Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 118156 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Mariana
"[ABSTRAK
Latar Belakang : Penggunaan efavirenz dan rifampisin secara bersamaan menjadi suatu tantangan dalam penanganan HIV/AIDS-Tuberkulosis. Rifampisin sebagai penginduksi enzim pemetabolisme efavirenz dapat menurunkan kadar plasma efavirenz, dan dapat menyebabkan gagal terapi HIV.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rifampisin terhadap kadar plasma efavirenz dan viral load viral load pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis yang telah mendapat terapi antiretrovirus 3-6 bulan. Metode : Penelitian ini mengukur kadar efavirenz dan viral load pasien HIV/AIDS yang mendapat antiretroviral berbasis efavirenz dosis 600 mg/hari setelah 3-6 bulanterapi dan pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis dengan terapi antiretroviral yang sama dan terapi antituberkulosis berbasis rifampisin di RSPI Prof. DR Sulianti Saroso, hasilnya akan dibandingkan. Hasil : Subjek penelitian berjumlah 45 pasien, terdiri dari 27 pasien kelompok HIV/AIDS dan 18 pasien kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis. Pada pemeriksaan kadar plasma efavirenz didapat median (min-maks) kelompok HIV/AIDS 0,680 mg/L (0,24-5,67 mg/L), median (min-maks) kadar plasma kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis 0,685 mg/L (0,12-2,23 mg/L), berarti tidak terdapat perbedaan kadar plasma efavirenz yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok (MannWhitney, p=0,480). Proporsi pasien dengan viral load ≥ 40 kopi/ml pada kelompok HIV/AIDS sebesar 51,9%, sedangkan pada kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis sebesar 72,2% (ChiSquare, p=0,291), tidak terdapat perbedaan proporsi pasien yang viral load < 40 kopi/ml maupun ≥ 40 kopi/ml antar kelompok. Tidak terdapat perbedaan secara statistik (Chi Square, p=0,470) antara proporsi pasien yang mempunyai kadar subterapetik dalam kelompok, dengan hasil viral load < 40 kopi/ml (45,2%) maupun ≥ 40 kopi/ml (54,8%). Kesimpulan: Kadar plasma efavirenz maupun viral load pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis yang mendapat antiretroviral bersama antituberkulosis berbasis rifampisin tidak berbeda bermakna dengan pasien HIV/AIDS setelah 3-6 bulan terapi antiretroviral.

ABSTRACT
Background: Concomitant use of efavirenz and rifampicin is a challenge in the treatment of HIV/AIDS-Tuberculosis infection. Rifampicin may decrease plasma concentration of efavirenz through induction of its metabolism, and could lead to HIV treatment failure Objective: To determine the effect of rifampicin-containing tuberculosis regimen on efavirenz plasma concentrations and viral load in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients who received efavirenz-based antiretroviral therapy. Methods: plasma efavirenz concentrations and HIV viral load were measured in HIV/AIDS patients treated with 600 mg efavirenz-based antiretroviral for 3 to 6 months and in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients treated with similar antiretroviral regimen plus rifampicin-containing antituberculosis in Prof. DR. Sulianti Saroso, Hospital Jakarta, Indonesia, The results were compared Results: Forty five patients (27 with HIV/AIDS and 18 with HIV/AIDSTuberculosis infections) were recruited during the period of March to May 2015. The median (min-max) efavirenz plasma concentration obtained from HIV/AIDS group [0,680 mg/L(0,24 to 5,67 mg/L] and that obtained from HIV/AIDSTuberculosis group[0.685 mg/L (0.12 -2.23 mg/L)] was not significantly different (Mann-Whitney U test, p = 0.480) .The proportion of patients with viral load ≥ 40 copies/ml after 3-6 months of ARV treatment in the HIV/AIDS group (51.9%), and the HIV/AIDS-Tuberculosis group (72.2%) was not significantly different (Chi Square test, p = 0.291). There was no significant difference (Chi Square, p=0,470) between the proportions of patients with subtherapeuticefavirenz plasma concentration in the groups with viral load < 40 copies/mL (45,2%) and ≥ 40 copies/mL (54,8%) Conclusions: Plasma efavirenz concentrations and viral load measurements in HIV/AIDS-Tuberculosis patients in antiretroviral and rifampicin-containing antituberculosis regimen were not significantly different with those in HIV/AIDS patients in 3 to 6 months antiretroviral therapy., Background: Concomitant use of efavirenz and rifampicin is a challenge in the treatment of HIV/AIDS-Tuberculosis infection. Rifampicin may decrease plasma