Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 100938 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Johnna Angela Khoman
"Latar Belakang: Estimasi usia merupakan bagian dari proses identifikasi individu, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Gigi dapat digunakan untuk membantu estimasi usia kronologis seseorang antara lain dengan metode Tooth Coronal Index (TCI).
Tujuan: Mengetahui korelasi antara TCI gigi insisivus, caninus, premolar, dan molar rahang atas dengan usia kronologis populasi Indonesia rentang 16 - 70 tahun.
Metode: Pengukuran tinggi koronal pulpa (CPCH) dan panjang mahkota (CL) dilakukan terhadap 116 radiograf periapikal, kemudian dilakukan perhitunganindeks koronal gigi (TCI). Indeks yang diperoleh dianalisis secara statistik sehingga dapat diketahui korelasinya terhadap usia.
Hasil: Terdapat perbedaan bermakna pada rerata TCI gigi insisivus, caninus, premolar, dan molar rahang atas antar kelompok usia (p<0,05). Dihasilkan empat persamaan regresi yang dapat digunakan untuk estimasi usia: Usia = 78,011 - 1,102TCII(r = -0,916 dengan SEE 5,25 tahun); Usia = 82,471 - 1,184TCIC(r = - 0,923 dengan SEE 5,03 tahun); Usia = 95,659-1,686TCIP(r = -0,964 dengan SEE 3,51 tahun);Usia = 91,606 - 1,532 TCIM(r = -0,912 dengan SEE 5,38 tahun).
Kesimpulan: Adanya korelasi negatif yang sangat kuat antara TCI dan usia kronologis dimana korelasi tertinggi dijumpai pada gigi premolar dan terendah pada gigi molar, mengindikasikan bahwa metode TCI dapat digunakan untuk estimasi usia.

Background: Age estimation is a part of human identification process for both deceased and living individuals. Tooth can be used to help estimate individual's chronological age.
Aim: To determine the correlation between the Tooth Coronal Index (TCI) of the upper jaw’s incisive, canine, premolar, and molar; and the chronological age of 16 - 70 years old in Indonesian population.
Method: The measurements of coronal pulp cavity height (CPCH) and coronal length (CL) were performed on 116 periapical radiographs, and the TCIs were calculated and analyzed statistically.
Results: The TCI mean of the incisive, canine, premolar, and molar upper jaw showed significant differences among age group (p<0.05). Regression analysis produced four equations, which can be used for age estimation; Age =78,011 - 1,102TCII(r = -0,916 with 5,25year SEE); Age = 82,471 - 1,184TCIC(r = -0,923 with 5,03 year SEE); Age = 95,659-1,686TCIP(r = -0,964 with 3,51 year SEE);Age = 91,606 - 1,532 TCIM(r = -0,912 with 5,38 year SEE).
Conclusion: A very strong negative correlation between TCI and chronological age showed that TCI method can be used for age estimation, where the highest correlation was found in premolar tooth and the lowest in molar tooth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sela Natasha
"Latar Belakang : Estimasi usia merupakan salah satu proses identifikasi individu, baik individu hidup ataupun mati. Gigi menjadi struktur anatomis yang dapat digunakan karena tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat merepresentasi usia individu sejak prenatal hingga dewasa. Metode TCI Khoman merupakan metode estimasi usia yang sederhana, nondestruktif, dan dapat diterapkan pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar menggunakan radiograf periapikal, namun belum diuji dengan metode estimasi usia lainnya. Pada penelitian ini menguji ulang metode TCI Khoman dengan metode atlas AlQahtani. Metode AlQahtani merupakan metode atlas estimasi usia dengan range usia luas dari 28 minggu intrauteri hingga 23 tahun yang secara detail digambarkan dalam 31 diagram pada setiap usia kronologis menggunakan radiograf panoramik. Atlas AlQahtani juga sudah pernah diuji dan dapat digunakan di Indonesia.
Tujuan : Menganalisa ketepatan rumus estimasi usia metode Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dibandingkan dengan metode AlQahtani terhadap usia kronologis pada rentang usia 8-23 tahun.
