Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 73489 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zeth Boroh
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan Nordic hamstring sebagai
latihan tambahan dalam upaya perbaikan faktor risiko cedera otot hamstring pemain futsal.
Total pemain futsal (usia 18-21 tahun) berpartisipasi pada penelitian ini, 15 pemain pada
kelompok kontrol dan 16 pemain pada kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan melakukan
latihan rutin ditambahkan latihan Nordic hamstring selama 4 minggu (protokol 4 minggu)
dan kelompok kontrol melakukan latihan rutin. Pengukuran kekuatan otot hamstring dan
quadriseps dilakukan sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok dengan memakai
alat isotonik dinamometer. Perubahan hasil pengukuran dalam setiap kelompok sebelum dan
setelah perlakuan diolah menggunakan uji-t berpasangan (p < 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan kekuatan
otot hamstring (p = 0,029 pada tungkai kanan dan p = 0,007 pada tungkai kiri), terdapat
perbaikan keseimbangan kekuatan otot hamstring kanan dan kiri (p = 0,016), namun tidak
ada perbaikan rasio kekuatan otot hamstring terhadap quadriseps . Pada kelompok kontrol,
tidak terdapat peningkatan kekuatan otot hamstring, tidak ada perbaikan keseimbangan dan
tidak ada perbaikan rasio kekuatan otot hamstring terhadap quadriseps. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa latihan Nordic hamstring protokol 4 minggu adalah sebuah program
latihan yang efektif untuk memperbaiki faktor risiko cedera yang berperan dalam upaya
pencegahan cedera otot hamstring.

ABSTRACT
This research is to establish to know the Nordic hamstring exercise effectiveness as adjuvant
exercise to improve injury risk factor on futsal players hamstring muscle. College student
futsal players (age ranges 18 ? 21 year old) as participant in this research consist of 15
players as control group and 16 players as treated one. Treated one conducts routine exercise
and Nordic hamstring exercise for 4 weeks (4 weeks protocol) and control group conducts
routine exercise. Measurement of hamstring and quadriceps muscles strength are measured
before and after treatment on both group by using isotonic dynamometer device. The
difference of the results in both group before and after treatment are managed by using
paired-t test (p < 0,05).
The results shows that treated group improve their hamstring muscle strength (p = 0,029 on
right legs and p = 0,007 on the left ones), improve the balance of their left and right
hamstring strength (p = 0,016), but there is no improvement on hamstring and quadriceps
muscles strength ratio. On control group, theres is no hamstring muscle strength
improvement, no balance improvement, and no improvement on hamstring and quadriceps
muscles strength ratio. The result shows that 4 weeks protocol Nordic hamstring exercise is a
effective programme to improve injury risk factor that has a role in preventing hamstring
muscle injury., This research is to establish to know the Nordic hamstring exercise effectiveness as adjuvant
exercise to improve injury risk factor on futsal players’ hamstring muscle. College student
futsal players (age ranges 18 – 21 year old) as participant in this research consist of 15
players as control group and 16 players as treated one. Treated one conducts routine exercise
and Nordic hamstring exercise for 4 weeks (4 weeks protocol) and control group conducts
routine exercise. Measurement of hamstring and quadriceps muscles strength are measured
before and after treatment on both group by using isotonic dynamometer device. The
difference of the results in both group before and after treatment are managed by using
paired-t test (p < 0,05).
The results shows that treated group improve their hamstring muscle strength (p = 0,029 on
right legs and p = 0,007 on the left ones), improve the balance of their left and right
hamstring strength (p = 0,016), but there is no improvement on hamstring and quadriceps
muscles strength ratio. On control group, theres is no hamstring muscle strength
improvement, no balance improvement, and no improvement on hamstring and quadriceps
muscles strength ratio. The result shows that 4 weeks protocol Nordic hamstring exercise is a
effective programme to improve injury risk factor that has a role in preventing hamstring
muscle injury.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peggy
"LATAR BELAKANG: Sendi lutut adalah sendi yang paling sering terkena OA. Stabilitas dinamik sendi lutut dipengaruhi oleh otot-otot kuadrisep dan hamstring. Untuk mengoptimalkan gaya yang dihasilkan oleh otot, program latihan peregangan harus terintegrasi dalam program latihan penguatan pada OA. Namun, belum ada penelitian yang membandingkan efek berbagai teknik peregangan terhadap hasil latihan isotonik pada pasien OA lutut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan efek teknik peregangan statik dibandingkan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF terhadap outcome visual analog scale VAS, lingkup gerak sendi LGS, kekuatan otot, dan kemampuan berjalan latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut.
