Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119278 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rose Handayani
"Tesis ini bertujuan untuk memahami faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan residen premature discharge dalam program rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN. Premature discharge adalah residen yang pulang dari rehabilitasi sebelum waktu yang ditentukan baik dengan melarikan diri atau diambil keluarga di tengah program. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan karakteristik penelitian deskriptif analisis. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara kepada informan sebanyak 5 (lima) orang yang terdiri dari 2 (dua) residen, 1 (satu) komandan jaga, 1 (satu) perawat, dan 1 (satu) konselor. Sedangkan data sekunder didapatkan melalui penelusuran data-data di Balai Besar Rehabilitasi BNN seperti rekam medis, data kepegawaian, dan lain-lain. Teori yang dipergunakan meliputi teori tentang premature discharge/ discharge against medical advice, demografi, narkoba, sikap terhadap pengobatan, staf, dan struktur organisasi. Kejadian premature discharge secara teori dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Namun hasil penelitian di Balai Besar Rehabilitasi BNN menunjukkan faktor yang signifikan berpengaruh pada kejadian premature discharge dari sisi internal meliputi residen usia dewasa muda, residen yang tidak bekerja, pengguna ATS, residen yang memiliki keyakinan rendah selama menjalani rehabilitasi. Sedangkan dari faktor eksternal tidak memberikan dampak yang signifikan pada kejadian premature discharge residen di Balai Besar Rehabillitasi BNN. Pembagian kerja di Balai Besar Rehabilitasi BNN telah berjalan dengan baik, staf mampu menjadi role model yang baik, dan fasilitas bagi residen sudah mencukupi. Adanya temuan teori ini berguna bagi lembaga rehabilitasi dalam menentukan arah kebijakan layanan agar lebih menekankan keunikan residen dan memandang mereka secara holistik. Beberapa saran yang diberikan untuk mencegah munculnya premature disharge antara lain peningkatan kegiatan residen, optimalisasi sarana dan prasarana, peningkatan wawasan residen, peningkatan konseling individu bagi residen, serta peningkatan wawasan untuk staf.

This thesis aimed to understand the internal and external factors which cause premature discharge of residents in treatment programs of Rehabilitation Center of National Narcotics Board. Premature discharge is a process when resident don`t finish his/her moment of rehabilitation or in other way her/she finish before regular moment because of escape from facility or being terminated by her/his family. This research was conducted through qualitative approach with descriptive characteristics analysis. The data used in the research consisted of primary and secondary data. The primary data obtained through interviews to the informant as much as five (5) persons consisting of two (2) resident, 1 (one) guard commander, 1 (one) nurses, and 1 (one) counselor. While secondary data was taken by investigating and managing data from medical record, human resources, etc. Research was using theory about premature discharge/ discharge against medical advice, demography, substance abuse, attitude toward medical treatment, human research and organizational structure. The incidence of premature discharge theoretically influenced by two factors: internal factors and external factors.
However, the results of research at Rehabilitation Center of National Narcotics Board showed significant factors affect the incidence of premature discharge from the internal side covers early adult resident, resident who does not work, ATS users, residents who have low confidence while undergoing rehabilitation. While external factors do not have a significant impact on the incidence of premature discharge resident in the Rehabilitation Center of National Narcotics Board. The division of labor in Rehabilitation Center of National Narcotics Board has gone well, the staff is able to be a good role model, and facilities for the resident to be sufficient. The findings of this theory is useful for rehabilitation institutions in determining the policy direction of the service in order to further emphasize the uniqueness of the resident and looking at them holistically Some recommendation will be given for next improvement such as an increase resident activities, optimize the facilities, increase resident insight, and educate the knowledge of staff."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lorensius Henky Surya Kusuma
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaafan residen pada orang tua yang mengintervensi untuk menjalani proses rehabilitasi. Masyarakat menilai penyalahgunaan narkoba adalah tindakan kriminal yang melanggar aturan, norma, dan nilai-nilai dalam masyarakat dan harus menerima sanksi hukum. Stigma ini juga memengaruhi orang tua sehingga relasi dan komunikasi orang tua dan pecandu menjadi buruk. Salah satu sebab seorang menjadi pecandu adalah pola asuh keluarga dan profil ayah yang dominan dan memengaruhi keluarga.