Metode : Perbandingan hasil estimasi usia menggunakan metode Tooth Coronal Index Khoman dengan metode AlQahtani pada 113 sampel radiograf panoramik.
Hasil : Rumus Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia menggunakan rumus Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dengan metode AlQahtani. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia pada laki-laki dan perempuan. Estimasi usia menggunakan rumus TCI Khoman pada gigi premolar paling mendekati usia kronologis dengan SEE 0.950 sedangkan rumus TCI-Khoman pada gigi kaninus paling tidak mendekati usia kronologis dengan SEE 1.57, dibandingkan dengan rumus TCI Khoman pada gigi insisivus dengan SEE 1.139, TCI Khoman pada gigi molar dengan SEE 1.509, dan metode AlQahtani dengan SEE 1.209
Kesimpulan : Metode Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar dan molar dan metode AlQahtani dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-23 tahun.

Background : Age estimation is one of the process of identifying persons, whether live, or dead. Tooth becomes a reliable source for its resistant to environmental change and capable to represent individual age from prenatal to adulthood. Tooth Coronal Index method by Khoman are simple, non-destructive, and can be applied to incisive, canine, premolar, and molar. this research comparing TCI Khoman method to AlQahtani method. AlQahtani is an atlas which has a large range of age estimasion, 28 weeks intrauteri to 23 years old, this method is showing a 31 diagrams per age. Atlas AlQahtani were already proven to be used in Indonesia. Aims : To analyse the validity of Khoman Tooth Coronal Index formula on incisivus, canine, premolar, and molar compared to the AlQahtani method on the age of 8-23 year.
Method : Comparing the age estimation using Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani method of the 113 samples of panoramic radiograph.
Result : Khoman Tooth Coronal Index on insisivus, canines, premolars and molars can be use on both periapical and panoramic radiograph. There was no significant difference between age estimation of Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani Method. There was no significant difference between the age estimation on male and female. Age estimation by TCI Khoman method of premolar is the most accurate to chronological age (SEE 0.950), meanwhile TCI Khoman canine shows the most gap to chronological age (SEE 1.57), compared with incisive, molar and AlQahtani method.
Conclusion : Khoman Tooth Coronal Index method and AlQahtani method can be used for age estimation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Layli Pinaringaning Gusti
"Latar Belakang: Estimasi usia penting dilakukan sebagai pembuktian hukum dalam kasus criminal contohnya pemalsuan identitas, pernikahan, dan lain lain. Tooth Coronal Index Khoman (2015) merupakan metode estimasi usia yang sederhana dan dapat diterapkan pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar. Namun, metode ini perlu dibandingkan dengan metode Nolla yang telah teruji keakuratannya di dunia.
Tujuan: Membandingkan hasil estimasi usia menggunakan metode TCI Khoman pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar dengan metode Nolla pada rentang usia 8-17 tahun.
Metode: Perbandingan hasil estimasi usia menggunakan metode TCI Khoman dengan metode Nolla pada 83 sampel radiograf panoramik.
Hasil: Rumus TCI Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia pada laki-laki dan perempuan. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara hasil estimasi usia menggunakan TCI Khoman dengan metode Nolla pada gigi insisivus, premolar, dan molar namun terdapat perbedaan bermakna pada gigi kaninus.
Kesimpulan: Metode: Tooth Coronal Index Khoman pada gigi insisivus, premolar, dan molar serta metode Nolla dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-17 tahun. Sedangkan metode TCI Khoman pada gigi kaninus tidak dapat digunakan untuk estimasi usia individu rentang usia 8-17 tahun.

Background: Age estimation has become increasingly important in living people for a variety of reasons, including identifying criminal and legal responsibility, marriage, etc. Khoman Tooth Coronal Index method are simple, non-destructive, and can be applied to incisives, canines, premolars, and molars. However, this method needs to be proven its validity in Indonesia with Nolla method.
Objective: To analyse the validity of Khoman Tooth Coronal Index formula on incisivus, canine, premolar, and molar compared to the Nolla method on the age of 8-17 year.
