Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andy Noor Isnaini
"Persoalan inefisiensi membuat kebijakan subsidi BBM kurang diminati oleh banyak negara dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun demikian, penghapusan subsidi ini dapat berdampak negatif bagi perekonomian, khususnya terkait kemiskinan, apabila tidak diiringi dengan program kompensasi yang tepat. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis program apakah yang paling tepat untuk diterapkan di Indonesia sebagai kompensasi penghapusan subsidi BBM. Program yang dibahas dalam artikel ini meliputi bantuan tunai, subsidi pangan, program pendidikan dan kesehatan, dan pembangunan infrastruktur. Dengan mempertimbangkan jangka waktu program, akurasi sasaran, dan isu kebebasan memilih, dapat disimpulkan bahwa tidak ada satu program yang unggul di ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, keputusan untuk memilih program mana yang akan diterapkan tergantung dari tujuan utama yang ingin dicapai oleh pemerintah. Tujuan jangka pendek dapat diwujudkan melalui bantuan tunai dan subsidi pangan sedangkan pembangunan sumber daya manusia dan infrastruktur dapat mewujudkan penghapusan kemiskinan secara lebih berkesinambungan.

Inefficiency has led to fuel subsidies being a much less favourable policy for many countries dealing with oil price hikes over the last few decades. Nevertheless, removing fuel subsidies can have detrimental effects on the economy, particularly related to poverty issue, if there is no appropriate compensation program implemented. This study aims to assess what the most suitable compensation would be in the case of fuel subsidies being phased out in Indonesia. Four different programs considered in this study are a cash transfer, a food subsidy, an education and healthcare program, and investment in infrastructure. Evaluating these programs in terms of time frame, targeting recipients, and freedom of choice, it is found that there is no single program superior in all aspects. The decision on which program should be chosen by the government then depends on its main objective. While an immediate and short-run effect can be achieved by providing cash or inkind transfers to the poor, human capital accumulation and improvement in physical infrastructure offer a long-run and more sustainable effect on poverty alleviation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Kurniawati
"ABSTRAK
Pemerintah membuat kebijakan penurunan subsidi BBM karena subsidi BBM telah menjadi beban berat bagi APBN, dinilai tidak tepat sasaran, dan merusak lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan penurunan subsidi BBM dengan pemberian kompensasi berupa cash transfer dan non-cash transfer terhadap perekonomian, distribusi pendapatan rumah tangga, dan tingkat emisi CO2. Penelitian ini menggunakan SNSE Indonesia tahun 2008 sebagai alat analisisnya. Hasil simulasi penelitian menunjukkan bahwa kebijakan penurunan subsidi BBM dengan kompensasi berupa pemberian cash transfer berdampak lebih baik terhadap perbaikan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga Indonesia dibanding dengan kompensasi non-cash transfer. Sedangkan hasil simulasi kebijakan penurunan subsidi BBM dengan kompensasi non-cash transfer menunjukkan bahwa kompensasi yang dialokasikan pada sektor yang terkait langsung dengan produk BBM bersubsidi (sektor angkutan darat) berdampak lebih baik dibanding pengalokasian pada sektor yang tidak terkait langsung dengan produk BBM bersubsidi (sektor konstruksi), baik dalam nilai perubahan PDB, total pendapatan rumah tangga, maupun perbaikan ketimpangan distribusi pendapatan rumah tangga. Namun alokasi kompensasi pada sektor angkutan darat berdampak pada peningkatan jumlah emisi CO2. Sementara itu, jika dilakukan kebijakan penurunan subsidi BBM satu jenis tertentu dengan tetap memberikan subsidi untuk dua jenis BBM lainnya, maka penurunan subsidi BBM jenis solar dinilai lebih efektif untuk menurunkan tingkat emisi CO2 dan menurunkan angka ketimpangan distribusi pendapatan.