Relasi ayah dan anak yang buruk dalam penelitian ini semakin membuat tingkat kecanduan menjadi parah. Keluarga akhirnya memutuskan untuk memaksa residen menjalani proses rehabilitasi. Pemaksaan ini menimbulkan masalah baru karena penolakan ini berlanjut hingga residen tidak fokus menjalani program. Pemaafan adalah respon untuk mencegah rusaknya hubungan interpersonal dan meningkatkan self esteem dan self efficacy yang berpengaruh pada pencegahan relapse.
Worthington mengatakan bahwa kerendahan hati, sikap empati, kedekatan relasi sebelum kemarahan muncul, dan kesadaran akan rasa sakit dan kemarahan menjadi sebuah proses pemaafan. Setting rehabilitasi membantu residen untuk menjalani proses pemaafan dengan lebih baik tetapi tipe kepribadian, self esteem, dan self efficacy sangat memengaruhi proses pemaafan yang tidak sama pada setiap residen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa relasi dengan ayah, waktu, dan sikap transgressor yang positif akan mempercepat penyembuhan luka.

This study is aimed at finding out the process of forgiving of resident to parents who intervene to enter the rehabilitation process. Communities stigmatized the drugs abuse is a criminal activities who wreck the rules, norms, and values. This stigma also affects parents then their relations and communication become bad. One of the reasons a person becomes an addict is the parenting and the father domination.
In this study, the poor relation between father and son will increasingly made addiction become fester. Finally, families decided to force the resident to enter the rehabilitation process. This coercion makes new evidently the rejection continued and resident does not focus on the program. Forgiveness is a response to prevent destruction of interpersonal relationships and increase self esteem and self efficacy to prevent the relapse.
Worthington says that humility, empathy, close relation before anger, and awareness of pain and anger becomes a process of forgiveness. The rehabilitation setting helps the resident doing better forgiviness process but the type personality, self esteem, and self efficacy strongly affect the unique forgiveness of each resident. The results proves that the relationship with the father, time, and positive transgressor attitude will accelerate the healing process.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Mursalin
"ABSTRAK
Persaingan di dunia kerja mengharuskan para penyandang disabilitas mempunyai kemampuan yang baik. Untuk itu dibentuklah Balai Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa yang memfokuskan dalam pemberian pelatihan keterampilan kepada penyandang disabilitas. Namun pelaksanaan dilapangan dihadapkan pada tugas dan peran pekerja sosial beserta instruktur, keterbatasan anggaran sosialisasi sampai keterbatasan pengajar adalah masalah yang ditemukan. Untuk itu dilakukanlah penelitian tentang peran pekerja sosial dan instruktur dalam program pelayanan di balai rehabilitasi, menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, group discussion dan observasi. Wawancara dilakukan terhadap pimpinan panti, group discussion dilakukan kepada kelompok informan pekerja sosial, siswa, dan instruktur, dengan jumlah informan sebanyak enam belas informan. Didapatkan temuan bahwa peran pekerja sosial belum berjalan sesuai dengan standard operational procedure SOP terutama pada tahapan rekrutmen, assesment, dan pelatihan vokasional. Kurangnya jumlah instruktur menyebabkan pekerja sosial mengisi di bidang pelatihan keterampilan. Sementara pada perekrutan masih ditemukan adanya siswa yang tidak memenuhi persyaratan. Saran yang diberikan antara lain, menjalin koordinasi yang baik dengan dinas provinsi/daerah dalam hal sosialisasi dan perekrutan, pemanfaatan teknologi dan informasi dalam kegiatan sosialisasi, penambahan anggaran sosialisasi, penambahan tenaga instruktur, dan pelatihan keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan oleh pekerja sosial beserta instruktur.

Competition in the world of work requires that persons with disabilities have good skills. For this purpose, a Bina Daksa Vocational Rehabilitation Center was established which focuses on providing skills training to persons with disabilities. But the implementation of the field faced with the duties and roles of social workers and instructors, the limitations of socialization budget to the limitations of teachers is a problem found. Therefore, research on the role of social workers and instructors in service programs in rehabilitation centers, using qualitative approach and descriptive research type. Data collection techniques through interviews, group discussion and observation. Interviews were conducted with the leaders of the orphanage, group discussions were conducted to informant groups of social workers, students, and instructors, with a total of sixteen informants. It was found that the role of social workers has not been run in accordance with standard operational procedures SOPs , especially in the stages of recruitment, assessment, and vocational training. Lack of number of instructors leads social workers to fill in the field of skills training. While the recruitment is still found the existence of students who do not meet the requirements. Suggestions provided include good coordination with provincial local agencies in terms of socialization and recruitment, utilization of technology and information in socialization activities, the addition of socialization budget, the addition of instructors, and skills and skills training needed by social workers and instructors."