Methods: Comparing the age estimation using Khoman TCI method and Nolla method of the 83 samples of panoramic radiograph.
Result: Khoman TCI can be use on both periapical and panoramic radiograph. There was no significant difference between age estimation of Khoman TCI method using incisives, premolars, and molars and Nolla Method but there was a significant difference between TCI method using canines.
Conclusion: Khoman TCI method using insisives, premolar, molar and Nolla method can be used for age estimation of the age of 8-17 years in Indonesia, except Khoman TCI method using canines.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Widayati
"Injeksi PGE2 pada mukosa bukal bersamaan dengan tekanan ortodonti dapat mempercepat pergerakan gigi. Namun metode ini mempunyai kekurangan yaitu resorpsi tulang alveolar dan akar gigi yang besar serta rasa sakit. Gel digunakan sebagai media penghantar, menggantikan bentuk injeksi. Stabilitas PGE2 dalam gel, efek aplikasi gel PGE2 pada pergerakan gigi, konsentrasi RANKL pada GCF dan serum serta resorpsi tulang alveolar dan resorpsi akar gigi belum pernah diketahui.
Penelitian ini eksperimental laboratorium in vitro untuk uji stabilitas gel PGE2 lyophillized dan in vivo pada Macaca fascicularis. Mukosa bukal kaninus kanan dioleskan gel PGE2, sedangkan kaninus kiri dioleskan gel tanpa PGE2, keduanya disertai tekanan ortodonti, pada awal, jam kedua dan keempat, selama dua menit. Pengolesan gel, pengukuran pergerakan gigi, pengambilan darah dan GCF, dilakukan setiap minggu. Macaca dieuthanasia, dinekropsi lalu dibuat sediaan histologi dan dievaluasi dengan TRAP. Gel PGE2 lyophillized tidak stabil, sehingga dibuat resenter paratus.
Gel PGE2 dapat mempercepat pergerakan gigi 1,8 kali, RANKL dan resorpsi tulang alveolar lebih besar dari kontrol, serta resorpsi akar sama dengan kontrol. Gel PGE2 mempunyai prospek sebagai medikasi topikal untuk mempercepat pergerakan gigi ortodontik.

The injection of PGE2 on buccal mucosa along with orthodontic force could accelerate orthodontic tooth movement. Nevertheless, this method also has adverse effects such as pain, over resorption of the alveolar bone and root structure. PGE2 gel to substitute the necessity of injection. Hence, the effect of PGE2 gel on the rate of tooth movement and RANKL concentration in GCF and blood serum also alveolar bone and root resorption is yet to be determined.
This study was an experimental laboratory in vitro to know the stability of PGE2 gel lyophillized and in vivo in Macaca fascicularis. PGE2 gel was applied on buccal mucosa of right canine along with orthodontic force and non- PGE2 gel on left canine on beginning, second, and fourth hour each for two minutes. Gel application, tooth movement measurement, blood sample, and GCF were done every week. Macaca euthanized, and made histology ​​ and evaluated by TRAP. PGE2 gel was made resenter paratus due to instability.
Results showed that PGE2 gel enhanced tooth movement 1.8 times, RANKL and alveolar bone resorption were greater than control and root resorption was similar to control. PGE2 gel had a good prospect as topical medication to enhance tooth movement in orthodontics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Latisha Maulana
"Latar Belakang: Ekstrak etanol temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) telah terbukti secara in vitro memiliki khasiat sebagai anti Candida albicans (C.albicans). Dalam upaya pengembangan tanaman obat tersebut sebagai obat herbal terstandar anti C.albicans, ekstrak etanol temulawak telah diformulasikan menjadi obat tetes oromukosa. Temulawak mengandung kurkumin yang merupakan senyawa polifenolik berwarna kuning yang dapat menyebabkan diskolorasi gigi.
Tujuan: Mengetahui pengaruh paparan obat tetes ekstrak etanol temulawak terhadap warna email gigi.
