Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107270 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asrif
"ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji teks, konteks, dan fungsi kabanti sebagai tradisi lisan masyarakat Buton. Hasil kajian menemukan teks dalam tradisi lisan memanfaatkan ketersediaan kosakata percakapan sehari-hari dan juga merangkai kembali formula sendiri untuk menjadi formula baru. Metris formula tradisi lisan tidak berada pada posisi yang tetap. Formula akan bergerak dinamis karena penciptaan karya lisan semata mengandalkan ingatan dalam ruang waktu terbatas. Konteks berpengaruh dominan dalam penciptaan tradisi lisan. Teks lisan memanfaatkan unsur-unsur bahasa yang menggambarkan kebudayaan masyarakat pemiliknya. Kabanti dilatari oleh konteks budaya maritim dan agraris.
Kelisanan menjadikan teks, konteks, dan fungsi tradisi lisan lebih fleksibel sehingga melahirkan tradisi yang ekspresif, dinamis, dan ekspansif yang menempati beragam konteks budaya. Kabanti diciptakan dalam bahasa, konteks, interaksi, dan tradisi masyarakat setempat. Tradisi lisan tumbuh bersama dengan konteks, menyatu, dan menyatakan masyarakatnya, menerima unsur-unsur baru agar tetap kompetitif dengan masa yang ditempatinya. Eksistensi kabanti pada masa sekarang menunjukkan tradisi lisan bukan hasil budaya masyarakat niraksara melainkan sarana ekspresi budaya yang hanya dapat diwujudkan melalui cara-cara lisan.
This dissertation study the text, context, and function as an oral tradition of kabanti Buton community. The result of study found the text in the oral tradition for utilizing the available some words of daily conversation and also reassembling the formula itself to be a new formula. The Metris formula of the oral tradition is not same position. It would move dynamically based on the creation of an oral work solely and also to depend on memory in a limited space of time. The context influenced the dominant in the creation of an oral tradition.
The oral of text used some elements language that describes the owner culture of the community. Kabanti was backed by the cultural context of maritime and agriculture Orally made the text, context, and function the oral tradition is more flexible which appear the tradition is expressive, dynamic and expansive into placing some cultural contexts. Kabanti was created in language, context, interaction, and traditions of the local community. Oral tradition grew along with the context, united, and expressed its community; accept new elements in order to remain competitive with the time itself. At the present, the existence of kabanti indicates that the oral tradition is not the result of culture niraksara but cultural expression which could be realized through oral ver.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2124
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrial
"Masyarakat Kalianda memiliki tradisi lisan Kias yang tidak dimiliki oleh orang Lampung lainnya. Tradisi ini dikembangkan dari empat tradisi lisan kesastraan yang ada di Lampung, yaitu Wawacan, Sakiman, Pepacokh, dan Hehiwang. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa masyarakat Lampung Peminggir Kalianda melakukan inovasi dengan menyatukan empat tradisi itu dalam satu bentuk, yaitu Kias. Disertasi ini akan membicarakan Kias, baik sebagai teks yang diciptakan maupun sebagai pertunjukan yang dipengaruhi oleh konteks yang melingkupinya. Kajian dilakukan berdasarkan tiga masalah yang diajukan, yaitu bagaimana pembentukan Kias dalam masyarakat Lampung Peminggir Kalianda, bagaimana pemahaman mereka terhadap Kias, dan bagaimana hubungan Kias dengan konsep Piil Pesenggir.
Penelitian dilakukan dalam waktu yang cukup panjang di desa-desa di Kecamatan Kalianda dan Desa Sidomulyo di Kecamatan Sidorejo. Di dua wilayah ini pertunjukan Kias diamati dan direkam. Wawancara dengan berbagai pihak juga dilakukan guna mendukung aspek-aspek yang ingin diteliti. Data yang terkumpul kemudian telaah melalui pisau analisis yang diajukan oleh Finnegan dalam Oral Poetry: Its Nature and Social Context mengenai kriteria puisi lisan komposisi, transmisi, dan penyajian . Tujuannya adalah menjawab tiga permasalahan di atas. Dengan demikian, akan tampak bagaimana masa depan Kias sebagai sebuah tradisi dan bagaimana masyarakat menjaga piil pesenggir melalui pertunjukan-pertunjukan Kias.