2018
T51094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wanda Ferdiana
"[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Program kerjasama yang telah dilakukan antara BNN dan PT. Indomarco prismatama, Penerapan program pelatihan pada terapi vokasional pada Balai Besar Rehabilitasi BNN serta mengidentifikasi faktor-faktor peghambat dan pendukung yang mempengaruhi keberhasilan program community service terhadap residen.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara secara mendalam kepada para responden yang merupakan Residen dan konselor dari Balai Besar Rehabilitasi BNN serta pihak dari PT. Indomarco Prismatama selaku mitra kerjasama.
Hasil Evaluasi menunjukkan bahwa Program pelatihan Laundry dan magang sudah berjalan dengan baik dan memiliki dampak yang positif terhadap perkembangan Residen pada setiap tahapannya. Meski dalam pelaksanaan program kerjasma ini belum ada bagian khusus yang mengevaluasi program kerjasama yang sedang beerlangsung.

ABSTRACT
This research aims to evaluate cooperation programs that has been carried out between National Narcotics Board and PT .Indomarco Prismatama, the application of a training program on therapy vocational on the Center rehabilitation National Narcotics Board (BNN) and identify the factors a barrier and supporters that affects the success of the program community service to resident
This research using qualitative approach with deeply interview with the respondents who is resident and counselors of the agency as well as the Center rehabilitation National Narcotics Board from PT.Indomarco prismatama as a joint venture partner.
The evaluation results show that the community service programs already run well and have a positive impact on development of the prefect at all levels. Although the implementation of the program is still a special partnership program is underway to evaluate, This research aims to evaluate cooperation programs that has been carried out between National Narcotics Board and PT .Indomarco Prismatama, the application of a training program on therapy vocational on the Center rehabilitation National Narcotics Board (BNN) and identify the factors a barrier and supporters that affects the success of the program community service to resident
This research using qualitative approach with deeply interview with the respondents who is resident and counselors of the agency as well as the Center rehabilitation National Narcotics Board from PT.Indomarco prismatama as a joint venture partner.
The evaluation results show that the community service programs already run well and have a positive impact on development of the prefect at all levels. Although the implementation of the program is still a special partnership program is underway to evaluate]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jalaludin
"Penelitian ini dilakukan di Balai Pemulihan Sosial Wanita Tuna Susila (BPSWTS) Cirebon Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses rehabilitasi sosial wanita tuna susila pada lembaga tersebut. Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan kontribusi bagi perbaikan pelaksana kebijakan berikutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yang menjadi objek penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksana program rehabilitasi sosial di BPSWTS Cirebon, antara lain Kepala Balai, petugas fungsional, petugas lapangan, WTS yang sedang dalam pembinaan dan semua pihak yang terkait.
WTS merupakan penyakit sosial, menurut sejarahnya WTS lahir bersamaan dengan intitusi lembaga formal pernikahan. Disamping itu WTS sudah muncul di zaman kerajaan-kerajaan kuno yang ada dibelahan bumi ini. Setelah pergeseran perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi WTS banyak muncul di kota-kota besar. Perkembangan dan populasi WTS mayoritas karena tuntutan ekonomi disamping ekses lain. Disamping itu urbanisasi dari desa ke kota dengan minimnya keterampilan dan pendidikan serta langkanya lapangan kerja diperkotaan akhirnya mereka bekerja menjadi PRT, pedagang rokok dan akhirnya untuk mempertahankan hajat hidup, tempat tinggal dan sebagainya akhirnya WTS menjadi alternatif pilihan.
Muncul dan merebaknya WTS di setiap penjuru kota mengganggu ketertiban dan kenyamanan tata kota dan nilai-nilai serta norma-norma yang selama ini dibangun. Untuk itu Pemerintah melalui Depertemen Sosial (DEPSOS) dan lembaga terkait lainnya mencoba menertibkan WTS dengan program lokalisasi dan rehabilitasi. Melihat kompleksitas permasalahan WTS yang sarat dengan muatan ekonomi, sosial, norma, budaya dan politik dll, maka penanganannya membutuhkan pelayanan secara maksimal dan komprehensif.
Proses rehabilitasi sosial WTS yang diselenggarakan oleh BPSWTS terdiri dari beberapa tahapan antara lain: Pertama, tahap rehabilitasi sosial terdiri dari: pendekatan awal, penerimaan, bimbingan mental, sosial dan keterampilan. Kedua, tahap resosialisasi yang terdiri dari bimbingan kesiapan peran serta masyarakat, bimbingan sosial masyarakat, bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan bimbingan usaha. Ketiga, tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari bantuan pengembangan usaha dan bimbingan pengembangan usaha.
Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan bahwa secara umum BPSWTS telah melaksanakan dan memberikan pelayanan program kepada klien secara prosedural yang ditetapkan. Dalam penelitian ditemukan ada beberapa kendala yang belum tersentuh dan menjadi prioritas berikutnya diantaranya bidang-bidang khusus yang harus menjadi prioritas pelayanan ditambah dengan pemberdayaan alumni.
Hasil penelitian dari kegiatan orientasi dan motivasi dalam penjaringan klien, BPSWTS bekerjasama antara Balai, Satpol PP dan Polisi yang selama ini menjadi prioritas ke tempat yang dianggap rawan dipakai sebagi tempat WTS mengalami kegagalan. Yang menjadi kendala dalam program ini adalah terjadinya kebocoran informasi.
Bimbingan mental menjadi perhatian, mengingat latar belakang WTS adalah wanita yang sehari-hari bergaul dalam dunia hitam. Disamping itu melihat latar belakang pendidikan klien yang komplek maka penanganpun harus komprehensif. Tujuan dari bimbingan mental adalah membangun WTS pecaya diri, harga diri, dan siap hidup ditengah masyarakat, maka pembinaan mental sebaiknya harus menjadi prioritas.
Program rehabilitasi WTS harus melibatkan berbagai disiplin ilmu dan lembaga lain yang independen. Balai jangan kaku hanya merujuk pada Juknis dan Juklak, paling tidak ada pengembangan di lapangan dari aspek kerjasama maupun aspek metodologi. Dalam pembagian kerja profesi sebagai pekerja sosial telah memenuhi standar tetapi di bidang keagamaan masih ada kendala yang harus dibenahi untuk perbaikan program berikutnya.
Dari hasil penelitian ditemukan faktor kendala penyaluran alumni dalam bursa dunia kerja yang dipaparkan di atas. Khusus dalam penyaluran tenaga kerja adalah program keterampilan yang monoton hanya menititik beratkan terhadap keahlian kewanitaan, padahal emansipasi wanita diluar Balai sudah jauh lebih maju. Tuntutan kerja wanita telah jauh dan sejajar dengan laki-laki. Oleh karena itu program keterampilan hemat peneliti harus diperluas sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
x, 6 Bab, 106 hal, 15 hal lampiran, 48 kepustakaan (40 Buku, 6 Jurnal, 2 Karya Ilmlah/Tesis, 1974-2004)"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13726
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Styawan
"Hasil proyeksi BNN memperkirakan, angka prevalensi penggunaan narkoba akan meningkat sekitar 2,8% di tahun 2015. Berdasarkan sumber data yang diperoleh dari Balai Besar Rehabilitasi BNN telah terjadi trend meningkatnya percobaan bunuh diri sejak tahun 2012 sampai tahun 2014 sebanyak 22 kasus percobaan bunuh diri pada residen yang sedang menjalani rehabilitasi.
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali masalah utama yaitu trend meningkatnya kasus percobaan bunuh diri pada residen dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Lokus dalam penelitian ini dilakukan di Balai Besar Rehabilitasi BNN, dimana yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 3 orang residen Balai Besar Rehabilitasi BNN yang sedang menjalani rehabilitasi dan pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Berdasarkan faktor-faktor yang diteliti yaitu Dukungan Sosial, Ketidakberfungsian Psikososial dan Transisi Tahapan Rehabilitasi maka dapat diketahui bahwa setiap residen memiliki tingkatan yang berbeda antara residen yang satu dengan yang lainnya. Selanjutnya dapat diketahui bahwa Faktor pendorong para residen melakukan percobaan bunuh diri saat menjalani rehabilitasi adalah Faktor Dukungan Sosial dan Faktor Ketidakberfungsian Psikososial, sedangkan Faktor Pencetusnya adalah Transisi Tahapan Rehabilitasi.
Balai Besar Rehabilitasi BNN hendaknya melakukan pencegahan percobaan bunuh diri pada residen dengan melakukan asesmen resiko bunuh diri sehingga dapat melakukan intervensi apabila gejala-gejala itu timbul dan langkah-langkah penangannya berupa standar operasional prosedur penanganan percobaan bunuh diri.