ABSTRACT
Fuel subsidides create a heavy burden for state budget, not effective as poor social protection and creating environmental problem. Fuel subsidies which are not well targeted tend to widen income distribution gap. This study aims to analyze the impact of fuel subsidies removal and cash transfer policies to Indonesian economy, household income distribution, and the level of CO2 emission. This study using Social Accounting Matrix Indonesia for the year of 2008 as a tool of analysis. As the results, fuel subsidy removal decreases income distribution inequality and GDP. Overall, fuel subsidy removal decreases CO2 emission, except for fuel compensation allocated in land transportation which increases the CO2 emission. This study also found that cash transfer as compensation gives better effect to the household income distribution compared with non-cash transfer compensation. Another finding was that subsidy removal with sector targeted policy gives better impact for the sector which had direct relation to the fuel subsidy sector than the sector indirect related. This study also identifies that the impact of the certain types of fuel subsidy removal differ each other. The subsidy removal for diesel affects on decreases of income distribution inequality and CO2 emission better than gasoline and kerosene subsidy removal.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T35721;T35721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhi Azfar Tamin
"Sejak pemerintah memberlakukan kebijakan subsidi tetap untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, harga eceran solar bergerak secara cepat dan fluktuatif. Peraturan Presiden No.191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM telah memberi kewenangan kepada Menteri ESDM untuk menetapkan harga dasar dan harga jual eceran BBM, sehingga hampir sebulan sekali terjadi perubahan harga eceran solar.
Tujuan tesis ini adalah untuk menganalisis dampak kebijakan subsidi tetap harga BBM jenis solar terhadap perubahan harga sembako di Indonesia, dan menganalisis terjadinya transmisi harga antara harga solar dan harga sembako.
Berdasarkan pengujian dengan pendekatan teori Asymmetric Vertical Price Transmission dan model Error Correction (ECM), didapatkan bahwa hubungan antara harga solar dan harga sembako bersifat tidak simetris, yaitu ketika harga solar naik, maka harga telur, beras dan daging ayam naik, namun ketika harga solar turun, harga telur, beras dan daging ayam tidak ikut turun. Harga telur, beras dan daging ayam terkoreksi kembali kepada keseimbangan jangka panjangnya dalam jangka waktu 2 sampai 4 bulan. Sedangkan untuk komoditi jenis gula, susu, minyak goreng dan daging sapi, pergerakan harga keempat komoditi tersebut tidak memiliki hubungan kointegrasi dengan harga solar.
Faktor yang menyebabkan transmisi harga tidak simetris ini adalah kekakuan harga jasa transportasi dan perilaku spekulan yang memiliki market power dalam struktur pasar oligopoli, baik dalam rantai supply telur, beras dan daging ayam, dimana pedagang besar memiliki bargaining yang kuat dalam penentuan harga.

Ever since the government formally issued fixed subsidy policy for diesel fuel, the price of diesel fuel has been very dynamic and volatile. Presidential Decree No.191/2014 has given authority to the Minister of Energy and Mineral Resources for setting a basic price and selling price of diesel fuel. By the policy, the retail price of diesel fuel changes every month.
The purposes of this study are (1) to analyze the impact of fixed subsidy policy for diesel fuel on basic commodities price in Indonesia, and (2) to analyze price transmission between diesel fuel price and basic commodities price.
By using theory of asymmetric vertical price transmission and Error Correction Model (ECM), it can be shown that relations between diesel fuel price and basic commodities price is asymmetrical. It means when diesel fuel price increased, the price of eggs, rice and chicken meat increased accordingly, however, when diesel fuel price decreased, the price of egg, rice and chicken meat did not decrease. The price of egg, rice and chicken meat will be corrected to its long-term equilibrium with the diesel price for 2 to 4 months. Meanwhile, the price of other basic commodities such as sugar, milk, cooking oil and beef have not cointegrated with the diesel fuel price.