concentration of efavirenz through induction of its metabolism, and could lead to HIV treatment failure Objective: To determine the effect of rifampicin-containing tuberculosis regimen on efavirenz plasma concentrations and viral load in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients who received efavirenz-based antiretroviral therapy. Methods: plasma efavirenz concentrations and HIV viral load were measured in HIV/AIDS patients treated with 600 mg efavirenz-based antiretroviral for 3 to 6 months and in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients treated with similar antiretroviral regimen plus rifampicin-containing antituberculosis in Prof. DR. Sulianti Saroso, Hospital Jakarta, Indonesia, The results were compared Results: Forty five patients (27 with HIV/AIDS and 18 with HIV/AIDSTuberculosis infections) were recruited during the period of March to May 2015. The median (min-max) efavirenz plasma concentration obtained from HIV/AIDS group [0,680 mg/L(0,24 to 5,67 mg/L] and that obtained from HIV/AIDSTuberculosis group[0.685 mg/L (0.12 -2.23 mg/L)] was not significantly different (Mann-Whitney U test, p = 0.480) .The proportion of patients with viral load ≥ 40 copies/ml after 3-6 months of ARV treatment in the HIV/AIDS group (51.9%), and the HIV/AIDS-Tuberculosis group (72.2%) was not significantly different (Chi Square test, p = 0.291). There was no significant difference (Chi Square, p=0,470) between the proportions of patients with subtherapeuticefavirenz plasma concentration in the groups with viral load < 40 copies/mL (45,2%) and ≥ 40 copies/mL (54,8%) Conclusions: Plasma efavirenz concentrations and viral load measurements in HIV/AIDS-Tuberculosis patients in antiretroviral and rifampicin-containing antituberculosis regimen were not significantly different with those in HIV/AIDS patients in 3 to 6 months antiretroviral therapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Pradipta
"Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi masalah utama kesehatan global yang sedang dihadapi oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Penderita HIV lebih rentan untuk terkena infeksi oportunistik, salah satunya tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi oportunistik tuberkulosis pada pasien HIV di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2015-2019. Studi case control dilakukan dengan menggunakan data register pra-ART dan rekam medis. Jumlah sampel sebanyak 465 responden, yang terdiri dari 155 kasus dan 310 kontrol. Pengambilan sampel kasus menggunakan total sampling, sedangkan kontrol menggunakan simple random sampling. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat menggunakan chi-square, dan multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil uji regresi logistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara stadium HIV dengan infeksi oportunistik tuberkulosis (OR=33,03; 95% CI : 14,96 – 72,89) dengan nilai p <0,001, tetapi tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia, jenis kelamin, jumlah CD4, jumlah viral load, pendidikan, status bekerja, perilaku seks berisiko, transfusi darah, dan penggunaan napza suntik dengan infeksi oportunistik tuberkulosis. Dibutuhkan perhatian khusus terhadap pasien HIV stadium lanjut (III-IV) untuk segera melakukan pemeriksaan tuberkulosis (TB).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a major global health problem currently being faced by countries, including Indonesia. People with HIV are more susceptible to opportunistic infections, including tuberculosis. This study aims to identify the factors associated with opportunistic tuberculosis infection in HIV patients in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso in 2015-2019. Case control study was carried out using pre-ART register data and medical records. The total sample of 465 respondents consists of 155 cases and 310 controls. The case samples were collected using a total sampling technique, while the control ones were collected using a simple random sampling technique. The analysis conducted was univariate analysis, bivariate analysis using chi-square, and multivariate analysis using logistic regression. The logistic regression test results showed that there was a statistically significant relationship between the stage of HIV and opportunistic tuberculosis infection (OR=33,03; 95% CI: 14,96 – 72,89) with p value <0,001, but there was no significant relationship between age, sex, CD4 cell count, viral load, education, work status, sexual behavior, blood transfusion, and injection drug use with opportunistic tuberculosis infection. Special attention is needed for patients with advanced HIV stage (III-IV) to immediately conduct a tuberculosis (TB) examination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrian Rayasari