People in Kalianda have a Kias oral tradition what people in other place in Lampung don rsquo t have. The tradition was developed by four oral literate traditions in Lampung. They are Wawacan, Sakiman, Pepacokh, and Hewiwang. That rsquo s why we can be told that people in Lampung PeminggirKalianda did an innovation by united the four traditions in one design, Kias,The disertation will talk about kias, as a teks that was created eventhough as a performance that has been affected by a conteks that has affected it. The study was done based upon three problems those have been submitted, they are how is the Kias formation in people in Lampung Peminggir Kalianda, how is their comprehension to the Kias, and how is the realtion between Kias and Piil Pesenggir concept.
The research was done in a long time in the villages in Kecamatan Kalianda and Sidomulyo village in Kecamatan Sidorejo, in two place this Kias performance was observersed and recorded. The interview with many sides also did, in order to support the aspects what we wanted to research. The data have been collected then we studied though method analysis what was submitted by Finnegan in Oral Poetry its Nature and Social Context about the criteria of oral poetry composition, transition, presentation . The goal is to answer that three problem.The goal is to answer three problems up there. Therefore, it will be seen how is the future of kias as a tradition and how did the people maintain the piil pesenggir through kias performance.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
D2404
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Qoyim
"Disertasi ini mengkaji konteks, dan fungsinya Dalang Jemblung sebagai tradisi lisan, bagi masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Dalang Jemblung adalah tradisi yang dituturkan dengan cara menggelar pertunjukan yang khas dalam bahasa Banyumas. Bentuk, cara penyajian, dan bahasa yang digunakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung dari dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan secara signifikan, tetapi lakon ceritanya dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan konteks perkembangan khalayaknya. Penciptaan lakon cerita dalam pertunjukan Dalang Jemblung dilakukan sekaligus dengan penuturannya. Lakon yang dibawakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung diciptakan atas kondisi yang kontekstual. Struktur pertunjukan Dalang Jemblung terdiri atas: bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Dalang menciptakan jalannya cerita yang akan dilakonkan dalam pertunjukan dengan cara tidak menghafal, tetapi memanfaatkan persediaan formula di dalam ingatannya. Formula yang digunakannya berupa formula dalam dan formula luar. Pewarisan Dalang Jemblung dilakukan secara otodidak antara Dalang terdahulu dengan Dalang kemudian melalui proses mendengarkan penuturan, melakukan penuturan, dan mendialogkan hasil penuturan antar generasi Dalang. Adanya satu kesatuan konteks yang saling memengaruhi antara Dalang, penonton, penyelenggara pertunjukan, kesempatan pertunjukan, waktu dan tempat pertunjukan, imbalan jasa pertunjukan, dan inovasi pertunjukan menjadikan Dalang Jemblung dapat tetap bertahan hidup di dalam masyarakat Banyumas. Dalang Jemblung yang dikhawatirkan akan mati bahkan punah, ternyata masih berfungsi di dalam kehidupan masyarakat Banyumas dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakatnya. Fungsi-fungsi itu berguna bagi pembentukan karakter dan identitas panginyongan pada masyarakat Banyumas khususnya dan bagi pembentukan karakter bangsa Indonesia pada umumnya.