Metode: Gigi premolar tanpa karies dan defek struktural dicelupkan dalam obat tetes ekstrak etanol temulawak, CHX 0,2%, dan akuades selama 1 menit kemudian dibilas dan direndam dalam akuades selama 10 menit pada suhu 37oC. Tahapan dilakukan sebanyak 42 siklus (simulasi penggunaan 2 minggu) dan 63 siklus (simulasi penggunaan 3 minggu). Analisis warna dilakukan menggunakan colorimeter pada 3 tahap waktu yaitu sebelum paparan, setelah paparan, dan setelah penyikatan gigi. Nilai yang didapatkan berupa ΔE yang menunjukkan selisih nilai pengukuran warna email sebelum dan setelah paparan obat serta sebelum dan setelah penyikatan.
Hasil: Pada tahap waktu T1-T3 simulasi penggunaan 2 minggu dan 3 minggu, nilai ΔE>3.3 pada ketiga kelompok sehingga terlihat adanya perubahan warna yang signifikan antara warna gigi awal dan setelah penyikatan gigi. Terdapat perubahan warna gigi yang signifikan setelah dilakukan penyikatan dengan pasta gigi.
Kesimpulan: Obat tetes ekstrak etanol temulawak mengakibatkan perubahan warna email gigi yang signifikan. Penyikatan gigi dapat mengurangi efek perubahan warna pada email gigi.

Background: Javanese Turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ethanol extract is known to have antifungal properties against Candida albicans (C.albicans) based on in vitro studies. The next step in developing a standardised herbal medicine is by formulating Javanese Turmeric Ethanol Extract into oromucosal drops. Curcumin found in javanese turmeric is a yellowish polyphenolic compound that has the potential to cause staining on the enamel.
Objective: This study is aimed to evaluate the effect Javanese Turmeric ethanol extraxt oromucosal drops on discoloration of the dental enamel.
Method: Premolars with no caries and structural defects are immersed in the Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops, a 0,2% CHX mouthwash, and distilled water for 1 minute. After rinsing, they are then immersed in distilled water for 10 minutes at 37oC. The method mentioned is repeated for 42 cycles (2-week simulation) and 63 cycles (3-week simulation). Color assessment is done using a colorimeter at three different time points: before immersion, after immersion, and after brushing. Results will be shown as ΔE which is the color difference of enamel before and after immersion, as well as before and after toothbrushing.
Result: At time point T1-T3 for the 2-week and 3-week simulation, the ΔE score is greater than 3.3 on all three groups indicating a significant color difference before immersion and after toothbrushing. A significant color difference is observed after toothbrushing with toothpaste.
Conclusion: Javanese Turmeric ethanol extract oromucosal drops cause a significant tooth discoloration. Brushing had significant effect on removal of induced stains.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Armida Sofyanis
"Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan ukuran rata-rata rahang kelompok Deutero Melayu pada mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Cetakan rahang mahasiswa diambil dan dibuat model rahang. Kemudian dilakukan pengukuran pada model tersebut dalam milimeter. Yang diukur adalah : panjang rahang dan lebar rahang, serta panjang lengkung gigi. Kemudian dicari ukuran rataratanya. Selain dari itu, dibedakan Pula bentuk rahang yang persegi dan yang oval. Dari gambaran bentuk lengkung rahang yang didapat,ternyata bentuk lengkung rahang yang oval, persegi, dan rata-rata ( gabungan oval dan persegi ), tidak menunjukkan banyak perbedaan, bila dikaitkan dengan ukuran sendok cetak yang sesuai. Hasil penelitian didapatkan ukuran rata-rata rahang,yang terdiri dari panjang rahang, lebar rahang, dan panjang lengkung rahang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1990
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Clarissa
"Latar Belakang: Untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut, selama puluhan tahun para ahli studi epidemiologi kesehatan komunitas menggunakan indeks Decayed, Missing, and Filled Teeth (DMF-T). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018, rerata skor indeks DMF-T penduduk Indonesia sebesar 7,1 yang tergolong tinggi. Kehilangan gigi merupakan kondisi oral ireversibel yang dideskripsikan sebagai indikator final mengenai keparahan kondisi kesehatan gigi dan mulut. Kehilangan gigi menyebabkan kerusakan fungsional, estetika, dan sosial-psikologis serta berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup individu. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Maka dari itu, diperlukan data mengenai pengaruh berbagai faktor risiko terhadap kehilangan gigi pada berbagai kelompok usia.
