Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15681 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suaini
"[ABSTRAK
Gadai saham sebagai salah satu bentuk jaminan pada dasarnya berfungsi
untuk menjamin terwujudnya pemenuhan kewajiban debitur kepada kreditur,
sehingga gadai saham akan timbul dan berakhir seiring dengan timbul dan
berakhirnya perjanjian utang piutang yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal
ini sesuai dengan sifat dari jaminan gadai yaitu bersifat accesoir. Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata tidak mengatur secara khusus mengenai akibat hukum
dari sifat accesoir jaminan gadai. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
terjadinya permasalahan dengan timbulnya perbedaan interpretasi berkaitan
dengan sifat accesoir dari jaminan gadai dimana, sebagian pihak berpendapat
sebagai perjanjian tambahan, klausula perjanjian gadai saham tidak diperbolehkan
mengatur jangka waktu pengakhiran gadai saham sebelum utang lunas.
Sedangkan sebagian pihak lainnya beranggapan sepanjang disepakati kedua belah
pihak, perjanjian gadai saham bebas memuat klausula pengakhiran gadai saham
mengingat adanya asas kebebasan berkontrak. Berdasarkan putusan MA Nomor
:240 PK/PDT/2006 memberikan kemungkinan untuk mengatur klausula
pengakhiran gadai saham sebelum utang lunas dan pengaturan mengenai
keabsahan eksekusi gadai saham yang dilaksanakan setelah berakhirnya perjanjian
gadai saham. Metode penulisan yang digunakan adalah ekplanatoris dengan
pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan adalah sumber data sekunder
berupa studi dokumen. Tesis ini akan berusaha untuk membahas dan menganalisa
secara terperinci mengenai sifat accesoir dari perjanjian gadai saham beserta
akibatnya dan keabsahan eksekusi gadai saham yang dilaksanakan setelah
perjanjian gadai saham berakhir menurut ketentuan peraturan perundanganundangan
yang berlaku.

ABSTRACT
Pledge of shares as a form of security principally used to ensure the
fulfillment of debtor?s obligation to creditor, therefore pledge of shares shall be
effective and terminate at the same time with the loan agreement as the principal
agreement. This is in accordance with the characteristic of pledge which is
accesoir. The Indonesian Civil Code does not explicitly stipulate the legal
consequences of the accesoir characteristic of pledge. This fact has caused
different interpretations of the legal requirements of the accesoir characteristic of
pledge, some parties are in the opinion that as an additional agreements, the article
of pledge of shares agreement are not allowed to set the time of termination of
pledge of shares before the debt is paid off. Meanwhile the other parties thought
that, as long as the contract was agreed by both parties, the pledge of shares
agreement is allow containing an article of termination before the debt is paid off
according the principle freedom of contract. According to the decision of the
Supreme Court Number: 240 PK/PDT/2006 give the possibility to adjust the
article of pledge of shares agreement about the termination before the debt is paid
off and the legality procedure of the execution after the pledge of shares
agreement has expired. Research methodology used is explanatory with normative
juridical approach. Used data is secondary data with the form of documents study.
Used data is secondary data with the form of documents study. This thesis will
attempt to discuss and analyze the detail about the accesoir characteristic of
pledge of shares with its consequences and the legality of the execution after the
pledge of shares agreement expired under the provisions of the prevailing law and
regulations., Pledge of shares as a form of security principally used to ensure the
fulfillment of debtor’s obligation to creditor, therefore pledge of shares shall be
effective and terminate at the same time with the loan agreement as the principal
agreement. This is in accordance with the characteristic of pledge which is
accesoir. The Indonesian Civil Code does not explicitly stipulate the legal
consequences of the accesoir characteristic of pledge. This fact has caused
different interpretations of the legal requirements of the accesoir characteristic of
pledge, some parties are in the opinion that as an additional agreements, the article
of pledge of shares agreement are not allowed to set the time of termination of
pledge of shares before the debt is paid off. Meanwhile the other parties thought
that, as long as the contract was agreed by both parties, the pledge of shares
agreement is allow containing an article of termination before the debt is paid off
according the principle freedom of contract. According to the decision of the
Supreme Court Number: 240 PK/PDT/2006 give the possibility to adjust the
article of pledge of shares agreement about the termination before the debt is paid
off and the legality procedure of the execution after the pledge of shares
agreement has expired. Research methodology used is explanatory with normative
juridical approach. Used data is secondary data with the form of documents study.