The asymmetric price transmission between diesel price and some of basic commodities is caused by price rigidity of transportation, and behavior of speculators which have market power in an oligopoly market structure in the supply chain of eggs, rice and chicken meat. In this case, big traders have a strong bargaining power for pricing.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T43677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Dwi Rini Setyawati
"Krisis ekonomi di Indonesia yang terjadi pada tahun 1997 berdampak terhadap persoalan makro, seperti kemiskinan, penggangguran, juga mempengaruhi mutu hidup manusia, baik dari sisi pendidikan maupun terhadap aspek kesehatan. Akibat krisis tersebut membuat harapan masyarakat umum menjangkau pusat-pusat pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun swasta, untuk mendapatkan jasa pelayanan kesehatan dan obat yang bermutu serta terjangkau semakin jauh. Hal ini disebabkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan semakin meningkat sejalan dengan makin meningkatnya kesadaran mereka akan arti hidup sehat.
Upaya pemerintah untuk dapat menanggulangi berbagai masalah di atas adalah mengambil kebijakan darurat dalam mengurangi berbagai dampak yang ditimbulkan oleh krisis terhadap masyarakat, karena itu pemerintah meluncurkan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS-BBM Bidkes), yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari program pengurangan subsidi energi bagi masyarakat miskin.
Salah satu rumah sakit yang mendapatkan dana PKPS-BBM Bidkes di propinsi Jawa Tengah adalah RSUD Wonogiri. Pada tahun 2003 penyerapan dana PKPS-BBM Bidkes sebesar 52,2%. Rendahnya penyerapan tersebut menarik penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Variabel yang diteliti meliputi input, proses, dan output. Variabel input meliputi persepsi, pengorganisasian, prosedur pelayanan, mutu layanan, sosialisasi. Variabel Proses terdiri dari penetapan sasaran, pencairan, penggunaan dan pertanggungjawaban keuangan, keterbukaan dan keikutsertaan masyarakat. outputnya Gakin yang berobat dan mendapatkan dana PKPSBBM Bidkes serta pengaduan masyarakat.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Data penelitian diambil dengan cara wawancara, pengamatan, dokumen, kesan dan pernyataan orang mengenai kasus tersebut.
Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa pelaksanaan PKPS-BBM Bidkes di kabupaten Wonogiri dilengkapi dengan Surat Keputusan Bupati Wonogiri Nomor: 399 Tahun 2003 tanggal I Oktober 2003 yang didalamnya memuat tujuan, sasaran, jenis pelayanan/kasus, persyaratan pasien Gakin, dan ruang perawatan. Prosedur pelayanan untuk pasien Gakin disusun dalam rangka peningkatan mutu dan cakupan pelayanan, selain itu juga dilengkapi alur pelayanan yang bertujuan mempercepat dan memudahkan pelayanan. Tidak ada perbedaan mutu pelayanan antara pasien Gakin dan umum. Sosialisasi PKPS-BBM Bidkes di Kabupaten Wonogiri berjalan dengan baik. Sosialisasi dilakukan secara lintas sektoral dengan melibatkan aparat terkait dan masyarakat. Jumlah gakin yang berobat di RSUD Wonogiri tahun 2001 sebanyak 208 kasus, tahun 2002 sebanyak 2906 kasus, tahun 2003 sebanyak 750 kasus. Pengaduan dari masyarakat mengenai pelaksanaan PKPS-BBM Bidkes di RSUD Wonogiri karena ketidaktahuan pasien mengenai prosedur pelayanan yang telah ditetapkan.
Daftar bacaan : 45 (1985-2003)

Case Study of Utilization Evaluation for Program of Oil Fuel Subsidy Reduction Compensation in Health Division at RSUD Wonogiri Year 2001-2003Economic crisis in Indonesia that happened in the year 1997 affecting to macro problem such as poverty, unemployed, also influenced the quality of human life, both education and also health aspect. The crisis impacted to the access of government and private health center to get health service and certifiable drug seemed so far. It was caused by the need of society for health care progressively increased in line with the increasing of their awareness about healthy life.
Governmental effort to overcome various problem above is to take an emergency policy in lessening the various impact generated by the crisis to society. In consequence, the government had launched the Program of Oil Fuel Subsidy Reduction Compensation in Health Division (PKPS-BBM Bidkes) that aimed to decrease the negative impact of program of energy subsidy reduction for poor society.