Tujuan: Memperoleh data hubungan faktor risiko dan rerata jumlah kehilangan gigi pada subjek usia 31-75 tahun dari radiograf panoramik digital.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa 375 sampel radiograf panoramik digital subjek usia 31-75 tahun di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indoneisa (RSKGM FKGUI). Subjek dibagi menjadi 3.
kategori: 31-45 tahun, 46-60 tahun, dan 61-75 tahun. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan gigi dan data mengenai faktor risiko umur, jenis kelamin, karies/jumlah restorasi/lesi periapikal, dan kehilangan tulang/penyakit periodontal, dilakukan interpretasi radiograf panoramik digital. Kemudian dilakukan uji reliabilitas intraobserver dan interobserver dengan t-test dan Bland Altman.
Hasil: Median, nilai minimum, dan nilai maksimum jumlah kehilangan gigi pada kelompok usia 31-45 tahun sejumlah 1 (0-5) gigi, usia 46-60 tahun sejumlah 5 (0-19) gigi, dan usia 61-75 tahun sejumlah 10 (2-28) gigi. Jumlah kehilangan gigi antar kelompok usia berbeda bermakna (p<0.05 berdasarkan uji Kruskal Wallis). Jumlah kehilangan gigi bertambah seiring penuaan usia. Analisis korelasi faktor-faktor risiko terhadap kehilangan gigi menunjukkan bahwa usia dan status periodontal berhubungan sangat kuat dengan kehilangan gigi, jumlah karies gigi dan lesi periapikal memiliki hubungan sedang dengan kehilangan gigi, dan jenis kelamin dan jumlah restorasi gigi memiliki hubungan lemah dengan kehilangan gigi.
Kesimpulan: Jumlah kehilangan gigi pada usia 31-45 tahun berbeda bermakna dibandingkan pada usia 46-60 dan 61-75 tahun. Kehilangan gigi cenderung bertambah seiring penuaan usia. Faktor risiko yang hubungannya sangat kuat dengan kehilangan gigi adalah usia dan kehilangan tulang.

Background: To assess community oral health status, for several decades, epidemiologists have always used Decayed, Missing, and Filled Teeth (DMF-T) index. Based on the 2018 Basic Health Research, the mean of DMF-T index of Indonesia’s population was 7.1, which was considered high. Tooth loss is an irreversible oral condition that is often described as the final indicator of oral health status that causes functional, aesthetics, and social-psychological damage that greatly affects life quality. Tooth loss is a multi-factorial phenomenon. Thus, a concrete data is needed to assess the impact of risk factors on tooth loss in several age categories.
Objective: To obtain the data of tooth loss risk factors and the mean of missing teeth in 31-75-year-old subjects from digital panoramic radiograph.
Methods: This study was completed using secondary data of 375 digital panoramic radiographs in Universitas Indonesia Dental Hospital (RSKGM FKGUI). The subjects were devided into 3 categories: 31-45 years old, 46-60 years old, and 61-75 years old. In order to obtain the data of tooth loss and its risk factors: age, gender, caries/restoration/periapical disease, and periodontitis, the digital panoramic radiographs were interpreted. Then, the reliability test for both intraobserver and interobserver were conducted using t-test and Bland Altman test.
Results: The median, minimum, and maximum of tooth loss in the 31-45 years old group is 1 (0-5) teeth, 46-60 years old group is 5 (0-19) teeth, and 61-75 years old group is 10 (2-28) teeth. The number of tooth loss in all age groups are statistically different (p<0.05 in Kruskal Wallis test). The number of tooth loss increases as aging continues. Correlation analysis of the tooth loss risk factors showed that age and periodontitis have a very strong correlation with tooth loss, the number of tooth caries and periapical disease have a moderate correlation with tooth loss, and gender and restoration have a weak correlation with tooth loss.