METODE: Desain penelitian ini adalah quasi experimental. Populasi terjangkau adalah wanita penderita OA lutut berusia 50 ndash; 70 tahun yang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi. Pada kelompok pertama, subjek diberi infra red radiation IRR, latihan peregangan statik, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Pada kelompok kedua, subjek diberi IRR, latihan peregangan PNF, dan latihan isotonik otot kuadrisep dan hamstring. Intervensi dilakukan selama 6 minggu. Penilaian nyeri menggunakan skor VAS, LGS menggunakan goniometer, kekuatan otot menggunakan hand held dynamometer, dan kemampuan berjalan menggunakan uji jalan 15 meter.
HASIL: Sebanyak 30 responden mengikuti program latihan sampai selesai, kelompok pertama dan kedua masing-masing 15 orang. Setelah 6 minggu, didapatkan perbaikan skor VAS, LGS, kekuatan otot kuadrisep dan hamstring serta uji jalan 15 meter dengan perbaikan bermakna didapatkan pada kekuatan otot hamstring pada kedua kelompok. Delta skor VAS dan uji jalan 15 meter lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF tetapi tidak berbeda bermakna. Delta kekuatan otot kuadrisep didapatkan lebih tinggi pada kelompok peregangan statik dibandingkan PNF dan berbeda bermakna p=0.033 . Delta LGS dan kekuatan hamstring lebih tinggi pada kelompok peregangan PNF dibandingkan statik tetapi tidak berbeda bermakna.
KESIMPULAN: Pemberian latihan peregangan statik maupun PNF tidak memberikan efek yang berbeda bermakna secara keseluruhan terhadap outcome latihan penguatan isotonik otot kuadrisep dan hamstring pada pasien OA lutut.

BACKGROUND. Knee joints are the joints most commonly affected by OA. The dynamic stability of the knee joint is affected by the quadriceps and hamstring muscles. Stretching exercise programs should be integrated into strengthening exercise programs in OA to optimize the force that generated by the muscle. However, there have been no studies comparing the effects of various stretching techniques on the outcome of isotonic exercise in knee OA patients. The aim of this study was to find out whether there is a difference between the effect of static stretching compared to the Proprioceptive Neuromuscular Facilitation PNF to the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients.
METHODS. The design of this study was quasi experimental. The study population is women suffering from knee OA aged 50-70 years who went to the Medical Rehabilitation Clinic RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta that meet the criteria of the study. Sampling was done using consecutive sampling and divided into two groups by randomization. In the first group, subjects were given infra red radiation IRR, static stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. In the second group, subjects were given IRR, PNF stretching exercises, and isotonic exercises of quadriceps and hamstring muscles. Intervention is done for 6 weeks. Pain assessment using VAS scores, ROM measurement using a goniometer, muscle strength measurement using a hand-held dynamometer, and walking ability measurement using a 50-feet walking test.
RESULTS. Thirty respondents were completed the exercise program, the first and second group consists of 15 people, respectively. After 6 weeks, the improvement of VAS, ROM, quadriceps and hamstring muscle strength and 50 feet walking test with significant improvement was obtained only hamstring muscle strength in both groups. Delta VAS scores and 50 feet walking test were higher in the static stretching group than PNF but not significantly different. Delta quadriceps muscle strength was significantly high er in the static stretch group than in PNF p = 0.033 . Delta ROM and hamstring muscle strength were higher in the PNF stretching group than in static but not significantly different.