One of the hospitals in which got the fund of PKPS-EBM Bidkes in Central Java Province was RSUD Wonogiri. The absorption of such fund in 2003 was 52.2%. The lower absorption of that fund attracted the writer to conduct the study at that hospital. Variables that included in the study consisted of input, process, and output. Variable of input consisted of perception, organizing, service procedure, service quality, and socialization. Variable of process consisted of determining of target, liquefaction, financial accountability, community participation and openness. Variable of output included the number of poor family in which got health care and fund of PKPS-BBM Bidkes and also condemnation of society.
Analysis that used in this study was case study. Data was taken by conducting interview, observation, document, impressive and statement of people that concerning about the case.
The study resulted hat implementation of PKPS-BBM Bidkes in the District of Wonogiri provided with Decree of Regent of Wonogiri Number: 399 Year 2003, dated October 1, 2003 in which contained objectives, target, type/case of service, requirement of patient from poor family, and treatment room. Service procedure for the poor family patient was made in order to increase service quality and coverage, besides was also equipped by service path that aimed to facilitate the service. There was no difference of service quality between poor family patient and common patient. Socialization of PKPSBBM Bidkes in the District of Wonogiri worked out. It was conducted as inter-sector by involving related government officer and community. Number of poor family in which got the health care in RSUD Wonogiri in 2001, 2002, and 200 respectively were 208 cases, 2906 cases, and 750 cases. Denunciation of community that concerning the implementation of PKPS-BBM Bidkes in RSUD Wonogiri due to the ignorance of patient about service procedure which have been specified.
References: 45 (1985-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12896
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Halwani
"Pemerintah, sejak tahun 2002 melaksanakan Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Bidang Kesehatan dengan tujuan untuk menjamin akses keluarga miskin untuk mendapat pelayanan kesehatan agar status kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Program tersebut dilakukan diseluruh rumah sakit milk pemerintah dan diseluruh Puskesmas. Ditingkat Puskesmas, jenis pelayanan yang disediakan meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan kebidanan, immunisasi Hepatitis B, pemberian makanan tambahan dan revitalisasi fungsi Posyandu. Dari lima kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Puskesmas tersebut, penulis melakukan penelitian evaluasi terhadap kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan kebidanan di Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia Kota Kendari.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat serta dampak program pada sasaran dan pelaksana program, dilakukan penelitian evaluasi pelaksanaan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan kebidanan dengan menggunakan model evaluasi outcome yang dikembangkan oleh World Bank. Sedangkan untuk menyimpulkan tentang keberhasilan atau kegagalan program digunakan lima kriteria keberhasilan dan kegagalan program yang dikemukakan oleh Suchman (1967).
Populasi pada penelitian ini adalah keluarga miskin yang memiliki kartu sehat dan telah memanfatkan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan kebidanan yang berjumlah 163 kepala keluarga. Adapun sampeinya yaitu 50 persen dari keseluruhan populasi. Penelitian evaluasi ini menggunakan kombinasi data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif yang digunakan adalah data jawaban 82 responden terhadap kuesioner. Adapun data kualitatif yang digunakan adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan 3 orang informan yang berasal dari Puskesmas dan 8 orang yang berasal keluarga miskin yang menjadi sasaran program.
Selain itu, penelitian ini menggunakan data hasil kajian kepustakaan dan pengamatan lapangan. Secara umum hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian pelaksanaan pelayanan dasar dan pelayanan kesehatan kebidanan belum mencapai target sesuai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Hal ini terjadi karena input program disediakan dalam jumlah yang sangat minim, terutama dana operasional, obat-obatan dan bahan habis pakai. Dimana anggaran perkapita untuk pelayanan kesehatan dasar hanya sebesar Rp. 2.18O,- perorang pertahun anggaran untuk pelayanan kesehatan kebidanan hanya sebesar Rp. 18.185 ,- perorang pertahun serta obat-obatan dan bahan habis pakai yang disediakan hanya cukup untuk kebutuhan selama 8 bulan. Hambatan lain yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan program adalah tidak tersedianya sarana transportasi untuk menunjang pelayanan dan adanya kendala Ietak geografis bagi sasaran program untuk mengakses pelayanan yaitu walaupun pelayanan memberikan pelayanan secara gratis sasaran program masih mengeluarkan biaya transportasi untuk mengakses pelayanan tersebut. Persepsi sasaran program terhadap pelayanan dan obat-obatan umumnya sasaran program merasa puas, akan tetapi mengenai kualitas tidak begitu perduli, karena yang panting mendapat pelayanan.