Conclusion: The number tooth loss occurred in 31-45 years old group subject is significantly different compared to the number of tooth loss in 46-60 and 61-75 years old group. Tooth loss is strongly correlated with age and bone loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bilqis Nurul Azizah
"Latar Belakang: Kasus bencana yang diakibatkan oleh alam dan manusia di Indonesia menimbulkan banyak korban jiwa. Terdapat usia kritis yang terkait dengan undang-undang yang berkaitan dengan usia. Dibutuhkan metode yang paling baik dalam uji estimasi usia, sehingga perlu dicari metode uji estimasi usia yang akurat untuk di Indonesia. TCI-Khoman baru dikemukakan pada tahun 2015, estimasi usia pada metode ini menggunakan gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar pada radiograf periapikal yang  hasilnya belum pernah dibandingkan dengan metode estimasi usia yang sudah ada. Metode atlas Blenkin-Taylor merupakan metode estimasi usia dengan menggunakan atlas tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi usia prenatal hingga 25 tahun  pada pria dan wanita, populasinya pada Australia Modern dengan menggunakan radiograf panoramik atau sefalometrik yang telah digunakan sebagai acuan tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi di dunia. Sehingga dibutuhkan penelitian untuk membandingkan antara hasil estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman yang baru ditemukan, dengan metode atlas Blenkin-Taylor yang sudah menjadi acuan di dunia. Tujuan: Menganalisis keakuratan metode estimasi usia menggunakan rumus TCI-Khoman dibandingkan dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada gigi insisivus, kaninus, premolar, dan molar di Indonesia dalam rentang usia 8-25 tahun. Metode: Pengujian estimasi usia pada 123 sampel dengan menggunakan rumus TCI-Khoman kemudian dibandingkan dengan estimasi usia menggunakan metode atlas Blenkin-Taylor. Hasil: Metode TCI-Khoman dapat menggunakan radiograf periapikal maupun panoramik. Hasil perbandingan antara estimasi usia dengan menggunakan metode TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Hasil perbandingan antara usia kronologis dengan masing-masing metode estimasi usia TCI-Khoman dan atlas Blenkin-Taylor tidak ditemukan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Uji estimasi usia menggunakan metode TCI-Khoman dengan metode atlas Blenkin-Taylor pada rentang usia 8-25 tahun sama-sama dapat digunakan di Indonesia dengan menggunakan radiograf panoramik.

Background: Cases of human or natural disasters in Indonesia have caused many victims. There is a critical age associated with laws relating to age. The best method for age estimation is needed, so it is necessary to find an accurate age estimation for Indonesian people. TCI-Khoman discovered in 2015, the age estimation in this method uses incisor, canine, premolar, and molar teeth on periapical radiographs whose results have never been compared with existing age estimation methods. The Blenkin-Taylor Atlas method using atlas order of eruption between prenatal age to 25 years old in men and women with Modern Australian population uses panoramic or cephalometric radiographs that have been used as a reference for tooth development and eruption atlas in the world. So the research is needed to compare the results of age estimation using the newly discovered TCI-Khoman method, with the Blenkin-Taylor atlas method that has become a reference in the world. Objectives: To analyze the accuracy of the age estimation method using the TCI-Khoman formula in incisor, canine, premolar, and molar  teeth compared to the Blenkin-Taylor atlas method in Indonesia in the age range of 8-25 years. Methods: Testing age estimations in 123 samples using the TCI-Khoman formula then compared with age estimation using the Blenkin-Taylor atlas method. Results: The TCI-Khoman method can use in both periapical and panoramic radiographs. The results of the comparison between age estimations using the TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant difference. The results of the comparison between actual age between each TCI-Khoman age estimation method and Blenkin-Taylor atlas did not show significant differences. Conclusion: Both age estimation methods, TCI-Khoman method and Blenkin-Taylor atlas method, in the age range of 8-25 years can be used in Indonesia using a panoramic radiograph."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Trisna Budi Utami