CONCLUSIONS. There is no significant difference between the effect of static stretching techniques and the PNF on the outcomes visual analog scale VAS, range of motion ROM, muscle strength, and walking ability of quadriceps and hamstring muscle isotonic strengthening exercises in knee OA patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriko
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai fleksibilitas otot hamstring pada atlit voli KONI Propinsi DKI Jakarta, khususnya berdasarkan usia, jenis kelamin dan posisi bermain. Studi potong lintang terhadap 25 atlit putri dan 24 putra dengan menggunakan kotak Sit and Reach Test (SRT), dilakukan sebanyak 3 kali percobaan dan diambil nilai tertinggi diantara ketiganya. Nilai rerata fleksibilitas otot hamstring sebesar 18,21 (SD 6,5) cm, atlit putra sebesar 17,6 (SD 6,5) cm, atlit putri sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 tahun sebesar 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 tahun sebesar 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 tahun sebesar 18,79 (SD 4,6) cm, pemain penyerang sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, pemberi bola 15,5 (SD 6,3) dan pemain serba bisa 20,4 (SD 5,9) cm.

ABSTRACT
This study tends to find hamstring muscle flexibility among KONI Propinsi DKI Jakarta?s volleyball players, based on age, sex and playing position on particularly. A cross sectional study performed in 25 female and 24 male athletes using Sit and Reach Test (SRT) box had done 3 times trial with the best score was recorded. Hamstring muscle?s mean value score was 18,21 (SD 6,5) cm, male athletes was 17,6 (SD 6,5) cm, female athletes was 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 years old was 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 years old was 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 years old was 18,79 (SD 4,6) cm, hitters was 18,8 (SD 6,6) cm, centers was 15,5 (SD 6,3) while allround players was 20,4 (SD 5,9).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyani Herman
"Cedera medula spinalis (CMS) adalah kondisi cedera pada medula spinalis yang ditandai dengan gangguan pada komponen motorik, sensorik, serta otonom. Severitas gangguan yang terjadi sesuai dengan klasifikasi ASIA Impairment Scale (AIS) dan level neurologis. Salah satu gangguan yang biasa ditemui adalah kelemahan otot pernapasan. Kekuatan otot inspirasi digambarkan dengan nilai Maximal Inspiratory Pressure (MIP), diukur dengan manometer otot pernapasan (MicroRPM®), dan  ditingkatkan dengan latihan kekuatan otot inspirasi. Tesis ini disusun untuk mengetahui rerata MIP sebelum dan setelah latihan otot inspirasi menggunakan Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) pada pasien CMS fase kronis. Desain menggunakan studi intervensi one group pre and post-test. Sebelas orang penderita CMS AIS A-D dan level neurologis C5-T6 diberikan latihan otot inspirasi dengan beban sebesar 30% MIP yang disesuaikan berdasarkan pengukuran MIP setiap minggu. Latihan dengan durasi 30 menit/hari dan frekuensi 5 hari/minggu selama 6 minggu. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan data MIP sebelum dan setelah latihan selama 6 minggu. Nilai tengah MIP sebelum dan setelah latihan didapatkan sebesar 38 (30-85) cmH2O dan 85 (56-126) cmH2O dengan nilai p<0,05. Simpulan: terjadi peningkatan kekuatan otot inspirasi setelah latihan menggunakan threshold IMT pada pasien CMS fase kronis.

 


Spinal cord injury (SCI) is injury of the spinal cord characterized by disorders of the motor, sensory, and autonomic components. The severity depends on the ASIA Impairment Scale (AIS) classification and neurological level. The common problems is respiratory muscle weakness so sufferers tend to experience respiratory complications. Inspiratory muscle strength is illustrated by Maximal Inspiratory Pressure (MIP) value, measured using respiratory muscle manometer (MicroRPM®), and enhanced by inspiratory muscle strength training. This thesis is structured to determine the average MIP before and after inspiratory muscle training using Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) in chronic phase SCI patients. The study design used one group pre and post-test intervention study. Eleven people with SCI AIS A-D and neurological level C5-T6 were given inspiratory muscle training with load 30% MIP adjusted according to weekly MIP measurements. The duration is 30 minutes / day and  frequency is 5 days / week for 6 weeks. The Wilcoxon test was used to compare MIP data before and after exercise for 6 weeks. The median MIP before and after exercise was 38 (30-85) cmH2O and 85 (56-126) cmH2O with p <0.05. Conclusion: increase in inspiratory muscle strength after exercise using threshold IMT in chronic phase SCI.