"Infeksi HIV/AIDS akan menimbulkan infeksi berkepanjangan dan gangguan pada semua sistem tubuh serta masalah psikologis seperti depresi dan akhirnya menimbulkan fatigue. Intervensi untuk mengatasi fatigue salah satunya dengan self care practice. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi hubungan depresi dan self care practice dengan tingkat fatigue pada penderita HIV/AIDS. Metode penelitian menggunakan analitik korelasi dengan cross sectional, dan jumlah sempel 98 responden. Pengambilan sampel dengan tehnik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan rata-rata usia 33,2 tahun, berjenis kelamin laki-laki 85,7%, berpendidikan tinggi 91,8%, berpenghasilan > UMR 73,5%, Telah mengkonsumsi ARV selama 36,96 bulan, rata-rata kadar CD4 310 cell/mm3, ratarata Hb 13 gr%.
Analisis hubungan menunjukan ada hubungan yang bermakna antara depresi, self care practice dengan tingkat fatigue (p<0,05). Analisis selanjutnya menunjukan responden yang mengalami depresi dan mempunyai self care practice yang kurang beresiko terjadi fatigue berat setelah dikontrol oleh kadar haemoglobin. Diketahui bahwa depresi merupakan faktor yang dominan yang berhubungan dengan fatigue. Rekomendasi peneliti adalah peningkatan peran perawat sebagai konselor terhadap gejala depresi dan fatigue pada pasien HIV dan dikembangkan strategi self care practice.

HIV/ AIDS infection will cause prolonged infection and disturbance to all body system and also psychological such as depression and eventually fatigueness. One of the interventions to deal with fatigue is by self care practice. The research?s goal is to identify the relation between depression and self care practice on fatigue level of HIV/AIDS patient. The method of the research applied correlation analysis with cross sectional. There were 98 respondents. Sample was taken by purposive sampling technique. The research showed that 85,7 % male respondents with 33,2 years of age in average, 91,8 % highly educated, 73,5 % earns higher than Regional Minimum Wage, has consumed ARV for 36 months, CD4 rate average of 310 cell/mm3, Hb rate 13 gr% in average.
The analysis showed that there was a significant relation between depression, self care practice with fatigue level of (p0,05). Further analysis showed that respondents that underwent depression and had lower self care practice will risk heavy fatigue after controlled by hemoglobin rate. It was found that depression is the dominant factor related to fatigue. The researcher recommends that there should be an increase of nurse?s role as counselor to depression symptom and fatigue of HIV patient. There should also efforts to develop self care practice.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nimas Ayu Lestari Nurjanah
"Infeksi HIV pada tubuh bertindak sebagai stresor yang akan menimbulkan permasalahan bagi individu yang terinfeksi di ataranya masalah fisik, psikologis dan psikososialnya. Permasalahan fisik terkait dengan perjalanan penyakit dan komplikasi sistem saraf pusat, mulai dari munculnya gejala penyakit, turunnya sistem kekebalan tubuh. Masalah psikosial dan psikologis yang dialami oleh penderita HIV diantaranya adalah munculnya stigma dan diskriminasi baik didalam keluarga maupun di masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran kualitas hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan faktor -faktor yang mempengaruhi kualitas hidup ODHA di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr Sulianto Saroso.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, teknik pengambilan sample menggunakan cara consecutive sampling dengan jumlah sample sebanyak 420 orang. Analisis bivariat menggunakan chi-Square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan (nilai p = 0,001), Spiritual (nilai p = 0,003), Depresi (nilai p 0,000), kepatuhan minum ARV (nilai p 0,000), lama terapi ARV (nilai p 0,002), Stigma (nilai p 0,000), dukungan sosial (nilai p 0,003), dukungan keluarga (nilai p 0,001), dukungan sebaya (0,002) dengan kualitas hidup ODHA. Faktor yang paling mempengaruhi kualitas hidup ODHA adalah kepatuhan minum ARV dengan OR 4,250 . yang berarti ODHA yang patuh dalam meminum ARV akan memiliki kualitas hidup yang tinggi 4,250 kali daripada ODHA yang tidak patuh dalam meminum ARV.