Used data is secondary data with the form of documents study. This thesis will
attempt to discuss and analyze the detail about the accesoir characteristic of
pledge of shares with its consequences and the legality of the execution after the
pledge of shares agreement expired under the provisions of the prevailing law and
regulations.]"
2011
T44107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisna Manikaputri
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S23403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharnoko
Jakarta: Gramedia, 2010
346.092 6 SUH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Lembaga jaminan utang dibutuhkan guna menjamin pelunasan atas utang, salah satu yang dikenal sebagai Lembaga Jaminan adalah Gadai. Gadai merupakan lembaga jaminan untuk benda bergerak. Gadai sebagai lembaga jaminan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata telah dijalankan di Indonesia. Bahkan dalam konteks perbankan gadai dalam hal ini biasanya saham juga merupakan lembaga jaminan yang sering dipakai selain Hak Tanggungan. Masalah yang paling sering terkait dengan pelaksanaan gadai adalah terkait dengan eksekusi. Manakala seorang debitor tidak dapat melaksanakan kewajiban pembayaran sebagaimana tercantum dalam klausul perjanjian gadai dan telah dinyatakan wanprestasi, maka seorang kreditur dapat melaksanakan eksekusi tentunya dengan cara-cara yang diatur dalam ketentuan yang ada.KUHPerdata telah mengatur tatacara pelaksanaan eksekusi gadai secara jelas dan terperinci. Tulisan ini akan membahas secara rinci terkait dengan pelaksanaan eksekusi gadai, tatacara pelaksanaan eksekusi gadai, pelaksanaan eksekusi gadai dalam praktik, serta akibat-akibat hukum yang ditimbulkan akibat pelaksanaan eksekusi gadai saham. Dalam tulisan ini juga dipaparkan sebuah studi kasus pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT Rifan Financindo Asset Management terhadap saham PT Kemang Jaya Raya. Metode penelitian yang digunakan melalui studi dokumen dan wawancara."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S22271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candra Karjasan
"ABSTRAK
Terkait dengan parate eksekusi didalam ketentuan eksekusi gadai saham, pelaksanaan gadai saham pada praktiknya menimbulkan permasalahan hukum, khususnya dalam pengeksekusiannya. Hal tersebut ditandai dengan adanya penafsiran yang berbeda mengenai eksekusi gadai saham oleh praktisi hukum maupun yang dihasilkan oleh pengadilan, khususnya Mahkamah Agung Republik Indonesia, terkait dengan pengaturan jangka waktu dalam perjanjian gadai itu sendiri. Hal ini menggambarkan belum ada kesamaan penafsiran terhadap eksekusi gadai saham di Indonesia. Tentunya, perbedaan-perbedaan penafsiran inilah yang nantinya dalam praktik menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya yang terjadi dalam sengketa perjanjian gadai saham antara PT. BFI Finance, Tbk (PT. BFI) selaku pemegang gadai dengan PT. Ongko Multicorpora (PT. OM) dan PT. Aryaputra Teguharta (PT. APT) selaku pemberi gadai. PT.APT dan PT. OM mendalilkan jangka waktu Perjanjian Gadai Saham adalah 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal perjanjian, karena itu tanggal jatuh tempo Akta Gadai Saham adalah 1 Juni 2000 dan akibat hukum berakhirnya jangka waktu gadai adalah objek gadai, yaitu saham-saham yang digadaikan Pemberi Gadai sudah tidak lagi terikat sebagai jaminan hutang kepada PT.BFI. oleh karena itu pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT. BFI dengan menjual saham-saham milik Pemberi Gadai pada tanggal 9 Februari 2001 dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Berdasarkan dalil Pemberi Gadai tersebut, Majelis Hakim Agung dalam putusan Mahkamah Agung No. 240 PK/pdt/2006 mengabulkan gugatan Pemberi Gadai (PT. APT) dan menyatakan tidak sah pelaksanaan eksekusi atas gadai saham yang dilakukan PT. BFI. Namun terhadap Putusan Permohonan Peninjauan Kembali No. 240 PK/Pdt/2006 tanggal 20 Februari 2007 ternyata terdapat perbedaan baik didalam pertimbangan dan hasil putusan yang kemudian diajukan oleh PT. OM dalam Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 115 PK/Pdt.2007 dimana pelaksanaan eksekusi gadai saham oleh PT.BFI adalah sah menurut hukum. Untuk menjawab permasalahan perbedaan penafsiran tersebut, dilakukan penelitian secara normative terhadap putusan Mahkamah Agung dan peraturan perundang-undangan yang mendasarinya. Pengolahan data secara kualitatif, sedangkan pengambilan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika deduktif. Dengan metode ini diharapkan kesimpulan yang disampaikan dalam tesis ini dapat menjawab permasalahan kepastian hukum mengenai pelaksanaan eksekusi atas gadai saham, dalam hal jangka waktu perjanjian gadai telah berakhir tetapi hutang debitor belum dilunasi seluruhnya.