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Setianing
"Latar belakang & tujuan: Paniang otot hamstring pada anak usia sekolah belum pernah diperiksa di Indonesia. Sit & reach test (SRT) seringkali dipakai untuk ini mengukur fleksibilitas punggung bawah dan otot hamstring. Tujuan penelitian adalah untuk (1) mengukur panjang otot hamstring dengan SRT dan mengukur hip joint angle (HJA) pada anak sekolah. (2) mengetahui hubungan antara SRT dan HJA (3) mengetahui perbedaan hasil kedua pengukuran diantara jenis kelamin. Subyek. Terdiri dari 136 anak sekolah dasar ( 71 laki-laki, 65 perempuan). Metode: Tiap anak diperiksa SRT, dan pada posisi akhir SRT dicatat nilai HJA menggunakan inklinometer yang diletakkan di atas tulang sakrum. Hasil Penelitian: Nilai rerata SRT adalah 22 cm dan nilai rerata HJA adalah 77 derajat. Terdapat korelasi negatif antara SRT dan HJA (-0.105). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada nilai SRT dan HJA antara anak laki-laki dan perempuan. Kesimpulan & Diskusi: Terdapat pemendekan otot hamstring pada rerata subyek penelitian. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara SRT dan HJA karena pada penelitian ini tidak ada batas minimal nilai SRT subyek. Perbedaan ras antara subyek penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, juga mengakibatkan perbedaan proporsi antropometrik. Sedangkan pada anak laki-laki dan perempuan tidak didapatkan perbedaan panjang otot hamstring yang bermakna, karena memiliki faktor antropometrik yang hampir sama. Untuk mengukur panjang otot hamstring, lebih dianjurkan untuk mengukur HJA."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Sulistyaningsih
"Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sering mengalami kelemahan otot yang disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi otot, miopati otot atau gabungan diantaranya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan juga untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot pasien yang dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan quasi experiment dengan rancangan pretest-posttest with control group dan metode pengambilan sampel dengan purposive sampling. Perbedaan kekuatan otot kaki sesudah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diuji dengan uji t independent, sedangkan perbedaan kekuatan otot tangan setelah dilakukan latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diuji dengan Man-Withney.
Hasil uji t independent menunjukkan ada perbedaan kekuatan otot kaki setelah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (nilai p = 0,027). Hasil uji Man Withney menunjukkan ada perbedaan kekuatan tangan setelah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (nilai p = 0,030). Dengan demikian institusi pelayanan perlu mengembangkan latihan fisik ini sebagai bagian dari program terapi dan rehabilitasi pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis serta perawat menjadikannya sebagai bagian integral dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

Chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis often experience muscle weakness which resulted from activity reduction, muscle atrophy, muscle myopathy or a combination of them. This study aims to determine muscle strength before and after physical exercise in the treatment group and also to know the differences of muscle strength of patients who performed physical exercise in the treatment group and control group. This study used a quasi experiment research design with pretestposttest design with control group and the sampling method with a purposive sampling. Differences leg muscle strength after physical exercise performed in the treatment group and control group were tested with independent t test, whereas differences in hand muscle strength after exercise in treatment group and control groups were tested with Man-Withney.