Berdasarkan kriteria keberhasilan atau kegagalan program menurut Suchman, (1967) dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Poasia berhasil dalam meningkatkan akses pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin, karena dengan segala keterbatasan yang ada dalam hal input program berhasil melayani 55,9 persen sasaran program, walaupun pencapaian ini juga masih dibawah pencapaian yang diharapkan. Sedangkan pelaksanaan pelayanan kesehatan kebidanan yang dilakukan oleh Puskesmas Poasia gagal dalam menjamin ibu hamil dari keluarga miskin untuk mengakses pelayanan kesehatan kebidanan, karena dan hasil penelitian cakupan pemeriksaan pemeriksaan kehamilan sebesar 65,9 persen, cakupan pelayanan pertolongan persalinan sebesar 42,6 dan pelayanan kesehatan dan bayi baru lahir sebesar 43,5 persen dari 232 ibu hamil yang menjadi sasaran program.
Rekomendasi hasil penelitian evaluasi ini untuk memperbaiki pelaksanaan program dimasa mendatang, disarankan perencanaan program dilakukan dengan memperhitungkan jumlah sasaran yang ada disetiap Puskesmas dan melibatkan Puskesmas secara kontinu dan konsisten, sehingga input program direncanakan sesuai dengan kebutuhan di masingmasing Puskesmas, memanfaalican pelayanan sebagai media pendidikan kesehatan kepada keluarga miskin dan peningkatan profesionalisme petugas kesehatan. Atas dasar itu dan sesuai dengan amanat pasal 31 ayat (1), (2) dan (3) amandemen UUD 45, program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Bidang kesehatan harus dilanjutkan oleh pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Restu Lestarianingsih
"Tahun 2007 pemerintah Indonesia melaksanakan program konversi minyak tanah menjadi LPG dengan meluncurkan LPG 3 Kg untuk rumah tangga tidak mampu dan usaha mikro. Pada pelaksanaannya, kemungkinan rumah tangga nonsasaran juga menggunakan LPG subsidi. Untuk menghindari penggunaan LPG subsidi oleh rumah tangga nonsasaran yang berimplikasi terhadap beban fiskal pemerintah, perlu pemahaman tentang perilaku rumah tangga dalam memilih LPG nonsubsidi. Pendapatan rumah tangga, harga dan ketersediaan bahan bakar menentukan pilihan jenis bahan bakar memasak rumah tangga. Namun, belum melihat hubungan tersebut dalam pemilihan antara LPG subsidi dan nonsubsidi sebagai bakar bakar memasak rumah tangga. Dengan menggunakan data Susenas Maret 2018 dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) yang berjumlah 194.062 rumah tangga Indonesia, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pendapatan, Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dan kuota LPG subsidi sebagai representasi ketersediaan bahan bakar terhadap pilihan penggunaan LPG nonsubsidi di rumah tangga Indonesia tahun 2018. Menggunakan model estimasi Multinomial Logit, studi ini menemukan bahwa kenaikan pendapatan, kenaikan HET LPG subsidi, dan pengurangan kuota LPG subsidi berkorelasi dengan peningkatan peluang pemilihan LPG nonsubsidi sebagai bahan bakar memasak rumah tangga Indonesia tahun 2018. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa mayoritas pengguna LPG susbidi adalah rumah tangga nonmiskin.