The projection BNN estimates, the prevalence of drug use will increase by approximately 2.8 % in 2015. The recovery process is a drug addict is not a short process and can not be done easily. Based on data obtained from sources BNN Rehabilitation Center the rising trend of suicide attempts for the residents who are undergoing rehabilitation has happened since 2012 to 2014 as many as 22 cases. The cause of suicide attempts are low Social Support, Psychosocial Dysfunction, Transition Stages of Rehabilitation.
This research uses a qualitative approach to explore the major issues and the factors that influence it. The locus of this research conducted at BNN Rehabilitation Center, while where the subjects in this study were 3 residents of BNN Rehabilitation Center who are undergoing rehabilitation and attempted suicide for 1 time.
Based on these factors, which are Social Support, Psychosocial Dysfunction Transition Stages of Rehabilitation it can be seen that different levels occurs among residents. Furthermore, it is known that the driving factors for the resident attempted suicide while undergoing rehabilitation is the Social Support Factors and Psychosocial Disfunction, while the originators factor is the Transition Stages of Rehabilitation.
BNN Rehabilitation Center shall have suicide prevention for residents by doing suicide risk assessment so intervention can be done when the symptoms arise. And the handling suicide steps are based on standard operating procedure of handling suicide attempts.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Sadewa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan Rehabilitasi Sosiai Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi dengan menggunakan konsep Service Quality selain itu juga menganalisis pelaksanaan yang telah dicapai oleh Rehabilitasi Sosiai Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Di samping itu ingin diketahui tingkat pelaksanaan peiayanan terhadap kelima dimensi kualitas pelayanan serta ingin mengetahui penilaian Pegawai Rehabiiitasi Sosiai Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi terhadap aspek kualitas pelayanan menurut modei 7s McKinsey.
Pada penelitian ini metode penilaian yang digunakan adalah deskriptif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai kepustakaan dan dokumentasi. Analisis data yang terkumpul dari kuesioner dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 12.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian pelaksanaan pelayanan Rehabilitasi Sosial. Dalam rangka menyiapkan diri menghadapi tuntutan stakeholder-nya, Rehabilitasi Sosiai Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi dengan segenap sumber daya yang dimiliki memandang Shared Vision and Values, Strategy, Structure, System, Staff, Skill and Style sebagai aspek-aspek penting dalam kualitas pelayanan sesuai dengan pendapat McKinsey dalam model 7"S-nya.
Hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat bagi berbagai pihak di Rehabilitasi Sosiai BKS Pamardi Siwi BNN untuk dapat dijadikan referensi dalam melakukan penelitian lanjutan, akan tetapi dalam cangkupan analisis yang Iebih luas dan komprehensif. Secara praktis diharapkan menjadi masukan bagi Rehabilitasi Sosial BKS Pamardi Siwi BNN dalam menyusun strategi pengambilan keputusan yang tepat mengenai kualitas pelayanan dan kinerjanya dengan memperhatikan dimensi dan aspek-aspek kualitas pelayanan yang dianggap penting oleh Stakeholdernya.

The objective of this research is to determine the Customer Perception on the implemented services at Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi, National Narcotics Board. Aside from that, researcher will determine the level of service implementation towards the five dimension of service quality and the judgement of the employees of Social Rehabilitation department of Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi towards the aspects of service quality according to the 7s McKinsey Model.
The method used in this research is descriptive and data gathered is primary and secondary data. The primary data gathered is through questionnaire and in-depth interview. While secondary data is gathered through library reading and documentation. Analysis of data gathered is through SPSS version 12.
In regards to face the demand of the stakeholder, Social Rehabilitation department of Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi with all its resources has a vision towards Shared Vision and Values, Strategy, Structure, System, Staff, Skill and Style as important aspects in delivering service quality according to the 7s McKinsey framework.
