA obtained from this study are 130.570with 64.3% sensitivity and 55.4% specificity. Cutoff of RoU obtained from this study are 41.560with 76,8% sensitivity and 67,9% specificity. Cutoff result shows significant correlation with stress type urinary incontinence on multivariate analysis.
Conclusion:There are significant difference in RVA, RoU, and funneling between female with and without stress type urinary incontinence. There are no significant difference in point Aa, point Ba, and bladder neck descent between female with and without urinary incontinence. Funneling, RVA, and RoU can predict incidence of stress type urinary incontinence in female with POP. "
[, , ]: 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Ciptadi Putra
"Pendahuluan dan tujuan: Inkontinensia urin merupakan masalah umum pada anak-anak, dengan prevalensi berkisar antara 6-20%. Pediatric Incontinence Questionnaire (PINQ) telah dikembangkan untuk menilai kualitas hidup anak-anak dengan inkontinensia urin dan telah diadaptasi dan divalidasi ke dalam 20 bahasa. Namun, belum diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menilai realibilitas dan validitas PINQ.
Metode: PINQ diadaptasi dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh 2 orang dokter (1 ahli urologi anak dan 1 ahli urologi fungsional) dan 1 penerjemah tersertifikasi. 110 subjek berusia 6 hingga 18 tahun mengisi PINQ-ID dua kali, pada kunjungan awal dan dua minggu setelahnya. Reliabilitas konsistensi internal dinilai dengan menghitung Cronbach. Reliabilitas tes-tes ulang diukur dengan menggunakan koefisien Intra Class Correlation (ICC) untuk ukuran tunggal. Validitas kuesioner dihitung dengan mengukur koefisien korelasi Pearson terhadap total skor PINQ-ID. Variabel sosiodemografi (jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis inkontinensia) dan skor PINQ-ID dievaluasi korelasinya menggunakan ANOVA univariat, uji t independen, dan koefisien korelasi Spearman. Semua tes dilakukan dengan nilai p standar 2-tailed 0,05.
Hasil: Kuesioner PINQ terdiri dari 20 pertanyaan, masing-masing meminta subjek untuk memilih skor dari 1 hingga 5 sesuai dengan keluhannya. Skor minimal yang dapat dilaporkan adalah 20, sedangkan skor maksimum adalah 100. Pada subjek kami, skor total rata-rata untuk PINQ-ID masing-masing adalah 33,78 dan 32,32 di T0 dan T1. Perbedaan antara rata-rata ini tidak signifikan secara statistik (Tabel 1). Tidak ada perbedaan skor rata-rata antara subjek pria dan wanita pada kedua titik waktu (nilai p > 0,05). Tingkat pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan skor PINQ-ID (p 0,014). Koefisien korelasi Pearson antara 0,284 dan 0,778 dengan korelasi yang signifikan.
Kesimpulan: Studi kami mengungkapkan kelayakan, validitas, dan reliabilitas PINQ-ID yang sangat baik secara keseluruhan. Namun, beberapa item pada PINQ-ID, terutama yang berkaitan dengan relevansi klinisnya dengan budaya Indonesia, dapat memerlukan studi yang lebih lanjut.

Introduction and Objectives: Urinary incontinence is a common problem in children, with prevalences range between 6-20%. Pediatric incontinence questionnaire (PINQ) has been developed to assess quality of life children with urinary incontinence and has been adapted and validated into 20 languages. However, it has not been adapted into Bahasa Indonesia. This study aims to asses realibility and validity of PINQ.
Method: PINQ was adapted and translated into Bahasa Indonesia by 2 physicians (1 paediatric urologist and 1 functional urologist) and 1 sworn translator. 110 subjects aged 6 to 18 years old filled PINQ-ID twice, at initial visit and two weeks after. Internal consistency reliability was assessed by calculating Cronbach’s 𝛼. Test-retest reliability was measured using intra class correlation coefficient (ICC) for single measure. Validity of questionnaire was calculated by measuring Pearson correlation coefficient to total PINQ-ID score. Sociodemographic variables (gender, level of education, and type of incontinence) and PINQ-ID score were evaluated for correlation using univariate ANOVA, independent t-test, and Spearman correlation coefficient. All tests were performed with 2-tailed predefined p-value 0.05.
Results: The PINQ questionnnaire consists of 20 questions, each requiring the subject to choose a score from 1 to 5 according to their complaints. The minimal score that could be reported is 20, whilst the maximum score was 100. In our subjects, the mean total score for PINQ-ID were 33,78 and 32,32 at T0 and T1 respectively. The difference between these means was not statistically significant. There was no difference in the mean score between male and female subjects at both time points (p value > 0.05). Level of education had significant correlation with PINQ-ID score (p 0.014). Pearson correlation coefficient was between 0,284 and 0,778 with significant correlation.
Conclusion: Our study revealed overall excellent PINQ-ID feasibility, validity, and reliability. However, several items on the PINQ-ID, especially in relation to their clinical relevance to the Indonesian culture and setting, may require further exploration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis: Mosby, 2000
616.62 URI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fatin
"Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada lansia. Lansia mengalami penurunan fungsi sistem tubuh salah satunya adalah perkemihan. Permasalahan ini dapat ditangani dengan berbagai macam intervensi diantaranya adalah intervensi senam kegel dan bladder training yang menjadi terapi lini pertama dalam penanganan masalah inkontinensia urin. Tujuan dari penelitian ini adalah peneliti dapat memberikan gambaran asuhan keperawatan masalah inkontinensia urin dengan senam kegel dan bladder training. Hasil yang didapatkan selama 3 minggu melakukan intervensi adalah terdapat penurunan derajat inkontinensia urin dari sedang ke ringan dengan menggunakan kuesioner ISI dan perubahan interval serta frekuensi berkemih sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Intervensi ini dapat dilakukan di panti werdha untuk mengurangi angka kejadian inkontinensia urin di panti werdha.