In 2007, the Indonesia government launched a 3 kg LPG cylinder for poor households and micro-enterprises to reduce fuels subsidies burden. In implementation, the subsidized LPG may also used by non-target households which implicated to the goverment fiscal burden. In order to avoid this, its necessary to understand households behavior on non-subsidized LPG choices. Household income, fuel price and availability determine the choice of household cooking fuel types. However, existing studies have not seen the relationship between subsidized and non-subsidized LPG as household cooking fuel. Using March 2018 National Socio-Economic Survey (Susenas) and the Ministry of Energy and Mineral Resources (KESDM) information, this study examine the relationship between income, highest subsidized LPG retail price (HRP) and subsidized LPG quota as a representative of fuel availability in Indonesian households with subsidized and non-subsidized LPG choices as cooking fuel in 2018. Multinomial Logit model estimation result found that an increase in income, an increase in subsidized LPG HRP and a decrease in subsidized LPG quotas are correlated with an increase in chances of choosing non-subsidized LPG as Indonesian cooking fuel in 2018. Furthermore, this study revealed that the largest subsidized LPG users are non-poor households."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T54757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bhima Dwipayudhanto
"Selama lebih dari 25 tahun, pemerintah Indonesia telah berhasil menerapkan subsidi BBM. Dengan terpukulnya perekonomian Indonesia akibat krisis moneter, masalah penghapusan subsidi BBM, walaupun terkait dalam lingkup ekonomi, merupakan masalah yang secara politis bersifat sensitif. Tingginya beban subsidi BBM pada anggaran belanja negara menyebabkan pemerintah Indonesia mencari cara untuk menghapusnya.
Dengan terjalinnya kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan IMF, maka pemerintah terikat untuk melaksanakan program IMF yang bersifat liberal. Salah satu sasaran program IMF adalah mengurangi pemborosan pada anggaran belanja melalui penghapusan subsidi BBM.
Dapat dikatakan bahwa program IMF memiliki dampak yang sangat besar terhadap anggaran, neraca pembayaran dan kebijakan domestik dan ekonomi negara peminjam karena IMF memiliki kekuatan untuk menetapkan kondisionalitas-kondisionalitas yang sangat ketat bagi negara peminjam. Negara berkembang yang tidak patuh terhadap nasehat-nasehat IMF, selain tidak akan diberikan bantuan oleh lembaga ini, juga tidak akan mendapatkan kredit dari program-program bantuan bilateral.
Kenaikan harga BBM sebagai akibat pengurangan /penghapusan subsidi BBM yang diterapkan pemerintah menimbulkan gejolak dalam negeri. Tekanan baik dari dalam maupun dari luar terhadap isu penghapusan subsidi BBM menimbulkan dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu pihak ia harus menyokong kepentingan nasional, di lain pihak ia harus bersifat akomodatif terhadap kepentingan eksternal. Keadaan ini yang mengakibatkan pemerintah Indonesia untuk bersikap tidak konsisten dalam mengimplementasikan penghapusan subsidi BBM. Atas dasar ini, maka penelitian dalam tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tekanan-tekanan eksternal dan domestik yang dilandaskan oleh kepentingan antara aktor eksternal dan domestik yang berbeda dapat mempengaruhi inkonsistensi sikap pemerintah Indonesia dalam menerapkan kebijakan penghapusan subsidi BBM pada tahun 1997 hingga 2003.
Sejumlah teori dan pemikiran-pemikiran oleh Helen V. Milner, Mohtar Mas'oed, Arief Budisusilo, Robert D. Cantor, Richard Cooper, K.J. Holsti, Paula Hoy, Daniel S. Papp, Arifin Rahrnan, James Lee Ray, Bruce Russet dan Harvey Starr digunakan untuk menjelaskan alasan terjadinya kerjasama internasional untuk menjelaskan bagaimana pemerintah menggunakan dalih kerjasama internasional untuk kepentingannya, kepentingan aktor eksternal untuk menjelaskan latar belakang dibalik tekanan yang dilakukan aktor tersebut untuk mempengaruhi sikap pemerintah terhadap kerjasama internasional. perubahan sistem politik dari otoriterisme ke demokratis untuk menjelaskan kebangkitan partisipasi politik aktor-aktor domestik (berkaitan dengan hal ini, kepentingan aktor-aktor domestik mencerminkan struktur preferensi masing-masing aktor terhadap suatu kebijakan dan sebagai konsekuensi logis adalah tekanan-tekanan yang timbul apabila terjadi kepentingan yang berbeda antara masing-masing aktor terkait) dan pertimbangan pemerintah untuk menggunakan / tidak menggunakan suatu instrumen kebijakan tergantung dan tinggi / rendahnya tekanan eksternal dan internal.