"Latar Belakang : Nanosilika sekam padi diekstraksi melalui metode sol-gel dan pirolisis yang memiliki struktur amorf, berpori, dan permukaannya mengandung gugus silanol (Si-OH). Interaksi gugus silanol (Si-OH) dengan ion kalsium membentuk kristal apatit. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek nano silika sekam padi metode sol-gel dan pirolisis terhadap peningkatan jumlah hidroksiapatit dentin. Metode : 12 sampel kavitas dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok 1 (dentin normal) sebagai kontrol, kelompok 2 dentin demineralisasi, kelompok 3 dentin demineralisasi diaplikasi nanosilika sekam padi metode sol-gel, dan kelompok 4 dentin demineralisasi diaplikasi nanosilika sekam padi metode pirolisis. Kemudian seluruh sampel disimpan dalam shaking incubator pada suhu 37°C. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan dengan XRD untuk melihat derajat kristalinitas hidroksiapatit. Hasil : Terdapat peningkatan derajat kristalinitas hidroksiapatit dentin setelah aplikasi nanosilika sekam padi metode pirolisis dan sol-gel yang nilainya tidak berbeda bermakna dengan kelompok dentin normal (kontrol). Kesimpulan: Nanosilika sekam padi metode sol-gel dan pirolisis mempunyai kemampuan yang sama dalam meningkatkan jumlah kristal hidroksiapatit dentin.

Background: Rice husk nanosilica is a material extracted through sol-gel and pyrolysis methods, has amorphous, porous, and contain silanol (Si-OH) groups on their surface. The silanol group (Si-OH) interacting with calcium ions will induce the formation of apatite crystals. Objective: To determine the effect of rice husk nanosilica sol-gel and pyrolysis methods on incresed amount of dentin hydroxyapatite. Methods: 12 cavity samples were divided into 4 groups. Group 1 (normal dentin) as control group, group 2 is a demineralized dentin group, group 3 is a demineralized dentin group applied to rice husk nanosilica through sol-gel method, and group 4 is a demineralized dentin group applied to rice husk nanosilica through pyrolysis method. All samples are then kept inside a shaking incubator at a temperature of 37°C. Next an examination was done using an XRD to see the degree of hydroxyapatite crystallinity Result: There is an increase degree of crystallinity of dentin hydroxyapatite, after the application of rice husk nanosilica and sol-gel and pyrolysis methods whose value was not significantly different from the normal dentin (control) group. Conclusion: Rice husk nanosilica sol-gel and pyrolysis methods have the same capability to increase the amount of dentin hydroxyapatite crystals."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Missy Mercia
"Pada usia 40-75 tahun tulang rahang mengalami pengurangan massa yang dapat menyebabkan kehilangan gigi, sehingga dapat digunakan sebagai penanda awal risiko osteoporosis. Penelitian cross-sectional deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteoporosis dari radiograf panoramik. Penghitungan kehilangan gigi pada 191 sampel di Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Penghitungan oleh dua orang pengamat dan masing-masing dua kali penghitungan. Data reliabel dengan uji reliabilitas Intraclass Correlation Coefficient = 0,999, sedangkan uji korelasi usia dan jumlah kehilangan gigi menggunakan Pearson?s correlation coefficient (r) = 0,318. Database didapatkan dan terdapat korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi.

In the age of 40-75, bone mass reduction occurs and can lead to tooth loss, which is considered as an indicator of osteoporosis. This descriptive cross-sectional study was held to provide database of tooth loss frequency distribution in risk ages of osteoporosis by using panoramic radiograph. Two observers counted the tooth loss in 191 samples from Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Data set is reliable with Intraclass Correlation Coefficient (ICC) 0.999. Pearson Correlation test shows correlation between age and tooth loss (r = 0.318). Frequency distribution of tooth loss database is attained with a correlation between age and tooth loss."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S45351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>