This dissertation examines the context and function of Dalang Jemblung as an oral tradition, for the people of Banyumas, Central Java. Dalang Jemblung is a tradition that is spoken by performing a peculiar show in Banyumas language. The form, way of presentation, and the language used in Dalang Jemblung 39;s show from the beginning until recent time has not changed significantly, but the story can change from time to time in accordance with the context of the development of the audience.The creation of story in Dalang Jemblung shows is done at once with the narration. The story performed in Dalang Jemblung 39;s show were created on contextual conditions. The performance structure of Dalang Jemblung consists of: the prologue, the contents, and the epilogue. The Dalang creates the story that will be performed in the show by not memorizing, but using the formula in his memory. Formula used in the form of inner formulas and outer formulas. The inheritance of Dalang Jemblung is done autodidactically between the former Dalang and the recent Dalang through the process of listening, telling, and dialogue between generations of Dalang.The existence of a unified context that affects the Dalang, the audience, the performance organizers, the performance opportunities, the time and place of the performance, the rewards of performing services, and the performance innovation make Dalang Jemblung able to survive in Banyumas society. Dalang Jemblung who is feared to be extinct, was still fully functioning in the life of Banyumas society from time to time in accordance with the demands of society change. These functions are useful for the formation of character and identity of panginyongan in Banyumas society in particular and for the character formation of Indonesian nation in general."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
D2447
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jafar Fakhrurozi
"[ABSTRAK
Tesis ini merupakan penelitian mengenai tradisi lisan Gaok di Majalengka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan fungsi dan makna Gaok bagi
kehidupan masyarakat Kulur Majalengka serta proses pemertahanan Gaok yang
dilakukan dalang Rukmin. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi
pustaka. Penelitian menggunakan beberapa konsep dan teori pertunjukan tradisi
lisan, kelisanan, teori struktural Propp dan pengelolaan tradisi lisan.
Metode penelitian menggunakan metode etnografi (salah satu pendekatan
Kajian Tradisi Lisan). Hasil penelitian menunjukan bahwa Gaok memiliki makna
dan fungsi bagi masyarakat Kulur Majalengka. Fungsi Gaok bagi masyarakat Kulur
meliputi: fungsi hiburan, media doa, dan fungsi penjaga nilai-nilai pendidikan.
Makna Gaok meliputi: Representasi nilai-nilai spiritualitas, Representasi nilai
perempuan, representasi tradisi riungan dan pesta makanan, representasi norma
hukum, dan representasi sejarah Majalengka.
Sedangkan upaya pemertahanan dilakukan oleh dalang melalui kreativitas
membuat Giok kombinasi, mengelola sanggar, dan menyimpan wawacan. Namun
demikian upaya tersebut berjalan kurang optimal karena keterbatasan kemampuan
dan dana yang dimiliki Rukmin serta kurangnya dukungan dari pihak eksternal yakni
pemerintah dan masyarakat. Akibatnya proses transmisi dan pewarisan melalui
pengajaran terhadap generasi muda tidak berjalan.

ABSTRACT
This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out.;This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out., This thesis indicated a research about Gaok 's oral tradition in Majalengka. The
research aimed to disclose a function and Gaok's meaning for society life of Kulur,
Majalengka. As well as the survival process of Gaok which was done by "dalang"
(the master) Rukmin. Data sources was obtained by field study and literary study.
This research used various of concepts and the theories of oral tradition performance,
orality, Propp structural theory and the management of oral tradition.
The research method used ethnography method (one of the approaches of Oral
Tradition Study). The research result showed that Gaok had meaning and function for
Kulur society. The function were: entertainment,praying media, as well as for
keeping education values. The meaning of Gaok were: Representatives of spiritual
values, Representatives of women values, Representatives of "Riungan" tradition and
meal party, Representatives of law values, Representatives of Majalengka's History.
The effort to converse was done by "dalang" Rukmin through the creativity of
rrraking combination of Gaok, managing a Sanggar (club) and saving wawacan
(texts.) However those efforl was not optirnal enough due to the lirnitation of ability
and fund which was owned by Rukrnin and lack of support from external sides
namely government and society. As a result, transmission process and inheritance
through teaching to young generation were not carried out.]"
