Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 201379 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Nugraha Murnawan
"Tesis ini dilatarbelakangi proses revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas yang tidak kunjung selesai pada periode DPR tahun 2009-2014. Adanya relasi kepentingan politik dan ekonomi membuat revisi UU ini terpaksa dilanjutkan oleh DPR periode selanjutnya. Terhambatnya proses tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum dalam sektor migas di Indonesia karena BP Migas dibubarkan pada tahun 2012 yang lalu. Kemudian pengganti BP Migas yakni SKK Migas dianggap merupakan perwujudan lain dari BP Migas. Selain itu, salah satu rekomendasi panitia angket BBM tahun 2009 menyebutkan agar revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas diselesaikan oleh DPR periode 2009-2014. Unit analisa dari penelitian ini adalah proses revisi UU Migas oleh Komisi VII yang juga melibatkan asosiasi pengusaha dan masyarakat sipil.
Metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif. Data diperoleh melalui studi literatur, dan wawancara. Beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori elit, teori pilihan rasional, teori perumusan kebijakan, teori politik kebijakan dan teori otonomi relatif negara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya tarik menarik kepentingan dalam proses revisi UU Migas sehingga menyebabkan proses revisi UU tersebut menjadi terhambat. Selain itu, pada proses perumusaan kebijakan yang strategis seperti migas, intervensi dan kepentingan pelaku bisnis sulit untuk dihindarkan. Kelompok elit juga berperan terhadap terhambatnya proses revisi UU Migas di DPR pada periode 2009-2014.
Kesimpulan dari penelitian ini ialah selalu ada relasi antara kepentingan politik dan bisnis pada sektor-sektor strategis, tidak terkecuali migas. Kepentingan elit baik politik maupun bisnis untuk membentuk badan pengusahaan menjadi salah satu indikasi lain munculnya relasi di antara kelompok-kelompok tersebut. Selain itu, tarik-menarik kepentingan dalam isu kelembagaan sektor migas merupakan faktor utama yang menghambat proses revisi UU Migas. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Reza Hariyadi
"Latar belakang penelitian ini adalah terjadinya konflik politik akibat penerapan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas selama tahun 2003-2012. Konflik politik berlangsung dalam arena judicial review di Mahkamah Konstitusi tahun 2003 dan 2012, dan konflik politik di DPR dalam pembentukan Pansus BBM tahun 2008, serta perumusan APBN-P tahun 2012. Ada anggapan bahwa UU Migas sangat liberal, ditunggangi kepentingan asing dan bertentangan dengan UUD 1945, serta mengancam hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, rumusan masalah yang hendak diteliti adalah bagaimana karakter ideologis dari UU Migas dan pengaruhnya terhadap peran aktif negara dalam tata kelola migas? Bagaimana dinamika konflik tersebut berlangsung? Serta bagaimana konflik politik tersebut diselesaikan?.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori Ideologi Seliger , Liberalisme Ekonomi Hayek , Nasionalisme Ekonomi List , Konflik dan Konsensus Politik Rauf dan Cosser , serta teori MNC Gilpin.
Kesimpulan penelitian menunjukkan karakter ideologis UU Migas yang liberal telah meminimalisasi peran negara untuk mengatur harga BBM, pengelolaan langsung usaha hulu dan hilir, pemberian kewenangan monopoli pada BUMN, serta membatasi ekspansi asing di hulu dan hilir migas. Hal tersebut memicu penolakan di MK dan DPR dengan justifikasi nasionalisme ekonomi untuk mengembalikan peranan negara dalam tata kelola migas. Justifikasi ideologis bersifat operatif, baik untuk kepentingan mengamankan akses terhadap sumber daya migas maupun akses terhadap posisi kekuasaan politik. Konflik berakhir dengan penyelesaian yang diterima semua pihak dan menjadi katup penyelamat bagi kepentingan bersama.