The results showed that there was differences on leg muscle strength after physical exercise in the treatment and control group (p = 0.027). There was differences on hand strength after physical exercise in the treatment and control group (p = 0.030). Therefore, healthcare institutions need to develop the physical exercise as part of treatment programs and rehabilitation for chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis and nurses should make it as an integral part in carrying out nursing care in such patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Maylani
"Tesis ini disusun untuk menilai pengaruh latihan penguatan otot-otot ekspirasi dalam mengurangi gejala sleep apnea pada pasien Obstructive Sleep Apnea dengan obesitas menggunakan metode penelitian Evidence-Based Case Report (EBCR). Pencarian literatur dilakukan pada Pubmed, ProQuest, EBSCOHost, Scopus dan Cochrane sesuai dengan pertanyaan klinis. Penelitian ini menggunakan Randomized Controlled Trial pada satu jurnal yang didapat untuk menilai kualitasnya berdasarkan validitas, kepentingan dan aplikabilitasnya. Dari hasil Randomized Controlled Trial didapatkan bahwa subjek penelitian adalah pasien Obstructive Sleep Apnea dengan obesitas. Kesimpulan penelitian ini adalah latihan penguatan otot-otot ekspirasi dapat mengurangi gejala sleep apnea dengan menurunkan nilai Apnea-Hypopnea Index pada pasien Obstructive Sleep Apnea

This thesis was designed to assess the effect of expiratory muscle strengthening exercises in reducing sleep apnea symptoms in Obstructive Sleep Apnea patients with obesity using an evidence-based case report (EBCR) research method. A literature search was performed on Pubmed, ProQuest, EBSCOHost, Scopus and Cochrane according to clinical questions. This study uses a Randomized Controlled Trial in one journal obtained to assess its quality based on its validity, importance and applicability. From the results of the Randomized Controlled Trial, it was found that the research subjects were Obstructive Sleep Apnea patients with obesity. The conclusion of this study is that expiratory muscle strengthening exercises can reduce sleep apnea symptoms by reducing the Apnea-Hypopnea Index value in Obstructive Sleep Apnea patients"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhwan Zein
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas dan penerimaan latihan FIFA 11+ pada pemain futsal berusia muda sebagai program untuk meningkatkan komponen kebugaran fisik. Sembilan pemain futsal (usia 15-17 tahun) pada kelompok eksperimen dan sebelas pemain (16-18 tahun) pada kelompok kontrol berpartisipasi dalam penelitian ini. Kelompok eksperimen melakukan latihan FIFA 11+ 2x /minggu selama 4 minggu dan kelompok kontrol melakukan latihan rutin biasa. Pengukuran kebugaran fisik dilakukan sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. Perubahan hasil pengukuran dalam setiap kelompok (pre dan post test) diolah menggunakan uji-t berpasangan (p < 0,05). Perubahan hasil pengukuran pada kedua grup akan dibandingkan menggunakan uji-t tidak berpasangan (p < 0,05). Diskusi kelompok terarah dilakukan kepada kelompok eksperimen untuk mengetahui persepsi latihan FIFA 11+ yang telah dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan kelompok eksperimen mengalami peningkatan pada kekuatan batang tubuh (p = 0,007) dan kelincahan (p = 0,01). Tidak terdapat perubahan komponen kebugaran fisik yang bermakna pada kelompok kontrol. Peningkatan kelincahan yang dialami kelompok eksperimen berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol (p = 0,039). Hasil diskusi kelompok terarah menunjukkan bahwa mayoritas pemain dan pelatih merasa latihan FIFA 11+ mudah dilakukan, bermanfaat dan dapat diterapkan pada setiap sesi pemanasan latihan futsal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa FIFA 11+ adalah sebuah program latihan yang efektif dalam meningkatkan komponen kebugaran fisik yang berkontribusi dalam pencegahan cedera.

The aim of this study is to determine the effectiveness and acceptance of FIFA 11+ training in youth futsal players as means of improving physical fitness components. Nine experiment subjects (age 15-17 years old) and 11 control subjects (age 16-18 years old) participated in this study. The experiment (EXP) group underwent FIFA 11+ training twice per week for four weeks while the control (CON) group underwent routine futsal training. Both EXP and CON groups performed a physical fitness test prior to and after the intervention. Change in performance (pre-post test) for each group were analyzed using dependent t-test (p < 0,05). Change in performance within EXP and CON group were compared using independent t-test (p < 0,05). Focus group discussion was conducted for the experiment group to evaluate subject’s perception on FIFA 11+ training.
