Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41493 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Karsono Hardjosaputro
"[ABSTRAK
Panji Angreni merupakan karya sastra yang disalin pada tahun Jawa 1723 atau
1795 dari suatu teks abad ke-17 yang?sayang?tidak diketahui teks induknya,
pada masa ?budaya lisan kedua?. Teks dibingkai dengan sekar macapat, terdiri
atas 48 pupuh ?bab? dan meliputi 1.983 pada ?bait?. Jarak budaya menimbulkan
pertanyaan: bagaimana ?cara membaca? PA bagi pembaca masa kini. Dalam hal
ini ?cara membaca? merujuk pada pemaknaan, karena bagaimanapun makna
sastra lama dapat dipahami jika ada keakraban antara pembaca dan konvensi pada
zamannya. Analisis menunjukkan bahwa PA, sebagai teks tulis, menujukkan ciriciri
kelisanan melalui formula/formulaik. Keberpautan antara kelisanan dan
keberaksaraan ditunjukkan oleh macapat sebagai bingkai teks: membaca teks yang
dibingkai macapat harus dinyanyikan karena aturan formal pembaitan macapat
sekaligus bertautan dengan tata susun nada. Pembacaan teks dengan cara
ditembangkan seturut tata susun nada akan menghasilkan makna secara padu?
baik tekstual maupun keindahan: kisahan, leksikal, tematik dan bunyi (segmentalsuprasegmental-
musikal). Membaca PA seyogianya juga memahami pakeliran
?pergelaran wayang? kerena adanya tapak-tapak pakeliran pada PA.;

ABSTRACT
Panji Angreni is a literature work which was copied in the Javanese year of 1723
or 1795 AD from 17th century text in the era of ?secondary oral culture? that?
unfortunately?was not known for its first hand manuscript. The text of Panji
Angreni is framed by macapat?s songs that consist of 48 cantos ?chapters? and
cover 1,983 couplets ?stanzas?. A cultural distance raises a questions on ?how ?to
read? Panji Angreni to current readers?? The ?how to read? phrase refers to the
meaning, because an old literature meaning can be understood if there is a
familiarity between a reader and conventions text era. Analysis showed that Panji
Angreni, as written text, has literacy characteristic through formula/formulaic. An
interlocking between orality and literacy is shown by macapat as atext frame;
wheres reading a text that is framed by macapat should be sung because formal
rules in macapat?s stanzas are engaged to tone row order. Reading the text by
singing it in accordance to tone row order will result in coherent meaning, both
textual an beauty meaning, particulary in narratives, lexical, thematic and sound
(segmental-suprasegmantal-musical). Moreover, those who reading Panji Angreni
should also understand pakeliran ?leather puppet performance story? because there
are many tracs of pakeliran in Panji Angreni.;Panji Angreni is a literature work which was copied in the Javanese year of 1723
or 1795 AD from 17th century text in the era of ?secondary oral culture? that?
unfortunately?was not known for its first hand manuscript. The text of Panji
Angreni is framed by macapat?s songs that consist of 48 cantos ?chapters? and
cover 1,983 couplets ?stanzas?. A cultural distance raises a questions on ?how ?to
read? Panji Angreni to current readers?? The ?how to read? phrase refers to the
meaning, because an old literature meaning can be understood if there is a
familiarity between a reader and conventions text era. Analysis showed that Panji
Angreni, as written text, has literacy characteristic through formula/formulaic. An
interlocking between orality and literacy is shown by macapat as atext frame;
wheres reading a text that is framed by macapat should be sung because formal
rules in macapat?s stanzas are engaged to tone row order. Reading the text by
singing it in accordance to tone row order will result in coherent meaning, both
textual an beauty meaning, particulary in narratives, lexical, thematic and sound
(segmental-suprasegmantal-musical). Moreover, those who reading Panji Angreni
should also understand pakeliran ?leather puppet performance story? because there
are many tracs of pakeliran in Panji Angreni., Panji Angreni is a literature work which was copied in the Javanese year of 1723
or 1795 AD from 17th century text in the era of “secondary oral culture” that—
unfortunately—was not known for its first hand manuscript. The text of Panji
Angreni is framed by macapat’s songs that consist of 48 cantos ‘chapters’ and
cover 1,983 couplets ‘stanzas’. A cultural distance raises a questions on ‘how “to
read” Panji Angreni to current readers?’ The “how to read” phrase refers to the
meaning, because an old literature meaning can be understood if there is a
familiarity between a reader and conventions text era. Analysis showed that Panji
Angreni, as written text, has literacy characteristic through formula/formulaic. An
interlocking between orality and literacy is shown by macapat as atext frame;
wheres reading a text that is framed by macapat should be sung because formal
rules in macapat’s stanzas are engaged to tone row order. Reading the text by
singing it in accordance to tone row order will result in coherent meaning, both
textual an beauty meaning, particulary in narratives, lexical, thematic and sound
(segmental-suprasegmantal-musical). Moreover, those who reading Panji Angreni
should also understand pakeliran ‘leather puppet performance story’ because there
are many tracs of pakeliran in Panji Angreni.]"