2015
T42949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dien Novita Aprijarni
"Penelitian  ini  mengkaji  tradisi  lisan  Pidato  Tagak  sebagai  salah  satu  tradisi  lisan  yang masih bertahan hingga saat ini di Minangkabau. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana struktur, fungsi dan perubahan yang terjadi dalam tradisi lisan Pidato Tagak. Tujuan  penelitian  ini  adalah  memaparkan  struktur,  fungsi,  dan  perubahan  yang  terjadi dalam tradisi lisan dalam Pidato Tagak sebagai salah satu tradisi lisan di Minangkabau. Metode  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  metode  kualitatif,  menggunakan teknik  penelitian  studi  pustaka  dan  wawancara.  Pendekatan  yang  digunakan  dalam penelitian  ini  adalah  pendekatan  etnografi.  Pidato  Tagak  memiliki  karakteristik kelisanan.  Di  dalamnya,  terdapat  formula  yang  berfungsi  sebagai  sarana  memudahkan ingatan  seorang  penutur  dalam  menyampaikan  Pidato  Tagak.  Fungsi  Pidato  Tagak adalah sarana penyampai pesan ajaran religius, Undang-undang Adat Minangkabau, dan urutan  sosial  secara  adat.  Pidato  Tagak  mengalami  transformasi  sesuai  situasi  dan kondisi. 

This  research  examines  the  oral  tradition  of  Pidato  Tagak  as  one  of  the  oral  traditions that  still  survives  today  in  Minangkabau.  The  problem  in  this  research  is  how  the structure, fungsion, and transformation in Pidato Tagak. The The purpose of this study is  to  describe  the  structure,  function,  and  changes  that  occur  in  the  oral  tradition  in Pidato  Tagak  as  one  of  the  oral  traditions  in  Minangkabau.  The  method  used  in  this research  is  literature  study  and  interviews.  The  approach  used  in  this  study  is  an ethnographic approach. Pidato Tagak has orality characteristics. In it, there is a formula that  functions  as  a  means  of  facilitating  a  speaker's  memory  in  delivering  a  Pidato Tagak.  The  function  of  Pidato  Tagak  is  a  means  of  conveying  messages  of  religious teachings,  Minangkabau  Customary  Laws,  and  customary  social  order.  Pidato  Tagak underwent a transformation according to the situation and conditions. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadhly Kurniawan
"Narasi mengenai kedigdayaan Kerajaan Makassar beberapa abad lalu tidak terlepas dari salah satu tradisi atau ritual kuno prajurit perang Makassar, yaitu Angngaru Tubarani. Setiap tradisi yang bertahan dan masih dilaksanakan suatu masyarakat, masing-masing memiliki narasi pengetahuan lokal dan nilai yang dijunjung oleh masyarakat pemiliknya, termasuk dalam hal ini Angngaru Tubarani sebagai tradisi lisan masyarakat Makassar. Namun, dewasa ini Angngaru Tubarani dijumpai dengan sebuah bentuk pertunjukan populer, yang secara konseptual telah mengalami perubahan fungsi. Tesis ini bertujuan untuk mengungkap kandungan memori kultural, aspek tradisi lisan dan penyebab terjadinya perubahan fungsi pada tradisi ini— Angngaru Tubarani dari ritual kuno menjadi pertunjukan populer. Sumber data diperoleh dengan menggunakan pendekatan kajian tradisi lisan dan etnografi budaya, yaitu metode pengamatan aktif dan pasif (keterlibatan langsung dalam pertunjukan), wawancara langsung terhadap praktisi, dan studi kepustakaan. Kemudian, studi ini ditunjang oleh beberapa landasan teori seperti: tradisi lisan, memori kultural, ritual dan seni pertunjukan, perubahan dan komodifikasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan nilai dan pengetahuan lokal masyarakat Makassar yang menubuh pada tradisi ini. Selain itu, data-data faktual yang ditemukan menunjukkan penyebab terjadinya perubahan fungsi pada tradisi ini, perubahan fungsi atau komodifikasi tersebut dimaknai sebagai sebuah strategi untuk mempertahankan ataupun menjaga Angngaru Tubarani agar memori budaya tetap terawat dalam lingkup masyarakat Makassar.