Theoritically this research result is useful to various personnel involved in Social Rehabilitation department of Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi. Through this research it is hoped that the result is of reference for further broader and comprehensive research. Practically, this research is an input to the Social Rehabilitation department of Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi in formulating decisive strategies on service quality and performance by considering the dimensions and aspects of service quality which is of importance to the stakeholders.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22327
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediani Rahardjanti
"Balai Kasih Sayang (BKS) Pamardisiwi adalah Unit Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi (T&R), Pusat Laboratorium Terapi dan Rehabilitasi (PusLab T&R), Badan Narkotika Nasional (BNN), yang menyelenggarakan pelayanan bagi korban penyalahgunaan narkoba. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan pelayanan publik, BKS Pamardisiwi memiliki tanggung jawab memberikan pelayanan yang berkualitas sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan institusi publik. Pelayanan yang demikian membutuhkan strategi yang digerakkan oleh misi yang lebih berorientasi kepada pelanggan, yaitu masyarakat pengguna jasa layanan terapi dan rehabilitasi. Selama ini BKS Pamardisiwi belum menerapkan strategi yang berorientasi kepada pelanggan, yang dapat dilihat dari belum adanya data base pelanggan yang lengkap dan tersusun dengan baik, belum adanya informasi tentang alur pelayanan yang mudah diketahui pelanggan, belum terdistribusinya beban pekerjaan secara optimal, serta sikap, pengetahuan dan ketrampilan petugas yang belum memadai untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kualitas pelayanan BKS Pamardisiwi ditinjau dari persepsi dan harapan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui prosedur pelayanan dan pengelolaan BKS Pamardisiwi, serta menganalisa kesenjangan yang terjadi di dalam dan di luar organisasi, berdasarkan indikator kualitas pelayanan.
Penelitian ini menggunakan Metode Servqual, yaitu suatu metode untuk mengukur kualitas pelayanan berdasarkan pada persepsi dan harapan pelanggan terhadap 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu (1) tangibles, (2) reliability, (3) responsiveness, (4) assurance, (5) empathy, sesuai teori kualitas pelayanan yang dinyatakan oleh Zeithaml (1990). Penelitian ini merupakan studi kasus pada BKS Pamardisiwi, dan proses pengumpulan data telah dilaksanakan pada bulan Februari 2005 sampai dengan April 2005. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling. Sumber data adalah responden yang terdiri dari pelanggan dan pegawai BKS Pamardisiwi. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metode pengambilan data dilakukan dengan observasi, wawancara, pengisian kuesioner, serta penelusuran dokumen dan kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan menghitung distribusi frekuensi skor persepsi, harapan, serta skor servqual dan tingkat kepuasan yang dicapai pelanggan, kemudian melakukan analisis deskriptif kualitatif terhadap hasil pengamatan dan wawancara sesnai subyek yang diteliti. Metode Anova digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan distribusi skor servqual pada tiap dimensi kualitas pelayanan.
Hasil penelitian menunjukkan masih adanya kesenjangan antara harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap kinerja pelayanan BKS Pamardisiwi, yang meliputi seluruh dimensi kualitas pelayanan yaitu dimensi tampilan fisik, keandalan, ketanggapan, jaminan, dan empati. Kesenjangan tersebut juga berarti bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh BKS Pamardisiwi selama ini belum sesuai dengan yang diharapkan pelanggan. Sementara itu hasil uji anova menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada penilaian pelanggan terhadap kelima dimensi kualitas pelayanan.
Hasil analisis data tentang kesenjangan internal menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab terbesar kesenjangan di dalam organisasi adalah kurangnya orientasi riset pasar, pemyataan tujuan yang kurang spesifik, kurangnya kemampuan petugas untuk mengontrol situasi yang tidak diduga, serta kurangnya komunikasi horizontal.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini disarankan agar BKS Pamardisiwi melakukan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang bersifat menyeluruh mencakup kelima dimensi kualitas pelayanan. Secara terinci upaya tersebut meliputi peningkatan program terapi dan rehabilitasi, melakukan kerjasama dengan lembaga ketrampilan, meningkatkan kompetensi pegawai, peningkatan sarana, perbaikan prosedur pelayanan, melakukan riset pelanggan, peningkatan sistem pengawasan, dan perbaikan sistem koordinasi dan komunikasi di dalam organisasi.

Balai Kasih Sayang (BKS) Pamardisiwi is the Therapy and Rehabilitation Service Unit (T&R), Therapy Laboratory Center and Rehabilitation (PusLab T&R), National Narcotics Board (BNN), that provides services for drugs abuser. As the government agency that provides public service, ?BKS Pamardisiwi' has responsibility to provide qualified service in the form of public institution accountability. Such service requires strategy motivated by customer-oriented mission, namely community who are the therapy and rehabilitation service user. So far BKS Pamardisiwi has not applied its customer oriented mission, as it is shown that they still do not have complete data base and it is not well arranged, they still do not have information about service line that is easily known by customer, load of work has been equally distributed, and the related worker has not been fully equipped with appropriate attitude, skill and knowledge to asset conforming to the customer's expectation and needs.
The purpose of this research is to specify quality of BKS Pamardi Siwi service based on customer's perception and expectation against the service. The research is also aiming to identify service procedure and BKS Parnardisiwi management, and analyze the gap between the internal and external part of organization pursuant to service quality indicator.