Urinary incontinence is a common health problem in the elderly. The elderly experience a decline in body system functions, one of which is urination. This problem can be treated with various interventions, including Kegel exercises and bladder training, which are the first line therapy in treating urinary incontinence problems. The aim of this research is that researchers can provide an overview of nursing care for urinary incontinence problems using Kegel exercises and bladder training. The results obtained during the 3 weeks of intervention were a decrease in the degree of urinary incontinence from moderate to mild using the ISI questionnaire and changes in the interval and frequency of urination before and after the intervention. This intervention can be carried out in nursing homes to reduce the incidence of urinary incontinence in nursing homes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada lansia, masalah inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalah inkontinensia urin pdaa lansia mempunyai dampak psikologis seperti rasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, takut keluar, dan tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Peningkatan prevalensi malah inkontinensia urin dapat dicegah apabila ada pemahaman tentang inkonstinensia urin sebelum seseorang memasuki usia yang lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin dengan keinginan untuk sembuh."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Rijal
"ABSTRAK
Tujuan: untuk mengetahui prevalensi inkontinensia urin, sebaran tipe inkontinensia urin dan faktor-faktor risiko yang berhubungan pada wanita yang berusia diatas 50 tahun.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sebanyak 278 wanita berusia diatas 50 tahun yang tinggal di panti werdha, telah dilakukan wawancara secara terpimpin menggunakan kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) yang telah diterjemahkan dan divalidasi. Hasil prevalensi inkontinensia urin disajikan dalam bentuk proporsi/persentase, sedangkan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian inkontinensia urin dianalisa dengan uji chi square atau uji Fisher bila syarat uji chi square tidak terpenuhi, dan juga dilakukan uji multivariat.
Hasil: dari 278 subyek penelitian, didapatkan sebanyak 95 orang (34,2%) menderita inkontinensia urin. Dengan sebaran tipenya adalah sebagai berikut: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Indeks massa tubuh (IMT) berlebih dan obesitas tidak memiliki hubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05), mungkin pada penelitian ini jumlah subyek dengan IMT berlebih dan obesitas jumlahnya terlalu kecil. Sedangkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan inkontinensia urin adalah: usia diatas 60 tahun (OR 7,79, p= 0,021), menopause >10 tahun (OR 5,08, p=0,004), dan multipara (OR 1,82, p=0,019). Pada saat dilakukan uji multivariat, faktor risiko usia diatas 60 tahun didapatkan menjadi tidak berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05). Hal ini disimpulkan bahwa faktor usia diatas 60 tahun bukan merupakan faktor tunggal akan terjadinya inkontinensia urin melainkan multifaktor.
Kesimpulan: penelitian ini mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin pada wanita yang tinggal di panti werdha adalah sebesar 34,2%. Sedangkan sebaran tipe inkontinensia urin adalah: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Faktor-faktor risiko inkontinensia urin adalah: menopause >10 tahun dan multipara.

ABSTRACT
Aim: to identify the prevalence of urinary incontinence, the distribution of the type of urinary incontinence and and related risk factors in women older than 50 years.
Method: this is a descriptive study with cross sectional design. Two hundred and seventy eight women older than 50 years old living in nursing house were interviewed using the Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) that has been translated and validated previously. The prevalence result will be presented in the form of percentage; while the relationship between risk factors and the incidence or urinary incontinence will be analyzed using chi square test or Fisher’s exact test if the requirement for chi square test is not met, and multivariate analysis.
Result: Of 278 research subjects, we obtain 95 subjects (34,2%) suffering from urinary incontinence. And the distribution of the type is as follow: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 (17,9%) with stress urinary incontinence and 11 subjects (11,6%) with urge incontinence. Overweight and obesity body mass index (BMI) are not related with the prevalence of urinary incontinence (p> 0,05), probably in this research the number of subjects with overweight and obesity is too small. While factors related to urinary incontinence are age older than 60 years (OR 7,79, p = 0,021), menopause ≥10 years (OR 5,08, p=0,004) and multiparity (OR 1,82, p = 0,019). When multivariate analysis was done, the risk factor age older than 60 years becomes not related to urinary incontinence (p>0,05). Thus it can be inferred that age older than 60 years is not a singular factor of urinary incontinence but rather a multifactor.
Conclusion: This study shows that the prevalence of urinary incontinence in women living in nursing home is 34,2%; while the distribution of the urinary incontinence is: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 subjects with stress urinary incontinence (17,9%) and 11 subjects (11,6%) with urge urinary incontinence. Risk factors for urinary incontinence are: menopause ≥10 years and multiparity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>