Temuan penelitian menunjukkan adanya gelombang nasionalisme ekonomi yang diartikulasikan dengan mekanisme judicial review untuk menentang berbagai kebijakan yang liberal. Judicial review di MK menjadi arena konflik politik baru selain arena legislasi di DPR. Implikasi teoritis dari penelitian ini, teori liberalisme ekonomi Hayek cenderung kurang memadai untuk menjelaskan anomali adanya liberalisasi yang dipadukan dengan perencanaan pemerintah seperti kebijakan target lifting, subsidi dan cost recovery. Teori MNC Gilpin juga cenderung kurang memadai untuk menjelaskan terjadinya infesiensi MNC Migas dalam produksi migas dengan naiknya cost recovery. Sementara itu, teori ideologi Seliger relevan untuk menjelaskan terjadinya justifikasi ideologis operatif dalam relasi konflik. Begitu pula dengan teori konflik Rauf dan katup penyelamat Cosser relevan untuk menjelaskan masalah penelitian.Kata kunci :konflik migas, ideologi, liberalisme, nasionalisme, MNC dan katup penyelamat.

The background of this dissertation is the political conflicts incited by the implementation of Act No. 22 of 2001 on Oil and Gas which occurred during 2003-12012. The conflicts took several forms during this time period: a judicial review in the constitutional court 2003 and 2012 , the formation process of a special assembly on oil and gas 2008 , and the formulation of the changes in government budget. These problems are mainly caused by the perception that the act is very liberal, benefits foreign interests, contradicts the Constitution, and endangers the wellbeing of many. Based on these facts, this dissertation aims to research three matters: 1 the ideological character of the act and its effect on the state's governance on oil and gas; 2 the dynamics of the conflict; and 3 the resolve of the conflict. The methodology of this research is qualitative and uses case studies, while the data is primarily collected through literary reviews and indepth interviews. Seliger's ideology theory, Hayek's economic liberalism theory, List's economic nationalism, Rauf and Cosser's conflict and consensus theory, as well as Gilpin's MNC theory are used in this dissertation.
This research reveals that the ideological character of the Oil and Gas Act, which is liberal, minimizes the state's role in setting the price, managing the businesses, giving state-owned enterprise authority to monopolize, and limiting foreign expansion in the oil and gas sector. Due to these reasons, the Constitutional Court rejected the act by using economic nationalism as a justifying argument. The purpose is to secure the state's accessibility to oil and gas resources, as well as to secure political sovereignty. The conflict ended with a settlement that is accepted by all parties and became the rescue valve of mutual interests.
The principal findings of this study reveal that a wave of economic nationalism was evident, and was articulated through judicial review, which opposes various liberal policies. Aside from legislation in the People's Representative Assembly, it became the new birthplace and arena of political conflicts. The theoretical implication of this study is that Hayek's economic liberalism theory is often irrelevant, mainly because of its inability to elaborate the anomalies regarding liberalization and the government's plan, such as lifting target, subsidies, and cost recovery. Gilpin's MNC theory proves to be irrelevant because it fails to explain the production inefficiency of oil and gas MNC in relations to the increase of cost recovery. Meanwhile, Seliger's ideology theory is relevant for it explains the occurrence of operative ideological justification in relations to conflict. This also applies Rauf and Cosser's conflict theory.Keywords: oil and gas conflict, liberalism, nationalism, multinational corporations, and safety valve.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rine Nine Furusine
"Ditahun 2010 Undang-Undang Migas No. 22 Tahun 2001 ditetapkan akan revisi. Alasannya, diundangkannya undang-undang ini menimbulkan berbagai permasalahan, khususnya diindustri hulu. Tesis ini meneliti ketentuan apa saja dalam undang-undang tersebut yang harus direvisi dan apakah system kontrak PSC harus direvisi karena tidak memiliki asas keadilan. Metode penelitiannya yuridis normative dan mengolah data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan dalam UU migas yang harus direvisi menyangkut tiga aspek, yaitu kurang tegasnya ketentuan mengenai preferensi kepentingan dalam negeri; rumitnya birokrasi yang dapat menghambat investasi; dan efektifitas Badan Pelaksana. Penelitian ini juga menunjukan bahwa system kontrak PSC sudah menganut asas keadilan, sehingga sistem ini tidak perlu diubah.

In the year of 2010, natural oil and gas act No.22 year 2001 planned for revision. The reason beyond is this act has been predicted to causing several problems, especially in upstream industry. This study aims to examine on critical points that need revisions of the act and whether the PSC contract system need to be revised to fulfill social justice aspects. This study using juridical normative as research method and processing secondary data. The result of the study indicates that, critical points that need revision consisting of three aspects, the lack of firmness of ruling for domestic preference, complicated bureaucracy which impede investment and the effectiveness of executor body. This study result show also that the PSC contract system has no need to be revised as it already fulfilled social justice aspect."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunto Wibisono
"Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang PERTAMINA, dimana dinyatakan bahwa Negara memberikan kuasa pertambangan secara penuh dan mutlak kepada suatu Perusahaan Negara yang didirikan dengan undang-¬undang.