The results showed that core strength ((p = 0,007) and agility (p = 0,01) of the EXP group increased, while no change were observed in the CON group. The agility in EXP group increased significantly compared to the CON group (p = 0,039). The results of focus group discussion showed that most players and coach considered FIFA 11+ training easy to perform, beneficial, and can be used as a routine warm up in futsal training. These results suggest that FIFA 11+ is an effective program to improve certain physical fitness components that contribute in preventing injury.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Priambodo Kusumo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan Chin Tuck Against Resistance (CTAR) dengan latihan Shaker terhadap peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid pada pasien karsinoma nasofaring dengan disfagia pasca kemoradiasi. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan pada karsinoma nasofaring pasca kemoradiasi yang datang berobat ke Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan nilai kekuatan kontraksi otot suprahyoid dengan menggunakan alat Vitalstim. Data diambil pada baseline, minggu ke-2, dan minggu ke-4. Latihan dilakukan di rumah dan latihan biofeedback di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo 2 kali seminggu. Subjek penelitian terdiri dari 8 Latihan CTAR dan 6 latihan Shaker. Terdapat peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid pada Latihan CTAR pada minggu ke-2 dry swallowing : 93,5(51-118), p<0,05, isotonik : 114(48-140), p<0,05. Peningkatan kekuatan kontraksi otot suprahyoid Latihan Shaker terjadi pada minggu ke-4 dry swallowing :102,5(35-162), p<0,05, isometrik : 83(61-139), p<0,05, Isotonik : 121(73-151), p<0,05. Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan jika dibandingkan antara Latihan CTAR dan Latihan Shaker. Kesimpulan penelitian ini adalah kedua kelompok menunjukkan peningkataan kekuatan kontraksi otot suprahyoid dari data baseline setelah 4 minggu latihan, namun perbandingan antar kedua kelompok tidak berbeda signifikan. Latihan CTAR memberikan perbaikan sejak minggu ke-2, sedangkan latihan Shaker pada minggu ke-4.

This study aims to determine the effect of Chin Tuck Against Resistance (CTAR) exercise with Shaker exercise on increasing the strength of suprahyoid muscle contraction in nasopharyngeal carcinoma patients with post-chemoradiation dysphagia. This research is a preliminary study on nasopharyngeal carcinoma after chemoradiation who came to the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. Examination of the strength value of suprahyoid muscle contraction using the Vitalstim tool. Data were taken at baseline, week 2, and week 4. Exercises were performed at home and biofeedback exercises at the Medical Rehabilitation Polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital twice a week. The study subjects consisted of 8 CTAR exercises and 6 Shaker exercises. There was an increase in suprahyoid muscle contraction strength in CTAR Exercise at week 2 of dry swallowing: 93.5 (51-118), p<0.05, isotonic: 114(48-140), p<0,05. Increased suprahyoid muscle contraction strength Shaker exercise occurred at week 4 dry swallowing: 102.5 (35-162), p<0.05, isometric: 83 (61-139), p<0.05, Isotonic: 121(73-151), p<0,05. There was no significant difference when compared between CTAR Exercise and Shaker Exercise. This study concludes that both groups showed increased suprahyoid muscle contraction strength from baseline data after 4 weeks of training. Still, the comparison between the two groups was not significantly different. CTAR exercise provides improvement since week 2, while the Shaker exercise in week 4. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Savitri Koeswardhani
"ABSTRACT