This particular research is applying Servqual Method, namely a method to measure the service quality based on customer's perception and expectations on 5 service quality dimensions namely (1) tangibles, (2) reliability, (3) responsiveness, (4) assurance, (5) empathy, conforming to service quality theory developed by Zeithaml (1990). This kind of research is the case study in BKS Pamardisiwi and the process of data collecting has been implemented in Februazy 2005 till April 2005. Sample is taken based on accidental sampling method. Data resources is the respondent comprising customer and employee of BKS Pamardisiwi. Data collected comprising primary and secondary data. Data collecting method is applied through observation, interview, questioner, and studying on documents and literature. Data analyzes is made by calculating perception score frequency distribution, expectation, and servqual score and satisfaction level achieved by customers, then qualitative descriptive analyses is made against the result of observation and interview in complying with the researched subject. Anova Method is used to identity the difference of servqual score distribution in each dimension of service quality.
Research result shows that there are still gaps between customer's expectation and customer's perception against BKS Pamardisiwi service performance that involves all dimension of service quality currently provided by physical appearance dimension, reliability, responsive, security and empathy. Such gap also means that service quality that currently provided by BKS Pamardisiwi is still not in complying with customer's expectation. Meanwhile, anova test result shows that there is no significant difference in customer's assessment against such five dimension of service quality.
Data analyses result on internal gap show that factors that highly contributed to the organization gap is the lack of market research orientation, less specific target statement, worker is not well equipped to control unexpected situation, and lack of horizontal communications.
Based on the result obtained from this research, it is recommended that BKS Pamardisiwi shall improve their integrated service quality that comprise therapy program and rehabilitation, maintain partnership with vocational agency, enhance worker competency, develop facilities and Service procedure, conduct customer research, boost the control system, and coordination system improvement and communication in organization.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Bestia
"Banyaknya penyalahguna narkotika yang ditempatkan di Lapas menjadi tantangan sendiri bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam memenuhi kebutuhan rehabilitasi bagi mereka. BNN sebagai leading sektor pelaksanaan P4GN dan Kemenkumham sebagai instansi pelaksana perlu bersinergi dalam upaya rehabilitasi penyalahguna narkotika di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) agar dapat menekan laju prevalensi penyalahgunaan narkotika nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sinergi yang terjalin antara BNN dan Kemenkumham dalam upaya rehabilitasi narapidana narkotika di Lapas, dan bagaimana kendala sinergi dan penyelenggaraan layanan rehabilitasi di Lapas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, teknik pengambilan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Peneliti menggunakan sejumlah teori dan konsep dalam penelitian ini, yaitu teori sinergi, konsep pemasyarakatan, dan rehabilitasi.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa sinergi antara BNN dengan Kemenkumham dalam upaya rehabilitasi narkotika di Lapas sudah terjalin sejak lama, namun bersifat dinamis. Adapun faktor yang mempengaruhi sinergi tersebut adalah anggaran, kebijakan pimpinan, dan kebijakan pemerintah. Pada awalnya BNN dan Kemenkumham bekerja sama menginisiasi program rehabilitasi di Lapas namun sejak BNN menghentikan dukungan anggaran ke Lapas, Kemenkumham berinisiatif melanjutkan program tersebut dengan menggunakan anggaran sendiri. Sinergi masih banyak bersifat prosedural dan administratif namun terbatas dalam hal implementasinya sehingga dibutuhkan kebijakan yang mengakomodasi sinergi tersebut, dukungan anggaran, sarana prasarana, peningkatan kemampuan petugas rehabilitasi, supervisi, monitor dan evaluasi yang dapat mengoptimalkan penyelenggaraan rehabilitasi narkotika di Lapas.

The large number of narcotics abusers placed in prisons is a challenge for the National Narcotics Agency (BNN) and the Ministry of Law and Human Rights (Kemenkumham) in meeting their rehabilitation needs. BNN as the leading sector in the implementation of P4GN and the Ministry of Law and Human Rights as the implementing agency need to synergize in efforts to rehabilitate narcotics abusers in prisons to reduce the prevalence of narcotics abuse nationwide. The purpose of this study was to find out the synergy that exists between BNN and the Ministry of Law and Human Rights in the rehabilitation of narcotics prisoners in prisons, the obstacles to synergy and the implementation of rehabilitation services in prisons. This study uses qualitative methods, data collection techniques through interviews, observation, and documentation. Researchers used several theories and concepts in this study, namely the theory of synergy, the concept of correctional, and rehabilitation.