PERTAMINA sebagai pelaksana kuasa pertambangan migas Negara, berdasarkan Pasal 12 UU No. 811971 melakukan kerjasama dengan kontraktor dalam bentuk "Kontrak Production Sharing"; selain itu pada wilayah kerja pertambangan yang dikelola juga melakukan kegiatan operasi sendiri serta melakukan kontrak kerjasama dengan model Kontrak Production Sharing yang salah satunya dalam bentuk Technical Assistance Contract (TAC).
UU No. 2212001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan peraturan pelaksaan nya PP No. 42/2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta PP No. 3512004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, mengalihkan pelaksanaan kuasa pertambangan kepada BP Migas, dan selanjutnya PERTAMINA fokus hanya sebagai pengusaha dibidang energi berubah menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) yang diwajibkan untuk mengadakan kontrak kerja sama dengan BPMIGAS untuk kontrak wilayah kerja pertambangan yang telah ada.Berdasarkan UU No. 2212001 tersebut BPMIGAS berperan sebagai Manajemen Kontrak baik bagi KPS maupun PT PERTAMINA (PERSERO) sebagai operator kontrak.
Sesuai dengan Ketentuan Pengalihan yang diatur pada Pasal 104, PP No. 35/2004 peran manajemen kontrak TAC adalah PT PERTAMINA (PERSERO) Direktorat Hulu yang juga dibawah kendali manajemen kontrak BPMIGAS, hal ini dapat diartikan bahwa dalam manajemen kontrak TAC berdasarkan UU No. 22/2001 tidak sesuai lagi karena terdapat super manajemen yaitu BPMIGAS. Diperlukan pengaturan-pengaturan dan kesepakatan lebih lanjut dari Pemerintah, BP Migas dan PT PERTAMINA (PERSERO) agar ada kepastian hukum kontrak TAC sebagai dasar untuk mengadakan perubahan/amandemen agar sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Handayani
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai konsep, tujuan, pengaturan, dan permasalahan dalam kewajiban penyerahan minyak bumi oleh kontraktor di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundangundangan, buku, dan wawancara dengan narasumber.
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan bahwa didalam pengaturan mengenai kewajiban penyerahan minyak bumi banyak terjadi inkonsistensi antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Masalah-masalah dalam implementasi kewajiban penyerahan minyak bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga beragam. Namun, secara garis besar adanya pengaturan kewajiban penyerahan minyak bumi untuk kebutuhan dalam negeri, tidak mempunyai dampak yang signifikan dengan masuknya arus penanaman modal di bidang minyak dan gas bumi.

This research aims to determine the concept, purpuses, regulation, and implementations of Domestic Market Obligation for oil and gas industries. This research is normative legal research using secondary data such as, legislation, books, and interview with experts.
From this research it is concluded that the regulation of Domestic Market Obligation of crude oil are incosistent between the regulations itself. Also in this research analyzes the problems that arise as a result of regulation regarding DMO to fullfil domestic needs. And the regulation of DMO, does not have a significant impact with the influx of oil and gas Investment in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56081
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajie Ramdan
"Pengujian konstitusionalitas Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tiga permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai (1) legal standing pemohon dalam pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; (2) pertimbangan hakim konstitusi memberikan legal standing kepada pemohon dalam pengujian Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi; serta (3) usulan pemberian legal standing terhadap pemohon dalam perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan bahan hukum berupa putusan Mahkamah Konstitusi, peraturan perundang-undangan, serta tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hukum tata negara. Adapun jenis penelitian ini adalah yuridisnormatif.