HIV infection in the body act as stressors that will cause problems for individuals infected among physical, psychological and psychosocial. Physical problems related to the course of the disease and complications of the central nervous system, starting from the symptoms appearance of the disease, the decline of the immune system. Psychosocial and psychological problems experienced by HIV sufferers include the emergence of stigma and discrimination within the family and in society.
The aims of this study were to quality of life of People Living With HIV/AIDS and factors influencing the quality of life People Living With HIV/AIDS In Infectious Disease Hospital Prof Dr Sulianti Saroso.
This study used a cross sectional design, the sampling technique used consecutive sampling method with a total sample of 420 people. Bivariate analysis used chi-square and multivariate analysis used logistic regression.
The results showed significant correlation between work (p = 0.001), Spiritual (p = 0.003), Depression (p value 0.000), adherence to taking ARV (p value 0.000), duration of ARV therapy (p value 0.002), Stigma (p value 0,000), social support (p value 0.003), family support (p value 0.001), peer support (0.002) with quality of life People Living With HIV/AIDS. The most influencing factor for the quality of life People Living With HIV/AIDS is the adherence to taking ARV with OR 4.250 which means that People Living With HIV/AIDS who are obedient in taking ARVs will have a high quality of life of 4.250 times than People Living With HIV/AIDS who are not obedient in taking ARV.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musdalifah
"Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh lama pemberian antiretroviral (ARV) setelah Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dimulai terhadap kegagalan perbaikan CD4 pasien ko-infeksi TB-HIV. Penelitian dilakukan pada mei-juni 2016 di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso. Design penelitian yang digunakan adalah kohort restrospektif dengan follow-up selama satu setengah tahun. Populasi studi adalah pasien Ko-infeksi TB-HIV yang naive ART dan tercatat pada rekam medis periode Januari 2010 - November 2014. Kriteria inklusi sampel adalah pasien usia ≥15 tahun, mendapat OAT minimal 2 minggu sebelum ART dimulai, dan memiliki data hasil pemeriksaan CD4 sebanyak dua kali dengan total sampel adalah 164 orang. Probabilias kumulatif kegagalan perbaikan CD4 pasien ko-infeksi TB-HIV sebesar 14,43%. Hazard rate kegagalan perbaikan CD4 pada pasien yang memulai terapi ARV 2-8 minggu setelah OAT dibandingkan dengan yang menunda terapi ARV 8 minggu setelah OAT masing-masing 767 per 10.000 orang tahun dan 447 per 10.000 orang tahun (p=0,266). Analisis multivariat dengan menggunakan uji cox regresi time independen menunujukkan rate kegagalan perbaikan CD4 pada pasien yang memulai ART >8 minggu setelah OAT lebih rendah dibandingkan pasien yang memulai ART pada 2-8 minggu setelah OAT (Adjusted HR=0,502 ; 0,196-1,287 ; p value=0,151) setelah dikontrol oleh jenis regimen ARV dan klasifikasi pengobatan TB.