ABSTRACT
The implementation of pledge on shares raises legal issues, particularly in the enforcement of the execution in the provision of pledge on shares. It is characterized by the existence of different interpretations regarding to legal opinion of the execution on pledge of shares, related to period time in pledge of shares agreement, by legal practitioners nor the Court, especially the Supreme Court of the Republic of Indonesia. This illustrates that the execution of pledge of shares in Indonesia has not yet had similar interpretation in legal framework of pledge. The differences of this interpretation is what will create legal uncertainty, especially those that occur in pledge of shares agreement disputes between PT. BFI Finance Tbk (PT BFI) as "pledgee" with PT. Ongko Multicorpora (PT OM) and PT. Aryaputra Teguharta (PT APT) as "pledgor". PT.APT and PT. OM postulated that Pledge of Shares Agreement term is during 12 (twelve) months from the date of the agreement, hence the agreement is ended in June 1, 2000. The expiry of period time in pledge of shares agreement is that pledge property, the shares which is guaranteed by pledgor is no longer bound as collateral to PT.BFI as pledgee. Therefore the execution of pledge of shares by PT. BFI which selling the pledgor shares on February 9, 2001 is considered as a tort. Based on the pledgor arguments, the Supreme Council of Judges in judicial review of the Supreme Court decision No. 240 PK/pdt/2006 fulfill pledgor (PT APT) petition and outlawed the execution of the pledged shares selling by PT. BFI. However, the Petition for Judicial Review Decision of supreme court No. 240 PK/Pdt/2006 dated February 20, 2007 turned out there is a controversial. It is because of difference both in judgment and the verdict which was then filed by PT. OM in judicial review of the Supreme Court decision No. 115 PK/Pdt.2007. Its judge that the enforcement of execution of pledged shares by PT. BFI was lawful. This Thesis is using a normative research towards the supreme court verdict and legislation underlying to answer the legal issues which has proposed above. In addition, it uses Qualitative data processing, while the conclusions made with deductive logic. With these method are expected conclusions presented in its can answer the problem of legal certainty regarding the execution of the pledge on shares, especially in which case the contract period has ended but debtor has not fulfill the debt."