The results of this study found that the synergy between BNN and the Ministry of Law and Human Rights in narcotics rehabilitation efforts in prisons has existed for a long time, but the policies are dynamic. The factors that influence the synergy are the budget, leadership policies, and government policies. At first BNN and Kemenkumham worked together to initiate rehabilitation in prisons, but since BNN stopped budget support to prisons, Kemenkumham has taken the initiative to continue the program with its own budget. Synergies are still mostly procedural and administrative in nature but limited in terms of implementation. Policies needed to accommodate these synergies are budget support, infrastructure, capacity building for rehabilitation officers, supervision, monitoring and evaluation that can optimize the implementation of rehabilitation in prisons.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Rico Januar
"Penyalahgunaan narkotika merupakan masalah kesehatan yang sangat penting di seluruh dunia yang dapat mengakibatkan ketergantungan, kerugian ekonomi, kerugian kesehatan dan dampak sosial. Di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, penyalahgunaan narkotika dari tahun ke tahun tetap tinggi. Angka yang pernah menggunakan narkotika di populasi diperkirakan sebesar 2,4 % dengan laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan. Berdasarkan kelompok umur, prevalensi penyalahguna narkotika yang paling tinggi pada kelompok usia kelompok usia 20-29 tahun sebesar yaitu 4,41 % sedangkan yang paling rendah pada kelompok usia di atas 40 tahun sebesar 1,06 %. (BNN, 2012). Penelitian ini bertujuan mengetahui efek tahapan rehabilitasi melalui skor rata-rata self efficacy sebelum mengikuti komunitas terapeutik dibanding dengan sesudah mengikuti komunitas terapeutik pasien ketergantungan narkotika. Penelitian ini menggunakan desain before and after yang bersifat longitudinal, dimana pengukuran terhadap outcome dilakukan beberapa kali (berulang). Pada penelitian ini pengukuran terhadap self efficacy dilakukan sebanyak empat kali.
Hasil penelitian ini membuktikan ada perbedaan yang bermakna skor rata-rata self efficacy sebelum komunitas terapeutik dibanding dengan skor rata-rata self efficacy sesudah komunitas terapeutik, nilai p = 0,014 < (α ; 0,05). Pasien telah menjalani tahapan komunitas terapeutik selama dua bulan atau 60 hari. Pada tahapan komunitas terapeutik selama satu bulan pertama, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna skor rata-rata self efficacy bila dibandingkan dengan skor rata-rata self efficacy sebelum komunitas terapeutik, p value 0,25 > (α ; 0,05), tetapi pada komunitas terapeutik bulan kedua terlihat ada perbedaan yang bermakna skor rata-rata self efficacy dibandingkan dengan sebelum komunitas terapeutik, nilai p = 0,005 < (α ; 0,05). Dari peningkatan skor rata-rata self efficacy, terbukti bahwa program ini bermanfaat bagi pasien dengan ketergantungan narkotika yang akan menjalani rehabilitasi dengan menjalani program minimal 60 hari atau dua bulan.

Drug abuse is a very important health problem worldwide which can lead to dependence, economic loss, loss of health and social impacts. In Indonesia as a developing country, drug abuse over the years remains high. Figures ever using drugs in a population is estimated at 2.4% with males much larger than females. By age group, the prevalence of drug abusers is highest in the age group of 20-29 years age group is 4.41% while the lowest in the age group above 40 years amounted to 1.06%. (BNN, 2012). This study aims to determine the effect of the rehabilitation phase through an average score of self-efficacy before following therapeutic communities compared with patients after participating in a therapeutic community drug dependence. The design of this study before and after that is longitudinal, where the measurement of the outcome done several times (repeated). In this study, measurement of self-efficacy was done four times.
The results of this research prove there were significant differences in mean score before the self efficacy of therapeutic communities compared with an average score of self-efficacy after therapeutic communities, p value 0.014 < (α; 0.05). Patients had undergone stages of therapeutic communities for two months or 60 days. At the stage of therapeutic communities during the first month, it appears that there are no significant differences of mean score of self-efficacy when compared to the average score of self-efficacy prior to therapeutic communities, p value 0.25 > (α; 0.05), but the therapeutic communities in both show no significant differences mean score of self-efficacy compared to prior therapeutic communities, p value 0.0005 <(α; 0.05). The increase in the average score of self-efficacy, proved that this program is very beneficial for patients with drug addiction which will undergo a program of rehabilitation with a minimum of 60 days or two months."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>