This study was aim to assess the effect of time to Antiretroviral Treatment (ART) on CD4 response failure in TB-HIV coinfection patients. This study was conducted from May to June 2016 at Infectious Disease Hospital Sulianti Saroso. This study used cohort restrospective design with one and half year time to follow up. Study population were TB-HIV coinfected patients, noted as a naive ART patient in medical records from january 2010-november 2014. A total 164 patients ≥ 15 years old, had Anti Tuberculosis Treatment (ATT) 2 weeks before ART and had minimum 2 CD4 sell count laboratorium test results. The cumulative probability of CD4 response failure among TB-HIV co-infected patients was 14,43%. Hazard rate of CD4 response failure was 767 per 10.000 person year in early ART (2-8 weeks after ATT) versus 474 per 10.000 person year in delayed ART (8 weeks after ATT) arm (p=0,266). In multivariate analysis using time independent cox regression test, rate of CD4 responses failure was lower in patients with delayed ART until 8 weeks after ATT than early ART 2-8 weeks after ATT. (Adjusted HR=0,502 ; 0,196-1,287 ; P value=0,151) controlled by types of ARV regiments and classification of TB cure."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Rivaida
"Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar sang (Zn) plasma dengan jumlah Iimfosit CD4 penderita HIV/AIDS.
Tempat: Poliklinik Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Metodologi: Penelitian potong lintang dilakukan pada 52 orang penderita HIV/AIDS. Wawancara dilakukan pada subyek penelitian untuk mendapatkan data demografi, infeksi oportunistik, asupan energi dan asupan Zn. Data asupan energi didapatkan dengan metode food recall 1x24 jam, sedangkan data asupan Zn didapatkan dengan menggunakan metode FFQ semikuantitatif selama satu bulan terakhir. Status gizi ditentukan berdasarkan IMT. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan kadar Zn plasma dan jumlah limfosit CD4. Untuk mengetahui korelasi dipergunakan uji korelasi Pearson dan Spearman-Rank.
Hasil: Subyek penelitian terdiri dari 44 orang laki-laki dan delapan orang perempuan, terbanyak berada pada rentang usia 20-29 tahun (80,8%), dengan rerata usia 26,4613,60 tahun, 75% berpendidikan sedang, 63,5% berada di bawab upah minimum propinsi (UMP), Rerata IMT 19,5512,83 kg/m2, 53,8% subyek termasuk kriteria berat badan normal. Nilai rerata asupan energi subyek adalah 1574,11 ± 198,48 kkal/hari, 82,7% subyek mempunyai asupan energi kurang. Rerata asupan Zn 6,9810,92 mglhari, dan 94,2% subyek mempunyai asupan Zn kurang. Median kadar Zn plasma 13,63 (11,26-44,98) µmol/L, 17,3% subyek mengalami defisiensi Zn. Median jumlah limfosit CD4 81 (2-747)/µL., 75% subyek mernpunyai jumlah Iirfosit CD4 < 200/µL. Sebagian besar (80,8%) subyek mengalami infeksi oportunistik, berdasarkan pola infeksi oportunistik, terbanyak adalah kandidiasis orofaring (55,8%). Didapatkan korelasi bermakna antara kadar Zn plasma dengan jumlah limfosit CD4 (r=0,29;p=0,04), dan korelasi tidak bermakna antara asupan Zn dengan kadar Zn plasma (r=0,07; p=0,65) serta antara status gizi (IMT) dengan jumlah limfosit CD4 (r=0,2 I ; p=1,13).
Kesimpulan: Didapatkan korelasi bermakna antara kadar Zn plasma dengan jumlah Iimfosit CD4 (r=0,29; p=0,04)

Objective: To investigate the correlation between plasma zinc (Zn) concentration and the number of CD4 lymphocytes count in HIV/AIDS patients
Methods: This was a cross sectional study of 521-I1V/AIDS patients. Interviews were done to get data about demographic characteristics, opportunistic infections, energi intake and Zn intake. The daily energy intake was assessed using 24h food recall method, while dietary Zn intake was assessed by using semiquantitative FFQ method. Nutritional status was determined BM1. Laboratory examination was done to assess plasma Zn concentration and CD4 lymphocytes count. Pearson's and Spearman's-Rank correlation tests were used to determine the correlation.