The narrative of superiority of the Makassar Kingdom several centuries ago is inseparable from one of the ancient traditions or rituals of Makassar war soldiers, namely Angngaru Tubarani. Each tradition that has survived is still being carried out by a community has a narrative of local knowledge and values that are upheld by the community, including Angngaru Tubarani as in this case an oral tradition of the Makassar people. However, nowadays Angngaru Tubarani is found with a form of popular performance, which conceptually has undergone a changing function. This thesis aims to reveal the content of cultural memory, aspects of the oral tradition and the causes for the changings function of this tradition—Angngaru Tubarani from ancient rituals to popular performances. Sources of data were obtained using an oral tradition study approach and cultural ethnography, namely active and passive observation methods (direct involvement in performances), direct interviews with practitioners, and literature study. Then, this study is supported by several theoretical foundations such as: oral tradition, cultural memory, ritual and performing arts, function changings and commodification. The results of this study reveal the values and local knowledge of the Makassar people who are embodied with this tradition. In addition, this research found the causes of the function alteration of this tradition, meanwhile the changings function or commodification interpreted as a strategy to maintain or preserving Angngaru Tubarani so that cultural memory will long lasting within Makassar society"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purbasanda Woro Mandarukmidia
"Tari Enggang merupakan sebuah tradisi lisan yang terdapat di Kalimantan Timur, tepatnya di Desa Pampang Samarinda. Tari Enggang merupakan salah satu dari banyaknya tradisi lisan yang dimiliki oleh masyarakat Dayak khususnya Dayak Kenyah. Makalah proyek akhir ini berisikan tentang gambaran tradisi lisan Tari Enggang, makna yang terkandung dalam Tari Enggang dan pergeseran fungsi tradisi yang terjadi pada Tari Enggang. Dalam perkembangannya, pergeseran fungsi pada sebuah tradisi lisan pasti memunculkan penyesuaian-penyesuaian dan kompromi antar pelaku seni tradisi dengan masyarakat pemiliki dari tradisi tersebut. Tujuan dari penelitian ini ialah menjelaskan tentang pewarisan, fungsi, serta makna pada tradisi lisan Tari Enggang bagi masyarakat Dayak Kenyah di Desa Pampang. Makalah akhir ini bertujuan pula menjelaskan bagaimana pergeseran fungsi yang terjadi pada Tari Enggang dari dahulu hingga sekarang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian etnografi tradisi lisan. Menggunakan teori-teori tradisi lisan, teori pewarisan tradisi lisan, teori kearifan lokal, sejarah tradisi lisan, budaya organisasi dan identitas, musik dan budaya Dayak. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa pergeseran fungsi yang terjadi pada Tari Enggang di Desa Pampang ialah bahwa dahulu merupakan bagian dari ritual sakral hingga menjadi sarana penyampaian pesan pada masyarakat, kini telah berubah menjadi ekspresi budaya masyarakat yang terwujud dalam seni pertunjukan murni. Pergeseran ini terjadi karena masuknya ajaran agama, pendidikan, serta adanya perkembangan informasi dan teknologi.