2015
D2056
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian mengenai cerita pantun Sunda dewasa ini jaih lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan penelitian tentang teks sastra Sunda tertulis seperti yang berupa naskah (manuscript: handschrift). Dalam cerita pantun sarat dengan nilai-nilai pendidikan karakter, seperti dalam teks cerita pantun Mundinglaya di Kusuma (CPMK). Beberapa alasan pentingnya dilakukan penelitian terhadap teks CPMK adalah sebagai berikut: (1) Teks CPMK belum pernah ditelilli mengenai tranformasi dari kelisanan ke keberaksaraannya, (2) teks CPMK belum pernah dikaji secara struktural-semiotik, (3) teks CPMK belum pernah dikaji berdasarkan pendekatan etnopedagogi sehingga diperoleh informasi yang berkenaan dengan nilai-nilai pendidikan karakter bangsa dari teks tersebut. Pendekatan sastra yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan objektif dengan metode struktural-semiotik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Tradisi dan transmisi penurunan teks CPMK dilakukan secara lisan melalui pergelaran mantun, sedangkan tradisi dan transmisi teks WMK tidak dapat diketahui dengan pasti karena teks itu merupakan satu teks unikum. (2) Teks lisan CPMK dan WMK memiliki struktur formal dan struktur naratif. Struktur formal CPMK terbentuk oleh 8 formula, sedangkan struktur formal WMK terbentuk oleh puisi pupuh. Struktur naratif CPMK tersusun dalam 13 fungsi dan 7 lingkungan tindakan, sedangkan struktur naratif WMK tersusun dalam 6 model aktan dan 1 model fungsional yang terdiri atas 3 tahpan jalan cerita. (3) Transformasi yang terjadi dari kelisanan (orality) CPMK ke keberaksaraan (literacy) WMK ada pada tataran bentuk formal, sedangkan tataran isi cerita tetap sama. (4) Hadirnya transformasi dari kelisanan CPMK ke keberaksaraan WMK, secara semiotik, moral yang tertuang dalam cerita pantun ke dalam era (zaman) wawacan sejalan dengan situasi dan kondisi serta minat masyarakat Sunda masa itu.