Teori dalam menilai pemohon memiliki legal standing atau tidak, salah satunya adalah teori legal standing. Teori legal standing point d?interet point d?action yaitu tanpa kepentingan tidak ada suatu tindakan. Para pemohon dalam perkara No. 36/PUU-X/2012 dan No. 7/PUU-XI/2013 tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan. Karena para pemohon tidak mengalami langsung kerugian konstitusional yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual dari dua (2) undang-undang yang diuji materi di Mahkamah Konstitusi atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi. Mahkamah tidak tepat menilai para pemohon dalam perkara No. 36/PUUX/ 2012 dan No. 7/PUU-XI/2013 memiliki legal standing. Karena para pemohon tidak memiliki dasar (kepentingan) untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Selain itu terdapat dissenting opinion hakim konstitusi yang menguatkan bahwa para pemohon tidak memiliki legal standing. Sehingga Mahkamah Konstitusi tidak tepat menilai para pemohon memiliki legal standing. Perlu adanya perbaikan atas penentuan legal standing yang lebih ketat.

Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment of the Law No. 24 of 2003 on the Constitutional Court against the Constitution of the Republic of Indonesia Year 1945, which was registered with the case number and case number 7/PUU-XI/2013 36/PUU-X/2012. This study departs from the appropriateness of the valuation given legal standing by the Constitutional Court. Clarity regarding the legal standing of the complex requires further assessment. Three issues are addressed in this study is about (1) the applicant's legal standing in the judicial review of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court; (2) consideration of the constitutional judges give legal standing to the applicant in the judicial review of Law No. 22 Year 2001 on Oil and Gas and Law No. 8 of 2011 on the Amendment Act No. 24 of 2003 on the Constitutional Court; and (3) the proposed granting legal standing of the applicant in the case of judicial review in the Constitutional Court. To answer these problems, this study used a legal substance of the Constitutional Court decision, legislation, and writings relating to constitutional law. The type of this research is the juridical-normative.
Theory in assessing the applicant has legal standing or not, one of which is the theory of legal standing. Theory of point d'interact legal standing point d'action that is without the benefit of no action. No. The applicant in the case. 36/PUU-X/2012 and No.7/PUU-XI/2013 not have legal standing to appeal. Because the applicant did not experience direct losses specific constitutional (specifically) and the actual of two (2) laws that material tested in the Constitutional Court, or at least the potential is based on logical reasoning will surely occur. The Court did not precisely assess the applicant in the case of No.36/PUU-X/2012 and No.7/PUUXI/2013 have legal standing. Because the applicant has no basis (interest) to apply for judicial review. In addition there are constitutional judges dissenting opinion affirming that the applicant has no legal standing. So that the Constitutional Court did not assess the applicant's right to have legal standing. There needs to be an improvement over the determination of more stringent legal standing.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezna Pasa Revuludin
"Pengelolaan gas bumi di Indonesia telah memasuki era baru dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang ini telah membuka persaingan usaha dan investasi yang seluas-luasnya kepada swasta dan koperasi untuk terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pengusahaan di sektor minyak dan gas bumi nasional. Namun, hal ini bukan berarti pemerintah telah mendorong pengelolaan gas bumi di Indonesia menuju persaingan usaha pada pasar bebas, Pemerintah tetap berkuasa untuk menjalankan kebijakan yang dibuat dalam rangka mencapai tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Salah satu kebijakan tersebut dibuat dalam rangka efisiensi pengelolaan gas bumi di Indonesia dengan menyusun kebijakan pemisahan rangkaian usaha unbundling pada pengelolaan gas bumi.
Tujuan dilakukan unbundling tersebut adalah untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat dalam penyediaan gas bumi nasional, sehingga dapat meningkatkan daya saing dan kualitas pelayanan dan pendistribusian gas bumi kepada masyarakat yang membutuhkan. Efisiensi dapat dilakukan tidak hanya melalui kompetisi yang sehat, tetapi juga berdasarkan kegiatan monopoli yang diawasi pemerintah, khususnya terhadap kegiatan pengangkutan transmisi dan/atau distribusi gas bumi melalui pipa.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Yuridis-Normatif berdasarkan pengumpulan data sekunder, dibuat dalam rangka memberikan gambaran menyeluruh mengenai pelaksanaan kebijakan unbundling berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 dan peraturan pelaksanaannya dengan mengambil studi terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pengangkutan gas bumi yang dilakukan oleh PT. Trasnportasi Gas Indonesia TGI.
Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa unbundling pengelolaan gas bumi di Indonesia dilakukan berdasarkan pemisahan entitas hukum antara pelaku i Kegiatan Usaha Hulu dengan Kegiatan Usaha Hilir dan ii Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa pada Ruas Transmisi dan/atau Jaringan Distribusi dengan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Melalui Pipa. Namun tidak diatur batasan untuk penguasaan vertikal terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan gas bumi melalui pipa, sehingga masih memungkinkan untuk dilakukan penguasaan monopoli antara kegiatan penyediaan dan pengangkutan gas bumi. Untuk itu Pemerintah dituntut untuk melakukan pengawasan dengan ketat agar pengusahaan pengangkutan gas bumi dapat berjalan seefisien mungkin dengan prinsip pemanfaatan bersama yang berkeadilan sosial.

Indonesian gas market has entered a new era with the enactment of Law No. 22 of 2001 regarding Oil and Natural Gas. This law has create competition and opportunities for direct or indirect investment of private own company or cooperatives in oil and gas sector. But, that doesn't mean the government has promoted competition in oil and gas sector based on a free market competition, the government still has the power to execute a policy for achieving state's purpose, which is to bring prosperity and promoting welfare among the people of Indonesia.One of the policy to create an efficient natural gas market is by stipulating unbundling policy in natural gas industry.
The purpose of unbundling is to create a healthy competition, so it will promote competitiveness and enhances quality services for distribution of natural gas to the people. Efficiency can be made not only from creating a competition in the market, but it could also be made by regulated monopoly, especially in transportation activity transmission and or distribution of natural gas through pipelines.
This research will be carried out using the methodology of Juridical Normative approach based on collected secondary data, the purpose is to describe the implementation of unbundling policy based on Law No. 22 of 2001 and the derivative regulations in the study of PT. Transportasi Gas Indonesia TGI's Transmission Pipelines.
From this research, we shall know there are legal unbundling between i upstream oil and gas activity and downstream oil and gas activity, and also between ii trading and transporting activities of natural gas through transmission and or distribution pipelines. But there are no limitation to vertically control a gas transportation company, so there are plenty of opportunities to monopolize the supply and distribution of natural gas market through pipelines. Therefore the government have to regulate the market tightly so the natural gas industry can be managed in the most efficient way and shared by the principal of social justice.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T47204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinni Melanie
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh adanya perubahan regulasi di bidang Minyak dan Gas Bumi di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam Tesis ini adalah bagaimana dampak kebijakan di bidang Minyak dan Gas Bumi sebelum dan sesudah berlakunya UU No. 22/2001 terhadap persaingan usaha di bidang distribusi penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum (SPBU) di Indonesia.
Regulasi yang diteliti dalam Tesis ini adalah regulasi sebelum berlakunya UU No. 22/2001 yaitu UU No. 44 Prp/1960 dan UU No. 8/1971, dan regulasi sesudah berlakunya UU No. 22/2001 yaitu UU No. 22/2001 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003.
Tujuan Tesis ini adalah untuk mengukur dampak kebijakan di sektor Minyak dan Gas Bumi baik sebelum maupun sesudah berlakunya UU No. 22/2001 terhadap 7 (tujuh) indikator persaingan yaitu pelaku usaha lama, perusahaan baru, harga dan produksi BBM, kualitas dan keragaman barang dan jasa, inovasi, pertumbuhan pasar dan pasar yang terkait.
Untuk mengukur pengaruh suatu regulasi terhadap persaingan, analisis dalam Tesis ini menggunakan panduan yang disusun oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Panduan tersebut terdiri dari seperangkat pertanyaan dalam "Competition Checklist" yang digunakan pada tahap evaluasi awal dan Competition Assessment Toolkit yang digunakan pada tahap evaluasi menyeluruh. Selanjutnya, hasil yang diperoleh berdasarkan panduan tersebut dianalisa dengan menggunakan metode pendekatan perbandingan untuk menguji masing-masing indikator persaingan antara regulasi sebelum dengan regulasi sesudah berlakunya UU No. 22/2001.
