Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6037 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bavikatte, Sanjay Kabir
New Delhi: Oxford University Press, 2014
344.046 BAV s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Gde Agung
Jakarta : Sarana Mulia, 2006
333.95 ANA
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amrullah Fathurrahman
"

Taman Kehati mempunyai fungsi sebagai pusat penelitian dan keanekaragaman biota. Kawasan lindung mayoritas dimiliki oleh negara dan menjadi strategi wilayah konservasi. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peluang dan tantangan taman kehati sebagai wilayah konservasi dengan analisis secara spasial, deskriptif, dan SWOT yang mencakup faktor fisik dan sosial. Variabel fisik mencakup penggunaan tanah, kemiringan lereng, dan fungsi kawasan hutan. Faktor sosial berfokus pengetahuan ekologi lokal masyarakat adat dan juga HHBK terhadap taman. Pada faktor fisik, beberapa titik taman kehati mempunyai keindahan alam yang menarik seperti air tebing indah apabila dilihat dari puncak. Dalam faktor sosial, pengetahuan ekologi lokal masyarakat adat dapat dikatakan cukup baik. Masyarakat adat pada seluruh titik responden dan juga tuan tanah taman kehati sudah mempunyai pengetahuan yang baik mengenai keanekaragama   n flora fauna di wilayah nya. Tantangan taman kehati sebagai wilayah konservasi yaitu bahwa masyarakat umum pada keseluruhan desa kurang paham akan pentingnya menjaga lingkungan. Pada diskusi kelompok terarah di titik desa Mangais, bahwa masyarakat lebih mementingkan akan upah yang bisa didapat dalam hal jangka pendek.

 


Biodiversity Park has a function as a center for research and biodiversity. Protected areas owned by the state and become a conservation strategy area. This research aims to look at the opportunities and challenges of a biodiversity park as a conservation area with a spatial, descriptive and SWOT analysis that includes physical and social factors. Land use spatial variables uses land use, slope, and function of forest area. Social factors focus on the local ecology of indigenous peoples and also HHBK at the park. On the physical factor, some points of the park are of attractive natural beauty such as beautiful cliffs seen from the top. In terms of social factors, local ecological knowledge of indigenous peoples can be said to be quite good. The indigenous peoples at all points and also the biodiversity park landlords already have good knowledge about the diversity of flora and fauna in their area. The challenge of the biodiversity park as a conservation area is that the general public in the whole village does not understand how to protect the environment. In a focus group discussion at the point of Mangais village, that the community is more concerned with wages that can be obtained in the short term.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiputra
"

Penatalayanan lingkungan pada hakekatnya merupakan penggunaan yang bertanggung jawab terhadap sumber daya alam dengan cara yang memperhitungkan kepentingan masyarakat, generasi mendatang, dan spesies lainnya, serta kebutuhan pribadi, dan menerima tanggung jawab yang signifikan kepada masyarakat. Salah satu aktor penatalayanan lingkunga yang paling “terkenal” tidaklah lain selain masyarakat hukum adat. Masyarakat hukum adat dalam praktiknya selalu dianggap sebagai sekelompok manusia yang sangat amat mencintai bumi, masyarakat hukum adat dalam praktik yang mereka lakukan selalu dikaitkan dengan betapa mereka sangat menjaga kelestarian alam. Akan tetapi, pernyataan tersebut tidalah selalu sejalan dengan realitas hukumnya. Sebagai contohnya, Masyarakat Hukum Adat Bali dalam menjalankan upacara agamanya, membutuhkan daging penyu hijau yang mana termasuk kedalam hewan langka. Hal tersebut membangkitkan pertanyaan utama dimana benarkah masyarakat hukum adat merupakan actor penatalayanan lingkungan. Terhadap permasalahan tersebut, dalam penulisan ini penulis melakukan penelitian dengan metode yuridis normative. Seharusnya, Masyarakat hukum adat, sebagai kumpulan manusia haruslah dipandang sebagai manusia biasa yang tidaklah sempurna dan juga bisa berbuat kerusakan.