"
JURPEND 14:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noriah Taslim
"The thesis is an attempt to examine two different modes of literary expression -- oral and written. It highlights their differences and similarities through an analysis of structure of selected texts taken from oral and written situation. The contention is that, literacy with all its consequences, effected varied changes on the structure of narrative which are not possible in texts rendered in the oral mode."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
T41349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teeuw, Andries, 1921-
Jakarta: Pustaka Jaya, 1994
499.221 TEE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Teeuw, Andries, 1921-
Jakarta: Pustaka Jaya, 1994
499.221 TEE i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996
899.222 1 PAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Karsono Hardjosaputro
Jakarta: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2011
091 KAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susuhunan Pakubuwana IV
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979
899.22 SUN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahman Kaeh
Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia, 1989
899.222 ABD a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Naskah ini disalin sekitar tahun 1860, kemungkinan dilakukan di sebuah desa di wilayah Pasisir Tengah. Naskah berisi teks Serat Panji Jayakusuma yang tersusun dalam 57 pupuh. Teks ini berbeda dengan Panji Jayakusuma Bedhah Negari Bali (MSB/L.252, L.255), meskipun menceritakan peristiwa yang sama. Bandingkan dengan KBG 46 untuk naskah lain dengan judul yang sama. Teks ini memuat episode petualangan Raden Panji, putra mahkota kerajaan Jenggala, dalam penyamarannya sebagai pengembara bernama Jayakusuma. Diceritakan, Jayakusuma tengah mengabdi kepada Raja Batukawarna, dan berkat kecakapannya ia dianugerahi pangkat tumenggung. Suatu ketika Tumenggung Jayakusuma diperintahkan untuk menaklukkan kerajaan Bali yang pada masa itu diperintah oleh Maharaja Sri Jayalengkara. Sementara itu Raja Bali sendiri telah mendapat firasat apabila akan mendapat serangan dari luar. Menjelang dimulainya penyerbuan ke Bali, Tumenggung Jayakusuma (sang Panji atau sang Klana) kedatangan dua orang yang berniat mengabdi kepada sang Tumenggung, masing-masing bernama Gunungsari dan Undhakan Sastramiruda (kemudian pada bagian akhir cerita diketahui sebagai putra raja kerajaan Kadiri). Keduanya mengaku hanya melalui pengabdian kepada sang Panjilah mereka dapat bertemu kembali dengan Dewi Candrakirana. Dalam pertempuran yang sengit, patih kerajaan Bali berhasil diperdaya dan terungkapkan identitasnya, yakni Dewi Ragil Kuning. Akhirnya Raja Bali Sri Jayalengkara berhasil ditaklukkan dengan cara dipermalukan, celananya tanggal akibat terkena sambaran panah Jayakusuma, sehingga kaki mulus sang Raja terlihat dengan jelas. Di sini terungkap tabir Raja Bali, yang sesungguhnya Dewi Candrakirana. Akhirnya Jayakusama pun menyatakan diri sebagai Raden Panji, dan berjumpa kembali dengan Candrakirana. Sementara itu di Jawa, kerajaan Kadiri jatuh di tangan kekuasaan Raja Tambini dari Sabrang. Raden Panji yang kembali menyamar sebagai Tumenggung Jayaskusuma, bersama-sama dengan pasukan kerajaan Jenggala, Urawan, dan Singasari berhasil membebaskan Kadiri dari tangan Raja Tambini. Daftar pupuh: (1) asmarandana; (2) sinom; (3) asmarandana; (4) sinom; (5) asmarandana; (6) sinom; (7) dhandhanggula; (8) pangkur; (9) durma; (10) sinom; (11) pangkur; (12) sinom; (13) durma; (14) mijil; (15) pangkur; (16) dhandhanggula; (17) durma; (18) dhandhanggula; (19) pangkur; (20) mijil; (21) kinanthi; (22) sinom; (23) pangkur; (24) durma; (25) sinom; (26) kinanthi; (27) mijil; (28) durma; (29) pangkur; (30) mijil; (31) dhandhanggula; (32) mijil; (33) sinom; (34) kinanthi; (35) durma; (36) sinom; (37) asmarandana; (38) sinom; (39) asmarandana; (40) durma; (41) pangkur; (42) durma; (43) sinom; (44) kinanthi; (45) pangkur; (46) durma; (47) pangkur; (48) durma; (49) mijil; (50) pangkur; (51) kinanthi; (52) asmarandana; (53) dhandhanggula; (54) pangkur; (55) kinanthi; (56) pangkur; (57) mijil. Naskah ini diperoleh Pigeaud dari Surasa Surasudirja yang berasal dari Banasare Bondowoso. Transaksi serah terima naskah berlangsung di Yogyakarta pada bulan Desember 1931.Kemudian pada bulan September 1932, Mandrasastra membuat uittreksel teks naskah ini. Ikhtisar tersebut juga dikoleksi oleh FSUI."
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
CP.34-NR 153
Naskah  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>