The Enggang Dance is an oral tradition in East Kalimantan, Pampang Village, Samarinda. The Enggang dance is one of the many oral traditions of the Dayak people, especially the Dayak Kenyah. This final project paper contained an overview of oral tradition, meaning contained in the Enggang Dance and the shift in traditional functions that occur in the Enggang dance. The purpose of this study was to explain the inheritance, function, and meaning of the oral tradition of Enggang Dance for the Dayak Kenyah people in Pampang Village. In addition, this final paper also aimed to explain the shift in values in the Enggang Dance that occurred from the past to the present. This study used an oral tradition ethnographic research method using theories of oral tradition, theory of inheritance of oral traditions, theory of local wisdom, history of oral traditions, management of performing arts organizations and identity, music, and Dayak culture. The results of this study revealed that the shift in values that occurred in the Enggang Dance in Pampang Village was that in the past it was part of a sacred ritual to become a means of conveying messages to the community, now it has turned into a cultural expression of a society that is manifested in performing arts. This shift occurred due to various reasons such as the inclusion of religious teachings, education, and the development of information and technology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sulkarnaen
"Kelanjutan Tradisi Lisan Maddoja Bine Dalam Konteks Perubahan Sosial Masyarakat Bugis Disertasi ini mengkaji kelanjutan tradisi maddoja bine dalam konteks perubahan sosial masyarakat Bugis. Secara harfiah maddoja berarti begadang atau berjaga, tidak tidur; bine berarti benih. Petani yang melaksanakan maddoja bine akan berjaga di malam hari menunggui benih padi yang diperam, sebelum ditabur di persemaian keesokan harinya. Untuk mengisi waktu berjaga-jaga tersebut diadakan massureq, yaitu pembacaan Sureq La Galigo dengan berlagu resitasi. Maddoja bine merupakan salah satu tradisi La Galigo yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada Sangiang Serri dewi padi. Dalam epos/mitos La Galigo diceritakan bahwa Sangiang Serri merupakan puteri Batara Guru. Pada mulanya pelaksanaan maddoja bine merupakan bagian dari ritual komunal dalam satu wanua kampung, ketika itu pranata adat masih ada dan berfungsi. Perubahan sosial masyarakat Bugis berpengaruh pada pelaksanaan tradisi maddoja bine.
Dari penelitian ini, didapatkan empat cara pelaksanaan maddoja bine di kalangan petani Bugis, yaitu; 1 dilaksanakan secara perorangan disertai dengan massureq, 2 dilaksanakan secara perorangan dengan memasukkan unsur agama Islam barzanji dan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 3 dilaksanakan secara perorangan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 4 dilaksanakan secara kolektif atau komunal dengan disertai pembacaan Sureq La Galigo. Munculnya empat cara pelaksanaan maddoja bine ini tidak terlepas dari konteks sosial budaya masyarakat di mana tradisi tersebut dilaksanakan. Keberlanjutan tradisi dipengaruhi oleh elemen-elemen eksternal dan internal sistem pewarisan. Kebertahanan tradisi merupakan cerminan kebermaknaan dari praktik budaya bagi komunitas pendukungnya.

The continuation of maddoja bine tradition in the context of Bugis society social changeThis dissertation examines the continuation of maddoja bine tradition in the context of Bugis society social change. Literally maddoja means staying up or waking, not sleeping Bine means seed. Farmers who carry out maddoja bine will be waking at night watching the seeds of the rice, before sowing in the field on the next day. To fill the waking time massureq is held. It is the recital of Sureq La Galigo in song. Maddoja bine is one of La Galigo 39 s traditions which is performed as a tribute to Sangiang Serri goddess of rice. It is told in the epic myth of La Galigo that Sangiang Serri is the daughter of Batara Guru.In the beginning, the implementation of maddoja bine was part of communal ritual in one wanua kampung, when the customary institutions still remained and functioned. The social changes of Bugis society affect the implementation of maddoja bine tradition.