2013
T33025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Etikawati
"Eksekusi merupakan hal yang penting dalam gadai saham dirnana pihak kreditur memperoleh hak-haknya dalam pemenuhan kewajiban pihak debitur apabila pihak debitur wamprestasi, karena suatu pinjaman tidak ada artinya tanpa adanya suatu jaminan. Dalam gadai saham atas saham-saham PT. Go Publik maka kreditur harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan penerimaan suatu gadai saham yaitu dalam per-janjian gadai saham tersebut harus terpenuhi bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, karena apabila tidak terpenuhi administratifnya maka saham yang digadaikan tersebut tidak dapat dieksekusi. Mengenai gadai saham dengan adanya scripless trading (perdagangan tanpa warkat) pengaturannya diatur dalam pasal 61 Undang-undang No.8 Tahun 1995 dan pasal 1155 KUH Perdata untuk efek bearer (saham atas tunjuk), maupun pasal 1156 KUH Perdata untuk efek registered (saham atas nama). Mengenai eksekusi gadai saham sendiri tidak ada pengaturan yang jelas dan pasti dari pemerintah maupun dari lembaga-lembaga yang terkait sehingga tidak dapat menjamin kepastian hukum, meskipun pare pihak Lelah membuat perjanjian baik itu perjanjian kredit maupun perjanjian gadai saham yang berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. Dalam tesis iri akan dianalisa dan dibahas studi kasus " Perdagangan saham PT. Trias Sentosa. Tbk" berdasarkan Kitab Undang-undang Hukurn Perdata. Secara keseluruhan isi dari tests ini bersifat deskriptifdan merupakan studi kepustakaan, yang diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pihak kreditur dalam hal menerima suatu jaminan agar dapat terpenuhi haknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T19815
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivan Lazuardi Suwana
"Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Hal inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya permasalahan dengan timbulnya perbedaan interpretasi berkaitan dengan syarat pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan. Sebagian pihak berpendapat bahwa pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan di muka umum adalah persayaratan mutlak yang harus dilaksanakan dan oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 1156 KUHPerdata, penjualan dengan cara lain (termasuk dengan cara penjualan secara tertutup atau bawah tangan) hanya dapat dilaksanakan setelah ditentukan oleh Hakim. Sedangkan sebagian pihak lainnya beranggapan bahwa pelaksanaan eksekusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan dapat langsung dilaksanakan sepanjang memang telah diperjanjikan oleh para pihak sesuai dengan ketentuan Pasal 1155 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Dalam perkara ekskusi gadai saham PT Ongko Multicorpora yang dilakukan secara tertutup atau bawah tangan, Majelis Hakim pada tingkat Peninjauan Kembali telah memutuskan bahwa eksekusi gadai saham tersebut adalah sah meskipun dilakukan melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan berdasarkan persetujuan yang telah diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Dengan demikian, keberadaan putusan tersebut dapat menjadi suatu preseden bahwa eksekusi gadai saham melalalui penjualan di muka umum tidak lagi menjadi suatu hal yang mutlak karena dapat dikesampingkan berdasarkan persetujuan dari para pihak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Data yang akan digunakan adalah data sekunder dengan didukung oleh bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dihimpun melalui studi dokumentasi. Tesis ini akan berusaha untuk membahas dan menganalisa secara terperinci mengenai penerapan dari ketentuan Pasal 1155 dan 1156 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam perkara tersebut, sehingga diharapkan kesimpulan dari Tesis ini dapat menjawab permasalahan ketidapastian hukum terkait dengan pelaksanaan ekeskusi gadai saham melalui penjualan secara tertutup atau bawah tangan yang terjadi dewasa ini, dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan hukum baik bagi kreditur maupun debitur.

The Indonesian Civil Code doesn't explicitly stipulate the provisions of execution of pledge of shares. This fact has caused different interpretations of the legal requirements for the execution of pledge of shares through private selling. Some parties are in the opinion that the execution of pledge of shares through public selling is an absolute requirement that shall be fulfilled and therefore, in accordance with the provision of Article 1156 of the Indonesian Civil Code, another form of selling (including private selling) could only be performed after being determined by the Judges. Meanwhile, the other parties are in the opinion that the execution of pledge of shares through private selling could be performed based on the consent of the parties, in accordance with the provision of Article 1155 of the Indonesian Civil Code.
In PT Ongko Multicorpora? case, the Panel of Judges at the Civil Request (Peninjauan Kembali) level have decided that the execution of pledge of shares is lawful, even was performed through private selling based on the consent of the parties. This decision could be a legal precedent that the execution of pledge of shares throgh public selling is no longer an absolute requirement, since it could be waived based on the consent of the parties.