Subjects: consisted of forty four (84,6%) males and eight (19,2%) females, most of the subjects were in the 20-29 years old range (80,8%), with mean age of 26,46+3,60 years. Most subjects (75%) had medium education level and 33 subjects (63,5%) were earning under LIMP. Mean value of BMI was 19,55+2,83 kglm2 and based on the BMI levels, most of the subjects were normal (53,8%). Mean daily energy intake were 1574,11 ± 198,48 kcal, 82,7% had Iow energy intake. Mean Zn intake was 6,98 ± 0,92 mg/day, and 94,2% had low Zn intake_ Median plasma Zn concentration was 13,63 (11,26 - 44,98) /µL and 17,3% of subjects had low plasma Zn concentration. Median of CD4 lymphocytes count was 81 (2-747)//µL, 75% subjects had CD4 lymphocytes count < 200//µL, 80,8% subjects had opportunistic infections, and the most prevalent was oesophageal-orofaryng candidiasis (55,8%). There was a significant correlation between Zn plasma level and CD4 lymphocytes count r=0,29; p = 0,04). No significant correlation were found between Zn intake and plasma Zn concentration (r=0,07; p=0,65) and between BMI and CD4 lymphocytes count (r=0,21; p=0,13).
Conclusion: There was significant correlation between Zn plasma level and CD4 lymphocytes count (r = 0,29; p = 0,04).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T58522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Dzulita Nurdin
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh tingkat pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan pemberian terapi Antiretroviral pada klien HIV/AIDS di Pokdisus RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Desain penelitian yang digunakan deskriptif korelasi. Populasi pada penelitian ini adalah kelompok keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita HIV/AIDS yang sedang dalam pengobatan Antiretroviral. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 30 orang. Data diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan dan diisi oleh setiap responden. Instrumen yang digunakan terdiri dari data demografi dan pertanyaan tentang pengetahuan keluarga serta kepatuhan pasien. Setelah data terkumpul dianalisa dengan statistik univariat dan bivariat. Untuk menguji adanya perbedaan bermakna dilakukan uji hipotesa dua arah dengan derajat kemaknaan 0,05, hasil hipotesa didapatkan tidak adanya pengaruh yang bermakna antara tingkat pengetahuan keluarga terhadap kepatuhan klien dalam kepatuhan pengobatan Antirefroviral."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5536
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rina Febriyanti
"The knowledge about HIV/AIDS disease is not the important thing to make an ODHA to increase pursuance antiretroviral therapy. This research was a correlative researched and used 21 cross sectional design which has a purpose to know relation between the levels of knowledge with pursuance. The sample in this research was 42 ODHA. Sampling technique which is used in this research was purposive sampling. Thirteen (591%) of ODHA had the high level in knowledge and had high level in pursuance.
The result of statistic test (p=1.000) >α, so HO fail no receivable. The conclusion from this research, there was not relation between the levels of knowledge about HIV/AIDS disease with pursuance of ODHA to Antiretroviral therapy. The result from this research can be used for give input to ODHA be more pursuance. Recommend for next research to add respondent and area wider.

Pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS tidak dapat menjadi satu-satunya acuan ODHA dalam meningkatkan kepatuhan pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 42 ODHA. Sebanyak 13 responden (59,1%) yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mempunyai tingkat kepatuhan yang tinggi.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1.000. sehingga Ho gagal ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan tingkat kepatuhan menjalani terapi ARV di POKDlSUS RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan kepada ODHA untuk Iebih patuh dalam pengobatan. Penelitian ini merekomendasikan agar menambah jumlah responden dan memperluas area penelitian.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5828
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Richard Hudson
"Keluarga inti merupakan sistem pendukung utama dalam perawatan kesehatan terhadap anggotanya. Dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat pada pasien pengidap HIV/AIDS yang memiliki durasi pengobatan seumur hidup. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan dukungan keluarga inti dengan kepatuhan minum obat ARV pada pasien HIV/AIDS di RS Penyakit Infeksi Sulianti Saroso.