Environmental stewardship is essentially a responsible use of natural resources in a way that takes into account the interests of the community, future generations, and other species, as well as personal needs, and accepts significant responsibilities to the community. One of the most "well-known" environmental stewardship actors is nothing but indigenous peoples. Indigenous peoples in practice is always regarded as a group of people who really love the earth, indigenous peoples in their practice is always associated with how they are very preserve nature. However, this statement is not always in line with its legal reality. For example, the Balinese indigenous peoples in carrying out its religious ceremonies, requires green turtle meat which is included in rare animals. This raises the main question where is it true that indigenous people are environmental stewardship actors. Against these problems, in this paper the author conducts research with normative juridical methods. Supposedly, the customary law community, as a collection of people must be seen as ordinary human beings who are not perfect and can also do damage.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fachruddin M. Mangunjaya
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2006
304.2 FAC h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Williams, Carol
"The built environment has the potential to have a major impact on biodiversity, not least with the increasingly demanding requirements to design more energy efficient and airtight buildings, leaving less space for species to inhabit."
London: [RIBA ;RIBA , RIBA ], 2010
e20436403
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Jihan Ammatuz Zakiah
"Wacana gerakan masyarakat adat muncul di Indonesia seringkali dimaknai sebagai upaya untuk melakukan perlawanan dari ancaman pihak eksternal. Sebagian masyarakat memahami bahwa adat merujuk pada sebuah praktik ritual, norma, atau pun kebiasaan—sebagian juga memahami bahwa adat merujuk pada prosedur untuk menyelesaikan sengketa tenurial yang saat ini menjadi agenda LSM. Masyarakat adat di Indonesia didukung oleh pihak LSM untuk memperjuangkan hak-haknya dengan membawanya turut berperan dalam ranah legislasi. Tulisan ini mengeksplorasi bagaimana aktivitas LSM dalam mengupayakan perlindungan dan pengakuan masyarakat lokal yang memiliki klaim hak atas tanah melalui serangkaian praktik inskripsi. Penelitian ini dilakukan dengan mencakup beberapa proses kegiatan advokasi AMAN dan BRWA di beberapa wilayah IKN. Bersamaan dengan posisi saya sebagai fasilitator yang membantu kedua LSM tersebut, tulisan ini juga menjadi refleksi etnografis. Oleh karenanya, tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana agenda advokasi AMAN BRWA dilakukan untuk mengidentifikasi dan merumuskan ‘wilayah adat’ serta memperlihatkan bagaimana agenda advokasi tersebut dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sifatnya prosedural, tetapi pada kenyataannya menimbulkan serangkaian konstruksi dan negosiasi. 

The discourse of the indigenous peoples' movement emerging in Indonesia is often interpreted as an attempt to resist external forces. Some communities define adat as referring to ritual practices, norms or customs—while others define adat as a procedure for resolving tenurial disputes, which is currently on the agenda of NGOs. Indigenous peoples in Indonesia are supported by NGOs to advocate for their rights by involving them in legislation. This paper explores how NGO activities seek to protect and recognize local communities with land rights claims through a set of inscription practices. The research was conducted by covering several processes of AMAN and BRWA advocacy activities in several IKN areas. Along with my position as a facilitator assisting the two NGOs, this paper is also an ethnographic reflection. Therefore, this paper aims to explain how AMAN BRWA's advocacy agenda is to identify and formulate 'customary territories' and to illustrate how this advocacy agenda is carried out through procedural steps, but in reality leads to a series of constructions and negotiations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oxford: Oxford University Press, 2014
325.3 RET
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Corry, Stephen
Cookhill: Freeman Press, 2011
305.8
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Miller, G. Tyler (George Tyler), 1931-
Stamford, CT: Cengage Learning, 2015
363.7 MIL l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>