Research methodology used is descriptive methodology with library research. The data used is secondary data and supported by premier, secondary and tertiary source. This thesis will analyze the implementation of the provision of Article 1155 and Article 1156 of the Indonesian Civil Code in such case, in order to answer the legal uncertainty issue regarding the execution of pledge of shares through private selling, by considering the legal protection aspect both from creditor or debtor.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25156
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prita Riski Nazarudin
"Gadai termasuk jenis hak jaminan yang konservatif namun tetap banyak diminati oleh para pelaku usaha. Karena ciri khas gadai yang harus mem±ndahkan barang gadai keluar penguasaan debitor (inbezitsnelling) dengan maksud agar apabila debitor suatu waktu melakukan wanprestasi, kreditor sebagai penerima gadai dapat dengan mudah mengeksekusi untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya (Parate Eksekusi). Tetapi sangat disayangkan pengaturan mengenai eksekusi gadai terutama eksekusi gadai saham sangat sedikit, hanya terdapat di 2 pasal dalam KUHPer pada bab tentang Gadai, sehingga banyak menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran ketentuan dalam KUHPer. Masalah-masalah tersebut dapat terjadi karena perkembangan transaksi bisnis yang semakin rumit dan kompleks dan dengan pengaturan hukum mengenai gadai yang sangat terbatas. Salah satu contoh kasus mengenai eksekusi gadai saham yang sangat besar dan masih berlangsung sampai sekarang adalah sengketa antara Beckkett Pte . Ltd. dengan Deutsche Bank Aktiengsellschaft mengenai eksekusi gadai saham-saham yang telah digadaikan oleh PT. Asminco selaku debitor dan Beckkett selaku penjamin kepada debitornya, Deutsche Bank Aktiengesellschaft. Ideal nya, gadai sebagai suatu bentuk jaminan khusus yang diberikan oleh pembentuk undang-undang dapat dijadikan sarana yang dapat diandalkan untuk meningkatkan produktifitas para pelaku bisnis demi memajukan ekonomi Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Moelyati
"Salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh Debitur kepada Kreditur guna menjamin pelunasan hutangnya adalah gadai atas saham. Gadai atas saham sebagai jaminan kebendaan memberikan beberapa kelebihan, antara lain karena mempunyai sifat droit de preference dan droit de suite. Selain itu, sebagai pemegang hak jaminan dan hak kebendaan, bila debitur wan prestasi, penerima gadai saham berhak dan berwenang untuk menerima pembayaran piutang mendahului dari kreditur konkuren lainnya (hak preferen) dan dapat menjual atas kekuasaannya sendiri saham yang digadaikan (hak parate eksekusi). Dengan dikeluarkannya PERPU Nomor 1/1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Kepailitan, yang ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 4/1998 pada tanggal 9 September 1998 timbul permasalahan mengenai apa akibat hukum yang terjadi terhadap pemegang gadai saham apabila pemberi gadai pailit dan mengenai sejauh mama pelaksanaan hak dan kewenangan pemegang gadai saham bila si pemberi gadai pailit menurut prinsip umum jaminan dalam KUH Perdata, perjanjian gadai saham dan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan. Dalam menjawab permasalahan tersebut penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut: pertama, putusan pailit terhadap pemberi gadai tidak berpengaruh terhadap kreditur pemegang gadai saham, pemegang gadai saham tetap dapat melaksanakan kewenangannya seolah-olah tidak terjadi kepailitan; kedua, pelaksanaan kewenangan pemegang gadai saham menurut KUH Perdata dapat dilaksankan kapan saja, pelaksanaan kewenangan tersebut di dalam perjanjian gadai saham mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan menurut UU Kepailitan pelaksanaan kewenangan tersebut diberi batasan-batasan dengan adanya pengaturan mengenai (i) masa penangguhan selama 90 hari; (ii) jangka waktu pelaksanaan eksekusi selama dua bulan; dan (iii) kewenangan kurator untuk meminta pemegang gadai untuk menyerahkan saham yang digadaikan untuk dijual oleh kurator. Tidak ada ketentuan yang jelas memberikan perlindungan kepada pemegang gadai saham untuk memperoleh hak preferen atas pelunasan piutangnya, bila saham yang digadaikan telah diserahkan kepada kurator dan dijual oleh kurator."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>