Adanya gejolak-gejolak dalam negeri terhadap dihapuskannya subsidi BBM menandakan bahwa home benefits tinggi. Di lain pihak, peran IMF sebagai barometer kepercayaan pihak Iuar negeri menandakan bahwa externalities cukup tinggi. Hal ini yang menyebabkan implementasi pemerintah atas kebijakan penghapusan subsidi BBM tidak pernah optimal. Walaupun pengaruh IMF tidak selalu diwujudkan dalam bentuk penundaan, pencairan dana merupakan bentuk pengaruh yang cukup efektif untuk menjamin konsistensi pemerintah. Tetapi dapat dikatakan bahwa tekanan-tekanan IMF itu lebih ditujukan kepada keseluruhan program pemulihan ekonomi Indonesia sehingga tekanan langsung yang berhasil mempengaruhi sikap pemerintah Indonesia adalah tekanan domestiknya. Untuk itu dapat disimpulkan pengaruh tekanan domestik dalam bentuk penolakan DPR dan demonstrasi yang digelar oleh mahasiswa menyebabkan pemerintah untuk tidak bersikap konsisten mengimplementasikan penghapusan subsidi BBM. Kurangnya tekanan eksternal dalam bentuk hukuman, yakni pencairan. dana oleh IMF, juga merupakan salah satu sebab mengapa pemerintah bersikap inkonsisten terhadap implementasi penghapusan subsidi BBM."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12026
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Thamrin Prima
"Penelitian ini ingin mengetahui dampak jangka pendek program BBM Satu Harga yang diterapkan tahun 2017 terhadap biaya transportasi di daerah tertinggal Indonesia. Penelitian ini mengobservasi 585 desa penerapan program BBM Satu Harga selama 3 tahun yaitu 2006, 2014 dan 2018 dengan total unit observasi sebanyak 1.755 desa. Dengan metode analisis Difference in Difference (DID), penelitian ini menunjukkan bahwa hingga 2018, program BBM Satu Harga berdampak signifikan pada penurunan biaya transportasi di daerah tertinggal khususnya desa-desa yang berjarak 15 km dari Stasiun Pengisian BBM Umum (SPBU) penyalur program. Terdapat dua saluran (channeling) efek program BBM Satu Harga terhadap biaya transportasi yaitu meningkatnya pasokan dan turunnya harga BBM dibandingkan sebelum program diterapkan. Penelitian ini juga menemukan bahwa desa-desa yang berjarak lebih dari 15 km dari SPBU program cukup banyak dan tidak mengalami dampak signifikan dari program. Hal ini menunjukkan bahwa banyak warga yang belum mendapatkan manfaat signifikan dari program ini.

This research wants to know the short-term impact of the One Price Fuel program implemented in 2017 on transportation costs in underdeveloped areas of Indonesia. This study observed 585 villages implementing the One Price Fuel program for 3 years, namely 2006, 2014 and 2018 with a total observation unit of 1,755 villages. With the Difference in Difference (DID) analysis method, this study shows that until 2018, the One Price Fuel program has a significant impact on reducing transportation costs in underdeveloped areas, especially villages that are 15 km from the public fuel stations (SPBU) program distributors. There are two channels of the effect of the One Price Fuel program on transportation costs, i.e the increasing in supply and decreasing in the price of fuel compared to before the program was implemented. This study also found that there were quite a lot of villages that were more than 15 km from the SPBU program and did not experience a significant impact from the program. It shows that many residents have not significant benefited from this program."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>