Penelitian ini menggunakan studi kuantitatif, dan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling dengan jumlah sampel 337 responden. Variabel independen menggunakan kuesioner dukungan keluarga yang meliputi 4 aspek yaitu dukungan emosional, dukungan instrumen, dukungan informasi, dukungan penghargaan. Variabel dependen menggunakan instrumen Morisky Scale. Uji data menggunakan Chi Square.
Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan pada dukungan emosional (p=0,032; OR=3,427) dan dukungan informasi (p=0,048; OR=3,365) dengan kepatuhan minum obat ARV. Responden yang mendapatkan dukungan emosional memiliki peluang 3,427 kali lebih besar untuk patuh mengkonsumsi ARV dibandingkan responden yang tidak mendapatkan dukungan emosional keluarga inti. Dukungan penghargaan (p=0,227) dan dukungan instrumental (p=0,243) tidak menunjukkan hubungan dengan kepatuhan minum obat ARV.

Nuclear Family is one of the esssential support in health caring for family member. Family support influence the level of adherence to antiretroviral (ARV) medication consumption in people living with HIV/AIDS who have a duration treatment for a lifetime. The aim of this research was to identify the relationship between family support and adherence to ARV people living with HIV/AIDS at Sulianti Saroso Hospital.
This study used the quantitative study, and cross sectional design. The sampling was 337 total respondents. The independent variable uses a questionnaire support family that includes four aspects: emotional support, information support, award support, and instrumental support. The Morisky Scale instrument was used to assess level of adherence. The data test used Chi Square.
There is a significant results in the emotional support (p=0,032; OR=3,427) and information support (p=0,048; OR=3,365) with the adherence in taking to ARV. The respondents who received the support of emotional were 3,427 more likely to adherence than those who did not receive emotional support from nuclear family. The awards support (p=0,227) and instrumental support (p=0,243) did not show significant relationship with adherence in taking to ARV.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
S61218
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku sedangkan secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan kecemasan tersebut. Diagnosa yang merupakan vonis akhir bagi klien dapat merupakan stressor terhadap integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stress baik secara fisiologis maupun psikologis. Tidak semua orang yang mengalami stressor psikologis akan menclerita gangguan cemas yang sama , hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya juga banyak faktor yang mempengaruhinya , antara lain demografi, status fisik, dukungan psikologi, problem dalam keluarga, pelayanan kesehatan, prilaku, mekanisme koping, sosial budaya dan spiritual.
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau panik telah dilakukan penelitian terhadap 20 orang yang sedang dirawat di IRNA - A Lantai VI dan IRNA - B Lantai IV kiri, yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juli s/d 12 Oktober 2002. Metode yang digunakan adalah deskriptif sederhana dan alat pengumpul data berupa kuesioner dengan hasil penelitian sebagai berikut : dari data demografi ditemukan : Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (80 % ), usia terbanyak antara 21 - 30 tahun ( 70 %), agama yaitu Islam ( Y5 % ), tingkat pendidikan sebagian besar SLTA ( 60 % ) , belum menikah 13 orang (65 % ).
Mayoritas responden menunjukkan tingkat kecemasan berat (40%) saat didiagnosa I-IIV positif/ AIDS dengan faktor faktor yang mempengaruhinya yaitu :
faktor status fisik (1,30), faktor dukungan psikologi (2,8), faktor problem dalam keluarga (295), faktor akses pelayanan kesehatan (2,95), faktor perilaku (3,05), faktor mekanisme koping (2,6), faktor sosial budaya (2.28) dan faktor spiritual (2.7) I A Keterbatasan penelitian antara lain : kurangnya waktu, jumlah sarnpel teratas, klien ternyata banyak yang belum mengetahui status kesehatannya sendiri sehingga tidak dapat digeneralisasi."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5115
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>