LATAR BELAKANG: Neuropati diabetes adalah komplikasi diabetes melitus tipe dua DMT2 yang paling sering terjadi. Polineuropati sensori motor distal simetris merupakan tipe yang paling banyak, dimana terdapat gangguan sensoris yang menyebabkan sensori ataxia dan gangguan motorik yang menyebabkan penurunan massa dan kekuatan otot tungkai. Gangguan tersebut menyebabkan gangguan fungsional berupa gangguan keseimbangan yang dapat ditatalaksana dengan pemberian latihan keseimbangan dengan atau tanpa disertai latihan penguatan otot tungkai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemberian latihan keseimbangan yang disertai latihan penguatan otot tungkai pada penderita neuropati diabetes terhadap fungsi keseimbangan dibandingkan dengan pemberian latihan keseimbangan saja. METODE: Desain penelitian ini adalah quasi experimental. Populasi terjangkau adalah perempuan dan laki-laki usia 45-65 tahun dengan neuropati diabetes yang datang berobat ke poliklinik endokrin dan saraf rumah sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang memenuhi kriteria penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dan dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi. Kelompok perlakuan diberi latihan keseimbangan disertai latihan penguatan otot tungkai dan kelompok kontrol diberi latihan keseimbangan saja. Intervensi dilakukan selama 8 minggu. Penilaian fungsi keseimbangan dilakukan dengan pemeriksaan Berg Balance Scale BBS dan posturografi statik. Penilaian kekuatan empat kelompok otot tungkai menggunakan hand held dynamometer. HASIL: Sebanyak 12 responden mengikuti program latihan sampai selesai, kelompok perlakuan 8 orang dengan rerata skor BBS 49,13 2,90 dan kelompok kontrol 4 orang dengan rerata skor BBS 49,75 1,26. Setelah 8 minggu didapatkan perbaikan skor BBS pada kedua kelompok, yaitu 4,00 1,2 pada kelompok perlakuan dan 2,25 0,9 pada kelompok kontrol dengan perbedaan signifikan p = 0,030 . Pada pemeriksaan posturografi, terdapat kecenderungan perbaikan parameter posturografi. Pada penilaian kekuatan otot didapatkan perbaikan kekuatan otot pada keempat kelompok otot tungkai kedua kelompok. Perbedaan signifikan didapatkan pada kelompok otot hip abduktor dekstra, sebesar 5,53 1,94 pada kelompok perlakuan dan 1,80 2,38 pada kelompok kontrol p = 0,006 dan pada kelompok otot hip abduktor sinistra, sebesar 6,26 2,82 pada kelompok perlakuan dan 2,03 3,24 pada kelompok kontrol p = 0,042 . KESIMPULAN: Pemberian latihan keseimbangan disertai latihan penguatan otot tungkai lebih efektif dalam meningkatkan fungsi keseimbangan dibandingkan dengan pemberian latihan keseimbangan saja pada pasien neuropati diabetes.
"
"
"ABSTRACT
"
BACKGROUND. Diabetic neuropathy is the most common complication of type two diabetes melitus. Distal symmetrical sensorimotor polyneuropathy is the most common type, where sensory deficit will cause sensory ataxia and motor deficit will cause decrease muscle mass and strength. These will cause balance problems in patients. One of treatments for balance problems is balance exercise with or without lower extremity strengthening exercise. The aim of this study is to determine the efficacy of balance and lower extremity strengthening exercise on balance functions compare to balance exercise alone in patient with diabetic neuropathy. METHODS. Design of the study is quasi experimental. The population was male and female patient with diabetic neuropathy aged 45 65 years old who came to endocrine and neurology Outpatient Department Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta who fit the criteria. Sampling was done by consecutive sampling, and were divided into two groups by randomizations. The intervention group was given balance and lower extremity strengthening exercise, and the control group was given balance exercise alone. Balance function measurement was done by using Berg Balance Scale BBS and static posturography. Measurement of muscle strength on four lower extremity muscle group was done by using hand held dynamometer. RESULTS. Twelve respondents were completed the exercise program, the intervention group 8 people with mean BBS score 49,13 2,90 and control group 4 people with mean BBS score 49,75 1,26. After 8 weeks of exercise, there are improvements in BBS score in both groups, 4,00 1,2 on intervention group and 2,25 0,9 on control group with significant difference p 0,030 . On static posturography examination there were tendency of improvements in posturography parameters. On muscle power measurements, there are improvements in muscle power in all four muscle groups in both groups. Significant difference was found in right hip abductor muscle group 5,53 1,94 on intervention group and 1,80 2,38 on control group p 0,006 and on left hip abductor muscle group 6,26 2,82 on intervention group and 2,03 3,24 on control group p 0,042 . CONCLUSIONS. Balance and lower extrimity strengthening exercise is more effective in improving balance function compare to balance exercise alone in patient with diabetic neuropathy."
2016
T55625
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>