Berdasarkan perbandingan tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa setelah berlakunya UU No. 22/2001, persaingan usaha di bidang distribusi penjualan BBM di SPBU di Indonesia berlangsung lebih baik dibandingkan dengan regulasi sebelumnya. Regulasi setelah berlakunya UU No. 22/2001 berdampak positif terhadap pelaku usaha lama, perusahaan baru, harga dan produksi untuk BBM Non Subsidi, kualitas dan keragaman barang dan jasa, inovasi, pertumbuhan pasar dan pasar terkait. Salah satu dampak negatif regulasi tersebut terhadap persaingan adalah terkait dengan harga dan produksi untuk BBM Bersubsidi. Hal ini dikarenakan dibatalkannya salah satu ketentuan dalam UU No. 22/2001 mengenai penerapan mekanisme pasar dalam penentuan harga BBM oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 002/PUU-I/2003.

The background of this Thesis was the deregulation of Oil and Gas Policy in Indonesia. The main concern of this Thesis was the impact of Oil and Gas Policy, both before and after the promulgated of Law Number 22 Year 2001, toward Business Competition in Fuel Distribution at Gas Station in Indonesia.
The regulations studied in this Thesis are regulations before the promulgated of Law Number 22 Year 2001, i.e. Law Number 44 Prp Year 1960 and Law Number 8 Year 1971, and the regulations after the promulgated of Law Number 22 Year 2001, i.e. Law Number 22 Year 2001 and Constitutional Court Verdict on Case Number 002/PUU-I/2003.
The purpose of this Thesis is to measure the impact of Oil and Gas Policy, both before and after the promulgated of Law Number 22 Year 2001, toward 7 (seven) competition indicators, i.e. incumbent, new entrants, fuel price and production, quality and variety of product and service, innovation, market growth and related market.
In order to measure the impact of regulation toward competition, this analysis utilized OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development's guideline. This guideline consist of a set of questions namely Competition Checklist which used in initial evaluation and Competition Assessment Tool Kit which used in full evaluation. Futhermore, the result based on those guideline and questions will be analyzed by using a comparative approach method to evaluate each competition indicators between regulations before and after the promulgated of Law Number 22 Year 2001.
On the basis of comparation of each competition indicators, it is concluded that after the Law Number 22 Year 2001 came into effect, the business competiton in fuel distribution at Gas Station in Indonesia is better than when the previous regulations applied. Law Number 22 Year 2001 confer positive impact on incumbent, new entrants, fuel price and production of Non Subsidized Fuel, quality and variety of product and service, innovation, market growth and related market. One of the negative impact of those regulation toward the competition is related to fuel price and production of Subsidized Fuel. It caused by the nullification of one of the rule in Law Number 22 Year 2001 by Constitutional Court Verdict on Case Number 002/PUU-I/2003 concerning the implementation of market mechanism in determining Fuel Price."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2009
T28762
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hutajulu, Jou Samuel
"Setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi terdapat ketentuan-ketentuan baru yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha hulu LNG existing. Antara lain, ditariknya kembali kuasa pertambangan yang dipegang PERTAMINA oleh pemerintah, lahirnya BPMIGAS, berubahnya PERTAMINA menjadi PT. Pertamina (persero) melalui, dan adanya pengalihan kontrak-kontrak dalam kegiatan usaha hulu LNG existing. Atas keadaan tersebut maka penulis merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain bagaimanakah perkembangan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi di Indonesia, bagaimanakah struktur kontrak dalam kegiatan usaha LNG yang telah berjalan (existing) setelah berlakunya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang mninyak dan gas bumi, dan apa kendala setelah berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi dalam kegiatan usaha LNG. Penulis melakukan penelitian kepustakaan dengan mengkaji beberapa data sekunder seperti buku, peraturan perundang-undangan, dan wawancara narasumber. UU No. 22 tahun 2001 telah mengubah struktur kontraktual kegiatan bisnis LNG Existing. Kontrak pokok dan kontrak-kontrak turunan lainnya, kecuali Kontrak jual beli dan kontrak trasportasi, dialihkan ke BPMIGAS. Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 1869 K/10/MEM/2007, kontrak-kontrak turunan yang telah dialihkan ke BPMIGAS (berdasarkan UU No. 22 tahun 2001) dikuasakan kembali ke PT. Pertamina (persero). Kedudukan dan kapasitas hukum BPMIGAS selaku pengawas kegiatan usaha hulu melalui PSC berdasarkan UU nomor 22 tahun 2001 tidak sama dengan PERTAMINA berdasarkan UU nomor 44 PRP/1960 jo. UU nomor 8 tahun 1971. Mengingat ada kontrak-kontrak yang beralih dari PERTAMINA ke BPMIGAS, dan adapula yang tidak dialihkan, sementara terdapat perbedaan kedudukan dan kapasitas hukum antara BPMIGAS dengan PERTAMINA. Secara normatif hal ini akan menimbulkan persoalan hukum yang dapat berpotensi menimbulkan Breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Sari