This research finds four ways of the implementation of maddoja bine among Bugis farmers 1 conducted individually accompanied by massureq, 2 carried out individually by incorporating elements of Islamic religion barzanji and without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 3 carried out individually without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 4 executed collectively or in communal accompanied by the recital of Sureq La Galigo.The emergence of four ways of implementing maddoja bine is inseparable from the socio cultural context of the community in which the tradition is carried out. The sustainability of the tradition is influenced by external and internal elements inheritance systems. The survival of the tradition is a reflection of the meaningfulness of cultural practice for its supporting community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2504
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh asumsi bahwa tradisi lisan Jemblung merupakan tradisi lisan yang dapat diapresiasi sebagai sebuah kesenian yang hampir punah padahal kaya akan nilai-nilai luhur yang dapat dimanfaatkan baik untuk pendidikan formal maupun nonformal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara dan catatan lapangan. Temuan dalam penelitian ini meliputi: (1) struktur cerita dalam tradisi lisan jemblung, yang diklasifikaskan dalam alur, tokoh dan penokohan, dan latar, (2) aspek konteks yang meliputi konteks budaya, sosial, situasi, dan ideologi, (3) ko-teks dalam tradisi lisan jemblung diklasifikasikan dengan konsep antropolinguistik, meliputi: (a) deskripsi paralinguistik, (b) gestur (c) penjagaan antarpelaku, dan (d) unsur material: pakaian, penataan lokasi dan dekorasi, penggunaan properti dan fungsinya, (4) proses pewarisan dalam tradisi lisan jemblung ini dibagi menjadi dua yakni proses menjadi pemain dan proses penciptaan cerita, (4) fungsi tradisi lisan jemblung sebagai berikut: (a) alat pengesahan kebudayaan, (b) pemaksa berlakunya norma di masyarakat, (c) alat pendidikan, (d) hiburan (e) Media dakwah, dan (f) media propaganda tematik. Nilai-nilai yang ditemukan dalam tradisi lisan Jemblung didominasi oleh religi dan nilai budaya."
JURPEND 15:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Andi Saputra
"ABSTRAK
Lakon Bapak Jantuk merupakan segmen terakhir dari struktur pertunjukan teater tradisional Topeng Betawi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pewarisan Lakon Bapak Jantuk yang selama ini berjalan. Sumber data diperoleh dari data lapangan dan studi pustaka.
Penelitian menggunakan konsep/teori pewarisan, formula, kelisanan, pertunjukan, dan penciptaan tradisi lisan. Metode etnografi, dipilih sebagai metode penelitian karena memang kerap menjadi salah satu pendekatan terpenting dalam kajian tradisi lisan. Dengan pendekatan etnografi, pengetahuan tentang sosial budaya masyarakat Betawi dan pewarisan Lakon Bapak Jantuk kepada seniman generasi muda dapat diungkapkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa model pewarisan Lakon Bapak Jantuk sejak dahulu hingga kini dilakukan secara alamiah. Pewarisan seperti ini rentan terhadap dinamika dunia hiburan populer. Dengan kata lain, pewarisan dilakukan dengan cara memperhatikan lalu menirukan permainan seniman senior di atas pentas, baik itu musik, dialog, lagu, tari, pantun, dan sebagaunya. Metode pewarisan itulah satu-satunya yang ada. Oleh karena itu perlu diciptakan metode pewarisan formal melalui pendidikan yang didukung kurikulum.

ABSTRACT
This theses aim to uncovered the inheritance of the Lakon Bapak Jantuk. The main data resources had taken during the fieldwork and some of it had been conducted by doing related literary studies on the topic.
In this work, I use the inheritance concept, formula, orality, performance, and the recreation of oral tradition. In order to approach the data, ethnography research method is chosen because this method is always be an important approach for oral tradition research. Using the ethnographical approach, the sociocultural part of Betawinese people and the inheritance of Lakon Bapak Jantuk to the younger generation can be revealed.
The result shows that since long times ago up till now, the inheritance models of Lakon Bapak had been done in natural way. Therefore, this kind of inheritance model is vulnerable and can easily influenced by popular performance. Usually, this natural way, done by imitating the senior artists on the stage, from it?s music, dialogue, dance, songs, pantun, etc. Since there is only one inheritance method that exist, it is crucially need to create formal inheritance models through the educational aspect. Therefore, further preservation can be achieved effectively.
"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>