"Sejak ditetapkannya putusan MK yang membatalkan beberapa pasal di UU Migas No. 22 Tahun 2001, struktur pengaturan kebijakan migas terlihat ambigu dan menyebabkan stabilitas ekonomi nasional terganggu. Keberpihakkan pemerintah masih relatif lemah dalam upaya peningkatan kemampuan nasional di bidang Migas. Bagaimana pemenuhan kebutuhan publik di Indonesia dapat berlangsung efektif dan pengadaan cadangan Migas di Indonesia. Kebijakan yang ada perlu dievaluasi kembali dan diadaptasikan, apakah sudah cocok dengan keadaan Indonesia sekarang ini. Fokus dari penelitian ini adalah menggangkat permasalahan Migas di dalam UU No. 22 Tahun 2001 dari sektor industri Migas yang berkaitan dengan struktur kelembagaan Migas dan bagaimana bentuk pengembangan Industri Migas kedepannya dapat lebih baik dan berkesinambungan.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil dari penelitian menunjukkan diperlukannya perbaikkan dari kebijakan Migas Indonesia berangkat perbaikkan dari yudicial review hingga pemberdayaan Migas, baik secara kontrol pengelolaan cadangan migas sehingga Indonesia kedepannya dapat melakukan kegiatan ekplorasi secara efisiensi dan efektif dan sesuai dengan ideologi UUD 1945, perbaikkan atas kelembagaan di Industri Migas dengan keberpihakkan pemerintah yang jauh lebih besar dalam kegiatan hulu migas. Kelembagaan dalam pengembangan industri Migas dikatakan dalam kepemilikan sumber daya Migas tetap menjadi milik negara dan industri hulu Migas dapat menyaring para pelaku bisnis dalam melakukan pengolahan migas. Maka diperlukan peran negara melalu kebijakan untuk mengatur sehingga tercipta keseimbangan antara tujuan komersial, sustainabilitas, ketahanan energi, kontribusi makro dalam perekonomian nasional, Lalu diperlukannya suatu kebijakan yang mengembangankan daya saing industri migas nasional dengan menggunakan suatu metode ndash; metode pengelolaan dan penerapan kegiatan dan struktur industri migas yang efektif dan efisien. Kata kunci : analisa kebijakan publik, neoliberalisme, New Institutional Economics / Kelembagaan, Daya Saing

Since the adoption of the Constitutional Court 39 s decision to cancel several articles in the Oil and Gas Law No. 22 In 2001, the structure of the oil and gas policy setting looks ambiguous and lead to national economic stability interrupted. government part is still relatively weak in improving national capabilities in the field of oil and gas. How to meet the needs of the public in Indonesia can be both effective and procurement of oil and gas reserves in Indonesia. Existing policies need to be re evaluated and adapted, if it matches the current state of Indonesia. The focus of this research is about problems in the Oil and Gas Law No. 22 of 2001 on Oil and Gas industry sectors associated with the institutional structure of oil and gas and how to shape the future development of oil and gas industry can be better and more sustainable.This study uses a qualitative method. Results from the study indicate the need for any improvement of oil and gas policies Indonesia departing the revision of judicial review to the empowerment of oil and gas, both management control oil and gas reserves that Indonesia in the future be able to carry out exploration activities in the efficiency and effectively and in accordance with the ideology of the 1945 Constitution, any improvement on institutional in Oil and Gas Industry with government part which far greater in the upstream oil and gas activities. Institutional development of oil and gas industry is said to be in the ownership of oil and gas resources remain the property of the state and the upstream oil and gas industry can filter businesses in conducting oil and gas processing. It is necessary role of the state through policies to regulate so as to create a balance between commercial objectives, sustainability, energy security, macro share in the national economy, then the need for a policy that develop competitiveness of the oil and gas industry nationwide by using a method a method of managing and implementing the activities and structure of the industry oil and gas effectively and efficiently. Key words public policy analysis implementation, neoliberalism, New Institutional Economics, Competitiveness."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T47413
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>